Anda di halaman 1dari 2

Angiodisplasia

1. Definisi
Angiodisplasia, yang juga disebut sebagai malformasi arteriovenosa, adalah distensi
atau dilatasi dari pembuluh darah kecil pada submukosa saluran pencernaan.
Angiodisplasia dapat terjadi sepanjang saluran pencernaan dan merupakan penyebab
paling umum dari perdarahan dari usus kecil pada pasien berusia diatas 50 tahun (Barbara
dan Douglas, 2004). Angiodisplasia tampak jelas pada kolonoskopi berwarna merah, lesi
rata dengan diameter sekitar 2-10 mm. Lesi tampak seperti bintang, oval, tajam, atau
tidak jelas. Meskipun angiografi mampu mengidentifikasikan lesi, namun kolonoskopi
adalah metode yang paling sensitif untuk mengidentifikasi angiodisplasia (Barbara dan
Douglas, 2004). Angiodisplasia usus merupakan malformasi arteri yang terletak di sekum
dan kolon asenden. Angiodisplasia usus merupakan lesi yang diperoleh dan
mempengaruhi orang tua berusia > 60 tahun. Lesi ini terdiri dari kelompok-kelompok
pembuluh darah yang berdilatasi, terutama pembuluh darah vena, pada mukosa dan
submukosa kolon (Barbara dan Douglas, 2004).
Angiodisplasia merupakan pelebaran pembuluh darah mukosa dan submukosa yang
berkelok-kelok paling sering ditemukan di sekum atau kolon kanan biasanya setelah usia
60–an. pembuluh darah ini mudah ruptur dan mengeluarkan darah ke lumen. Kelainan ini
merupakan penyebab perdarahan sebanyak 20% pada saluran cerna bagian bawah. Dan
angiodisplasia merupakan kelainan diperkirakan terbentuk selama bertahun-tahun akibat
faktor mekanis yang bekerja pada dinding kolon. Karena lapisan otot, vena penetrans
mengalami oklusi saat kontraksi peristaltik tetapi arteri berdinding tebal tetap paten
(Cotran, 2004).
Tidak seperti perdarahan divertikular, angiodisplasia cenderung menyebabkan
perdarahan dengan episode lambat tetapi berulang. Oleh karena itu, pasien dengan
angiodisplasia datang dengan anemia. Angiodisplasia yang menyebabkan hilangnya darah
dalam jumlah besar jarang didapat. Perdarahan lesi aktif dapat diobati dengan
elektrokoagulasi koloskopi (Barbara dan Douglas, 2004)
2. Patofisiologi
Mekanisme pasti penyakit ini belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan
disebabkan oleh obstruksi vena kronik. Hipotesis ini dibut berdasarkan prevalensi
tertinggi letaknya berada di colon dextra dan berdasarkan hukum Laplace. Hukum
Laplace menghubungkan tension dinding dalam ukuran luminal dan perbedaan tekanan
transmural dalam suatu tabung, di mana tekanan dinding sama dengan perbedaan tekanan
dikalikan dengan radius tabung. Dalam kasus colon, tekanan dinding disamakan dengan
tekanan transmural, perbedaan tekanan adalah antara lumen usus dan ruang peritoneum,
dan radius tabung merupakan colon kanan. Tekanan dinding tertinggi pada segmen usus
dengan diameter terbesar, seperti colon dekstra.
Teori ini termasuk obstruksi vena kronik yang mengulang episode distensi colon
dihubungkan dengan peningkatan transient dalam tekanan dan ukuran lumen, di mana
tekanan ini akan meningkat akibat adanya obstruksi aliran vena submukosa. Semakin
lama, proses ini mneyebabkan dilatasi vena submukosa dan dilatasi kapiler venula dan
arteriola. Secara otomatis, cincin kapier berdilatasi, sphincter prekapiler kehilangan
kompetensinya, dan terjadi hubngan antara arteriovenosus kecil. Hal ini menjadi
karakteristik early-filling vein selama angiografi mesenterika.
Meningkatnya ekspresi faktor angiogenik seperti bFGF dan VEGF juga memiliki
peranan penting dalam patogenesis angiodisplasia colon.
3. Etiologi
Penyebab utama penyakit ini belum diketahui secara pasti, akan tetapi terdapat teori
yang mengatakan adanya perubahan degeneratif dari pembuluh darah kecil dihubungkan
dengan penuaan dan adanya hipooksigenasi lokal jangka panjang mikrosirkulasi dari
jantung, vaskular atau penyakit paru. Degeneratif vaskular ini diakselerasi oleh
hipooksigenasi mukosa usus akibat penyakit vaskular perifer aterosklerotik.
Angiodisplasia telah dilaporkan berkaitan dengan stenosis aorta. Heyde syndrome
menjelaskan adanya kalsifikasi stenosis aorta dan perdarahan gastrointestinal akibat
angidisplasia colon.
Hipoperfusi akibat adanya hipooksigenasi dikarenakan penyakit kardiopulmoner
menyebabkan nekrosis iskemik yang kemudian memunculkan lesi angiodisplasia.
4. Diagnosis
Diagnosis angiodisplasia paling sering ditegakkan melalui endoskopi. Sensitivitas
kolonoskopi dalam menemukan angiodisplasia pada kolon yaitu sebesar 81%.
Angiodisplasia paling sering ditemukan di sekum dan kolon asendens. Angiografi
mesenterika selektif dapat digunakan pada kasus perdarahan aktif. Helical CT
angiography merupakan teknik pencitraan baru dan menjanjikan sebagai modalitas
diagnostik non-invasif untuk angiodisplasia dan perdarahan samar saluran cerna.
5. Terapi
Angiodisplasia dapat diterapi lokal menggunakan argon plasma coagulation,
koagulasi laser, atau koagulasi panas. Jika ada lesi perdarahan besar, embolisasi atau
injeksi vasopresin melalui angiografi dapat digunakan. Untuk kasus perdarahan rekuren
atau persisten meskipun sudah diterapi secara endoskopis, reseksi secara bedah harus
dipertimbangkan. Untuk pasien yang bukan merupakan kandidat intervensi bedah,
estrogen (dengan atau tanpa progesteron) dapat diberikan, akan tetapi karena efi kasi yang
masih kontroversial dan efek samping seperti metrorhagia, ginekomastia, retensi cairan,
trombosis, stroke, kanker payudara dan endometrium, dibutuhkan uji klinis untuk
menentukan efi kasi dan keamanan terapi estrogen pada PGK. Terapi jangka panjang
menggunakan octreotide dilaporkan dapat menurunkan kebutuhan transfusi dan
mencegah rekurensi dengan cara menurunkan aliran darah splanknik.

Saeed F, Agrawal N, Greenberg E, Holley JL. Lower gastrointestinal bleeding in chronic


hemodialysis patients. Int J Nephrol. 2011; 2011:272535. 16. Kaaroud H, Ben Fatma L, Beji
S, Boubaker K, Hedri H, Ben Hamida F. dkk. Gastrointestinal angiodysplasia in chronic renal
failure. Saudi J Kidney Dis Transplant. 2008; 19(5): 809-12

Anda mungkin juga menyukai