Anda di halaman 1dari 2

SAI

Pohon Ek
“Rumah itu menua bersama pohonnya “,desas-desus tentang rumah Dayat semakin
menyebar luas. Bagaimana tidak ,rumah tua bergaya belanda itu sudah berdiri 3 abad lamanya.
Namun arsitekturnya masih kental dilengkapi lukisan besar di setiap dinding yang menghubungkan
antar ruang,komposisi gelap terang terlihat suram.Meski telah direnovasi hingga menghabiskan biaya
mencapai 8 digit,angka fantastis untuk mempertahankan sebuah rumah yang hanya memiliki keunikan
‘bergaya belanda ‘. Setidaknya itulah yang dikatakan orang –orang. Tapi,bagi Dayat ,lelaki tua yang
hampir memasuki usia kepala 7 ,rumah ini adalah rumah yang berisi sejuta kenangan seumur hidup.
Peninggalan 4 generasi klan keluarganya. Di belakang rumah tua itu tumbuh pohon ek dengan kokoh
berumur 150 tahun lebih tua darinya. Tidak heran,Dayat sangat ingin mempertahankan rumah ini.
Tidak. Lebih tepatnya pohon ek di belakang rumah. Mewariskan kepada Ilham anak semata
wayangnya yang kini sedang melanjutkan studi S-2 nya di Cambridge,Australia.
Tidak peduli apa yang mereka katakan dan apa yang dilakukannya. Dayat hanya ingin
bersama rumah itu sampai habis usianya.
Namun, harapan itu sekejap saja telah sirna. Surat penggusuran tanah atas dalih kepentingan umum
datang padanya. Surat tanah kepemilikan tak ada artinya di mata penguasa. Berurusan dengan meja
hijaupun Dayat tak berdaya. Beberapa bulan lagi rumahnya akan rata dengan aspal. Proyek jalan tol.
Apalagi yang diinginkan di era modern seperti ini? Selain kelancaran lalulintas untuk menghubungkan
antar kota.
Tangan tuanya gemetar ,nominal berapapun takkan bisa menggantikan seluruh isi yang ada di
rumah itu dan tentunya pohon ek yang lebih dulu tumbuh sebelum ia lahir. Dayat segera menekan
nomor telepon seseorang yang mungkin dapat membantunya. Nihil.
-..-
“Pohon itu adalah reinkarnasi “,Aziz mengatakan. Rukiman mendengar cerita itu dengan seksama .
Mitos lamapun mulai disangkut pautkan dengan rumah Dayat.Tak jelas desas-desus yang beredar
,ada yang mengatakan Dayat kakek tua yang terobsesi harta benda sampai Dayat lelaki tua yang gila.
Tidak ada alasan logis memang,bila di pikir untuk apa mempertahankan tanah yang luasnya tak
seberapa dibandingkan rumah besar di kota. Mengingat ia dulu adalah PNS-an dokter. Penghasilannya
cukup besar tiap bulan. Lalu apalagi? Masih banyak rumah mewah yang layak ditinggali. Egois
memang. Konflik batin tak dapat dihindari, di sisi lain meninggalkan kenangan masa kecilnya di sini
.Hingga ia membawa Anna istrinya yang meninggal dua tahun yang lalu juga menempati rumah ini.
Sebuah pesan ditinggalkan untuk sang suami,
“​Pohon ek itu adalah pesanku kepadamu”​.

Teka –teki tak terpecahkan sebelum kematian menjemputnya. Dayat melihat pohon ek besar nan
kokoh, tinggi menjulang dengan daun rimbun yang tumbuh dari utara ke selatan. Ia ingat pertama kali
memanjat pohon itu 40 tahun silam. Mengambil topi berpita ungu milik Anna, saat angin berhembus
kencang menyambut musim panas di kota Bogor. Pertemuan pertama ,sungguh menyenangkan
mengingat hal itu.Keriput di wajah menambah sendu sorot matanya .Bagaimanpun ia tidak lama lagi
berada di dunia ,menyusul Anna. ​Rumah warisan ini takkan bisa terus kulanjutkan pada Ilham.
Pikirnya,menerawang jauh .
-..-
Dua bulan berlalu begitu saja ,beberapa hari lagi Dayat akan pindah ke tempat yang baru. Menjalani
hidup tuanya sendiri.
Hari itu datang,ketika bola besi mulai memporakporandakan rumahnya.Ketika gergaji mesin
melaksanakan tugasnya. Pohon ek itu kini telah tumbang bersama kenangan memori masa lalunya.
Bagai angin mengirim pesan dari Anna untuk Dayat.Sepucuk surat perlahan jatuh tepat di samping
kakinya .Dayat memberi seulas senyum pada pohon yang telah tumbang itu,seakan- akan pohon ek
yang setia menjaga surat itu untuknya. Tugasnya berakhir sudah. Entah bagaimana Anna menyimpan
sepucuk kertas di antara rimbunnya daun tanpa ada air setitikpun.
“Suamiku,di dunia ini ada hal yang kau cintai. Namun kau tak berdaya tuk
mempertahankannya ,tak apa. Mencintai tidak harus memiliki selamanya.”
Tiga baris kalimat yang menyejukkan hati . Dayat melipat kertas itu, memasukkannya dalam saku
jas.Menghela nafas panjang dan pergi melangkahkan kaki.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai