Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
“ TANIN ”
Disusun Oleh :
Irma Br Hombing (183347)
Hesny Sanitya (18334714)
Nilla Puspitasari (18334715)
Vaska (183347)
FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
2019
1
DAFTAR ISI
BAB I
2
PENDAHULUAN
Tanin merupakan salah satu jenis senyawa yang termasuk ke dalam golongan polifenol.
Senyawa tanin ini banyak di jumpai pada tumbuhan. Tanin dahulu digunakan untuk menyamakkan
kulit hewan karena sifatnya yang dapat mengikat protein. Selain itu juga tanin dapat mengikat
alkaloid dan glatin.
Tanin adalah kelas utama dari metabolit sekunder yang tersebar luas pada tanaman. Tanin
merupakan polifenol yang larut dalam air dengan berat molekul biasanya berkisar 1000-3000
(Waterman dan Mole tahun 1994, Kraus dll., 2003). Menurut definisi, tanin mampu menjadi
pengompleks dan kemudian mempercepat pengendapan protein serta dapat mengikat
makromolekul lainnya (Zucker, 1983). Tanin merupakan campuran senyawa polifenol yang jika
semakin banyak jumlah gugus fenolik maka semakin besar ukuran molekul tanin. Pada mikroskop,
tanin biasanya tampak sebagai massa butiran bahan berwarna kuning, merah, atau cokelat.
Tanin dapat ditemukan di daun, tunas, biji, akar, dan batang jaringan. Sebagai contoh dari
lokasi tanin dalam jaringan batang adalah tanin sering ditemukan di daerah pertumbuhan pohon,
seperti floem sekunder dan xylem dan lapisan antara korteks dan epidermis. Tanin dapat
membantu mengatur pertumbuhan jaringan ini.
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus
dalam jaringan kayu. Secara kimia terdapat dua jenis utama tanin, yaitu tanin terkondensasi dan
tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk
dengan cara kondensasi katekin tunggal (galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan
3
kemudian oligomer yang lebih tinggi. Ikatan karbon-karbon menghubungkan satu flavon dengan
satuan berikutnya melalui ikatan 4-6 atau 6-8. Kebanyakan flavolan mempunyai 2-20 satuan
flavon.
Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan sifat tannin yang
sangat kompleks mulai dai pengendap protein hingga pengkhelat logam. Maka dari itu efek yang
disebabkan tanin tidak dapat diprediksi. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis.
1.3 Tujuan
4
BAB II
PEMBAHASAN
Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis terbentuk dengan cara kondensasi
katekin tunggal yang membentuk senyawa dimer dan oligomer yang lebih tinggi. Tanin jenis ini
biasanya tidak dapat dihidrolisis. Nama lain dari tanin ini adalah proantosianidin, karena bila
direaksikan dengan asam dan dipanaskan, beberapa ikatan karbon-karbon penghubung satuan
terputus dan menghasilkan monomer antodianidin. Proantosianidin banyak dalam bentuk
prosianidin dan bila direaksikan dengan asam akan menghasilkan sianidin. Pada tanin
terkondensasi, tanaman dapat dieksresikan dengan methanol 50-80%. Tanin dapat dideteksi
dengan sinar UV pendek berupa lembayung yang bereaksi positif dengan setiap pereaksi fenol
baku.
5
Salah satu contohnya adalah Sorghum procyanidin, senyawa ini merupakan trimer yang
tersusun dari epiccatechin dan catechin.
Senyawa ini jika dikondensasi maka akan menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan
bantuan nukleofil berupa floroglusinol . Tanin terkondensasi banyak terdapat dalam paku-pakuan,
gymnospermae, dan tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu.
2.1.2 Tanin Terhidrolisis
Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk jembatan oksigen,
maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat atau asam klorida.
Tanin terhidrolisis adalah turunan dari asam galat.
Salah satu contoh jenis tanin ini adalah galotanin yang merupakan senyawa gabungan karbohidrat
dan asam galat
6
Asam Galat Galotanin
Selain membentuk galotanin, dua asam galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang
disebut elagitanin. Elagitanin sederhana disebut juga ester asam hexahydroxydiphenic (HHDP).
Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galat jika dilarutkan dalam air.
Tanin terhidrolisis biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis, dan berwarna coklat
kuning yang larut dalam air (terutama air panas) membentuk larutan koloid bukan larutan
sebenarnya.
7
2.2 Biosintesis Tanin
Biosintesis tanin secara umum, yaitu biosintesa asam galat dengan prekursor senyawa
fenol propanoid.
Contoh :
- Katekin dibentuk dari 3 molekul yaitu asam asetat , asam sinamat dan asam katekin
1) Tannin-terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara
kondensasi katekin tunggal (atau galotanin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian
oligomer yang lebih tinggi. Ikatan karbon-karbon menghubungkan satu satuan flavon dengan
satuan berikutnya melalui ikatan 4-8 atau 6-8. Kebanyakan flavolan memiliki 2 sampai 20
satuan flavon. Nama lain untuktanin-terkondensasi adalah proantosianidin karena bila
direaksikan dengan asam panas, beberapa ikatan karbon-karbon penghubung satuan terputus
dan dibebaskanlah monomer antosianidin. Kebanyakan proantosianidin adalah prosianidin,
ini berarti bila direaksikan dengan asam akan menghasilkan sianidin.
2) Tannin-terhidrolisiskan terutama terdiri atas dua kelas, yang paling sederhana adalah depsida
galoilglukosa. Pada senyawa ini, inti yang berupa glukosa dikelilingi oleh lima gugus ester
8
galoil atau lebih. Pada jenis kedua, inti molekul berupa senyawa dimer asam galat, yaitu asam
heksahidroksidifenat, disini pun berikatan dengan glukosa. Bila dihidrolisis elagitanin ini
menghasilkan asam elagat. Tannin terhidolisiskan ini pada pemanasan dengan asam klorida
atau asam sulfat menghasilkan gallic atau ellagic. Hydrolyzable tanin yang terhidrolisis oleh
asam lemah atau basa lemah untuk menghasilkan karbohidrat dan asam fenolat. Contoh
gallotannins adalah ester asam gallic glukosa dalam asam tannic (C76H52O46), ditemukan
dalam daun dan kulit berbagai jenis tumbuhan.
10
perkembangan atau reproduksi organisme seperti terpenoid, steroid, kumarin, flavonoid dan
alkaloid. Senyawa metabolit sekunder dapat berasal dari tumbuhan, hewan maupun mikro
organisme.
Isolasi dilakukan dengan proses maserasi menggunakan pelarut Metanol. Ekstrak Metanol
diuapkan dengan rotary evaporator untuk memperoleh ekstrak kental yang kemudian di fraksinasi
menggunakan Etil asetat. Fraksi Etil asetat dipisahkan dengan kromatografi kolom, didapatkan
senyawa murni yang akan diidentifikasi menggunakan Spektrofotometer UV-Vis dan
Spektrofotometer Inframerah. Uji potensi antibiotika dilakukan dengan metode dilusi.
Dalam jurnal yang dipilih dugunakan daun belimbing wuluh sebagai bahan utama.
Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering
digunakan sebagai obat tradisional. Tanaman inibanyak dimanfaatkan mengatasi berbagaipenyakit
seperti batuk, diabetes, rematik,gondongan, sariawan, sakit gigi, gusi berdarah,jerawat, diare
sampai tekanan darah tinggi. Ekstrak daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin,
triterpenoid dantanin. Bahan aktif pada daun belimbing wuluh yang dapat dimanfaatkan sebagai
obat adalah tanin.
Metode ekstraksi yang dilakukan adalah maserasi. Daun belimbing wuluh yang muda dicuci
bersih dengan air dan diiris kecil-kecilkemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu30-37 ºC
selama 5 jam dan diblender sampaidiperoleh serbuk. Hasil yang diperolehdigunakan sebagai
sampel penelitian.Serbuk daun belimbing wuluh ditimbangsebanyak 50 gram kemudian direndam
dengan400 mL pelarut aseton: air (7:3) denganpenambahan 3 mL asam askorbat 10 mM.
Ekstrak tanin dipekatkan dengan menggunakanvakum rotary evaporator dan pemanasan di
ataswaterbath pada suhu 40-50°C. Cairan hasilekstrak kemudian diekstraksi dengan
kloroform(4x25 mL) menggunakan corong pisah sehinggaterbentuk 2 lapisan. Lapisan kloroform
(bawah)dipisahkan dan lapisan air 1 (atas) diekstraksidengan etil asetat (1x25 mL) dan terbentuk
2lapisan. Lapisan etil asetat 1 (atas) dipisahkandan lapisan air 2 (bawah) dipekatkan denganvacum
rotary evaporator.
Pada pemisahan dengan KLT analitikdigunakan plat silika G 60 F254 yang sudahdiaktifkan
dengan pemanasan dalam oven pada suhu 100oC selama 10 menit. Masing-masingplat dengan
ukuran 1 cm x 10 cm. Ekstrak taninditotolkan pada jarak 1 cm dari tepi bawah platdengan pipa
kapiler kemudian dikeringkan dandielusi dengan fase gerak toluen: etil asetat (3:1)dengan
pendeteksi ferri sulfat (Yuliani, 2008),forestal (asam asetat glasial : H2O : HCl pekat)(30:10:3)
11
(Nuraini, 2002), etil asetat : metanol :asam asetat (6:14:1) dengan pendeteksialuminium klorida
5% (Olivina, 2005), n-butanol: asam asetat : air (4:1:5), metanol : etil asetat(4:1) dengan
pendeteksi AlCl3 1% (Lidyawati,2006), etil asetat : kloroform : asam asetat 10%(15:5:2). Setelah
gerakan larutan pengembangsampai pada garis batas, elusi dihentikan. Nodayang terbentuk
masing-masing diukur harga Rfnya, selanjutnya dengan memperhatikan bentuknoda pada berbagai
larutan pengembangditentukan perbandingan larutan pengembangyang paling baik untuk
keperluan preparatif (Elok, dkk., 2010).
Noda yang terbentuk diperiksa dengan lampuUV-Vis pada panjang gelombang 254 nm
dan366 nm.Pada pemisahan dengan KLT preparatifdigunakan plat silika G 60 F254 dengan ukuran
10cm x 20 cm. Ekstrak pekat hasil ekstraksidilarutkan dengan aseton-air, kemudianditotolkan
sepanjang plat pada jarak 1 cm darigaris bawah dan 1 cm dari garis tepi. Selanjutnyadielusi dengan
menggunakan eluen n-butanol :asam asetat : air (BAA) (4:1:5) yangmemberikan pemisahan
terbaik pada KLTanalitik. Setelah gerakan larutan pengembang sampai pada garis batas, elusi
dihentikan. Nodayang terbentuk masing-masing diukur nilai Rfnya. Noda-noda diperiksa di bawah
sinar UVpada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.Isolat-isolat yang diperoleh dari hasilKLT
preparatif, dilarutkan dengan aseton : airdan disentrifuge kemudian dianalisis
denganspektrofotometer UV-Vis merk Shimadzu.Masing-masing isolat sebanyak 2
mLdimasukkan dalam kuvet dan diamatispektrumnya pada bilangan gelombang 200-800 nm
(Elok, dkk., 2010).
Identifikasi dilanjutkan dengan penambahan pereaksi geser NaOH 2 M, AlCl3 5%,
AlCl35%/HCl, NaOAc, NaOAc/H3BO3. Kemudiandiamati pergeseran puncak serapannya.
Tahapankerja penggunaan pereaksi geser adalah sebagaiberikut:
a. Isolat yang dapat diamati pada panjanggelombang 200-800 nm, direkam dan dicatatspektrum
yang dihasilkan.
b. Isolat dari tahap 1 ditambah 3 tetes NaOH 2M kemudian dikocok hingga homogen dandiamati
spektrum yang dihasilkan. Sampeldidiamkan selama 5 menit dan diamatispectrum yang
dihasilkan.
c. Isolat dari tahap 1 kemudian ditambah 6tetes pereaksi AlCl3 5 % dalam metanolkemudian
dicampur hingga homogen dandiamati spektrumnya. Sampel ditambahdenga 3 tetes HCl
kemudian dicampurhingga homogen dan diamati spektrumnya.
12
d. Isolat dari tahap 1 ditambah serbuk natriumasetat kurang lebih 250 mg. Campurandikocok
sampai homogen menggunakanfortex dan diamati lagi spektrumnya.Selanjutnya larutan ini
ditambah asam boratkurang lebih 150 mg dikocok sampaihomogen dan diamati spektrumnya
(Elok, dkk., 2010).
Isolat hasil KLT preparatif yang didugasenyawa tanin diidentifikasi denganmenggunakan
spektrofotometer FTIR. 0,2 gpelet KBr ditambahkan dengan satu tetes isolatyang diduga senyawa
tanin, dikeringkankemudian diidentifikasi dengan spektrofotometerFTIR merk IR Buck M500
Scientific denganpanjang gelombang 4000-400 cm-1.
Tanin diketahui dapat digunakan sebagai antivirus, antibakteri, dan antitumor. Tanin tertentu
dapat menghambat selektivitas replikasi HIV dan juga digunakan sebagai diuretik. Tanaman yang
mengandung tanin telah diakui memiliki efek farmakologi dan dikenal agar membuat pohon-
pohon dan semak-semak sulit untuk dihinggapi atau dimakan oleh banyak ulat.
Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai
beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan antioksidan. Tanin memiliki
peranan biologis yang kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat
logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis. Asam galat (GA) adalah
antioksidan kuat yang memiliki sifat antimutagenik dan antikarsinogenik. Asam galat
menunjukkan antioksidan kuat dengan mencegah lipid per-oksidasi.
Tanin yang terkandung dalam minuman seperti teh, kopi, anggur, dan bir memberikan aroma
dan rasa sedap yang khas. Bahan kunyahan seperti gambir (salah satu campuran makan sirih)
memanfaatkan tanin yang terkandung di dalamnya untuk memberikan rasa kelat ketika makan
sirih. Sifat pengelat atau pengerut (astringensia) itu sendiri menjadikan banyak tumbuhan yang
mengandung tanin dijadikan sebagai bahan obat-obatan. Tanin yang terkandung dalam teh
memiliki korelasi yang positif antara kadar tanin pada teh dengan aktivitas antibakterinya terhadap
penyakit diare yang disebabkan oleh Enteropathogenic Esclierichia coli (EPEC) pada bayi.
Teh hijau mengandung:
(+) - gallocatechin (GC),
(-) - epicatechin (EC),
(-) - epigallocatechin (EGC),
13
(-) - epicatechingallate (ECG),
(-) - epigallocatechingallate (EGCG)
Dimana menunjukkan banyak aktivitas biologis termasuk antibakteri, antioksidan, anti tumor
dan pencegahan kanker.
Senyawa tanin juga bersifat sebagai astringent, yaitu melapisi mukosa usus, khususnya usus
besar dan menciutkan selaput lendir usus, misalnya asam samak. Serta sebagai penyerap racun
(antidotum) dan dapat menggumpalkan protein. Oleh karena itu, senyawa tanin dapat digunakan
sebagai obat diare.
Catechin berfungsi sebagai antioksidan kuat terhadap lipid per oksidasi ketika lapisan
ganda fosfolipid terpapar radikal oksigen air. Catechin mencegah kanker (hati, paru-paru,
payudara dan usus besar kanker) melalui tiga cara, yaitu mencagah pembentukan karsinogen,
meningkatkan detoksifikasi tubuh secara alami, dan menekan penyebaran kanker. Catechin
memiliki efek farmakologi lainnya yaitu sebagai agen antibakteri dan antivirus, mengatur
kolesterol dan tekanan darah, dan mengurangi pembekuan darah (antikoagulan) yang dapat
menyebabkan serangan jantung atau stroke.
14
BAB IIII
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
16