Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh:
TRI WURYANI
NIM: P27220018304
2019
INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
I. KONSEP DASAR
A. Pengertian
Infeksi saluran kemih adalah ditemukannya bakteri pada urine di kandung kemih
yang umumnya steril. (Arif mansjoer, 2001)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi sepanjang saluran kemih,
terutama masuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu organisme (Corwin, 2001 :
480)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu
keadaan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu tanda umum yang ditunjukkan pada
manifestasi bakteri pada saluran kemih (Engram, 1998 : 121).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah berkembangnya mikroorganisme di dalam
saluran kemih yang dalam keadaan normal tidak mengandung bakteri,
virus/mikroorganisme lain.
B. Klasifikasi
Klasifikasi infeksi saluran kemih sebagai berikut :
1. Kandung kemih (sistitis)
2. Uretra (uretritis)
3. Prostat (prostatitis)
4. Ginjal (pielonefritis)
C. Etiologi
Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
1. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella
2. Escherichia Coli
3. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
Pada umumnya faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan perkembangan
infeksi saluran kemih adalah :
1. Wanita cenderung mudah terserang dibandingkan dengan laki-laki.
Faktor-faktor postulasi dari tingkat infeksi yang tinggi terdiri dari urethra dekat
kepada rektum dan kurang proteksi sekresi prostat dibandingkan dengan pria.
2. Abnormalitas Struktural dan Fungsional
Mekanisme yang berhubungan termasuk stasis urine yang merupakan media untuk
kultur bakteri, refluks urine yang infeksi lebih tinggi pada saluran kemih dan
peningkatan tekanan hidrostatik.
Contoh : strikur,anomali ketidak sempurnaan hubungan uretero vesicalis
3. Obstruksi
Contoh : Tumor, Hipertofi prostat
4. Gangguan inervasi kandung kemih
Contoh : Malformasi sum-sum tulang belakang kongenital, multiple sklerosis
5. Penyakit kronis
Contoh : Gout, DM, hipertensi
6. Instrumentasi
Contoh : prosedur kateterisasi
D.
II. KONSEP KEPERAWATAN
D. Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui:
1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih yang
terinfeksi.
2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui darah yang
terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui darah dari suplay
jantung ke ginjal.
3. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan melalui helium
ginjal.
4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Dua jalur utama terjadi infeksi saluran kemih ialah hematogen dan ascending. Tetapi dari
kedua cara ini, ascending-lah yang paling sering terjadi.
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah
karena menderita suatu penyakit kronik atau pada pasien yang sementara mendapat
pengobatan imun supresif. Penyebaran hematogen bisa juga timbul akibat adanya infeksi di
salah satu tempat misalnya infeksi S.Aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran
hematogen dari fokus infeksi dari tulang, kulit, endotel atau di tempat lain.
Infeksi ascending yaitu masuknya mikroorganisme dari uretra ke kandung kemih dan
menyebabkan infeksi pada saluran kemih bawah. Infeksi ascending juga bisa terjadi oleh
adanya refluks vesico ureter yang mana mikroorganisme yang melalui ureter naik ke ginjal
untuk menyebabkan infeksi.
Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada faeces yang naik dari
perineum ke uretra dan kandung kemih serta menempel pada permukaan mukosa. Agar
infeksi dapat terjadi, bakteri harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan
mengkolonisasi epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui berkemih,
mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.
E. Manifestasi Klinik
1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah :
a. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
b. Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
c. Hematuria
d. Nyeri punggung dapat terjadi
2. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah :
a. Demam
b. Menggigil
c. Nyeri panggul dan pinggang
d. Nyeri ketika berkemih
e. Malaise
f. Pusing
g. Mual dan muntah
F. Komplikasi
1. Gagal ginjal akut
2. Ensefalopati hipertensif
3. Gagal jantung, edema paru, retinopati hipertensif
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urinalisis
Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria
positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria
disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun
urolitiasis.
2. Bakteriologis
Mikroskopis
Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung
aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya
infeksi.
5. Metode tes
Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk
pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria. Tes
pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal
menjadi nitrit.
Tes Penyakit Menular Seksual (PMS)
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria
gonorrhoeae, herpes simplek).
Tes-tes tambahan :
Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat
dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius,
adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau
evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.
H. Pencegahan
1. Jaga kebersihan
2. Sering ganti celana dalam
3. Banyak minum air putih
4. Tidak sering menahan kencing
5. Setia pada satu pasangan dalam melakukan hubungan
I. Penatalaksanaan
Tatalaksana umum : atasi demam, muntah, dehidrasi dan lain-lain. Pasien dilanjutkan banyak
minum dan jangan membiasakan menahan kencing untuk mengatasi disuria dapat diberikan
fenazopiridin (pyriduin) 7-10 mg/kg BB hari. Faktor predisposisi dicari dan dihilangkan.
Tatalaksana khusus ditujukan terhadap 3 hal, yaitu pengobatan infeksi akut, pengobatan dan
pencegahan infeksi berulang serta deteksi dan koreksi bedah terhadap kelamin anatamis
saluran kemih.
1. Pengobatan infeksi akut : pada keadaan berat/demam tinggi dan keadaan umum lemah segera
berikan antibiotik tanpa menunggu hasil biakan urin dan uji resistensi kuman. Obat pilihan
pertama adalah ampisilin, katrimoksazol, sulfisoksazol asam nalidiksat, nitrofurantoin dan
sefaleksin. Sebagai pilihan kedua adalah aminoshikosida (gentamisin, amikasin, dan lain-
lain), sefatoksin, karbenisilin, doksisiklin dan lain-lain, Tx diberikan selama 7 hari.
2. Pengobatan dan penegahan infeksi berulang : 30-50% akan mengalami infeksi berulang dan
sekitar 50% diantaranya tanpa gejala. Maka, perlu dilakukan biakan ulang pada minggu
pertama sesudah selesai pengobatan fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya
setiap 3 bulan selama 2 tahun. Setiap infeksi berulang harus diobati seperti pengobatan ada
fase akut. Bila relaps/infeksi terjadi lebih dari 2 kali, pengobatan dilanjutkan dengan terapi
profiloksis menggunakan obat antiseptis saluran kemih yaitu nitrofurantorin, kotrimoksazol,
sefaleksi atau asam mandelamin. Umumnya diberikan ¼ dosis normal, satu kali sehari pada
malam hari selama 3 bulan. Bisa ISK disertai dengan kalainan anatomis, pemberian obat
disesuaikan dengan hasil uji resistensi dan Tx profilaksis dilanjutkan selama 6 bulan, bila
perlu sampai 2 tahun.
3. Koreksi bedah : bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan obstruksi, perlu dilakukan
koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks tergantung dari stadium. Refluks stadium I
sampai III bisanya akan menghilang dengan pengobatan terhadap infeksi pada stadium IV
dan V perlu dilakukan koreksi bedah dengan reimplantasi ureter pada kandung kemih
(ureteruneosistostomi). Pada pionefrosis atau pielonefritis atsopik kronik, nefrektami kadang-
kadang perlu dilakukan
J. Prognosis
Walaupun tanpa perawatan antibiotik, penyakit cenderung menjadi jinak dan berhenti sendiri.
Fase simptomatik penyakit biasanya berlangsung tidak lebih dari seminggu, walaupun
bakteriuria dapat bertahan lebih lama. Pada kasus yang terkait factor fredisposisi, maka
penyakit ini dapat kambuh atau kronis.
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe
2. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko:
a. Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
b. Adakah riwayat obstruksi pada saluran kemih?
c. Adanya faktor predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial
d. Bagaimana dengan pemasangan folley kateter ?
e. Imobilisasi dalam waktu yang lama ?
f. Apakah terjadi inkontinensia urine?
4. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih
a. Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya ISK
pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
b. Adakah disuria?
c. Adakah urgensi?
d. Adakah hesitancy?
e. Adakah bau urine yang menyengat?
f. Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi
urine?
g. Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah ?
h. Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih
bagian atas ?
i. Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
5. Pengkajian psikologi pasien:
a. Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan?
b. Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi urethra, kandung kemih dan struktur traktus
urinarius lainnya
2. Perubahan pola eliminasi urine berhubungan dengan sering berkemih, urgency dan
hesistancy
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri dan nokturia
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan reaksi inflamasi
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan evaporasi berlebihan dan muntah
7. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, mekanisme coping tidak efektif
8. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan kurangnya sumber informasi.
D. Intevensi Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus
urinarius lain
Tujuan : Nyeri hilang dengan spasme terkontrol
KH : Nyeri menghilang ditandai dengan klien melaporkan tidak nyeri waktu berkemih, tidak
nyeri pada daerah suprapubik
Intervensi :
a. Pantau perubahan warna urin, pantau pola berkemih, masukan dan keluaran setiap 8 jam dan
pantau hasil urinalisis ulang
Rasional: Untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
b. Catat lokasi, lamanya intensitas skala (1-10) nyeri
Rasional: Membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
c. Berikan tindakan nyaman, seperti pijatan.
Rasional: Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
d. Berikan perawatan perineal
Rasional: Untuk mencegah kontaminasi uretra
e. Jika dipasang kateter, perawatan kateter 2 kali per hari.
Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran
perkemihan.
f. Alihkan perhatian pada hal yang menyenangkan
Rasional : Relaksasi, menghindari terlalu merasakan nyeri
6. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan evaporasi dan muntah
Tujuan :Cairan tubuh tetap seimbang
KH :Mempertahankan volume cairan yang adekuat dibuktikan oleh membran mukosa
lembab,turgor kulit bagus, keseimbangan intake dan haluaran dengan urine normal dalam
konsentrasi jumlah.
Intervensi :
a. Awasi masukan dan haluaran cairan. Perkirakan kehilangan cairan melalui keringat
Rasional: Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan, merupakan pedoman untuk penggantian
cairan
b. Anjurkan unruk mempertahankan intake peroral
Rasional: mengganti cairan yang hilang
c. Observasi penurunan turgor kulit
Rasional :Menunjukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi
d. Kolaborasi
Berikan cairan parenteral jika diperlukan
Rasional :Membantu masukan cairan peroral
Berikan obat antiemetik
Rasional : mengontrol mual dan muntah
Berikan obat antipeuretik
Rasional: Mengontrol panas
7. Ansietas berhubungan dengan koping individu tidak efektif, kurang pengetahuan tentang
penyakitnya
Tujuan :Ansietas berkurang atau hilang
KH :Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang pada tingkat yang dapat diatasi.
Intervensi :
a. Kaji tingkat ansietas. Bantu pasien mengidentifikasi keterampilan koping yang telah
dilakukan dengan berhasil pada masa lalu.
Rasional:Memandukan intervensi terapeutik dan partisipatif dalam perawatan diri, keterampilan
koping pada masa lalu dapat mengurangi ansietas.
b. Dorong menyatakan perasaan. Berikan umpan balik
Rasional: Membuat hubungan terapeutik. Membantu orang terdekat dalam mengidentifikasi masalah
yang menyebabkan stres
c. Beri informasi yang akurat dan nyata tentang apa tindakan yang dilakukan
Rasional: Keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa control dan membantu
menurunkan ansietas
d. Berikan lingkungan tenang dan istirahat
Rasional: Memindahkan pasien dari stress luar, meningkatkan relaksasi, membantu menurunkan ansietas
Intervensi:
a. Berikan waktu kepada pasien untuk menanyakan apa yang tidak di ketahui tentang
penyakitnya.
Rasional : Mengetahui sejauh mana ketidak tahuan pasien tentang penyakitnya.
b. Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan dating
Rasional: Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan beradasarkan
informasi.
c. Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskan
pemberian antibiotik, pemeriksaan diagnostik: tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag
dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan.
Rasional: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan membantu mengembankan
kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
d. Anjurkan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, minum sebanyak kurang lebih
delapan gelas per hari.
Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan menolong
membilas ginjal.
e. Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang
rencana pengobatan.
Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu
mengembangkan penerimaan rencana terapeutik
E. Evaluasi
1. Nyeri menghilang ditandai dengan klien melaporkan tidak nyeri waktu berkemih, tidak nyeri
pada daerah suprapubik
2. Pola eliminasi urine membaik ditandai dengan klien melaporkan berkurangnya frekuensi (
sering berkemih) urgensi dan hesistensi.
3. Pola tidur membaik ditandai dengan klien melaporkan dapat tidur, klien nampak segar
4. Suhu tubuh kembali normal ditandai dengan klien melaporkan tidak demam, tidak terba
panas, TTV dalam batas normal
5. Kebutuhan nutrisi adekuat ditandai dengan peningkatan berat badan, menunjukkan
peningkatan selera makan, klien menghabiskan porsi makanan yang diberikan.
6. Mempertahankan volume cairan yang adekuat dibuktikan oleh membran mukosa
lembab,turgor kulit bagus, keseimbangan intake dan haluaran dengan urine normal dalam
konsentrasi jumlah.
7. Ansietas berkurang atau hilang ditandai dengan tampak rileks dan melaporkan ansietas
berkurang pada tingkat yang dapat diatasi
8. Pengetahuan meningkat ditandai dengan menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan
diagnostik, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati.
Edisi: 3. Jakrta: EGC.
Enggram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan
Nugroho, Wahyudi. (2000). Keperawatan Gerontik. Edisi: 2. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Ed.3 Cet.1. Jakarta : Media Aesculapius
Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih
Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC.
Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih.
Edisi: 3. Jakarta: FKUI.