Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH FARMAKOGNOSI II

ANTIBIOTIK TERPENOID DAN ALKALOID

Disusun Oleh :

Dwi Asih Kurniati (1606874803)


Hana Karina (1606874873)
Nurrisfia Fara Dhianti (1606874835)

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami sampaikan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan karunia-Nya makalah Farmakognosi – 2 Antibiotik Terpenoid dan Alkaloid ini, dapat
kami selesaikan sesuai dengan yang diharapkan.
Makalah ini kami susun dalam rangka untuk memperdalam dan memahami mengenai
Farmakognosi – 2, khususnya tentang materi Antibiotik Terpenoid dan Alkaloid. Dalam
proses pendalaman materi ini kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi, serta saran dari
berbagai pihak. Untuk itu, kami sampaikan rasa terima kasih kami kepada pihak-pihak yang
telah menjadikan tulisannya sebagai referensi, seperti buku, jurnal, serta website. Penulis
berharap, semoga informasi yang ada pada makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
para pembaca pada umumnya.
Akhir kata, penulis memohon maaf apabila masih terdapat kekurangan serta kesalahan dalam
penulisan makalah ini. Untuk itu, penulis sangat terbuka dalam menerima kritik dan saran
yang bersifat membangun demi penyempurnaan makalah ini di kemudian hari.

Depok, 11 Mei 2018

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 4

1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................... 10

1.3 Tujuan........................................................................................................................ 11

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 12

2.1 Antibiotik Terpenoid ................................................................................................. 12

2.2 Antibiotik Alkaloid ................................................................................................... 18

BAB III KESIMPULAN.......................................................................................................... 27

3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 27

3.2 Saran .......................................................................................................................... 28

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 28

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.1.1. Pengertian Alkaloid
Alkaloid merupakan suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan
di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam
berbagai jenis tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat pada tumbuhan
dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan pteridofita mengandung alkaloid
dengan kadar yang sedikit.
Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih
atom nitrogen dan biasanya berupa sistem siklis. Alkaloid mengandung atom karbon,
hidrogen, nitrogen dan pada umumnya mengandung oksigen dalam ilmu kimia analisis
dinamakan senyawa dengan gugus C, H O dan N. Senyawa alkaloid banyak terkandung
dalam akar, biji, kayu maupun daun dari tumbuhan dan juga dari hewan. Senyawa
alkaloid merupakan hasil metabolisme dari tumbuh–tumbuhan dan digunakan sebagai
cadangan bagi sintesis protein. Kegunaan alkaloid bagi tumbuhan adalah sebagai
pelindung dari serangan hama, penguat tumbuhan dan pengatur kerja hormon. Alkaloid
mempunyai efek fisiologis.
Garam alkaloid dan alkaloid bebas biasanya berupa senyawa padat dan berbentuk
kristal tidak berwarna (berberina dan serpentina berwarna kuning). Ada juga alkaloid
yang berbentuk cair, seperti konina, nikotina, dan higrina. Sebagian besar alkaloid
mempunyai rasa yang pahit. Alkaloid juga mempunyai sifat farmakologi. Sebagai contoh,
morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat penenang, atrofina berfungsi
sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik lokal, dan strisina sebagai stimulan syaraf.
Semua alkaloid mengandung paling sedikit sebuah nitrogen yang biasanya
bersifat basa dan sebagian besar atom nitrogen ini merupakan bagian dari cincin
heterosiklik. Batasan mengenai alkaloid seperti dinyatakan di atas perlu dikaji dengan
hati-hati. Karena banyak senyawa heterosiklik nitrogen lain yang ditemukan di alam
bukan termasuk alkaloid. Misalnya pirimidin dan asam nukleat, yang kesemuanya itu
tidak pernah dinyatakan sebagai alkaloid.
Alkaloid tidak mempunyai nama yang sistematik, sehingga nama dinyatakan
dengan nama trivial misalnya kodein, morfin, heroin, kinin, kofein, nikotin. Sistem

4
klasifikasi alkaloid yang banyak diterima adalah pembagian alkaloid menjadi 3 golongan
yaitu alkaloid sesungguhnya, protoalkaloid dan pseudoalkaloid. Suatu cara
mengklasifikasikan alkaloid adalah cara yang didasarkan jenis cincin heterosiklik
nitrogen yang merupakan bagian dari struktur molekul. Jenisnya yaitu pirolidin, piperidin,
kuinolin, isokuinolin, indol, piridin dan sebagainya.
Garam alkaloid berbeda sifatnya dengan alkaloid bebas. Alkaloid bebas biasanya
tidak larut dalam air (beberapa dari golongan pseudo dan protoalkaloid larut), tetapi
mudah larut dalam pelarut organik agak polar (seperti benzena, eter, kloroform). Dalam
bentuk garamnya, alkaloid mudah larut dalam pelarut organik polar.
Klasifikasi alkaloid, diantaranya yaitu berdasarkan lokasi atom nitrogen di dalam
struktur alkaloid dan berdasarkan asal mula kejadiannya (biosintesis) dan hubungannya
dengan asam amino. Berdasarkan asal mulanya (biogenesis) dan hubungannya dengan
asam amino, alkaloid dibagi menjadi tiga kelas, yaitu:
1. True alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; toksik, perbedaan keaktifan fisiologis yang
besar, basa, biasanya mengandung atom nitrogen di dalam cincin heterosiklis, turunan
asam amino, distribusinya terbatas dan biasanya terbentuk di dalam tumbuhan sebagai
garam dari asam organik. Tetapi ada beberapa alkaloid ini yang tidak bersifat basa, tidak
mempunyai cincin heterosiklis dan termasuk alkaloid kuartener yang lebih condong
bersifat asam. Contoh dari alkaloid ini adalah koridin dan serotonin.
2. Proto alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; mempunyai struktur amina yang sederhana, di
mana atom nitrogen dari asam aminonya tidak berada di dalam cincin heterosiklis,
biosintesis berasal dari asam amino dan basa, istilahbiologycal amine sering digunakan
untuk alkaloid ini. Contoh dari alkaloid ini adalah meskalina dan efedrina.
3. Pseudo alkaloid
Alkaloid jenis ini memiliki ciri-ciri; tidak diturunkan dari asam amino dan
umumnya bersifat basa.
a. Alkaloid dengan atom nitrogen heterosiklik
Dimana atom nitrogen terletak pada cincin karbonnya. Yang termasuk pada
golongan ini adalah :
1. Alkaloid Piridin-Piperidin

5
Mempunyai satu cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen. Yang termasuk
dalam kelas ini adalah : Conium maculatum dari famili Apiaceae dan Nicotiana
tabacum dari famili Solanaceae.
2. Alkaloid Tropan
Mengandung satu atom nitrogen dengan gugus metilnya (N-CH3). Alkaloid ini
dapat mempengaruhi sistem saraf pusat termasuk yang ada pada otak maupun sun-sum
tulang belakang. Yang termasuk dalam kelas ini adalah Atropa belladona yang digunakan
sebagai tetes mata untuk melebarkan pupil mata, berasal dari famili Solanaceae,
Hyoscyamus niger, Dubuisia hopwoodii, Datura dan Brugmansia spp, Mandragora
officinarum, Alkaloid Kokain dari Erythroxylum coca (Famili Erythroxylaceae).
3. Alkaloid Quinolin
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen. Yang termasuk disini
adalah: Cinchona ledgeriana dari famili Rubiaceae, alkaloid quinin yang toxic terhadap
Plasmodium vivax.
4. Alkaloid Isoquinolin
Mempunyai 2 cincin karbon mengandung 1 atom nitrogen. Banyak ditemukan
pada famili Fabaceae termasuk Lupines (Lupinus spp), Spartium junceum, Cytisus
scoparius dan Sophora secondiflora.
5. Alkaloid Indol
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 cincin indol . Ditemukan pada alkaloid
ergine dan psilocybin, alkaloid reserpin dari Rauvolfia serpentine, alkaloid vinblastin dan
vinkristin dari Catharanthus roseus famili Apocynaceae yang sangat efektif pada
pengobatan kemoterapy untuk penyakit Leukimia dan Hodgkin‟s.
6. Alkaloid Imidazol
Berupa cincin karbon mengandung 2 atom nitrogen. Alkaloid ini ditemukan pada
famili Rutaceae. Contohnya; Jaborandi paragua.
7. Alkaloid Lupinan
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 1 atom N, alkaloid ini ditemukan pada
Lunpinus luteus (fam : Leguminocaea).
8. Alkaloid Steroid
Mengandung 2 cincin karbon dengan 1 atom nitrogen dan 1 rangka steroid yang
mengandung 4 cincin karbon. Banyak ditemukan pada famili Solanaceae, Zigadenus
venenosus.
9. Alkaloid Amina
6
Golongan ini tidak mengandung N heterosiklik. Banyak yang merupakan tutrunan
sederhana dari feniletilamin dan senyawa-senyawa turunan dari asam amino fenilalanin
atau tirosin, alkaloid ini ditemukan pada tumbuhan Ephedra sinica (fam Gnetaceae).
10. Alkaloid Purin
Mempunyai 2 cincin karbon dengan 4 atom nitrogen. Banyak ditemukan pada
kopi (Coffea arabica) famili Rubiaceae, dan Teh (Camellia sinensis) dari famili Theaceae,
Ilex paraguaricasis dari famili Aquifoliaceae, Paullunia cupana dari famili Sapindaceae,
Cola nitida dari famili Sterculiaceae dan Theobroma cacao.
b. Alkaloid tanpa atom nitrogen yang heterosilik
Dimana, atom nitrogen tidak terletak pada cincin karbon tetapi pada salah satu
atom karbon pada rantai samping.
1. Alkaloid Efedrin (alkaloid amine)
Mengandung 1 atau lebih cincin karbon dengan atom Nitrogen pada salah satu
atom karbon pada rantai samping. Termasuk Mescalin dari Lophophora williamsii,
Trichocereus pachanoi, Sophora secundiflora, Agave americana, Agave atrovirens,
Ephedra sinica, Cholchicum autumnale.
2. Alkaloid Capsaicin
Dari Chile peppers, genus Capsicum. Yaitu ; Capsicum pubescens, Capsicum baccatum,
Capsicum annuum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense.
 Sifat-sifat Alkaloid
1. Mengandung atom nitrogen yang umumnya berasal dari asam amino.
2. Umumnya berupa Kristal atau serbuk amorf.
3. Alkaloid yang berbentuk cair yaitu konini, nikotin dan spartein.
4. Dalam tumbuhan berada dalam bentuk bebas, dalam bentuk N-oksida atau
dalam bentuk garamnya.
5. Umumnya mempunyai rasa yang pahit.
6. Alkaloid dalam bentuk bebas tidak larut dalam air, tetapi larut dalam
kloroform, eter dan pelarut organik lainnya yang bersifat relative non polar.
7. Alkaloid dalam bentuk garamnya mudah larut dalam air.
8. Alkaloid bebas bersifat basa karena adanya pasangan elektron bebas pada
atom N-nya.
9. Alkaloid dapat membentuk endapan dengan bentuk iodide dari Hg, Au dan
logam berat lainnya (dasar untuk identifikasi alkaloid).

7
1.1.2. Pengertian Terpenoid

Terpenoid merupakan derivat dehidrogenasi dan oksigenasi dari senyawa terpen.


Terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan oleh tumbuhan
dan sebagian kelompok hewan. Rumus molekul terpen adalah (C5H8)n. Terpenoid
disebut juga dengan isoprenoid. Hal ini disebabkan karena kerangka karbonnya sama
seperti senyawa isopren. Secara struktur kimia terenoid merupakan penggabungan dari
unit isoprena, dapat berupa rantai terbuka atau siklik, dapat mengandung ikatan rangkap,
gugus hidroksil, karbonil atau gugus fungsi lainnya.
Terpenoid merupakan komponen penyusun minyak atsiri. Minyak atsiri berasal
dari tumbuhan yang pada awalnya dikenal dari penentuan struktur secara sederhana, yaitu
dengan perbandingan atom hydrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu
8 : 5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa teresbut adalah
golongan terpenoid. Minyak atsiri bukanlah senyawa murni akan tetapi merupakan
campuran senyawa organic yang kadangkala terdiri dari lebih dari 25 senyawa atau
komponen yang berlainan.
Sebagian besar komponen minyak atsiri adalah senyawa yang hanya mengandung
karbon dan hydrogen atau karbon, hydrogen dan oksigen. Minyak atsiri adalah bahan
yang mudah menguap sehingga mudah dipisahkan dari bahan-bahan lain yang terdapat
dalam tumbuhan. Salah satu cara yang paling banyak digunakan adalah memisahkan
minyak atsiri dari jaringan tumbuhan adalah destilasi. Dimana, uap air dialirkan kedalam
tumpukan jaringan tumbuhan sehingga minyak atsiri tersuling bersama-sama dengan uap
air. Setelah pengembunan, minyak atsiri akan membentuk lapisan yang terpisah dari air
yang selanjutnya dapat dikumpulkan. Minyak atsiri terdiri dari golongan terpenoid berupa
monoterpenoid (atom C 10) dan seskuiterpenoid (atom C 15)
 Sifat Umum Terpenoid
• Sifat fisik :
1. Dalam keadaan segar merupakan cairan tidak berwarna, tetapi jika teroksidasi
warna akan berubah menjadi gelap
2. Mempunyai bau yang khas
3. Indeks bias tinggi
4. Kebanyakan optik aktif
5. Kerapatan lebih kecil dari air
6. Larut dalam pelarut organik: eter dan alcohol

8
• Sifat Kimia
1. Senyawa tidak jenuh (rantai terbuka ataupun siklik)
2. Isoprenoid kebanyakan bentuknya khiral dan terjadi dalam dua bentuk
enantiomer.
Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak
atsiri, yaitu monoterpena dan sesquiterepena yang mudah menguap (C10 dan C15),
diterpena menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C30), serta pigmen karotenoid (C40).
Masing-masing golongan terpenoid itu penting, baik dalam pertumbuhan dan
metabolisme maupun pada ekologi tumbuha. Terpenoid merupakan unit isoprena (C5H8).
Terpenoid merupakan senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 siklik yaitu
skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi rumit, kebanyakan berupa alcohol,
aldehid atau atom karboksilat. Mereka berupa senyawa berwarna, berbentuk kristal,
seringkali bertitik leleh tinggi dan aktif optic yang umumnya sukar dicirikan karena tak
ada kereaktifan kimianya.
Secara umum terpenoid terdiri dari unsur-unsur C dan H dengan rumus molekul
umum (C5H8)n.
Klasifikasi biasanya tergantung pada nilai n.
Nama Rumus Sumber
Monoterpen C10H16 Minyak Atsiri
Seskuiterpen C15H24 Minyak Atsiri
Diterpen C20H32 Resin Pinus
Triterpen C30H48 Saponin, Damar
Tetraterpen C40H64 Pigmen, Karoten
Politerpen (C5H8)n n8 Karet Alam

Dari rumus di atas sebagian besar terpenoid mengandung atom karbon yang
jumlahnya merupakan kelipatan lima. Penyelidikan selanjutnya menunjukan pula bahwa
sebagian besar terpenoid mempunyai kerangka karbon yang dibangun oleh dua atau lebih
unit C5 yang disebut unit isopren. Unit C5 ini dinamakan demikian karena kerangka
karbonnya seperti senyawa isopren. Wallach (1887) mengatakan bahwa struktur rangka
terpenoid dibangun oleh dua atau lebih molekul isopren.

9
1.1.3. Pengertian Antibiotik

Antibiotik berasal dari bahasa latin yang terdiri dari anti = lawan, bios = hidup.
Adalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi dan bakteri tanah, yang dapat
menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain, sedangkan
toksisitasnya(racun) terhadap manusia relatif kecil.
Antibiotik pertama kali ditemukan oleh sarjana Inggris Dr.Alexander Flemming
yaitu antibiotik Penisilin pada tahun 1982 di London. Tetapi penemuan ini baru
dikembangkan dan digunakan dalam terapi pada tahun 1941 oleh Dr. Florey. Kemudian
banyak zat dengan khasiat antibiotik diisolir oleh penyelidik-penyelidik lain diseluruh
dunia, namun toksisitasnya hanya beberapa saja yang dapat digunakan sebagai obat.
Antibiotik juga dapat dibuat secara sintetis, atau semi sintetis.
Aktivitas antibiotik umumnya dinyatakan dalam satuan berat (mg) kecuali yang
belum sempurna pemurniannya dan terdiri dari campuran beberapa macam zat, atau
karena belum diketahui struktur kimianya, aktivitasnya dinyatakan dalam satuan
internasional = Internasional Unit (IU). Dibidang peternakan antibiotic sering
dimanfaatkan sebagai zat gizi tambahan untuk mempercepat pertumbuhan ayam negeri
potong.
 Mekanisme kerja:
1. Menghambat sintesa dinding sel.
2. Menghambat sintesa membrane sel.
3. Menghambat sintesa protein sel.
4. Menghambat pembentukan asam-asam inti (DNA dan RNA).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Taksonomi, Sumber Simplisia, Manfaat, Persebaran, Morfologi,
Kandungan Kimia, Produk dari Acacia nilotica?
2. Bagaimana Taksonomi, Sumber Simplisia, Manfaat, Persebaran, Morfologi,
Kandungan Kimia, Produk dari Croton macrostachyus (Bissana)?
3. Bagaimana Taksonomi, Sumber Simplisia, Manfaat, Persebaran, Morfologi,
Kandungan Kimia, Produk dari Berberis vulgaris?
4. Bagaimana Taksonomi, Sumber Simplisia, Manfaat, Persebaran, Morfologi,
Kandungan Kimia, Produk dari Lophophora williamsii?

10
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari antibiotik terpenoid dan alkaloid.
2. Untuk mengidentifikasi tanaman yang berkhasiat antibiotik.
3. Untuk mengetahui tanaman yang mengandung antibiotik terpenoid.
4. Untuk mengetahui tanaman yang mengandung antibiotik alkaloid.
5. Untuk mengetahui klasifikasi, morfologi, kandungan, simplisia, cara pengambilan
antibiotik, dan kegunaan tanaman Acacia nilotica.
6. Untuk mengetahui klasifikasi, morfologi, kandungan, simplisia, cara pengambilan
antibiotik dan kegunaan tanaman Croton macrostachyus (Bissana).
7. Untuk mengetahui klasifikasi, morfologi, kandungan, simplisia, cara pengambilan
antibiotik dan kegunaan tanaman Berberis vulgaris.
8. Untuk mengetahui klasifikasi, morfologi, kandungan, simplisia, cara pengambilan
antibiotik dan kegunaan tanaman Lophophora williamsii.

11
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Antibiotik Terpenoid


2.1.1 Daftar nama tanaman yang memiliki khasiat sebagai antibiotik dan mengandung
terpenoid
Tanaman Familia Simplisia Kandungan Khasiat
Acacia Fabaceae Cortex Terpenoid, flavonoid, sumber
nilotica saponin makanan,
antimikroba
Croton Euphorbiaceae Semen Terpene, flavonoid, Penyakit
macrostachyus alkaloid, saponin diabetes,
malaria, sakit
perut, ascariasis
Capsicum Solanaceae Fructus β-sitosterol , α- antibakteria,
annuum amyrin, β-amyrin, bronkitis,
squalene radang sendi,
diabetes,
kelelahan
Syzygium Myrtaceae Fructus, Tannin, Antibiotic,
samarangense folium desmethoxymatteucin astringent,
ol, oleanic acid and B- demam, diare,
sitosterol
Cymbopogon Poaceae Caulis β-myrcene, neral, Antibakteri,
citratus geranial, nerol, diare,
geranyl acetate antifungal,
antiinflamasi

2.1.2 Acacia nilotica


Tanaman ini memiliki nama lain yakni Babul, Babool prickly acacia, black piquant,
egytian acacia, indian gum arabic tree dan gum arabic tree. Tanaman ini mengandung
beberapa zat yang dapat berkhasiat sebagai antimikroba, seperti Terpenoid, Flavonoid,
Saponin, Tanin, dan senyawa fenol. Selain sebagai antimikroba, tanaman ini dapat

12
berkhasiat sebagai sumber makanan (yang berasal dari polongnya), diproduksi menjadi
tinta, cat, dan kembang gula (berasal dari gum/resinnya), makanan bagi hewan ternak
(berasal dari polong, pucuk daun), dan bahan bakar (berasal dari kayu).
Dalam tanaman ini, dapat dibagi menjadi dua kelompok subspesies (berdasarkan
bentuk polongnya):
1. Kelompok pertama
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah nilotica, tomentosa, cupressiformis,
indica. Pada kelompok ini memiliki ciri khas pada bentuk polongnya yakni seperti kalung
dan mengalami penyempitan dibagian biji polongnya. Pohon pada kelompok ini dapat
dikatakan cukup tinggi dan biasanya berada di daerah sungai atau banjir.
2. Kelompok kedua
Yang termasuk dalam kelompok ini adalah adstringen, kraussiana, leiocarpa, dan
subalata. Pada kelompok ini bentuk polong yang dihasilkan ialah lurus, dimana hal
tersebut berbeda dengan kelompok yang pertama. Selain itu, pohon dari kelompok ini
tumbuh pada daerah yang lebih kering.

Gambar 1. Berbagai bentuk polong dari tanaman Acacia


Keterangan:
a. subsp.nilotica;
b. subsp.indica;
c. subsp.cupressiformis;
d. subsp.tomentosa;
e. subsp.adstringens;
f. subsp.subalta;
g. subsp.leiocarpa;
h. subsp.hemispherica;
i. subsp.kraussiana

13
2.1.2.1 Taksonomi
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae/Magnoliopsida
Keluarga : Fabaceae
Genus : Acacia
Spesies : Acacia nilotica
Bagian yang digunakan adalah buahnya  Fragaria fructus

2.1.2.2 Morfologi
Tanaman ini ialah ukuran pohonnya dapat dikatakan sedang yakni sekitar 3 – 15 m.
Memiliki batang yang pendek, tebal, berbentuk silindris, dan memilki kulit batang yang
berwarna coklat gelap atau hitam. Bunga yang dimiliki oleh tanaman ini memiliki aroma
manis dan berwarna cerah kuning keemasan. Pada buahnya berbentuk linier, pipih, pendek
dengan ukuran panjang 4 – 22 cm dan lebar 1 – 2 cm. Tanaman ini sering kali ditemukan
pada berbagai habitat lahan kering, seperti hutan, padang rumput, tepi sungai, hutan
semak, dan semak belukar.

14
2.1.2.3 Persebaran
Tanaman ini merupakan salah satu tanaman perintis yang mudah tumbuh pada
daerah kering, oleh karena itu sering dijumpai pada daerah Afrika, khusunya Afrika
Selatan.
Persebaran Acacia nilotica mencakup benua Afrika, seperti Sudan, Egypt,
Ethiopia, India, Kenya, Nigeria, Pakistan, Saudi Arabia, Sudan, Zimbabwe, beberapa
daerah Amerika, Asia, Australia.

2.1.2.4 Simplisia
Simplisia dari tanaman ini adalah bagian kulit batangnya (cortex). Proses panen
simplisia dapat dilakukan pada saat sebelum memasuki musim hujan dan usia pohon telah
memasuki 10 – 20 tahun. Cara panen simplisia dari tanaman ini:
1. Pohon Acacia nilotica ditebang, kemudian kulit kayu dipisahkan dari bagian kayunya
2. Kulit kayu yang sudah dipisah kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari
3. Setelah itu dipotong menjadi bagian yang lebih kecil
4. Lakukan penyamakan pada kulit kayu

2.1.2.5 Aktivitas Antimikroba


Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Emad M. Abdallah (2016) dengan judul
“Antibacterial Efficacy of Acacia nilotica (L.) Pods Growing in Sudan against Some
Bacterial Pathogens” diketahui ekstrak metanol dari polong pada tanaman Acacia nilotica
memiliki aktivitas antibakteri dengan melawan beberapa bakteri patogen pada manusia.
Pada penelitian tersebut digunakan metode yang dapat menunjukkan zona hambat yang
dihasilkan, yakni metode difusi cakram, uji MIC (Minimun Inhibitory Concentration) dan
uji MBC (Minimum Bactericidal Concentration). Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa
aktivitas antibakteri pada konsentrasi tertinggi 100mg/ml dan terendah 12,5 mg/ml.

15
2.1.3 Croton macrostachyus

Tanaman ini memiliki nama lain ‘Broad-Leave Croton’, artinya tanaman Croton
mempunyai daun yang berbentuk lebar. Selain itu, tanaman ini juga bersifat mudah gugur
terutama saat musim kemarau. Sama halnya dengan Acacia nilotica, Croton
macrostachyus juga sering dijumpai pada daerah Afrika dan negara Ethiopia. Tanaman
Croton dapat menyembuh berbagai penyakit, seperti diabetes, malaria, sakit perut,
ascariasis, dan lain-lain. Kandungan dari tanaman ini tidak hanya Terpenoid, melainkan
Flavonoid, Alkaloid dan Saponin.

2.1.3.1 Taksonomi
Kerajaan : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Kelas : Magnoliopsida
Keluarga : Euphorbiaceae
Genus : Croton
Spesies : Croton macrostachyus

2.1.3.2 Morfologi
Morfologi dari Croton macrostachyus merupakan pohon ‘deciduous’ (daun yang
mudah luruh/gugur) yang memiliki ketinggian hingga 30 m dengan struktur batang yang
lurus dan berombak. Kulit batangnya berwarna coklat gelap hingga abu-abu dan
permukaan batangnya halus pada umumnya, akan tetapi akan timbul retakan seiring
dengan usia tanaman. Ukuran daunnya cukup besar dan rimbun pada bagian ujung tangkai.
Memiliki bunga berwarna kuning krem di sepanjang gugusnya, buah dengan ukuran
seperti kacang dengan 3 biji yang berwarna abu mengkilap dan ukuran sekitar 5 mm.

16
2.1.3.3 Persebaran
Sama halnya dengan tanaman Acacia nilotica, persebaran dari tanaman Croton
macrostachyus terletak dibeberapa daerah Afrika, hanya saja persebaran tanaman ini tidak
seluas pada tanaman Acacia nilotica.
Persebaran tanaman ini mencakup beberapa daerah Afrika: Eritrea, Ethiopia, Kenya,
Nigeria, Tanzania, Uganda.

2.1.2.4 Simplisia
Simplisia pada tanaman ini adalah bijinya (Croton semen). Proses panen simplisia
ini dapat dilakukan pada musim kemarau atau saat curah hujan terendah. Proses
pembuatan simplisia dapat dilakukan dengan:
(1). Pengumpulan bahan baku,
(2). Pengeringan,
(3). Perajangan.

2.1.2.5 Aktivitas Antimikroba


Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Jackie K. Obey, dkk (2016) dengan
judul “Antimicrobial Activity of Croton macrostachyus Stem Bark Extracts against Several
Human Pathogenic Bacteria” diketahui bahwa tanaman Croton macrostachyus memiliki
aktivitas antibakteri yang berasal dari ekstrak kulit batang terhadap beberapa bakteri
patogen manusia, seperti E. Coli, Salmonella typhi, Klebsiella pneumoniae, Enterobacter
aerogenes, Listeria monocytogenes, dan Candida albicans. Ekstrak yang digunakan adalah
ekstrak etil asetat, metanol, dan isobutanol. Selain itu, digunakan antibiotik sebagai kontrol
positif yakni amoxicilin, ciprofloxasin, ampicillin, benzylpenicillin, clotrimazole dan
cefotaxime, yang menunjukkan aktivitas antimikroba. Pada penelitian ini digunakan
metode difusi agar yang dapat menentukan nilai zona hambar dan nilai MIC (Minimum
Inhibitory Concentration) serta analisis NMR (Nuclear Magnetic Resonance).

17
2.2 Antibiotik Alkaloid
2.2.1 Daftar nama tanaman yang memiliki khasiat sebagai antibiotik dan mengandung
alkaloid

18
2.2.2 Lophophora williamsii
Peyote (Lophophora williamsi) Peyote adalah jenis kaktus yang berasal dari Gurun
Chihuahan (tepatnya di lembah Rio Grande, Texas) dan di selatan Luis Potosi, Meksiko.
Ukuran Peyote kecil (diameternya kurang dari 12 cm) dan berbentuk bulat. Potongan-
potongan batangnya yang kering dikunyah oleh orang Indian sebagai obat dan dipakai
dalam upacara keagamaan. Peyote telah lama menjadi barang dagangan. Peyote dipanen
secara komersial di Texas meskipun sekarang penjualannya dibatasi oleh Native American
Church (NAC). Dalam setahun kaktus ini setidaknya bisa dipanen dalam jumlah
jutaan. Ketika dipanen dengan benar, bagian baru dari kaktus akan terbentuk dari akar
yang tua sehingga menghasilkan kaktus yang baru. Akan tetapi, Peyote sering dipotong
terlalu dalam sehingga meninggalkan akar yang sedikit bahkan tidak ada.
Peyote merupakan bahan yang dipakai di pabrik alkaloid yang memproduksi lebih
dari 50 senyawa kimia. Obat-obatan yang mengandung Peyote memiliki beberapa efek
setelah dikonsumsi. Seseorang yang mengkonsumsi dalam jumlah kecil akan merasa
berenergi, sedangkan bila dikonsumsi dalam jumlah besar akan menyebabkan mual selama
beberapa jam.

2.2.2.1 Klasifikasi
Kingdom Plantae
Division Tracgeophyta
Class Magnoliopsida
Order Caryophyllales
Family Cactaceae
Genus Lophophora
Species Lophophora williamsii

2.2.2.2 Morfologi

19
Lophophora willliamsii memiliki bentuk buah bulat kecil seperti balon, serta
berbintik dengan beberapa benjolan. Benjolan ini dikenal dengan nama button. Button ini
lah yang menjadi bagian yang mengandng alkaloid. Memiliki akar yang tebal dan Bungan
berwarna merah muda diatas buahnya. Berbagai spesies dari genus Lophophora tumbuh
rendah ke tanah dan mereka sering membentuk kelompok dengan banyak tunas yang
penuh dan sesak. Pucuk hijau-hijau, kuning-hijau atau kadang-kadang hijau kemerahan
sebagian besar adalah bola pipih dengan ujung tunas cekung. Lophophora williamsi dapat
mencapai ketinggian dari 2 hingga 7 cm (0,79 hingga 2,76 inci) dan diameter 4 hingga 12
sentimeter (1,6 hingga 4,7 inci). Sering ada tulang iga vertikal yang signifikan yang terdiri
dari benjolan rendah dan bulat atau punuk. Dari cusp areoles muncul seberkas bulu wol
lembut, kekuningan atau keputihan. Duri tidak ada. Bunganya berwarna merah muda atau
putih hingga agak kekuningan, terkadang kemerahan. Mereka terbuka di siang hari, dari 1
hingga 2,4 sentimeter panjang, dan mencapai diameter dari 1 hingga 2,2 cm.
Bibit Lophophora williamsii pada usia sekitar 1 1/2 bulan membentuk kaktus yang
menghasilkan bunga secara sporadis; ini diikuti oleh buah merah muda kecil yang dapat
dimakan. Buah yang berbentuk klub hingga memanjang, buah-buahan yang berdaging
telanjang dan lebih atau kurang berwarna kemerah-merahan. Saat jatuh tempo, mereka
berwarna putih kecoklatan dan kering. Buah-buahan tidak terkelupas secara sendiri dan
mereka memiliki ukuran antara 1,5 dan 2 sentimeter. Mereka mengandung biji hitam,
berbentuk buah pir yang panjangnya 1 sampai 1,5 mm dan lebar 1 mm. Benih tersebut
membutuhkan kondisi panas dan lembab untuk berkecambah. Peyote mengandung
spektrum besar alkaloid phenethylamine. Yang utama adalah mescaline. Kandungan
meskalin Lophophora williamsii sekitar 0,4% segar (belum dikeringkan) dan 3-6% kering.
Peyote tumbuh sangat lambat. Spesimen yang dibudidayakan tumbuh jauh lebih cepat,
kadang-kadang perlu kurang dari tiga tahun untuk pergi dari pembibitan ke dewasa
berbunga dewasa. Pertumbuhan yang lebih cepat dapat dicapai dengan mencangkok
peyote ke stok akar San Pedro yang matang.

20
Gambar Gambar Gambar Lophophora
Lophophora williamsii Lophophora williamsii williamsii saat telah tumbuh
saat Mulai tumbuh saat Mulai berbunga banyak

2.2.2.3 Persebaran
L. williamsii adalah tanaman asli dari Amerika Utara bagian selatan, utamanya
tumbuh didaerah meksiko. Di Meksiko tumbuh di wilayah Chihuahua, Coahuila, Nuevo
León, Tamaulipas, dan Zacatecas. Di Amerika Serikat tumbuh tersebar di Texas bagian
selatan. Tumbuh seluas 100-1500 m di Gurun Chihuahua.
2.2.2.4 Kandungan
Ketika digunakan untuk sifat psikoaktifnya, dosis umum untuk mescaline murni
berkisar dari sekitar 200 hingga 400 mg. Ini diterjemahkan ke dosis sekitar 10 sampai 20g
tombol peyote kering potensi rata-rata; Namun, potensi bervariasi antara sampel, sehingga
sulit untuk mengukur dosis secara akurat tanpa terlebih dahulu mengekstrak mescaline.
Efeknya bertahan sekitar 10 hingga 12 jam. Peyote dilaporkan memicu keadaan
"introspeksi mendalam dan wawasan" yang telah digambarkan sebagai sifat metafisis atau
spiritual. Kadang-kadang, ini dapat disertai dengan efek visual atau pendengaran yang
kaya.
Selain penggunaan psikoaktif, beberapa suku asli Amerika menggunakan tanaman
untuk sifat kuratifnya. Mereka menggunakan peyote untuk mengobati berbagai macam
penyakit seperti sakit gigi, nyeri saat melahirkan, demam, nyeri payudara, penyakit kulit,
rematik, diabetes, pilek, dan kebutaan. Dispensator AS mendaftarkan peyote dengan nama
Anhalonium, dan menyatakan bahwa digunakan dalam berbagai persiapan untuk
neurasthenia, histeria dan asma. Peyote juga mengandung alkaloid yang diberi nama
peyocactin. Sekarang disebut hordenine.

21
Peyote mengandung peyocatin (alkaloid), sebuah zat yang memiliki fungsi sebagai
antiseptik yang bisa mengkontrol berbagai jenis bakteri. Hordenine, merupakan salah satu
kandungan dari peyote yang memiliki kemampuan untuk menginhibisi pertumbuhan
bakteri yang resistant terhadap penicillin.

2.2.2.5 Simplisia
Bagian atas kaktus yang tumbuh di atas tanah, juga disebut sebagai mahkota, terdiri
dari tombol berbentuk cakram yang dipotong di atas akar dan kadang-kadang kering. Bila
dilakukan dengan benar, bagian atas akar akan membentuk kalus dan akarnya tidak akan
membusuk. Ketika teknik pemanenan yang buruk digunakan, seluruh tanaman akan mati.
Saat ini di Texas Selatan, peyote tumbuh secara alami tetapi telah over-harvested, sampai-
sampai negara telah mendaftarkannya sebagai spesies yang terancam punah. Kancing
(Button) umumnya dikunyah, atau direbus dalam air untuk menghasilkan teh psikoaktif.
Peyote sangat pahit dan kebanyakan orang merasa mual sebelum mereka merasakan efek
psikoaktif

Cara Pemanenan Lophophora williamsii adalah sebagai berikut:

2.2.2.6 Manfaat
Lophophora williamsii memiliki khasiat sebagai Analgesik, Antibakteri terhadap
bakteri yang resistant terhadap penicillin dan Psikoterapi. Mengandung peyocatin
(alkaloid), sebuah zat yang memiliki fungsi sebagai antiseptik yang bisa mengkontrol
22
berbagai jenis bakteri. Hordenine, merupakan salah satu kandungan dari peyote yang
memiliki kemampuan untuk menginhibisi pertumbuhan bakteri yang resistant terhadap
penicillin.

2.2.2.7 Cara pengambilan ekstrak


1. Bagian tuberculum dari peyote sebanyak 50 g dimaserasi di dalam blender.
2. kemudian direndam dalam 50mL methanol selama 48 jam pada suhu 4oC,
kemudian ekstraknya disaring.
3. Kemudian dibekukan menggunakan campuran es kering aseton, dan di liofilisasi
untuk 2 hari menggunakan freezedryer. (Labconco Co., Kansas City, MO).
4. Bubuk hasil sebanyak 76 mg di larutkan dalam 1 ml media RPMI 1640.
5. Semua konsentrasi yang dibutuhkan untuk penelitian ini sepenuhnya dibuat dalam
medium RPMI 1640.

2.2.2.8 Produk
Ada beberapa cara untuk mengkonsumsi lophophora williamsii button. Karena
rasanya yang tidak sedap dan pahit, maka perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu.
Lophophora williamsii button yang telah dikeringkan dapat diserbukan dan dimasukan
kedalam kapsul untuk kemudian dikonsumsi sesuai dengan dosis. Cara lainnya, dapat
dikonsumsi dalam bentuk teh. Rasanya akan tetap pahit namun akan lebih mudah untuk
dikonsumsi dibandingkan bentuk mentahnya.

2.2.2.9 Aktivitas Antimikroba


Ekstrak dari seluruh tanaman peyote disiapkan dalam berbagai pelarut dan disaring
untuk aktivitas antimikroba. Kemudian 95% etanol menghasilkan ekstrak yang
menunjukkan penghambatan terbaik terhadap pertumbuhan bakterial. Campuran 25% (b /
v) tanaman bahan untuk etanol dimaserasi selama 15 menit dalam \ Varing hlendor dan
disaring melalui kertas saring kasar di Buchner corong untuk mengangkat pulpa padat.
Presipitasi bahan yang tidak larut dalam air terjadi berikut penghapusan etanol di vacuo
dalam air 60oC. Volume air suling sama dengan volume cairan yang tersisa dalam labu itu
lalu ditambahkan dan endapan dihapus dengan penyaringan. Supernatan mentah ini diuji
untuk aktivitas antibiotik dan menunjukkan penghambatan mikroba positif. Dalam upaya
untuk menghapus organic asam dan alkaloid, teknik berikut dikerjakan. Supernatan

23
disesuaikan hingga pH 2 dengan 1 M HC1 dan dipertahankan pada 5oC selama 24 jam
selama waktu endapan halus dikembangkan.
Kemudian bahan disaring, supernatan disesuaikan hingga pH 12 dengan l N
NaOHdidinginkan selama 24 jam, dan endapan kedua dihapus dengan penyaringan,
Semua pengendapan, termasuk yang sudah selesai dari penguapan in vacuo, dilarutkan
kembali, disesuaikan dengan pH 7 dan diuji untuk antibiosis. Supernatan pada titik ini
berwarna kuning gelap dan, dalam upaya untuk menghapus warnanya, ekstraknya
disesuaikan hingga pH 7, teradsorpsi dengan diaktifkan arang dan disaring dengan bantuan
Celite. Supernatan tak berwarna lainnya diuapkan sampai kering, pergi membentuk residu
kristal. Residunya dilarutkan dengan mengocok selama 2 jam dimurnikan dengan metanol
absolut. Kontaminan yang tidak larut garam dihilangkan dengan filtrasi dan ekstrak
metanol supernatant diuapkan sampai kering. Kristal zat yang diperoleh dengan cara ini
dianggap mengandung zat antibiotik aktif dan diberikan nama Peyocactin. Kristal-kristal
itu kemudian dilarutkan dalam air suling, disesuaikan hingga pH 7 dan diuji untuk
antibiotik.

2.2.2.10 Pengujian Aktivitas Antimikroba


Aktivitas antibiotik dapat ditentukan dengan menempatkan 0,05 ml ekstrak di
cangkir Oxford diatur dalam cawan Petri berisi 12 mldari Penassay Agar (Difco)
diunggulkan dengan 0,1 ml kultur kaldu 24 jam dari organisme uji (9, 10). Organisme uji
digunakan dalam skrining peyocactin dan ekstrak lain termasuk Staphylococcus aureus
(USDA 209), Sarcina lutea (USDA 1001), Bacillus subtilis (USDA 220), Neisseria
catarrhalis, dan Escherichia coli (ATCC 8677). Yang diinkubasi selama 18 jam Ada atau
tidaknya zona penghambatan akan tercatat. Piring diinokulasi dengan bakteri enterik
dibaca hanya setelah 12 jam inkubasi.
Dalam upaya untuk mendapatkan antimikroba yang hampir lengkap spektrum
peyocactinnya, banyak bakteri lain dan satu jamur patogendiuji menggunakan metode
yang dijelaskan di bawah. Dalam setiap tes, kontrol fisiologis saline dan ekstrak mentah
dari mana etanol dan presipitat telah dihapus selalu digunakan. "Karena tingginya tingkat
aktivitas yang ditunjukkan oleh peyocactin melawan S. aureus, 18 penicillin-resistant
strain organisme ini diperoleh dan diuji. Semua strain yang diuji adalah ditemukan
dihambat oleh peyocactin kira-kira memiliki tingkat yang sama dengan S.areus (USDA
209) yang awalnya digunakan. Sepuluh dari strain resisten S. aureus jenis fag yang

24
diketahui dan 8 lainnya terjadi koagulase positif dan manitol positif strain yang diisolasi
dari pasien.

2.2.3 Berberis vulgaris


2.2.3.1Klasifikasi
Kingdom Plantae

Divisi Angiospermae
Kelas Eudicots
Ordo Ranunculales
Famili Berberidaceae
Genus Berberis
Spesies Berberis vulgaris

2.2.3.2 Morfologi
Tanaman ini memiliki daun dengan bilah membulat dan sisinya bergerigi. Dengan
panjang daun 2,5-6 cm dan lebar 0,8-2,8 cm, daun dari Berberis vulgaris memiliki warna
hijau kusam. Berberis vulgaris memiliki bunga simetris radial, dengan racemus yang
terdiri atas 10-20 bunga, berwarna kuning cerah, dan mengeluarkan bau tidak sedap.

25
Batangnya memiliki diameter sebesar 5-1 inch, yang ukurannya akan meningkat hingga 2-
3 inch pada bagaian pangkalnya. Batangnay bersifat kayu kerah, berwarna kuning tua pada
bagian bawahnya, dan coklat pada permukaan, serta berasa pahit. Berberis vulgaris
memiliki buah yang berbentuk oval dan berwarna merah dengan panjang 1 cm/

2.2.3.3 Persebaran
Berberis vulgaris tersebar pada pegunungan bebatuan di utara dan selatan amerika
serikat seperti Nevada, Mexico, Missouri, dan South Carolina. Serta pada sebagian besar
eropa dan seluruh New England.

2.2.3.4 Kandungan
Kandunganutama yang terdapat pada tanaman ini adalah berbamin, berberin, asam
malat, dan oxycanthine.

2.2.3.5 Simplisia
Bagian yang digunakan sebagai simplisia adalah akar dan kulit akar, Berberis radix.
Dipanen pada saat musim semi atau gugur. Adapun proses pembuatan simplisianya
sebagai berikut:
1. Akar dibersihkan, kulit akar dikerik lalu dikeringkan
2. Bagian yang dikeringkan dibuat serbuk dengan mesin penggiling mekanis
3. Serbuk sebanyak 35 gram dimaserasi dalam 1000 ml ethanol selama 7 jam
4. Campurnnya disaring, lalu dipekatkan dalam vakum 40 derajat celcius
5. Ekstrak yang terkonsentrasi difraksinasi

26
2.2.3.6 Manfaat
Selain ebagai antimikroba Berberis vulgaris juga data digunakan sebagai
penghambat agresi dan adhesi trombosit, merangsang kontraksi usus, hepatoprotektf,
stimulant system imun, sitotoksik, dan cholagogue.

2.2.3.7 Uji Aktivitas Antimikroba


Uji aktivitas antimikroba dilakukan baik secara dilusi maupun difusi. Secara metode
difusi ekstrak buah ini dapat menghambat pertumbuhan dari bakteri Pseudomonas
aureginosa. Hasilnya ekstrak buah ini menghasilkan zona inhibisi sebesar 13 mm.
Sedangkan, berdasarkan metode dilusi ekstrak buah ini dapat menghambat
pertumbuhan dari berbagai bakteri yang diuji seperti E.Coli, Pseudomonas aureginosa, S.
typhi, dll. Adanya kandungan dari antioksidan yang menyebabkan adanya aktivitas
antimikroba dari tanaman Berberis vulgaris.

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Terpenoid merupakan senyawa yang memiliki unit yang tersusun atas lima karbon
dengan kelipatan lima, sedangkan Alkaloid merupakan senyawa basa organik yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Tanaman yang mengandung alkaloid/terpenoid
memiliki beberapa khasiat, salah satunya ialah menjadi antibiotik yang dapat mengatasi
penyakit. Contoh tanaman yang berkhasiat sebagai antibiotik dari golongan terpenoid
adalah Acacia nilotica, Croton macrostachyus, Capsicum annuum, Syzgium
samarangense, dan Cymbopogon citratus. Sedangkan contoh tanaman dari golongan
alkaloid adalah Garcina mangostana, Berberin vulgaris, Strychnos Colubrina L.,
Pilocarpus spicatus, dan Lupinus mexicanus. Beberapa tanaman tersebut perlu
dikembangkan lagi sebagai pengobatan yang berkhasiat sebagai antibiotik.

27
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, apabila pembaca mempunyai kritik dan saran, silahkan
disampaikan kepada penulis untuk menjadikan makalah ini menjadi lebih baik dan lebih
bermanfaat bagi orang banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Clause, E. (1961). Pharmacognosy. 4th edition. Lea & Febriger : Philladelphia.


Shahid, T. (2017). A study of Antimicrobial Activity of Berberis vulgaris (Zirishk) Aqueous
Plant Extract using Pathogenic Isolates from Patients of Islamabad and
Rawalpindi. Imperial Journal of Interdisciplinary Research (IJIR), [online] Vol-
3(Issue-5). Available at: https://www.onlinejournal.in/IJIRV3I5/230.pdf [Accessed 22
Apr. 2018].
Damin Sumardjo. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan
Program Strata I Fakultas Bioeksakta. Jakarta: EGC.
National Plant Data Center, NRCS, USDA. Baton Rouge, LA 70874-4490 USA. 2000.
http://plants.usda.gov Lophophora williamsii.
http://bioweb.uwlax.edu/bio203/2011/toellner_kayl/reproduction.html (diakses pada 21 april
2018 pukul 09:30)
Abebayehu, A., Mammo, F., Kibret, B. (2016). Isolation and characterization of terpene from
leaves of Croton macrostachyus (Bissana), 10, 1-5. doi: 10.5897/JMPR2016.6082

28
Obey, J. K., et al. (2016). Antimicrobial Activity of Croton macrostachyus Stem Bark
Extracts against Several Human Pathogenic Bacteria, 2016, 1-4. doi:
10.1155/2016/1453428
Botanic Gardens Conservation International. (n.d.). Croton macrostachyus. Retrieved from:
https://www.bgci.org/plant-conservation/Croton_macrostachyus
http://tropical.theferns.info/viewtropical.php?id=Croton+macrostachyus acc 22 April 2018
Faculty of Health Sciences University of Eastern Finland. (2012). ANTIBACTERIAL
PROPERTIES OF CROTON SPECIES . Retrieved from:
http://epublications.uef.fi/pub/urn_nbn_fi_uef-20120564/urn_nbn_fi_uef-
20120564.pdf acc 22 April 2018
Abdallah, E. M., (2016). Antibacterial efficacy of Acacia nilotica pods, growing in Sudan
against some bacterial pathogens. Int. J. Curr. Res. Biosci. Plant Biol. 3(3), 6-11. doi:
http://dx.doi.org/10.20546/ijcrbp.2016.303.002
Jackie K. Obey, Atte von Wright, Jimmy Orjala, Jussi Kauhanen, and Carina Tikkanen-
Kaukanen, “Antimicrobial Activity of Croton macrostachyus Stem Bark Extracts
against Several Human Pathogenic Bacteria,” Journal of Pathogens, vol. 2016, Article
ID 1453428, 5 pages, 2016. doi:10.1155/2016/1453428
Igor K. Voukeng, Veronique P. Beng, and Victor Kuete, “Antibacterial activity of six
medicinal Cameroonian plants against Gram-positive and Gram-negative multidrug
resistant phenotypes,” BMC Complementary and Alternative Medicine, vol. 16, no. 1,
2016.
de Mendonça Cavalcante Amaro, Antonio Lisboa Ribeiro Junior Karlos, CameloPessoa de
Azevedo Ximenes Eulália, Porfirio Silva Zenaldo, Ivo Limeira dos Reis José, and
Euzebio Goulart de Santana Antonio, “Antimicrobial activity of Annona crassiflora
Mart. against Candida albicans,” Journal of Medicinal Plants Research, vol. 11, no.
13, pp. 253–259, 2017.
Alfred Maroyi, “ Ethnopharmacological Uses, Phytochemistry, and Pharmacological
Properties of Croton macrostachyus Hochst. Ex Delile: A Comprehensive Review
,” Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine, vol. 2017, pp. 1–17,
2017.
Gebremedhin Romha, Birhanu Admasu, Tsegaye Hiwot Gebrekidan, Hailelule Aleme, and
Gebreyohans Gebru, “Antibacterial Activities of Five Medicinal Plants in Ethiopia
against Some Human and Animal Pathogens,” Evidence-Based Complementary and
Alternative Medicine, vol. 2018, pp. 1–10, 2018.
29
http://www.fao.org/docrep/006/Q2934E/Q2934E04.htm acc 22 April 2018
Heuzé V., Tran G., Eugène M., Bastianelli D., Lebas F. (2016). Babul (Acacia nilotica).
Feedipedia, a programme by INRA, CIRAD, AFZ and FAO. Retrieved from:
http://www.feedipedia.org/node/346

30

Anda mungkin juga menyukai