Anda di halaman 1dari 18

KONSEP DASAR TRAUMA CAPITIS

A. Pengertian
Cidera kepala adalah pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan
atau tanpa kehilangan kesadaran (Tucker, 2007).
Cendera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat
kecelakaan lalu lintas (Mansjoer Arif ,dkk ,2009).
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi, 2010).
B. ETIOLOGI DAN PREDISPOSISI
Rosjidi (2007), penyebab cedera kepala antara lain:
1. Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil.
2. Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan ketergantungan.
3. Cedera akibat kekerasan.
4. Benda tumpul, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak.
5. Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat
sifatnya.
6. Benda tajam, kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana dapat
merobek otak, misalnya tertembak peluru atau benda tajam.
C. Klasifikasi cedera kepala
Rosjidi (2007), trauma kepala diklasifikasikan menjadi derajat berdasarkan
nilai dari Glasgow Coma Scale ( GCS ) nya, yaitu;
1. Ringan
a. GCS = 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. GCS = 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. GCS = 3 – 8
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

D. PATOFISIOLOGI
Cedera memang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu kepala. Cedera percepatan
aselerasi terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul. Cedera perlambatan deselerasi adalah bila kepala membentur objek yang
secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini
mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa
kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan
cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada
kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba
dan batang otak.
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu
cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera
yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu
fenomena mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang
bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang
sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal. Cedera primer, yang
terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada permukaan otak,
laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi karena terjatuh, dipukul,
kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa mengakibatkan terjadinya gangguan
pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan
hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera
primer dan lebih merupakan fenomena metabolik sebagai akibat, cedera
sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau
tak ada pada area cedera. Cidera kepala terjadi karena beberapa hal diantanya,
bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan adanya leserasi pada kulit
kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai pembuluh darah. Karena
perdarahan yang terjadi terus- menerus dapat menyebabkan hipoksia, hiperemi
peningkatan volume darah pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan
akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK), adapun, hipotensi (Soetomo,
2006).
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan
terjadi perdarahan juga. Cidera kepala intra kranial dapat mengakibatkan
laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan
susunan syaraf kranial tertama motorik yang mengakibatkan terjadinya
gangguan dalam mobilitas (Brain, 2009).
E. MANIFESTASI KLINIK
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi
cedera otak.
1. Cedera kepala ringan menurut Sylvia A (2009)
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
d. Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu
atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang, Diane C (2006)
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebinggungan atau
hahkan koma.
b. Gangguan kesedaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan
pergerakan.
3. Cedera kepala berat, Diane C (2006)
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut.
F. KOMPLIKASI
Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan
hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi
dari cedera kepala adalah:
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin
berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan
dewasa. Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang
berusaha mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat
tekanan intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk
memcoba mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis,
denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang,
tekanan darah semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadan, harus
dipertahankan tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan
tekanan sistol 100-110 mmHg, pada penderita kepala.Peningkatan
vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah
dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas pembulu darah paru berperan pada
proses berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan
karbondioksida dari darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.
2. Peningkatan TIK
Tekana intrakranial dinilai berbahaya jika peningkatan hingga 15 mmHg, dan
herniasi dapat terjadi pada tekanan diatas 25 mmHg. Tekanan darah yang
mengalir dalam otak disebut sebagai tekan perfusi rerebral. yang merupakan
komplikasi serius dengan akibat herniasi dengan gagal pernafasan dan gagal
jantung serta kematian.
3. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut.
Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan
menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping
tempat tidur klien, juga peralatan penghisap. Selama kejang, perawat harus
memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah
cedera lanjut. Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah
pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak digunakan
dan diberikan secara perlahan secara intavena. Hati-hati terhadap efek pada
system pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan irama
pernafasan.
4. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur
tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek
meninges, sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan,
diirigasi atau dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau
telinga. Instruksikan klien untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.
5. Infeksi
G. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah
terjadinya cedera otak sekunder.Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor
sistemik seperti hipotesis atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak
(Tunner, 2008). Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada
pendertia cedera kepala (Turner, 2008).
Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :
1. Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.
2. Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma.
3. Berikan oksigenasi.
4. Awasi tekanan darah
5. Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik.
6. Atasi shock
7. Awasi kemungkinan munculnya kejang.
Penatalaksanaan lainnya:
1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi
vasodilatasi.
3. Pemberian analgetika
4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol
20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah
tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% ,
aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-
3 hari kemudian diberikana makanan lunak.
7. Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak
cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8
jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari
selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt
(2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea N.
Tindakan terhadap peningktatan TIK
1. Pemantauan TIK dengan ketat.
2. Oksigenisasi adekuat.
3. Pemberian manitol.
4. Penggunaan steroid.
5. Peningkatan kepala tempat tidur.
6. Bedah neuro.
Tindakan pendukung lain
1. dukungan ventilasi.
2. Pencegahan kejang.
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
4. Terapi anti konvulsan.
5. Klorpromazin untuk menenangkan pasien.
6. Pemasangan selang nasogastrik.

ASUHA KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Primery survey
a. A = Airway (Jalan Napas)
Yang harus dikaji yaitu:
1) Tingkat kesadaran, apakah klien terlihat sadar atau tidak.
2) Jalan nafas, apakah ada sumbatan atau tidak seperti cairan (secret
atau darah), benda asing, serpihan.
3) Tekanan darah
4) Wheezing/suara menciut di akhir pernafasan
5) Rhonci/seprti suara gemuruh
Penatalaksanaannya :
1) Untuk pasien yang tidak sadar
- Dilakukan chin lift (menopang dagu) dan jaw trust (mengangkat
rahang), dengan tujuan untuk membuka jalan nafas
- Jika ada secret atau darah maka tindakan yang akan dilakukan
adalah suction yang tujuan untuk membersihkan jalan nafas
2) Untuk pasien yang sadar
- Jika ada secret atau darah maka ajarkan batuk efektif
- Jika ada benda asing seperti serpihan maka tindakan yang akan
dilakukan adalah cross finger sedangkan kalau benda padat(bakso
dll) maka tindakan yang akan dilakukan adalah back blows
b. B = Breathing (Pernafasan)
Yang harus dikaji yaitu:
1) Look, listen, feel (kalau pasiennya sadar maka tidak ada masalah)
2) Frekuensi
3) Pola nafas
4) Kedalaman
5) Kualitas
6) Penggunaan otot pernafasan
7) Pengunaan caping hidung
c. C = Circulasi (Peredaran Darah)
Yang perlu dikaji yaitu
1) Tekanan darah
2) Nadi
3) Suhu
4) Ada tidaknya perdarahan
5) Pucat atau anemia
6) Kapilari reftil
7) Akral
8) Kunjungtifa
9) Edema
10) Muntah
11) Sianosis hipoksi
12) Hasil EKG
d. D = Desability (Ketidakmampuan)
Yang perlu dikaji yaitu
1) Nerologi
Pemeriksaan tingkat kesadaran
a) CMC (Compos Mentis),samnolen,sopor,apatis,koma.
b) GCS
Mata (eye)
- 4=spontan membuka mata
- 3=dengan perintah
- 2=dengan memberikan rangsangan nyeri
- 1=tidak ada respon
Motorik
- 6=mengikuti perintah
- 5=melokalisir nyeri
- 4=menghindari nyeri
- 3=fleksi abnormal
- 2=ekstensi abnormal
- 1=tidak ada rangsangan
Verbal(komunikasi)
- 5=orientasi baik
- 4=disorientasi waktu dan tempat tapi dapat mengungkapkan
kalimat
- 3=hanya mengucapkan kata kata
- 2=mengerang
- 1=tidak merespon
1) Reflek cahaya
a) Isokor,bila pupil di beri cahaya maka pupil mengecil
b) Anisokor, bila pupil di beri cahaya maka pupil tidak mengecil
2) Reflek pisiologi dan patologis
a) Kaku kuduk
b) Reflek kernik
3) Respon nyeri (0-10)
a) 0=tidak ada nyeri
b) 1-3=nyeri ringan
c) 4-6=nyeri sedang
d) 7-9=nyeri berat
e) 10=sangat nyeri
4) Kekuatan otot(0-5)
Penilaian kekuatan otot
a) 0=tidak ada kontraks
b) 1=terdapat kontraksi tapi tidak dapat bergerak
c) 2=hanya ada gerakan sendi
d) 3=dapat mengadakan gerakan melawan gravitasi tidak dapat
melawan gravitasi
e) 4=dapat melawan gravitasi tapi tidak dapat menahan tahanan
gravitasi
f) 5=dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan penuh
2. Survey sekunder
a. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan tergantung seberapa jauh dampak trauma kepala
yang di sertai dengan penurunan tinngkat kesadaran.
1) Riwayat penyakit saat ini
Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat jatuh dari
ketinggian dan trauma langsung kekepala. Adanya penurunan atau
perubahan pada tingkat kesadarn di hubungkan dengan perubahan
didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi.
Sesuai perkembangan penyakit, tidak responsif dan koma.
2) Riwayat penyakit terdahulu
pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
hipertensi, riwayat cedera kepala sebelumnya, DM, penyakit jantung
anemia, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-
obat adiktif, dan konsumsi alkohol yang berlebihan.
3) Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi
dan DM.
b. Pengkajian Psiko-Sosio-Spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai
respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari.
c. Pola fungsi kesehatan (11 pola Gordon)
1) Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Bila mengalami sakit biasanya klien berobat ke Puskesmas atau
bidan. Bila sakit ringan seperti masuk angin kadang – kadang klien
membuat jamu sendiri. Klien tidak pernah berobat ke dukun atau
pengobatan alternatif lainnya. Klien mengatakan kesehatan adalah hal
yang penting dan ingin cepat sembuh agar bisa bekerja lagi.
2) Pola Nutrisi/metabolic
Sebelum MRS klien biasa makan 3 kali sehari, minum 6-8 gelas
sehari.Sejak MRS klien mengatakan tidak bisa makan dan minum
karena mual-mual dan muntah. Sejak kecelakaan sampai sekarang,
klien sudah muntah 4 kali berisi sisa makanan, darah (-). Siang ini klien
sempat makan bubur 3 sendok tetapi berhenti karena mual muntah.
Minum dari tadi pagi ± 100 cc air putih.
3) Pola eliminasi
Sebelum MRS klien biasa BAB 1 kali sehari, BAK 7 – 8 kali sehari
(± 1200-1500 cc). Sejak MRS di Ruang Ratna klien sudah BAK 2 kali
dengan jumlah ± 200 cc setiap kali BAK menggunakan pispot di atas
tempat tidur. Sejak MRS klien belum BAB.
4) Pola tidur dan istirahat
Sebelum MRS klien biasa tidur 6-7 jam sehari dan tidak biasa tidur
siang. Setelah MRS klien mengatakan sering terbangun karena mual
dan sakit kepala serta situasi rumah sakit yang ramai.
5) Pola kognitif-perseptual
Klien mampu berkomunikasi dengan suara yang pelan tetapi jelas.
Klien mengatakan penglihatan cukup jelas tetapi tidak bisa membuka
mata lama-lama karena masih mengeluh pusingdan mual. Klien
mengeluh telinga kiri terasa penuh berisi cairan sehingga pendengaran
agak terganggu. Tampak otore keluar dari telinga kiri. Klien juga
mengeluh sakit kepala seperti berdenyut-denyut terutama di bagian
kanan dan kadang-kadang disertai pusing-pusing. Klien tampak
meringis terutama saat bergerak. Skala nyeri 4-5 (sedang).
6) Pola persepsi diri/konsep diri
Klien mampu menyebutkan identitas diri dan orang di sebelahnya.
7) Pola seksual dan reproduksi
Klien sudah tiga tahun menikah tetapi belum dikaruniai anak.
Menstruasi teratur setiap 28 -30 hari sekali. Klien tidak memakai alat
kontrasepsi.
8) Pola peran-hubungan
Saat ini klien ditunggu oleh suaminya dan hubungan mereka
terlihat baik. Keluarga besar klien ada di Jawa. Di Bali klien punya
beberapa famili dan teman-teman yang sudah datang menjenguk klien
tadi pagi.
9) Pola manajemen koping stress
Bila mempunyai masalah klien mengatakan biasa bercerita dan
minta pendapat dari suami dan teman-teman. Suami mengatakan klien
cukup terbuka terhadap masalah yang dialaminya.
10) Pola keyakinan-nilai
Klien dan suami beragama Islam dan biasa sholat setiap hari.
Setelah MRS klien hanya berdoa dari tempat tidur.
d. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis.
e. Keadaan umum
Pada pasien yang mengalami cedera kepala umumnya mengalami
penurunan kesadaran CKR atau CKR dengan GCS 13-15, CKS dengan
GCS 9-12, CKB dengan GCS ≤ 8.
B. DIAGNOSA KEPERAWATA
1. Kerusakan perfusi jaringan serebral
2. Nyeri akut
3. Kerusakan integritas kulit
4. Gangguan mobilitas fisik
5. Gangguan pola tidur
6. Kecemasan
7. Resiko infeksi

C. INTERVENSI
N DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI (NIC)
o KEPERAWATAN KRITERIA HASIL (NOC)
1 Perfusi jaringan NOC : NIC :
cerebral tidak  Circulation status 1. Monitor TTV
efektif b/d gangguan  Neurologic status 2. Monitor AGD, ukuran
afinitas Hb  Tissue Prefusion : pupil, ketajaman,
oksigen, penurunan cerebral kesimetrisan dan reaksi
konsentrasi Setelah dilakukan asuhan 3. Monitor adanya diplopia,
Hb, Hipervolemia, selama…ketidakefektifan pandangan kabur, nyeri
Hipoventilasi, perfusi jaringan cerebral kepala
gangguan transport O2, teratasi dengan kriteria hasil: 4. Monitor level
gangguan  Tekanan systole dan kebingungan dan
aliran arteri dan vena diastole dalam rentang orientasi
yang diharapkan 5. Monitor tonus otot
DO  Tidak ada pergerakan
- Gangguan status mental ortostatikhipertensi 6. Monitor tekanan
- Perubahan perilaku  Komunikasi jelas intrkranial dan respon
- Perubahan respon  Menunjukkan konsentrasi nerologis
motorik dan orientasi 7. Catat perubahan pasien
- Perubahan reaksi pupil  Pupil seimbang dan dalam merespon stimulus
- Kesulitan menelan reaktif 8. Monitor status cairan
- Kelemahan atau paralisis  Bebas dari aktivitas 9. Pertahankan parameter
ekstrermitas kejang hemodinamik
- Abnormalitas bicara 10. Tinggikan kepala 0-45o
 Tidak mengalami nyeri
tergantung pada konsisi
kepala
pasien dan order medis
2 Nyeri akut b/d: NOC : NIC :
Agen injuri (biologi,  Pain Level, 1. Lakukan pengkajian
kimia, fisik,  pain control, nyeri secara komprehensif
psikologis), kerusakan  comfort level termasuk lokasi,
jaringan Setelah dilakukan tinfakan karakteristik, durasi,
DS: keperawatan selama …. frekuensi, kualitas dan
- Laporan secara verbal Pasien tidak mengalami faktor presipitasi
DO: nyeri, dengan 2. Observasi reaksi
- Posisi untuk menahan kriteria hasil: nonverbal dari
nyeri • Mampu mengontrol ketidaknyamanan
- Tingkah laku berhati- nyeri 3. Bantu pasien dan
hati (tahu penyebab nyeri, keluarga untuk mencari dan
- Gangguan tidur (mata mampu menggunakan Menemukan dukungan
sayu, tampak capek, sulit tehnik 4. Kontrol lingkungan yang
atau kacau, menyeringai) nonfarmakologi untuk dapat mempengaruhi nyeri
- Terfokus pada diri mengurangi nyeri, mencari seperti suhu ruangan,
sendiri bantuan) pencahayaan dan
- Fokus menyempit • Melaporkan bahwa kebisingan
(penurunan persepsi nyeri 5. Kurangi faktor
waktu, kerusakan proses berkurang dengan presipitasi nyeri
berpikir, penurunan menggunakan manajemen 6. Kaji tipe dan sumber
interaksi dengan orang nyeri nyeri untuk menentukan
dan lingkungan) • Mampu mengenali intervensi
- Tingkah laku distraksi, nyeri 7. Ajarkan tentang teknik
contoh : jalan-jalan, (skala, intensitas, frekuensi non farmakologi: napas
menemui orang lain dan tanda nyeri) dalam, relaksasi, distraksi,
dan/atau aktivitas, • Menyatakan rasa kompres hangat/ dingin
aktivitas berulang-ulang) nyaman 8. Berikan analgetik untuk
- Respon autonom setelah nyeri berkurang mengurangi nyeri: ……...
(seperti diaphoresis, • Tanda vital dalam 9. Tingkatkan istirahat
perubahan tekanan darah, rentang 10. Berikan informasi
perubahan nafas, nadi dan normal tentang nyeri seperti
dilatasi pupil) • Tidak mengalami penyebab nyeri, berapa
- Perubahan autonomic gangguan lama nyeri akan berkurang
dalam tonus otot tidur dan antisipasi
(mungkin dalam rentang ketidaknyamanan dari
dari lemah ke kaku) prosedur
- Tingkah laku ekspresif Monitor vital sign sebelum
(contoh : gelisah, dan sesudah pemberian
merintih, menangis, analgesik pertama kali
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan
3 Kerusakan integritas NOC : NIC :
kulit  Tissue Integrity : Skin Pressure Management
berhubungan dengan : and Mucous Membranes 1. Anjurkan pasien untuk
Eksternal :  Wound Healing : primer menggunakan pakaian
- Hipertermia atau dan sekunder yang longgar
hipotermia Setelah dilakukan 2. Hindari kerutan pada
- Substansi kimia tindakan keperawatan tempat tidur
- Kelembaban selama…..kerusakan 3. Jaga kebersihan kulit
- Faktor mekanik integritas kulit pasien agar tetap bersih dan
(misalnya : alat yang teratasi dengan kriteria kering
dapat menimbulkan hasil: 4. Mobilisasi pasien (ubah
luka, tekanan, restraint)  Integritas kulit yang baik posisi pasien) setiap dua
- Immobilitas fisik bisa dipertahankan jam sekali
- Radiasi (sensasi, elastisitas, 5. Monitor kulit akan
- Usia yang ekstrim temperatur, hidrasi, adanya kemerahan
- Kelembaban kulit pigmentasi) 6. Oleskan lotion atau
- Obat-obatan  Tidak ada luka/lesi pada minyak/baby oil pada
Internal : kulit derah yang tertekan
- Perubahan status  Perfusi jaringan baik 7. Monitor aktivitas dan
metabolik  Menunjukkanpemahaman mobilisasi pasien
- Tonjolan tulang dalam proses perbaikan 8. Monitor status nutrisi
- Defisit imunologi kulit dan mencegah pasien
- Berhubungan dengan terjadinya sedera berulan 9. Memandikan pasien
dengan  Mampu melindungi kulit dengan sabun dan air
perkembangan dan mempertahankan hangat
- Perubahan sensasi  kelembaban kulit dan 10. Kaji lingkungan dan
- Perubahan status nutrisi peralatan yang
perawatan alami
(obesitas, kekurusan) menyebabkan tekanan
 Menunjukkan terjadinya
- Perubahan status cairan 11. Observasi luka : lokasi,
proses penyembuhan luka
- Perubahan pigmentasi dimensi, kedalaman
- Perubahan sirkulasi luka,
- - Perubahan turgor karakteristik,warna
(elastisitas kulit) cairan, granulasi,
DO: jaringan nekrotik, tanda-
- Gangguan pada bagian tanda infeksi lokal,
tubuh formasi traktus
- Kerusakan lapisa kulit 12. Ajarkan pada keluarga
(dermis) tentang luka dan
- Gangguan permukaan perawatan luka
kulit 13. Kolaburasi ahli gizi
(epidermis) pemberian diae TKTP,
vitamin
14. Cegah kontaminasi
feses dan urin
15. Lakukan tehnik
perawatan luka dengan
steril
16. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan
pada Luka
4 Risiko infeksi NOC : NIC :
Faktor-faktor risiko :  Immune Status 1. Pertahankan teknik
- Prosedur Infasif  Knowledge : Infection aseptif
- Kerusakan jaringan dan control 2. Batasi pengunjung bila
peningkatan paparan  Risk control perlu
lingkungan Setelah dilakukan tindakan 3. Cuci tangan setiap
- Malnutrisi keperawatan selama…… sebelum dan sesudah
- Peningkatan paparan pasien tidak mengalami tindakan keperawatan
lingkungan patogen infeksi 4. Gunakan baju, sarung
- Imonusupresi dengan kriteria hasil: tangan sebagai alat
- Tidak adekuat  Klien bebas dari tanda pelindung
pertahanan dan gejala infeksi 5. Ganti letak IV perifer
sekunder (penurunan Hb,  Menunjukkan dan dressing sesuai
Leukopenia, penekanan kemampuan untuk dengan petunjuk umum
respon mencegah timbulnya 6. Gunakan kateter
inflamasi) infeksi intermiten untuk
- Penyakit kronik  Jumlah leukosit dalam menurunkan infeksi
- Imunosupresi batas normal kandung kencing
- Malnutrisi  Menunjukkan perilaku 7. Tingkatkan intake
- Pertahan primer tidak hidup sehat nutrisi
adekuat  Status imun, 8. Berikan terapi
(kerusakan kulit, trauma gastrointestinal, antibiotik:......................
jaringan, gangguan genitourinaria dalam 9. Monitor tanda dan
peristaltik) batas normal gejala infeksi sistemik
dan local
10. Pertahankan teknik
isolasi k/p
11. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
12. Monitor adanya luka
13. Dorong masukan cairan
14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
16. Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia
setiap 4 jam
5 Gangguan mobilitas NOC : NIC :
fisik Berhubungan  Joint Movement : Active Exercise therapy :
dengan :  Mobility Level ambulation
- Gangguan metabolisme  Self care : ADLs 1. Monitoring vital sign
sel  Transfer performance sebelm/sesudah latihan
- Keterlembatan Setelah dilakukan tindakan dan lihat respon pasien
perkembangan keperawatan saat latihan
- Pengobatan selama….gangguan 2. Konsultasikan dengan
- Kurang support mobilitas terapi fisik tentang
lingkungan fisik teratasi dengan kriteria rencana ambulasi sesuai
- Keterbatasan ketahan hasil: dengan kebutuhan
kardiovaskuler  Klien meningkat dalam 3. Bantu klien untuk
- Kehilangan integritas aktivitas fisik menggunakan tongkat
struktur  Mengerti tujuan dari saat berjalan dan cegah
tulang peningkatan mobilitas terhadap cedera
- Terapi pembatasan gerak  Memverbalisasikan 4. Ajarkan pasien atau
- Kurang pengetahuan perasaan dalam tenaga kesehatan lain
tentang meningkatkan tentang teknik ambulasi
kegunaan pergerakan fisik kekuatandan kemampuan 5. Kaji kemampuan
- Indeks massa tubuh berpindah pasien dalam mobilisasi
diatas 75  Memperagakan 6. Latih pasien dalam
tahun percentil sesuai penggunaan alat pemenuhan kebutuhan
dengan  Bantu untuk mobilisasi ADLs secara mandiri
usia (walker) sesuai kemampuan
- Kerusakan persepsi 7. Dampingi dan Bantu
sensori pasien saat mobilisasi
- Tidak nyaman, nyeri dan bantu penuhi
- Kerusakan kebutuhan ADLs ps.
muskuloskeletal dan 8. Berikan alat Bantu jika
neuromuskuler klien memerlukan.
- Intoleransi 9. Ajarkan pasien
aktivitas/penurunan bagaimana merubah
kekuatan dan stamina posisi dan berikan
- Depresi mood atau bantuan jika diperlukan
cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan
otot,
kontrol dan atau masa
- Keengganan untuk
memulai
gerak
- Gaya hidup yang
menetap,
tidak digunakan,
deconditioning
- Malnutrisi selektif atau
umum
DO:
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan merubah
posisi
- Perubahan gerakan
(penurunan
untuk berjalan, kecepatan,
kesulitan memulai
langkah
pendek)
- Keterbatasan motorik
kasar dan
halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas
pendek
atau tremor
- Ketidak stabilan posisi
selama
melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat
dan tidak terkoordinasi

6 Gangguan pola tidur NOC: NIC :


berhubungan  Anxiety Control Sleep Enhancement
dengan:  Comfort Level 1. Determinasi efek-efek
- Psikologis : usia tua,  Pain Level medikasi terhadap pola
kecemasan,  Rest : Extent and Pattern tidur
agen biokimia, suhu  Sleep : Extent ang Pattern 2. Jelaskan pentingnya tidur
tubuh, pola Setelah dilakukan tindakan yang adekuat
aktivitas, depresi, keperawatan selama …. 3. Fasilitasi untuk
kelelahan, takut, gangguan pola tidur pasien mempertahankan
kesendirian. teratasi dengan kriteria aktivitas sebelum tidur
- Lingkungan : hasil: (membaca) Ciptakan
kelembaban,  Jumlah jam tidur dalam lingkungan yang nyaman
kurangnya batas normal 4. Kolaburasi pemberian
privacy/kontrol tidur,  Pola tidur,kualitas obat tidur
pencahayaan, medikasi dalam batas normal
(depresan, Perasaan fresh sesudah
stimulan),kebisingan. tidur/istirahat
Fisiologis : Demam,  Mampu
mual, posisi, mengidentifikasi hal-hal
urgensi urin. yang meningkatkan tidur
DS:
- Bangun lebih awal/lebih
lambat
- Secara verbal
menyatakan tidak
fresh sesudah tidur
DO :
- Penurunan kemempuan
fungsi
- Penurunan proporsi
tidur REM
- Penurunan proporsi
pada tahap
3 dan 4 tidur.
- Peningkatan proporsi
pada tahap
1 tidur
- Jumlah tidur kurang dari
normal
sesuai usia
7 Kecemasan berhubungan NOC : NIC :
dengan  Kontrol kecemasan Anxiety Reduction
Faktor keturunan, Krisis  Koping (penurunan kecemasan)
situasional, Stress, Setelah dilakukan asuhan 1. Gunakan pendekatan
perubahan selama……klien kecemasan yang menenangkan
status kesehatan, ancaman teratasi dgn criteria hasil: 2. Nyatakan dengan jelas
kematian, perubahan  Klien mampu harapan terhadap pelaku
konsep diri, mengidentifikasi dan 3. pasienJelaskan semua
kurang pengetahuan dan mengungkapkan gejala prosedur dan apa yang
hospitalisasi cemas dirasakan selama
DO/DS:  Mengidentifikasi, prosedur
- Insomnia mengungkapkan dan 4. Temani pasien untuk
- Kontak mata kurang menunjukkan tehnik untuk memberikan keamanan
- Kurang istirahat mengontol cemas dan mengurangi takut
- Berfokus pada diri  Vital sign dalam batas 5. Berikan informasi
sendiri normal faktual mengenai
- Iritabilitas  Postur tubuh, ekspresi diagnosis, tindakan
- Takut wajah, bahasa tubuh dan prognosis
- Nyeri perut tingkat aktivitas 6. Libatkan keluarga untuk
- Penurunan TD dan menunjukkan mendampingi klien
denyut nadi berkurangnya kecemasan 7. Instruksikan pada
- Diare, mual, kelelahan pasien untuk
- Gangguan tidur menggunakan tehnik
- Gemetar relaksasi
- Anoreksia, mulut kering 8. Dengarkan dengan
- Peningkatan TD, denyut penuh perhatian
nadi, Identifikasi tingkat
RR kecemasan
- Kesulitan bernafas 9. Bantu pasien mengenal
- Bingung situasi yang
- Bloking dalam menimbulkan
pembicaraan kecemasan
- Sulit berkonsentrasi 10. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi Kelola
pemberian obat anti
cemas:........

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Sudarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol-2, EGC, Jakarta,
2002.

Cholik dan Saiful, Buku Ajar Trauma Kepala Asuhan Keperawatan Klien dengan
Cidera Kepala,, Ardana Media, Yogyakarta, 2007.

NANDA. (2012). NANDA Internasional: Diagnosis keperawatan definisi dan


klasifikasi. Jakarta: EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2015-2016. Jakarta:
Prima Medika

Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis Edisi VI, EGC, Jakarta, 1996.

Santosa, Budi (editor), Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006,Definisi


dan Klasifikasi, Prima Medika, Jakarta, 2005.

Suriadi, Yuliani, Rita, Asuhan Keperawatan pada Anak, Fajar Interpratama,


Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai