Anda di halaman 1dari 31

KEPERAWATAN ANAK

’’Perkembangan Bahasa, Moral, Spiritual,


dan Konsep Diri Pada Anak’’

Kelompok 4

Insana Kamala 1010322020

Ade Rahmayuni 1010322022

Nofririr Rahmi Akbar 1010322024

Yosy Vinaela 1010322026

Fitrah Qalbina 1010322028

Program studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas

2011/2012
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-Nya
kepada kami, sehingga kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Salawat beriring salam tercurahkan pada junjungan kita yaitu Nabi besar Muhammad
SAW.

Makalah ini berjudul “Perkembangan bahasa, moral, spiritual, dan konsep diri pada
anak “ makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak.

Terima kasih kami ucapkan kepada Dosen mata kuliah “ Keperawatan Anak”, yang telah
membantu kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini, serta pada teman-teman Ilmu
Keperawatan Universitas Andalas Angkatan 2010 yang telah memberi dorongan dan
partisipasinya kepada kami.

Sebagai penulis kami sangat menyadari bahwa penulisan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan dan kesalahan,maka untuk itu kami mengharapkan kepada pembaca yang
telah membaca makalah ini kiranya dapat memberikan sumbangsihnya berupa kritikan dan saran
demi kebaikan makalah ini.

Padang, 17 januari 2012

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………...................... ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….. iii

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………… 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………............................... 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………...... 1
1.3 Tujuan ………………………………………….……...................................... 1
BAB II ISI……………………………………………………………….................... 2
2.1 Perkembangan Bahasa pada Anak.................................................................... 2
2.2 Perkembangan Spiritual Anak.......................................................................... 13
2.3 Perkembangan Moral dan Sikap pada Anak.................................................... 16
2.4 Perkembangan Konsep Diri pada Anak........................................................... 23
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………. 27
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………… 27
3.2 Saran……………………………………………………………………….…. 27
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 28
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perkembangan bahasa, moral, spiritual, dan konsep diri pada anak merupakan suatu
komunikasi baik lisan maupun tulisan dimana pikiran dan perasaan seseorang disimbolkan
agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Perkembangan pada anak dimulai pada
bayi, masa kanak-kanak awal, pertengahan dan akhir masa kanak-kanak, serta masa remaja.

1.2 Rumusan masalah

 Apa defenisi dari perkembangan bahasa, moral, spiritual, dan konsep diri pada
anak ?
 Tahap-tahap perkembangan pada anak?
 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pada anak?

1.3 Tujuan

 Mengetahui dan memahami defenisi dari perkembangan bahasa, moral, spiritual,


dan konsep diri pada anak
 Megetahui dan memahami tahap-tahap perkembangan pada anak
 Mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
anak.
.BAB II

ISI

2.1 Perkembangan Bahasa Pada Anak

Bahasa adalah segala bentuk komunikasi baik lisan maupun tertulis di mana pikiran dan
perasaan seseorang disimbolisasikan agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain.

Perkembangan bahasa dapat dipelajari dalam kejadian pada masa bayi, masa kanak –
kanak awal, pertengahan dan akhir masa anak – anak, serta masa remaja.

1. Masa Bayi. Pada masa ini ada beberapa tahap perkembangan kemampuan berbahasa:

 Babling

Pada usia lebih dari 3 minggu, ketika bayi merasa lapar atau tidak nyaman ia akan
mengeluarkan suara tangisan. Berbeda dengan sebelumnya, tangisan yang dikeluarkan telah
dapat dibedakan sesuai dengan keinginan atau perasaan si bayi.

 Lalling

Di usia 3 minggu sampai 2 bulan mulai terdengar suara-suara namun belum jelas. Bayi mulai
dapat mendengar pada usia 2 s/d 6 bulan sehingga ia mulai dapat mengucapkan kata dengan suku
kata yang diulang-ulang, seperti: “ba….ba…, ma..ma….”

 Echolalia

Di tahap ini, yaitu saat bayi menginjak usia 10 bulan ia mulai meniru suara-suara yang di
dengar dari lingkungannya, serta ia juga akan menggunakan ekspresi wajah atau isyarat tangan
ketika ingin meminta sesuatu.
 True Speech

Bayi mulai dapat berbicara dengan benar. Saat itu usianya sekitar 18 bulan atau biasa disebut

batita. Namun, pengucapannya belum sempurna seperti orang dewasa.

2. Masa Kanak – kanak Awal, seiring anak – anak meninggalkan tahapan dua kata,
mereka bergerak lebih cepat ke dalam kombinasi tiga, empat, dan lima kata. Transisi
dari kalimat sederhana untuk mengekspresikan proposi tunggal menjadi kalimat
kompleks, dimulai antara umur 2-3 tahun dan berlanjut ke tahun – tahun sekolah
dasar (Bloom, 1998). Perubahan substansial dalam pragmatik terjadi selama masa
kanak – kanak awal. Sekitar umur 3 tahun, anak – anak meningkatkan kemampuan
mereka untuk berbicara mengenai hal – hal yang tidak hadir secara fisik. Artinya,
mereka mengalami kemajuan dalam penguasaan atas karakteristik - karakteristik
bahasa yang dikenal sebagai pemindahan (displacement).

3. Masa Kanak – kanak Pertengahan dan Akhir, perkembangan perbendaharaan kata


terus berlanjut pada tingkat yang mengagumkan, bagi sebagian besar anak pada usia –
usia sekolah dasar. Anak – anak menjadi semakin mampu untuk memahami dan
menggunakan tata bahasa yang kompleks. Kesadaran metalinguistik (metalinguistic
awareness) juga meningkat selama tahun – tahun sekolah dasar. Kesadaran
metalinguistik merujuk pada pengetahuan mengenai bahasa, yang memungkinkan
anak – anak untuk ‘ berpikir mengenai bahasa mereka, mamahami apakah kata itu,
dan bahkan mendefinisikannya’ (Berko Gleason, 2005, hal. 4). Anak – anak juga
membuat kemajuan dalam memahami bagaimana cara menggunakan bahasa dalam
cara yang sesuai cultural – pragmatic.

4. Masa Remaja, perkembangan bahasa selama masa remaja meliputi peningkatan


kompleksitas dalam penggunaan kata – kata. Seiring dengan berkembangnya
pemikiran abstrak, remaja menjadi jauh lebih baik dibandingkan anak – anak dalam
menganalisis fungsi yang dimainkan sebuah kata dalam sebuah kalimat. Remaja juga
mengembangkan kemampuan yang lebih cerdik dalam menggunakan kata – kata.
Pada masa remaja, perubahan bahasa meliputi penggunaan kata yang lebih efektif,
peningkatan dalam kemampuan untuk memahami metafora, sindiran, dan karya sastra
orang dewasa, serta menulis.

Tahapan Perkembangan Bahasa Pada Anak Menurut Beberapa Ahli

 Lundsteen, membagi perkembangan bahasa dalam 3 tahap, yaitu:

1. Tahap pralinguistik
- Pada usia 0-3 bulan, bunyinya di dalam dan berasal dari tenggorok.
- Pada usia 3-12 bulan, banyak memakai bibir dan langit-langit, misalnya ma, da, ba.

2. Tahap protolinguitik
- Pada usia 12 bulan-2 tahun, anak sudah mengerti dan menunjukkan alat-alat tubuh. Ia mulai
berbicara beberapa patah kata (kosa katanya dapat mencapai 200-300).
3. Tahap linguistik
- Pada usia 2-6 tahun atau lebih, pada tahap ini ia mulai belajar tata bahasa dan perkembangan
kosa katanya

Periode linguistik terbagi dalam tiga fase besar, yaitu:

a. Fase satu kata atau Holofrase

Pada fase ini anak mempergunakan satu kata untuk menyatakan pikiran yang kompleks,
baik yang berupa keinginan, perasaan atau temuannya tanpa perbedaan yang jelas. Misalnya kata
duduk, bag: anak dapat berarti “saya mau duduk”, atau kursi tempat duduk, dapat juga berarti
“mama sedang duduk”. Orang tua baru dapat mengerti dan memahami apa yang dimaksudkan
oleh anak tersebut, apabila kiia tahu dalam konteks apa kata tersrbut diucapkan, sambil
mcngamati mimik (ruut muka) gerak serta bahasa tubuh lainnya. Pada umumnya kata pertama
yang diurapkan oleh anak adalah kata benda, setelah beberapa waktu barulah disusul dengan kata
kerja.
b. Fase lebih dari satu kata

Fase dua kata muncul pada anak berusia sekkar 18 bulan. Pada fase ini anak sudah dapat
mcmbuat kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata. Kalimat tersebut kadang-kadang terdiri
dari pokok kalimat dan predikat, kadang-kadang pokok kalimat dengan obyek dengan tata
bahasa yang tidak benar. Setelah dua kata, muncullah kalimat dengan tiga kata, diikuti oleh
empat kata dan seterusnya. Pada periode ini bahasa yang digunakan oleh anak tidak lagi
egosentris, dari dan uniuk dirinya sendiri. Mulailah mcngadakan komunikasi dengan orang lain
secara lancar. Orang tua mulai melakukan tanya jawab dengan anak secara sederhana. Anak pun
mulai dapat bercerita dengan kalimat-kalimatnya sendiri yang sederhana.

c. Fase ketiga adalah fase diferensiasi

Periode terakhir dari masa balita yang berlangsung antara usia dua setengah sampai lima
tahun. Keterampilan anak dalam berbicara mulai lancar dan berkembang pesat. Dalam berbicara
anak bukan saja menambah kosakatanya yang mengagumkan akan tetapi anak mulai mampu
mengucapkan kata demi kata sesuai dengan jenisnya, terutama dalam pemakaian kata benda dan
kata kerja. Anak telah mampu mempergunakan kata ganti orang “saya” untuk menyebut dirinya,
mampu mempergunakan kata dalam bentuk jamak, awalan, akhiran dan berkomunikasi lebih
lancar lagi dengan lingkungan. Anak mulai dapat mengkritik, bertanya, menjawab, memerintah,
member! tahu dan bentuk-bentuk kalimat lain yang umum untuk satu pembicaraan “gaya”
dewasa.

 Bzoch membagi tahapan perkembangan bahasa anak dari lahir sampai usia 3
tahun dalam empat stadium, yaitu:

1. Perkembangan bahasa bayi sebagai komunikasi prelinguistik

Terjadi pada umur 0-3 bulan dari periode lahir sampai akhir tahun pertama. Bayi baru
lahir belum bisa menggabungkan elemen bahasa baik isi, bentuk, dan pemakaian bahasa. Selain
belum berkembangnya bentuk bahasa konvensional, kemampuan kognitif bayi juga belum
berkembang. Komunikasi lebih bersifat reflektif daripada terencana. Periode ini disebut
prelinguistik. Meskipun bayi belum mengerti dan belum bisa mengungkapkan bentuk bahasa
konvensional, mereka mengamati dan memproduksi suara dengan cara yang unik.

2. Kata – kata pertama : transisi ke bahasa anak

Terjadi pada umur 3-9 bulan. Salah satu perkembangan bahasa utama milestone adalah
pengucapan kata-kata pertama yang terjadi pada akhir tahun pertama, berlanjut sampai satu
setengah tahun saat pertumbuhan kosa kata berlangsung cepat, juga tanda dimulainya
pembetukan kalimat awal. Berkembangnya kemampuan kognitif, adanya kontrol, dan
interpretasi emosional di periode ini akan memberi arti pada kata-kata pertama anak.

Arti kata-kata pertama mereka dapat merujuk ke benda, orang, tempat, dan kejadian-
kejadian di seputar lingkungan awal anak.

3. Perkembangan kosa kata yang cepat-Pembentukan kalimat awal.

Terjadi pada umur 9-18 bulan. Bentuk kata-kata pertama menjadi banyak dan dimulainya
produksi kalimat. Perkembangan komprehensif dan produksi kata-kata berlangsung cepat pada
sekitar umur 18 bulan. Anak mulai bisa menggabungkan kata benda dengan kata kerja yang
kemudian menghasilkan sintaks. Melalui interaksinya dengan orang dewasa, anak mulai belajar
mengkonsolidasikan isi, bentuk, dan pemakaian bahasa dalam percakapannya. Dengan semakin
berkembangnya kognisi dan pengalaman afektif, anak mulai bisa berbicara memakai kata-kata
yang tersimpan dalam memorinya. Terjadi pergeseran dari pemakaian kalimat satu kata menjadi
bentuk kata benda dan kata kerja.

4. Dari percakapan bayi menjadi registrasi anak pra sekolah yang menyerupai orang
dewasa.

Terjadi pada umur 18-36 bulan. Anak dengan mobilitas yang mulai meningkat memiliki
akses ke jaringan sosial yang lebih luas dan perkembangan kognitif menjadi semakin dalam.
Anak mulai berpikir konseptual, mengkategorikan benda, orang, dan peristiwa serta dapat
menyelesaikan masalah fisik. Anak terus mengembangkan pemakaian bentuk fonem dewasa

Perkembangan bahasa pada anak dapat dilihat juga dari pemerolehan bahasa menurut
komponen-komponennya, yaitu:

1. Perkembangan Pragmatik

Perkembangan komunikasi anak sesungguhnya sudah dimulai sejak dini, pertama-tama


dari tangisannya bila bayi merasa tidak nyaman, misalnya karena lapar, popok basah. Dari sini
bayi akan belajar bahwa ia akan mendapat perhatian ibunya atau orang lain saat ia menangis
sehingga kemudian bayi akan menangis bila meminta orang dewasa melakukan sesuatu buatnya.
- Pada usia 3 minggu, bayi tersenyum saat ada rangsangan dari luar, misalnya wajah seseorang,
tatapan mata, suara, dan gelitikan. Ini disebut senyum sosial.

- Pada usia 12 minggu, mulai dengan pola dialog sederhana berupa suara balasan bila ibunya
memberi tanggapan.

- Pada usia 2 bulan, bayi mulai menanggapi ajakan komunikasi ibunya.

- Pada usia 5 bulan, bayi mulai meniru gerak gerik orang, mempelajari bentuk ekspresi wajah. -
Pada usia 6 bulan, bayi mulai tertarik dengan benda-benda sehinga komunikasi menjadi
komunikasi ibu, bayi, dan benda-benda.

- Pada usia 7-12 bulan, anak menunjuk sesuatu untuk menyatakan keinginannya. Gerak-gerik ini
akan berkembang disertai dengan bunyi-bunyi tertentu yang mulai konsisten. Pada masa ini
sampai sekitar 18 bulan, peran gerak-gerik lebih menonjol dengan penggunaan satu suku kata. -
Pada usia 2 tahun, anak kemudian memasuki tahap sintaksis dengan mampu merangkai kalimat
dua kata, bereaksi terhadap pasangan bicaranya dan masuk dalam dialog singkat. Anak mulai
memperkenalkan atau merubah topik dan mulai belajar memelihara alur percakapan dan
menangkap persepsi pendengar. Perilaku ibu yang fasilitatif akan membantu anaknya dalam
memperkenalkan topik baru.
- Lewat umur 3 tahun, anak mulai berdialog lebih lama sampai beberapa kali giliran. Lewat umur
ini, anak mulai mampu mempertahankan topik yang selanjutnya mulai membuat topik baru.
Hampir 50 persen anak 5 tahun dapat mempertahankan topik melalui 12 kali giliran. Sekitar 36
bulan, terjadi peningkatan dalam keaktifan berbicara dan anak memperoleh kesadaran sosial
dalam percakapan.

Ucapan yang ditujukan pada pasangan bicara menjadi jelas, tersusun baik dan teradaptasi
baik untuk pendengar. Sebagian besar pasangan berkomunikasi anak adalah orang dewasa,
biasanya orang tua. Saat anak mulai membangun jaringan sosial yang melibatkan orang diluar
keluarga, mereka akan memodifikasi pemahaman diri dan bayangan diri serta menjadi lebih
sadar akan standar sosial. Lingkungan linguistik memiliki pengaruh bermakna pada proses
belajar berbahasa. Ibu memegang kontrol dalam membangun dan mempertahankan dialog yang
benar. Ini berlangsung sepanjang usia pra sekolah. Anak berada pada fase mono dialog,
percakapan sendiri dengan kemauan untuk melibatkan orang lain. Monolog kaya akan lagu,
suara, kata-kata tak bermakna, fantasi verbal dan ekspresi perasaan.

2. Perkembangan Semantik

Karena faktor lingkungan sangat berperan dalam perkembangan semantik, maka pada
umur 6-9 bulan anak telah mengenal orang atau benda yang berada di sekitarnya. Leksikal dan
pemerolehan konsep berkembang pesat pada masa prasekolah. Terdapat indikasi bahwa anak
dengan kosa kata lebih banyak akan lebih popular di kalangan teman-temannya. Diperkirakan
terjadi penambahan lima kata perhari di usia 1,5 sampai 6 tahun. Pemahaman kata bertambah
tanpa pengajaran langsung orang dewasa.

Terjadi strategi pemetaan yang cepat diusia ini sehingga anak dapat menghubungkan
suatu kata dengan rujukannya. Pemetaan yang cepat adalah langkah awal dalam proses
pemerolehan leksikal. Selanjutnya secara bertahap anak akan mengartikan lagi informasi-
informasi baru yang diterima. Definisi kata benda anak usia pra sekolah meliputi properti fisik
seperti bentuk, ukuran dan warna, properti fungsi, properti pemakaian, dan lokasi. Definisi kata
kerja anak prasekolah juga berbeda dari kata kerja orang dewasa atau anak yang lebih besar.
Anak prasekolah dapat menjelaskan siapa, apa, kapan, di mana, untuk apa, untuk siapa,
dengan apa, tapi biasanya mereka belum memahami pertanyaan bagaimana dan mengapa atau
menjelaskan proses. Anak akan mengembangkan kosa katanya melalui cerita yang dibacakan
orang tuanya. Begitu kosa kata berkembang, kebutuhan untuk mengorganisasikan kosa kata akan
lebih meningkat dan beberapa jaringan semantik atau antar relasi akan terbentuk.

3. Perkembangan Sintaksis

Susunan sintaksis paling awal terlihat pada usia kira-kira 18 bulan walaupun pada beberapa
anak terlihat pada usia 1 tahun bahkan lebih dari 2 tahun. Awalnya berupa kalimat dua kata.
Rangkaian dua kata, berbeda dengan masa “kalimat satu kata” sebelumnya yang disebut masa
holofrastis. Kalimat satu kata bisa ditafsirkn dengan mempertimbangkan konteks
penggunaannya. Hanya mempertimbangkan arti kata semata-mata tidaklah mungkin kita
menangkap makna dari kalimat satu kata tersebut. Peralihan dari kalimat satu kata menjadi
kalimat yang merupakan rangkaian kata terjadi secara bertahap. Pada waktu kalimat pertama
terbentuk yaitu penggabugan dua kata menjadi kalimat, rangkaian kata tersebut berada pada
jalinan intonasi. Jika kalimat dua kata memberi makna lebih dari satu maka anak
membedakannya dengan menggunakan pola intonasi yang berbeda. Perkembangan pemerolehan
sintaksis meningkat pesat pada waktu anak menjalani usia 2 tahun dan mencapai puncaknya pada
akhir usia 2 tahun.

4. Perkembangan Morfologi

Periode perkembangan ditandai dengan peningkatan panjang ucapan rata-rata yang


diukur dalam morfem. Panjang rata-rata ucapan, mean length of utterance (MLU) adalah alat
prediksi kompleksitas bahasa pada anak yang berbahasa Inggris. MLU sangat erat berhubungan
dengan usia dan merupakan prediktor yang baik untuk perkembangan bahasa. Dari usia 18 bulan
sampai 5 tahun MLU meningkat kira-kira 1,2 morfem per tahun. Penguasaan morfem mulai
terjadi saat anak mulai merangkai kata sekitar usia 2 tahun. Beberapa sumber yang membahas
tentang morfem dalam kaitannya dengan morfologi semuanya merupakan Bahasa Inggris yang
sangat berbeda dengan Bahasa Indonesia.
5. Perkembangan Fonologi

Perkembangan fonologi melalui proses yang panjang dari dekode bahasa. Sebagian besar
konstruksi morfologi anak akan tergantung pada kemampuannya menerima dan memproduksi
unit fonologi. Selama usia prasekolah, anak tidak hanya menerima inventaris fonetik dan sistem
fonologi tapi juga mengembangkan kemampuan menentukan bunyi mana yang dipakai untuk
membedakan makna. Pemerolehan fonologi berkaitan dengan proses konstruksi suku kata yang
terdiri dari gabungan vokal dan konsonan. Bahkan dalam babbling, anak menggunakan
konsonan-vokal (KV) atau konsonan-vokal-konsonan (KVK). Proses lainnya berkaitan dengan
asimilasi dan substitusi sampai pada persepsi dan produksi suara.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anak dalam Berbahasa

Ada tiga faktor paling signifikan yang mempengaruhi anak dalam berbahasa, yaitu
biologis, kognitif,dan linkungan
1. Evolusi Biologi

Evolusi biologis menjadi salah satu landasan perkembangan bahasa. Mereka menyakini
bahwa evolusi biologi membentuk manusia menjadi manusia linguistik. Noam Chomsky (1957)
meyakini bahwa manusia terikat secara biologis untuk mempelajari bahasa pada suatu waktu
tertentu dan dengan cara tertentu. Ia menegaskan bahwa setiap anak mempunyai language
acquisition device (LAD), yaitu kemampuan alamiah anak untuk berbahasa. Tahun-tahun awal
masa anak-anak merupakan periode yang penting untuk belajar bahasa (critical-period). Jika
pengenalan bahasa tidak terjadi sebelum masa remaja, maka ketidakmampuan dalam
menggunakan tata bahasa yang baik akan dialami seumur hidup.

Selain itu, adanya periode penting dalam mempelajari bahasa bisa dibuktikan salah
satunya dari aksen orang dalam berbicara. Menurut teori ini, jika orang berimigrasi setelah
berusia 12 tahun kemungkinan akan berbicara bahasa negara yang baru dengan aksen asing pada
sisa hidupnya, tetapi kalau orang berimigrasi sebagai anak kecil, aksen akan hilang ketika bahasa
baru akan dipelajari (Asher & Gracia, 1969).
2. Faktor kognitif

Individu merupakan satu hal yang tidak bisa dipisahkan pada perkembangan bahasa anak.
Para ahli kognitif juga menegaskan bahwa kemampuan anak berbahasa tergantung pada
kematangan kognitifnya (Piaget,1954). Tahap awal perkembangan intelektual anak terjadi dari
lahir sampai berumur 2 tahun. Pada masa itu anak mengenal dunianya melalui sensasi yang
didapat dari inderanya dan membentuk persepsi mereka akan segala hal yang berada di luar
dirinya. Misalnya, sapaan lembut dari ibu/ayah ia dengar dan belaian halus, ia rasakan, kedua hal
ini membentuk suatu simbol dalam proses mental anak. Perekaman sensasi nonverbal
(simbolik) akan berkaitan dengan memori asosiatif yang nantinya akan memunculkan suatu
logika.

Bahasa simbolik itu merupakan bahasa yang personal dan setiap bayi pertama kali
berkomunikasi dengan orang lain menggunakan bahasa simbolik. Sehingga sering terjadi hanya
ibu yang mengerti apa yang diinginkan oleh anaknya dengan melihat/mencermati bahasa simbol
yang dikeluarkan oleh anak. Simbol yang dikeluarkan anak dan dibahasakan oleh ibu itulah yang
nanti membuat suatu asosiasi, misalnya saat bayi lapar, ia menangis dan memasukkan tangan ke
mulut, dan ibu membahasakan, “lapar ya.. mau makan?”

3. lingkungan luar

Sementara itu, di sisi lain proses penguasaan bahasa tergantung dari stimulus dari
lingkungan. Pada umumnya, anak diperkenalkan bahasa sejak awal perkembangan mereka, salah
satunya disebut motherse, yaitu cara ibu atau orang dewasa, anak belajar bahasa melalui proses
imitasi dan perulangan dari orang-orangdisekitarnya.

Bahasa pada bayi berkembang melalui beberapa tahapan umum:

 mengoceh (3-6 bulan)


 kata pertama yang dipahami (6-9 bulan)
 instruksi sederhana yang dipahami (9-12 bulan)
 kata pertama yang diucapkan (10-15 bulan)
 penambahan dan penerimaan kosa kata (lebih dari 300 kata pada usia 2 tahun).
 tiga tahun ke depan kosa kata akan berkembang lebih pesat lagi

Pengenalan bahasa yang lebih dini dibutuhkan untuk memperoleh ketrampilan bahasa yang
baik. Tiga faktor diatas saling mendukung untuk menghasilakan kemampuan berbahasa
maksimal. Orang tua, khususnya, harus memberikan stimulus yang positif pada pengembangan
keterampilan bahasa pada anak, seperti berkomunikasi pada anak dengan kata-kata yang baik
dan mendidik, berbicara secara halus, dan sebisa mungkin membuat anak merasa nyaman dalam
suasana kondusif rumah tangga yang harmonis, rukun, dan damai. Hal tersebut dapat
menstimulus anak untuk bisa belajar berkomunikasi dengan baik karena jika anak distimulus
secara positif maka akan mungkin untuk anak merespon secara positif pula.

Ada beberapa gangguan yang perlu diperhatikan orangtua:

1. Disfasia
Adalah gangguan perkembangan bahasa yang tidak sesuai dengan perkembangan kemampuan
anak seharusnya. Ditengarai gangguan ini muncul karena adanya ketidaknormalan pada pusat
bicara yang ada di otak. Anak dengan gangguan ini pada usia setahun belum bisa mengucapkan
kata spontan yang bermakna, misalnya mama atau papa. Kemampuan bicara reseptif
(menangkap pembicaraan orang lain) sudah baik tapi kemampuan bicara ekspresif
(menyampaikan suatu maksud) mengalami keterlambatan. Karena organ bicara sama dengan
organ makan, maka biasanya anak ini mempunyai masalah dengan makan atau menyedot susu
dari botol.

2.Gangguan disintegratif pada kanak-kanak (Childhood Diintegrative Disorder/CDD)


Pada usia 1-2 tahun, anak tumbuh dan berkembang dengan normal, kemudian kehilangan
kemampuan yang telah dikuasainya dengan baik. Anak berkembang normal pada usia 2 tahun
pertama seperti kemampuan komunikasi, sosial, bermain dan perilaku. Namun, kemampuan itu
terganggu sebelum usia 10 tahun, yang terganggu di antaranya adalah kemampuan bahasa,
sosial, dan motorik.

3.Sindrom Asperger
Gejala khas yang timbul adalah gangguan interaksi sosial ditambah gejala keterbatasan dan
pengulangan perilaku, ketertarikan, dan aktivitas. Anak dengan gangguan ini mempunyai
gangguan kualitatif dalam interaksi sosial. Ditandai dengan gangguan penggunaan beberapa
komunikasi nonverbal (mata, pandangan, ekspresi wajah, sikap badan), tidak bisa bermain
dengan anak sebaya, kurang menguasai hubungan sosial dan emosional.

4.Gangguan Multisystem Development Disorder (MSDD)


MSDD digambarkan dengan ciri-ciri mengalami problem komunikasi, sosial, dan proses sensoris
(proses penerimaan rangsang indrawi). Ciri-cirinya yang jelas adalah reaksi abnormal, bisa
kurang sensitif atau hipersensitif terhadap suara, aroma, tekstur, gerakan, suhu, dan sensasi
indera lainnya. Sulit berpartisipasi dalam kegiatan dengan baik, tetapi bukan karena tertarik,
minat berkomunikasi dan interaksi tetap normal tetapi tidak bereaksi secara optimal dalam
interaksinya. Ada masalah yang terkait dengan keteraturan tidur, selera makan, dan aktivitas
rutin lainnya.

2.2 Perkembangan spiritual anak

A. Pengertian Spiritual

Spiritual berasal dari bahasa latin ’’spiritus’’ yang berarti nafas atau udara, spirit memberikan
hidup, menjiwai seseorang. Spirit merupakan arti penting ke hal apa saja yang sekiranya menjadi
pusat dari seluruh aspek kehidupan seseorang. Spiritual adalah suatu yang dipengaruhi oleh
budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan, dan nilai kehidupan. Spiritualitas
mampu menghadirkan cinta, kepercayaan, harapan, melihat arti dari kehidupan dan memelihara
dengan sesama.

Spiritual adalah konsep yang unik pada masing-masing individu ( Farran et al. 1989 ). Masing-
masing individu memiliki defenisi yang berbeda mengenai spiritual, hal ini dipengaruhi oleh
budaya, perkembangan, pengalaman hidup dan ide-ide mereka sendiri tentang hidup.

Menurut Emblen 1992, spiritual sangat sulit untuk didefenisikan. Kata-kata yang digunakan
untuk menjabarkan spiritual termasuk makna, transenden, harapan, cinta, kualitas, hubungan dan
eksistensi. Spiritual menghubungkan antara intrapersonal ( hubungan dengan diri sendiri),
interpersonal (hubungan antara diri sendiri dan orang lain), dan transpersonal (hubungan antara
diri sendiri dengan tuhan/kekuatan gaib). Spiritual adalah suatu kepercayaan dalam hubungan
antar manusia dengan beberapa kekuatan diatasnya, kreatif, kemuliaan atau sumber energi serta
spiritual juga merupakan pencarian arti dalam kehidupan dan pengembangan dari nilai-nilai dan
sistem kepercayaan seseorang yang mana akan terjadi konflik bila pemahamannya dibatasi.
(Hanafi, djuariah. 2005).

B.Karakteristik spiritual

Karakteristik spiritual yang utama meliputi perasaan dari keseluruhan dan keselarasan dalam
diri seorang, dengan orang lain, dan dengan Tuhan atau kekuatan tertinggi sebagai satu
penetapan. Orang-orang, menurut tingkat perkembangan mereka, pengalaman, memperhitungkan
keamanan individu, tanda-tanda kekuatan, dan perasaan dari harapan. Hal itu tidak berarti bahwa
individu adalah puas secara total dengan hidup atau jawaban yang mereka miliki. Seperti setiap
hidup individu berkembang secara normal, timbul situasi yang menyebabkan kecemasan, tidak
berdaya, atau kepusingan.
Karakteristik kebutuhan spiritual meliputi:
a) Kepercayaan
b) Pemaafan
c) Cinta dan hubungan
d) Keyakinan, kreativitas dan harapan
e) Maksud dan tujuan serta anugrah dan harapan
Karakteristik dari kebutuhan spiritual ini menjadi dasar dalam menentukan karakteristik dari
perubahan fungsi spiritual yang akan mengrahkan individu dalam berperilaku, baik itu kearah
perilaku yang adaptif maupun perilaku yang maladaptif.

C.Perkembangan Aspek Spiritual

Pemenuhan aspek spiritual pada klien tidak terlepas dari pandangan terhadap lima dimensi
manusia yang harus dintegrasikan dalam kehidupan. Lima dimensi tersebut yaitu dimensi fisik,
emosional, intelektual, sosial, dan spiritual. Dimensi-dimensi tersebut berada dalam suatu sistem
yang saling berinterksi, interrelasi, dan interdepensi, sehingga adanya gangguan pada suatu
dimensi dapat mengganggu dimensi lainnya. Tahap perkembangan klien dimulai dari lahir
sampai klien meninggal dunia. Perkembangan spiritual manusia dapat dilihat dari tahap
perkembangan mulai dari bayi, anak-anak, pra sekolah, usia sekolah, remaja, desawa muda,
dewasa pertengahan, dewasa akhir, dan lanjut usia. Secara umum tanpa memandang aspek
tumbuh-kembang manusia proses perkembangan aspek spiritual dilhat dari kemampuan
kognitifnya dimulai dari pengenalan, internalisasi, peniruan, aplikasi dan dilanjutkan dengan
instropeksi.

Perkembangan spiritual pada anak sangatlah penting untuk diperhatikan.

1. Individu yang berusia antara 0-18 bulan,


Bayi yang sedang dalam proses tumbuh kembang, yang mempunyai kebutuhan yang spesifik
(fisik, psikologis, sosial, dan spiritual) yang berbeda dengan orang dewasa. Anak adalah
individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungan, artinya membutuhkan
lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar
mandiri. Tahap awal perkembangan manusia dimulai dari masa perkembangan bayi. Haber
(1987) menjelaskan bahwa perkembangan spiritual bayi merupakan dasar untuk perkembangan
spiritual selanjutnya. Bayi memang belum memiliki moral untuk mengenal arti spiritual.
Keluarga yang spiritualnya baik merupakan sumber dari terbentuknya perkembangan spiritual
yang baik pada bayi.
2. Dimensi spiritual mulai menunjukkan perkembangan pada masa kanak-kanak awal (18 bulan-
3 tahun).
Anak sudah mengalami peningkatan kemampuan kognitif. Anak dapat belajar membandingkan
hal yang baik dan buruk untuk melanjuti peran kemandirian yang lebih besar. Tahap
perkembangan ini memperlihatkan bahwa anak-anak mulai berlatih untuk berpendapat dan
menghormati acara-acara ritual dimana mereka merasa tinggal dengan aman. Observasi
kehidupan spiritual anak dapat dimulai dari kebiasaan yang sederhana seperti cara berdoa
sebelum tidur dan berdoa sebelum makan, atau cara anak memberi salam dalam kehidupan
sehari-hari. Anak akan lebih merasa senang jika menerima pengalaman-pengalaman baru,
termasuk pengalaman spiritual.
3. Perkembangan spiritual pada anak masa pra sekolah (3-6 tahun) berhubungan erat dengan
kondisi psikologis dominannya yaitu super ego.
Anak usia pra sekolah mulai memahami kebutuhan sosial, norma, dan harapan, serta berusaha
menyesuaikan dengan norma keluarga. Anak tidak hanya membandingkan sesuatu benar atau
salah, tetapi membandingkan norma yang dimiliki keluarganya dengan norma keluarga lain.
Kebutuhan anak pada masa pra sekolah adalah mengetahui filosofi yang mendasar tentang isu-
isu spiritual. Kebutuhan spiritual ini harus diperhatikan karena anak sudah mulai berfikiran
konkrit. Mereka kadang sulit menerima penjelasan mengenai Tuhan yang abstrak, bahkan
mereka masih kesulitan membedakan Tuhan dan orang tuanya.
4. Usia sekolah merupakan masa yang paling banyak mengalami peningkatan kualitas kognitif
pada anak (6-12 tahun).
Anak usia sekolah (6-12 tahun) berfikir secara konkrit, tetapi mereka sudah dapat menggunakan
konsep abstrak untuk memahami gambaran dan makna spriritual dan agama mereka. Minat anak
sudah mulai ditunjukan dalam sebuah ide, dan anak dapat diajak berdiskusi dan menjelaskan
apakah keyakinan. Orang tua dapat mengevaluasi pemikiran sang anak terhadap dimensi spiritual
mereka.

2.3 Perkembangan Moral dan Sikap Pada Anak

Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang
berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence
Kohlberg
Pada awal masa kanak-kanaknya, biasanya anak-anak akan mengidentifikasi diriya dengan
ibu atau ayahnya atau orang lain yang dekat dengannya. Sedangkan masa selanjutnya sesuai
dengan perkembangan pergaulan dan pandangan anak-anak mulai mengidentifikasi dirinya
dengan tokoh-tokoh, pahlawan-pahlawan, pimpinan masyarakat atau orang-orang yang
berprestasi dalam bidang olahraga dan sebagainya. Hal tersebut berpengaruh pada perkembangan
moral anak.
Berikut ini beberapa proses pembentukan perilaku moral dan sikap anak.
1. Imitasi (Imitation)

Dalam tulisan ini imitaasi berarti perniruan sikap, cara pandang serta tingkah laku orang
lain yang dilakukan dengan sengaja oleh anak.

Pada umumnya anak mulai mengadakan imitasi atau peniruan sejak usia 3 tahun, yaitu
meniru perilaku orang lain yang ada disekitarnya. Seringkali anak tidak hanya meniru perilaku
misalnya gerak tubuh, rasa senang atau tidak senang, sikap orang tua terhadap agama dll. Tetapi
ekspresi orang lain terhadap sesuatu, antara lain menitukan orang marah, menangis bergembira
dan sebagainya.

Pada umumnya anak suka menirukan segala sesuatu yang dilakukan oleh orang tuanya,
jadi bukan yang diucapkan atau dikatakan oleh orang tuanya terhadap orang lain, kakak dan
sebagainnya. Misalnya apabila dia melihat ayahnya sedang marah terhadap kakaknya, anak akan
menirukan perbuatan ayah membanting pintu, namum bukan kata-kata yang diucapkan oleh
ayahnya.

2. Internalisasi

Internalisasi adalah suatu proses yang merasuk pada diri seseorang (anak) karena
pengaruh sosial yang paling mendalam dan paling langgeng dalam kehidupan orang tersebut.
Suatu nilai, norma atau sikap semacam itu selalu dianggap benar. Begitu nilai, norma atau sikap
tersebut terinternalisasi pada diri anak sukar dirubah dan menetap dalam waktu yang cukup lama.
Misalnya seorang anak menilai bahwa memakai kerudung itu baik dan benar, maka anak akan
melakukan terus sekalipun kadang-kadang mendapat cemoohan dari orang atau anak lain.
Sebaliknya penanaman nilai semacam ini dimulai sejak dini, sehingga sejak kecil telah terbiasa
membedakan sesuatu yang baik dengan yang kurang baik.
Dalam Internalisasi tersebut faktor yang paling penting adalah adanya keyakinan dan
kepercayaan pada diri individu atau anak tersebut terhadap pandangan atau nilai tertentu dari
orang lain, orang tua, kakak atau kelompok lain dalam pergaulan sehari-hari.
3. Intrivert dan Ekstrovert

Introvert adalah kecenderungan seseorang untuk menarik diri dari lingkungan sosialnya,
minat, sikap atau keputusan-keputusan yang diambil selalu berdasarkan pada perasaan,
pemikiran dan pengalamannya sendiri.
Orang yang berkecenderungan introvert biasanya bersifat pendiam dan kurang bergaul bahkan
seakan-akan tidak memerlukan bantuan orang lain, karena kebutuhannya dapat dipenuhi sendiri.

Ekstrovert adalah kecenderungan seseorang untuk mengarahkan perhatian keluar dirinya,


sehingga minat, sikap dan keputusan-keputusan yang diambil lebih banyak ditentukan oleh orang
lain atau berbagai peristiwa yang terjadi di luar dirinya. Orang yang berkecenderungan ekstrovert
biasanya mudah bergaul, ramah, aktif, banyak berinisiatif serta banyak teman.

4. Kemandirian

Dalam pengertian umum kemandirian adalah kemampuan seseorang untuk berdiri sendiri
tanpa bantuan orang lain baik dalam bentuk material maupun moral. Sedangkan pada anak
kemandirian sering kali dikaitkan dengan kemampuan anak untuk melakukan segala sesuatu
berdasarkan kekuatan sendiri tanpa bantuan orang dewasa. Misalnya mengikat tali sepatu dll.

Dasar kemandirian adalah adanya rasa percaya diri seseorang untuk menghadapi sesuatu
dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pada anak rasa percaya diri ini selalu berkembang
sesuai dengan bertambahnya usia dan pengalaman serta bimbingan dari orang dewasa, antara
lain guru, orang tua, kakak, orang lain di sekitarnya yang dapat bergaul dengan baik serta
memberikan bimbingan secara langsung atau tak langsung.

5. Ketergantungan

Ketergantungan atau Overdependency tersebut ditandai dengan perilaku anak yang


bersifat "kekanank-kanakan", perilakunya tidak sesuai dengan anak lain yang sebaya usianya.
Dengan kata lain anak tersebut memiliki ketidak mandirian, yang mencakup fisik dan mental dan
perilakunya berlainan dengan anak "normal".

6. Bakat

Bakat atau Aptitude merupakan potensi dalam diri seseorang yang dengan adanya
rangsangan tertentu meungkin orang tersebut dapat mencapai sesiatu tingkat kecakapan,
pengetahuan dan keterampilan khusus yang sering kali melebihi orang lain.

Bakat tersebut juga terdapat semenjak masa kanak-kanak. Aktivitas anak sudah dapat
mencerminkan bakat tertentu. Menurut ilmu pengetahuan ada dua jenis bakat yang dimiliki dan
dapat dikembangkan, yaitu :
a. Bakat yang bertalian dengan kemahiran atau kemampuan mengenai suatu bidang pekerjaan
khusus, sebagai contoh : dagang, menulis/menyusun karangan dsb. bakat semacam ini disebut
juga vocation aptitude.
b. Bakat yang diperlukan untuk berhasil dalam tipe pendidikan tertentu atau pendidikan khusus,
misalnya bakat melihat ruang (dimensi) yang diperlukan oleh orang arsitek, bakat semacam ini
disebut juga scholastic aptitude.
Demikianlah beberapa hal yang dapat mempengaruhi perkembangan moral dan sikap anak,
mudah-mudahan dapat membantu anda dalam membimbing perkembangan moral dan sikap
anak-anak kita.

PERKEMBANGAN KOGNITIF

Tahapan perkembangan kognitif pada bayi:

Periode sensorimotor

Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain juga dorongan untuk
mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut.
Periode sensorimotor adalah periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa
tahapan ini menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting dalam enam
sub-tahapan:

1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam minggu dan berhubungan
terutama dengan refleks.
2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu sampai empat bulan dan
berhubungan terutama dengan munculnya kebiasaan-kebiasaan.
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia empat sampai sembilan
bulan dan berhubungan terutama dengan koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.
4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia sembilan sampai
duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu
yang permanen walau kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi
objek).
5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua belas sampai delapan
belas bulan dan berhubungan terutama dengan penemuan cara-cara baru untuk mencapai
tujuan.
6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama dengan tahapan awal
kreativitas.

Tahapan praoperasional

Tahapan ini merupakan tahapan kedua dari empat tahapan. Dengan mengamati urutan
permainan, Piaget bisa menunjukkan bahwa setelah akhir usia dua tahun jenis yang secara
kualitatif baru dari fungsi psikologis muncul. Pemikiran (Pra)Operasi dalam teori Piaget
adalah prosedur melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan ini
adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai. Dalam tahapan ini, anak
belajar menggunakan dan merepresentasikan objek dengan gambaran dan kata-kata.
Pemikirannya masih bersifat egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang
lain. Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti mengumpulkan semua
benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau mengumpulkan semua benda bulat walau
warnanya berbeda-beda.
Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan sensorimotor dan muncul
antara usia dua sampai enam tahun. Dalam tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan
berbahasanya. Mereka mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar.
Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan logis. Di permulaan
tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu, mereka tidak dapat memahami tempatnya di
dunia dan bagaimana hal tersebut berhubungan satu sama lain. Mereka kesulitan memahami
bagaimana perasaan dari orang di sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk
memahami perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat imajinatif di
saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun memiliki perasaan.

Tahapan operasional konkrit

Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai
duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses
penting selama tahapan ini adalah:

Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya.
Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang
paling besar ke yang paling kecil.

Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda


menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian
benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi
memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan
berperasaan)

Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk


bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi
pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.

Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian
kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama
dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak
berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai
contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila
air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak
dengan isi cangkir lain.

Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu dari sudut pandang


orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir dengan cara yang salah). Sebagai contoh,
tunjukkan komik yang memperlihatkan Siti menyimpan boneka di dalam kotak, lalu
meninggalkan ruangan, kemudian Ujang memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru
Siti kembali ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkrit akan mengatakan bahwa Siti akan
tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah
dipindahkan ke dalam laci oleh Ujang.

Tahapan operasional formal

Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan kognitif dalam teori
Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut
sampai dewasa. Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir secara
abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia. Dalam
tahapan ini, seseorang dapat memahami hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai. Ia tidak
melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan putih, namun ada "gradasi abu-abu" di
antaranya.

Dilihat dari faktor biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai
perubahan besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis, kognitif,
penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan sosial. Beberapa orang tidak
sepenuhnya mencapai perkembangan sampai tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai
keterampilan berpikir sebagai seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap
operasional konkrit.
Keempat tahapan ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Walau tahapan-tahapan itu bisa dicapai dalam usia bervariasi tetapi urutannya selalu
sama. Tidak ada ada tahapan yang diloncati dan tidak ada urutan yang mundur.
 Universal (tidak terkait budaya)
 Bisa digeneralisasi: representasi dan logika dari operasi yang ada dalam diri seseorang
berlaku juga pada semua konsep dan isi pengetahuan
 Tahapan-tahapan tersebut berupa keseluruhan yang terorganisasi secara logis
 Urutan tahapan bersifat hirarkis (setiap tahapan mencakup elemen-elemen dari tahapan
sebelumnya, tapi lebih terdiferensiasi dan terintegrasi)
 Tahapan merepresentasikan perbedaan secara kualitatif dalam model berpikir, bukan
hanya perbedaan kuantitatif

2.4. Perkembangan Konsep Diri Pada Anak

Salah satu penentu keberhasilan perkembangan dalah konsep diri. Konsep diri dinyatakan
melalui sikap dirinya sendiri yang meruoakan aktuakisasi dirinya sendiri.

Konsep diri pada anak adalah suatu persepsi tentang diri dan kemampuan anak yang
merupakan suatu kenyataan bagaimana mereka memandang dan menilai diri mereka sendiri yang
berpengaruh pada sikap yang mereka tampilkan.

Konsep diri anak terbentuk melalui perasaan anak tentang dirinya sendiri sebagai hasil :

1. Interaksi dan penmgalamanan dengan lingkungan terdekat.


2. Kualitas hubungnan yang signifikan dengan orang tua dan keluarga terdekat.
3. Atribut yang diberikan lingkungan kepadanya.

Perkembangan konsep diri anak tergantung dari :

1. Penilaian orang tua pada anak baik dari sisi fisikmaupun ide tentang siapa anak kita.
2. Umpan balik yang diberika orang tua terhadap sikap awal yang ditujukan anak, apakah
positif mengarahkan atau serba dilarang.
Karakteristik perkembangan konsep diri anak umur 0-3 bulan
1. Dapat mengenal ASI
2. Dapat memasukkan tangan ke mulut
3. Meminum ASI secara eksklusif lebih kurang 6 bulan

Karakteristik perkembangan konsep diri anak umur 3-6 bulan


1. Mulai mengenal makanan pendamping ASI dengan satu rasa
2. Menarik makanan dari sendok dengan lidah
3. Pada saat kenyang akan menutup mulut jika disodori makanan
4. Dapat pemberian makanan seimbang yang lunak (MP-ASI) dengan jadwal yang teratur

Karakteristik perkembangan konsep diri anak umur 6-9 bulan


1. Belajar mengunyah makanan lunak (nasi tim)
2. Dapat makan biskuit sendiri
3. Dapat mengunyah dan menelan makanan lunak
4. Dapat minum dari botol minuman bertelinga dengan bantuan orang dewasa

Karakteristik perkembangan konsep diri anak umur 9-12 bulan


1. Mengunyah dan menelan makanan padat
2. Minum dari botol yang ada pegangannya

Karakteristik perkembangan konsep diri anak umur 1-2 tahun


1. Dapat mengambil gelas dari meja
2. Dapat minum dari gelas yang dipegangnya sendiri
3. Dapat menggunakan sendok untuk menyendok makanan 4. Dapat menggunakan sedotan

Karakteristik perkembangan konsep diri anak umur 2-3 tahun


1. Dapat menggunakan garpu untuk makan
2. Dapat makana dengan sendok tanpa tumpah
3. Dapat melepas berbagai jenis pakaian dengan bantuan 4. Dapat melepas celana atau rok
dengan cara menarik ke bawah
Karakteristik perkembangan konsep diri anak umur 3-4 tahun
1. Dapat menggunakan serbet
2. Dapat menggunakan rok
3. Dapat mengenakan pakaian yang ditarik ke atas
4. Dapat mengenakan celana atu rok yang menggunakan karet pinggang

Karakteristik perkembangan konsep diri anak umur 4-5 tahun


1. Dapat memegang garpu dengan jari-jari
2. Dapat menggunakan pisau untuk mengoles
3. Dapat membuka retsleting
4. Dapat mengikat taki sepatu

Karakteristik perkembangan konsep diri anak umur 5-6 tahun


1. Dapat mandi sendiri tanpa pengawasan
2. Dapat menggunakan pisau untuk memotong
3. Dapat menutup mulut dan hidung kalu bersin atau batuk
4. Dapat berpakaian sendiri dengan lengkap

Upaya Positif yang Bisa dilakukan orang tua/pendamping:


1. Tunjukkan sikap hangat, rasa sayang dan ikhlas dalam berhubungan dengan bayi dan anak-
anak.
2. Banyak berbicara, berkomunikasi positif dengan memberi stimulasi sebanyak mungkin
walaupun reaksi bayi/anak belum siknifikan
3. Berdongeng bersama anak sejak bayi sebagai alat transfer nilai moral, komunikasi dua arah
dan kreativitas.
4. Mengerti kecenderungan dan kebutuhan anak, seperti arti tangisan anak.
5. Hindari perbandingan anak dengan anak lain dan berbicara tentang keburukan anak pada
orang lain di depan anak.
6. Fokuskan perhatian pada sisi positif anak dan perhatikan serta motivasikan agar anak
mengenal kemampuan-kemampuannya.
7. Tunjukkan apresiasi orang tua/pendamping terhadap sisi positif anak dan juga katakan bahwa
orang lainpun mengapresiasi dia.
8. Jika memberikan batasan terhadap perilaku anak, nyatakan secara jelas dampak dari
perilakunya terhadap anak lain atau dirinya sendiri.
9. Buatlah pilihan-pilihan yang menghindari kata “tidak” & “terserah” dalam pendidikan
disiplin, rutinitas positif.
10. Hindari memberi hukuman dan melontarkan kata-kata atribut negatif seperti: “kamu anak
yang paling cengeng, rewel, nakal” atau “di dunia cuma kamu satu-satunya yang susah diatur”
11. Jadikan rumah tempat yang aman untuk anak bergerak dengan memperhatikan keamanan
dari colokan listrik dan barang-barang di rumah yang bisa mencelakakan anak.
12. Biarkan anak berimajinasi dan bereksperimen serta menyatakan perasaan mereka dengan
segala keunikannya, aktiflah bersama imajinasi anak.
13. Beri kesempatan pada anak anda untuk bereksplorasi, mencoba karena selama ada ruang
untuk berbuat suatu kesalahan, disana anak belajar.
14. Hargai anak atas apapun yang mereka lakukan meskipun kecil.
15. Jujurlah terhadap kondisi yang dialami anak, jangan membohonginya dengan tahayul
16. Jadilah contoh atau model dan lakukan kegiatan sederhana bersama anak.
BAB III
Penutup

3.1 Kesimpulan

Perkembangan bahasa, moral, spiritual, dan konsep diri pada anak merupakan suatu
komunikasi baik lisan maupun tulisan dimana pikiran dan perasaan seseorang disimbolkan
agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain. Perkembangan pada anak dimulai pada
bayi, masa kanak-kanak awal, pertengahan dan akhir masa kanak-kanak, serta masa remaja.

Perkembangan pada anak-anak berbeda satu dengan yang lain nya, dan tergantung
kepada tumbuh kembang anak dan factor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
perkembangan anak tersebut seperti pola nutrisi, gaya hidup, dan lingkungan.

3.2. Saran
Dalam perkembangan pertumbuhan anak setiap orang tua harus memperhatikan tahap-
tahap perkembangan anak mulai dari bayi, masa kanak-kanak awal, masa pertengahan dan akhir
kanak-kanak, dan remaja.
Kita sebagai perawat hendaknya dapat memberikan pemahaman kepada orang tua agar
dapat memperhatikan perkembangan anak.
Daftar pustaka

http://yayangy08.student.ipb.ac.id/2010/06/18/perkembangan-bahasa-pada-anak/

http://edukasi.kompasiana.com/2010/12/19/perkembangan-bahasa-pada-anak/

http://teguhsubianto.blogspot.com/2012/01/faktor-yang-mempengaruhi-perkembangan.html

http://psychologymania.wordpress.com/2011/07/12/perkembangan-bahasa-pada-anak/

http://yuanitaresti.blogspot.com/2011/01/bab-i-pendahuluan.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Tahap_perkembangan_moral_Kohlberg

http://orchus86.blogspot.com/2011/10/perkembangan-moral-dan-sikap-pada-anak.html

http://suaraterbaru.com/pola-perkembangan-moral-anak/umum/

Anda mungkin juga menyukai