Anda di halaman 1dari 120

LAPORAN HASIL PROGRAM PRAKTEK BELAJAR

LAPANGAN KELURAHAN PAHLAWAN


KECAMATAN KEMUNING

Pembimbing:
DR. Hj. Mariatul Fadillah, MARS, Sp.D.I.P, P.h.D

Disusun oleh:
Alfadea Irbah Allizaputri 04054821820053
Ian Ervan Simanungkalit 04054821820085

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................... 1
DAFTAR ISI...................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 3
1.1 Latar Belakang........................................................................ 3
1.2 Analisis Situasi....................................................................... 5
1.3 Permasalahan – Permasalahan yang ditemukan..................... 6
1.4 Penetapan Prioritas Masalah................................................... 6
1.5 Membuat Alat Ukur untuk Mengambil Data Primer.............. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 9
BAB III ANALISA DATA PRIMER........................................................... 46
BAB IV PENENTUAN AKAR PENYEBAB PERMASALAHAN.......... 103
BAB V PENETAPAN PRIORITAS PENYEBAB MASALAH............... 106
BAB VI PEMECAHAN PENYEBAB MASALAH (INTERVENSI)....... 108
BAB VII RENCANA KEGIATAN JANGKA PENDEK............................. 110
BAB VIII JADWAL RENCANA KEGIATAN JANGKA PANJANG......... 113
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 114

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional
dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan serta ditujukan untuk
meningkatkan kesejateraan rakyat secara menyeluruh. Sesuai dengan
kebijakan pembangunan kesehatan saat ini, dikenal dengan kebijakan
paradigma sehat, untuk mewujudkan kesehatan masyarakat.

2
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor : 128/ MENKES/SK/II/2004 Puskesmas adalah unit pelaksana teknis
dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja, dan menurut Depkes 1991
Puskesmas merupakan suatu kesatuan organisasi yang merupakan pusat
pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta
masyarakat disamping memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh
dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan
pokok. Puskesmas Sekip merupakan Puskesmas yang mempunyai wilayah
kerja di Kecamatan Kemuning yang salah satunya adalah Kelurahan
Pahlawan.
Pada tanggal 18 Mei 2019, Fakultas Kedokteran melakukan kegiatan
diagnosis komunitas di Kelurahan Pahlawan yang merupakan salah satu
kelurahan yang terdapat di Kecamatan Kemuning Palembang. Diagnosis
komunitas adalah suatu kegiatan untuk menentukan adanya suatu masalah
dengan cara pengumpulan data di masyarakat lapangan. Menurut definisi
WHO, diagnosis komunitas adalah penjelasan secara kuantitatif dan
kualitatif mengenai kondisi kesehatan di komunitas serta faktor faktor yang
mempengaruhi kondisi kesehatannya. Diagnosis komunitas ini
mengidentifikasi masalah kemudian mengarahkan suatu intervensi perbaikan
sehingga menghasilkan suatu rencana kerja yang konkrit. Keterampilan
melakukan diagnosis komunitas merupakan keterampilan yang harus
dikuasai oleh dokter untuk menerapkan pelayanan kedokteran secara holistik
dan komprehensif dengan pendekatan keluarga dan okupasi terhadap pasien.
Dalam penerapannya, penggunaan diagnosis komunitas dalam suatu
program kesehatan digunakan untuk berperan sebagai referensi data
kesehatan dalam suatu wilayah, menyediakan gambaran secara keseluruhan
mengenai masalah kesehatan pada komunitas lokal dan penduduknya,
merekomendasikan intervensi yang akan dijadikan prioritas dan solusi
pemecahan masalah yang mampu laksana, mengindikasi alokasi sumber
daya dan mengarahkan rencana kerja di masa depan, menciptakan peluang

3
dari kolaborasi inter sektoral dan keterlibatan media, dan pembentukan dasar
indikator keberhasilan dari evaluasi program kerja kesehatan.
Oleh karena itu diagnosis komunitas harus disadari bukan sebagai suatu
kegiatan yang berdiri sendiri namun merupakan bagian dari suatu proses
dinamis yang mengarah kepada kegiatan promosi kesehatan dan perbaikan
permasalahan kesehatan di dalam komunitas. Diagnosis komunitas
merupakan awal dari siklus pemecahan masalah untuk digunakan sebagai
dasar pengenalan masalah di komunitas, sehingga dilanjutkan dengan suatu
perencanaan intervensi, pelaksanaan intervensi serta evaluasi bagaimana
intervensi tersebut berhasil dilakukan di komunitas. Oleh karena itu
diagnosis komunitas tidak hanya berhenti pada identifikasi (diagnosis)
masalah, tetapi juga mencakup solusi (treatment) untuk mengatasi masalah
berdasarkan sumber-sumber yang ada.
Kelurahan ini terdiri dari 38 RT dan 3796 kepala keluarga. Penduduk
mendapatkan sumber air bersih dari PDAM dan sumber air minum sebagian
besar membeli air galon. Mayoritas tingkat pendidikan dan ekonomi
penduduknya rendah. Dari hasil survey pada 10 rumah warga terdapat
beberapa masalah kesehatan diantaranya sanitasi dan gaya hidup yang
kurang baik, demam berdarah, ISPA, asma, darah tinggi, kolesterol, migren,
dan mag. Keluarga yang menderita ISPA maupun asma mengaku
diakibatkan oleh cuaca dingin. Beberapa keluarga mengeluh pusing dan sulit
tidur yang merupakan gejala darah tinggi. Dari hasil anamnesis pada
beberapa warga yang menderita darah tinggi mengaku rutin minum obat dan
kontrol di puskesmas. Warga yang mengeluh kolesterol mengaku orang
tuanya juga mengeluhkan penyakit yang sama dan sering mengeluhkan nyeri
pada kakinya. Beberapa warga yang terkena demam berdarah merupakan
anak-anak sekolah.

1.2 Analisis Situasi


Kondisi sosiodemografi dan fakta-fakta yang ditemukan di Puskesmas
Sekip dan Keluarahan Pahlawan Kecamatan Kemuning adalah:

4
• Puskesmas Sekip terletak di Jalan Amphibi, Kelurahan 20 Ilir D.II
Kecamatan Kemuning, Palembang. Letaknya sangat strategis di tepi jalan
raya sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat umum baik dengan
kendaraan umum maupun pribadi.
• Puskesmas Sekip adalah salah satu puskesmas yang ada di Palembang,
memiliki 28 posyandu balita dan 4 posyandu lansia yang tersebar di sekitar
Wilayah kerja Puskesmas Sekip yang meliputi 3 kelurahan yaitu
Kelurahan Pahlawan, Kelurahan Sekip Jaya dan Kelurahan 20 Ilir D II.
• Kecamatan Kemuning memiliki luas wilayah 557 ha.
• Kelurahan Pahlawan terdiri dari 38 RT dengan 3796 kepala keluarga yang
terdiri dari 10901 jiwa dimana 5130 jiwa merupakan laki-laki dan 5771
jiwa merupakan perempuan.
• Penduduk di wilayah kelurahan Pahlawan merupakan kawasan padat
penduduk sehingga bertempat tinggal yang sangat berdampingan dengan
sekitarnya.
• Penduduk mempunyai toilet masing–masing di dalam rumah
• Penduduk memanfaatkan sumber air bersih dari PDAM dan sumber air
minum menggunakan air gallon maupun air PDAM yang dimasak
• Mata pencaharian penduduk bervariasi ada Buruh, PNS/TNI/Polri,
Wirausaha, pensiunan dan lain – lain.
• Sebagian besar masyarakatnya berpendidikan terakhir SMA.
• Fasilitas kesehatan yang terletak di kelurahan Pahlawan adalah 10
Posyandu dan 1 puskesmas pembantu. Jarak kelurahan Pahlawan dengan
Puskesmas Sekip adalah sekitar 1 km.
• Masalah penyakit paling banyak pada warga Kelurahan Pahlawan adalah
darah tinggi.

1.3 Permasalahan – Permasalahan yang ditemukan


Permasalahan yang ditemukan di Kelurahan Pahlawan Kecamatan
Kemuning adalah:
1) ISPA
2) Hipertensi
3) Migren
4) Sindrom Dispepsia

5
5) Demam Berdarah
6) Kolesterol
7) ASMA

1.4 Penetapan Prioritas Masalah


1.4.1 Pemilihan Prioritas
Prioritas masalah ditentukan dengan menggunakan metode USG.
Metode ini digunakan dengan menentukan prioritas masing-masing
masalah dari kriteria urgensi, seriusnya dan perkembangannya. Untuk
menetapkan urutan prioritas masalah dengan teknik scoring yakni
dengan memerhatikan urgensi dari masalah, keseriusan masalah yang
dihadapi, serta kemungkinan bekembangnya masalah tersebut
semakin besar. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Urgency: seberapa mendesak masalah tersebut harus dibahas
dikaitkan dengan waktu yang tersedia untuk memecahkan masalah
tadi.
2. Seriousness: seberapa serius masalah tersebut perlu dibahas
dikaitkan dengan akibat yang timbul dengan penundaan pemecahan
masalah yang menimbulkan masalah tersebut atau akibat yang
menimbulkan masalah-masalah lain kalau masalah penyebab masalah
tidak dipecahkan.
3. Growth: seberapa kemungkinan-kemungkinannya masalah tersebut
menjadi berkembang dikaitkan kemungkinan masalah penyebab
masalah akan semakin memburuk kalau dibiarkan.
Masalah Urgency Seriousness Growth UxSxG
ISPA 3 3 4 36
Darah tinggi 4 4 3 48
Migren (dewasa) 1 1 2 2
Sindrom Dispepsia 3 4 1 12
Demam Berdarah 4 3 5 60
Hiperkolesterolemia 3 3 3 27
Asma 3 3 2 18
Keterangan:
 Masing-masing kriteria ditetapkan dengan nilai 1-5.

6
 Nilai 1 untuk tingkat urgensi/keseriusan/perkembangan yang
minimal dan nilai 5 untuk tingkat yang maksimal.
 Prioritas masalah diurutkan berdasarkan hasil perkalian yang
paling besar diantara keempat hal tersebut.
Skor
5 : Bila tidak ditanggulangi segera, akan berakibat kematian.
4 : Bila tidak ditanggulangi segera, akan ada komplikasi.
3 : Bila tidak ditanggulangi segera, akan berakibat.
2 : Bila tidak segera ditanggulangi, tidak menjadi berat.
1 : Bila tidak ditanggulangi, tidak menimbulkan kematian.

Dengan metode ini, didapatkan urutan prioritas masalah sebagai


berikut:
Masalah 1 : Demam Berdarah Dengue
Masalah 2 : Hipertensi
Masalah 3 : ISPA

1.5 Membuat Alat Ukur untuk Mengambil Data Primer


Pengambilan data primer pada warga Kelurahan Pahlawan, Kecamatan
Kemuning menggunakan wawancara dan kuisioner yang berisi demografi
keluarga, informasi mengenai pelayanan kesehatan umum, kesehatan keluarga,
kesehatan bayi dan balita (<5 tahun), kesehatan anak sekolah (kelas 1-6 SD),
kesehatan remaja, kesehatan dewasa/lansia, kesehatan lingungkan, dan observasi
langsung lingkungan.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah


2.1.1. Definisi
Demam dengue (Dengue Fever) dan Demam Berdarah Dengue (Dengue
Haemoraghic Fever) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diathesis hemoragik.
Penyakit DBD mempunyai perjalanan penyakit yang sangat cepat dan sering
menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penanganan yang
terlambat. Demam berdarah dengue (DBD) disebut juga dengue hemoragic fever
(DHF), dengue fever (DF), dan demam dengue.1,2
Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue,
yang ditularkan oleh nyamuk. Manifestasi klinis berupa demam, nyerio otot, dan/
atau nyeri sendi yang disertai leucopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan diathesis hemorragik. Pada demam berdarah (DBD) terjadi perembesan
plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue (dengue shock
sindrom) adalah demam berdarah yang ditandai oleh renjatan/shock.3,4

2.1.2. Epidemiologi
Dengue adalah penyakit virus mosquito borne yang persebarannya paling
cepat. Dalam lima puluh tahun terakhir, insidens penyakit meningkat tiga puluh

8
kali dan menyebar secara geografis ke Negara yang sebelumnya belum terjangkit.
Menurut data WHO 1955-2007, didapatkan lima puluh juta infeksi Dengue setiap
tahunnya dan terdapat 2,5 miliar orang yang hidup di Negara endemis.1
Dari 2,5 miliar populasi masyarakat di Negara endemis, sekitar 1,8 miliar
tinggal di daerah Asia Tenggara dan Pasifik barat. 1,4 Di daerah Asia Tenggara,
Dengue telah menjadi masalah kesehatan publik di Indonesia, Myanmar, Sri
Langka, Thailand dan Timor Leste yang diketahui daerah beriklim tropis dan
memiliki lokasi di zona equatorial, tempat dimana Aedes Aegypti menyebar secara
merata baik di daerah pedesaan maupun perkotaan.1,2 DBD telah menjadi penyakit
berpotensi tinggi menjadi penyebab kematian pada anak.4
Di Indonesia Dengue pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun
1968, dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal
dunia. Dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk, jumlah
penyebaran dan daerah persebarannya pun meningkat, dan hingga sekarang sudah
menyebar luas ke seluruh daerah di Indonesia. Menurut data Depkes RI, sejak
tahun 1968 telah terjadi peningkatan penyebaran jumlah provinsi dan
kabupaten/kota yang endemis DBD, dari 2 provinsi dan 2 kota menjadi 32 dan
382 kabupaten/kota pada tahun 2009. Selain itu terjadi juga peningkatan jumlah
kasus DBD, dari 58 kasus pada tahun 1969 menjadi 158.912 kasus pada tahun
2009.6
Dengue di Indonesia memiliki siklus epidemik setiap sembilan hingga
sepuluh tahunan. Hal in terjadi karena perubahan iklim yang berpengaruh
terhadap kehidupan vektor, diluar faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.
Menurut Mc Michael, perubahan iklim menyebabkan perubahan curah hujan,
kelembaban suhu, arah udara sehingga berefek terhadap ekosistem daratan dan
lautan serta berpengaruh terhadap perkembangan vektor penyakit seperti nyamuk
Aedes, malaria dan lainnya. Selain itu, faktor perilaku dan partisipasi masyarakat
yang masih kurang dalam kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) serta
faktor pertambahan jumlah penduduk dan faktor peningkatan mobilitas penduduk
yang sejalan dengan membaiknya sarana transportasi menyebabkan penyebaran
virus DBD semakin mudah dan semakin luas.6

9
Kasus DBD perkelompok umur dari tahun 1993-2009 terjadi pergeseran.
Dari tahun 1993 sampai tahun 1998 kelompok umur terbesar kasus DBD adalah
kelompok umur < 15 tahun, di tahun 1999-2009 kelompok umur terbesar kasus
DBD cenderung pada kelompok umur ≥ 15 tahun. Dan bila dilihat distribusi kasus
dilihat berdasarkan jenis kelamin pada tahun 2008, presentase laki-laki dan
perempuan hampir sama. Jumlah penderita berjenis kelamin laki-laki adalah
10.463 orang dan perempuan berjumlah 8.991 orang. Hal ini menggambarkan
bahwa risiko tinggi terkena DBD untuk laki-laki dan perempuan hampir sama,
tidak tergantung jenis kelamin.

2.1.3. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue yang merupakan anggota dari genus flavivirus dalam family flaviviridae,
terdiri dari single stranded RNA virus, berdiameter 30 nm, yang biasa
berkembang di berbagai tipe nyamuk dan keluar jaringan.4 Diketahui terdapat 4
serotipe berbeda, yakni DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.2,4,7 Semua serotip
tersebut memiliki antigen yang bereaksi silang dengan virus lain yang bergenus
sama, seperti Yellow fever, Japanese Encephalitis dan West Nile virus. Ditemukan
bukti dari studi laboratorium, bahwa ada perbedaan variasi genetik antara empat
strain tersebut. Sampai sekarang, diketahui ada tiga subtype dari DENV-1, enam
dari DENV2, empat dari DENV-3, dan empat dari DENV-4. Dalam penelitian
lain ditemukan bahwa masing-masing subtype memiliki distribusi geografi yang
berbeda. DENV-2 memiliki dua subtype yang terbatas penyebarannya di Asia
Tenggara dan Amerika. Ditemukan juga bahwa virulensi dari setiap subtype
berbeda-beda, kapasitas untuk menyebabkan penyakit berat seperti demam
berdarah dengue pun berbeda-beda.4

2.1.4. Gejala Klinis


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue
atau sindrom syok dengue (SSD). Dengue merupakan penyakit sistemik yang
dinamis. Perubahan yang terjadi terdiri dari beberapa fase. Setelah peride

10
inkubasi, penyakit mulai berkembang menuju 3 fase febris, kritis dan
penyembuhan. Pada umumnya pasien mengalami fase febris 2-7 hari, yang diikuti
oleh fase kritis selam 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam,
akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat
pengobatan tidak adekuat 1

Gambar 2. Manifestasi klinis infeksi virus dengue

A. Fase febris
Pasien mengalami demam tinggi secara tiba-tiba. Fibrilasi akut ini bertahan 2-
7 hari dan disertai eritema kulit, wajah yang memerah, sakit sekujur badan,
myalgia, arthralgia dan sakit kepala. Pada beberapa pasien juga ditemukan radang
tenggorokan, infeksi faring dan infeksi konjungtiva. Anorexia, pusing dan
muntah-muntah juga sering ditemui. Febris antara dengue dan non dengue pada
awal fase febris sulit dibedakan. Oleh karena itu, monitoring dari tanda bahaya
dan parameter klinik lainnya sangat krusial untuk menilai progresif ke fase kritis.
Manifestasi hemoragik seperti petechie dan perdarahan membran mukosa
(hidung dan gusi) mungkin timbul. Perdarahan massif vagina dan gastrointestinal
juga mungkin timbul dalam fase ini. Hati juga sering mengalami pembengkakan
setelah beberapa hari demam. Tanda abnormal pertama dari pemeriksaan darah
rutin adalah penurunan total sel darah putih yang menunjukkan kemungkinan
besar terjangkit dengue.1

B. Fase kritis

11
Penurunan suhu setelah demam hingga temperature badan sekitar 37,5 – 38 ˚C
atau kurang, dapat terjadi selama 3-7 hari. Peningkatan permeabilitas kapiler dan
peningkatan hematokrit mungkin terjadi. Kondisi tersebut menjadi tanda awal fase
kritis. Kebocoran plasma bisa terjadi 24-48 jam.1
Leukopenia progresif yang diikuti penurunan jumlah platelet bisa terjadi setelah
kebocoran plasma. Pada kondisi ini pasien yang permeabilitas kapilernya tidak
meningkat, kondisinya membaik. Sebaliknya pada pasien yang permeabilitas
kapilernya meningkat, terjadi kehilangan banyak volume plasma. Derajat
kebocoran plasma pun berbeda-beda. Efusi pleura dan asites dapat terjadi. Derajat
tingginya hematokrit menggambarkan kebocoran plasma yang parah.1
Syok dapat terjadi ketika kehilangan cairan plasma hingga volume yang kritis.
Kemudian kondisi tersebut dilanjutkan dengan tanda bahaya berupa temperatur
badan yang subnormal. Apabila syok terjadi cukup panjang dapat menyebabkan
kerusakan organ, asidosis metabolik dan DIC.1

C. Fase penyembuhan
Apabila pasien bertahan selama 24-48 jam fase kritis, reabsorbsi gradual
cairan ektravaskuler akan terjadi dalam 48-72 jam kemudian. Kondisi akan
membaik, nafsu makan meningkat, gejala gastrointestinal mereda, hemodinamik
makin stabil dan diuresis membaik. Namun pada fase ini dapat terjadi pruritus,
bradikardi dan perubahan pada EKG.1
Distress pernafasan yang diakibatkan oleh efusi pleura massif dan ascites
dapat muncul bila pasien diberikan cairan intravena yang berlebihan. Pada fase
kritis dan fase penyembuhan, pemberian cairan berlebihan dihubungkan dengan
edem pulmoner dan gagal jantung kongestif. Berikut ini adalah tabel gambaran
klinis dari setiap fase :
Gambar 3. Perjalanan penyakit demam berdarah dengue

12
Tabel 1. Fase demam berdarah dengue

NO FASE DBD GEJALA KLINIS


1 Fase febris Dehidrasi, demam tinggi
mungkin menyebabkan
gangguan neurologis dan
kejang demam pada anak
2 Fase kritis Syok karena kebocoran
plasma, perdarahan berat
dan kegagalan organ
3 Fase penyembuhan Hypervolemia (apabila
2.1.5.
pemberian cairan intravena
Diagnosis
berlebihan)
Kriteria untuk mendiagnosis dengue (dengan atau tanpa warning sign) dan
severe dengue dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 4. Klasifikasi Infeksi Dengue


A. Laboratorium9

13
1. Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobin, leukosit, hitung jenis hematokrit
dan trombosit. Antigen NS1 dapat dideteksi pada hari ke-1 setelah demam dan
akan menurun sehingga tidak terdeteksi setelah hari ke 5-6. Deteksi antigen virus
ini dapat digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue,
namun tidak dapat membedakan penyakit DD/DBD
2. Uji serologi IgM dan IgG anti dengue
 Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5 mencapai
puncaknya pada hari sakit ke 10-14 dan akan menurun/menghilang pada akhir
minggu keempat sakit.
 Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari sakit ke
14 dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun. Sedangkan pada infeksi
sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-2
 Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi
sekunder. Apabila rasio IgM : IgG > 1,2 menunjukkan infeksi primer namun
apabila IgM : IgG rasio < 1,2 menunjukkan infeksi sekunder.

Diagnosis Antibodi anti dengue Keterangan


IgM IgG
Infeksi primer Positif Negatif
Infeksi sekunder Positif Positif
Infeksi lampau Negatif Positif
Bukan dengue Negatif Negatif Apabila klinis mengarah ke infeksi
dengue, pada fase penyembuhan :
IgM dan IgG diulang

B. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan atas
indikasi:
 Distress pernafasan/sesak
 Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan
radiologis terjadi apabila perembesan plasma telah mencapai 20% - 40%

14
 Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk menilai edema
paru karena overload pemberian cairan
 Kelainan radiologi yang dapat terjadi : dilatasi pembuluh darah paru terutama
daerah hilus kanan, hemitoraks kanan lebih radiopak dibandingkan yang kiri,
kubah diafragma kanan lebih tinggi dari pada kiri, dan efusi pleura
 Pada pemeriksaan USG dijumpai efusi pleura, kelainan dinding vesika felea dan
dinding buli-buli
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal ini
terpenuhi :
 Demam tinggi medadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus,
selama 2-7 hari
 Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut : uji bendung positif, petekie,
purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan / melena.
 Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml)
 Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma :
o Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis
kelamin.
o Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan
dengan nilai hematokrit sebelumnya
o Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, hipoproteinemia,
hiponatremia.
Derajat DBD berdasarkan klasifikasi WHO 20119

DD/DBD Derajat Tanda dan gejala Laboratorium


DD Demam disertai  Leukopenia
minimal (jumlah
dengan 2 gejala leukosit ≤4000
 Nyeri kepala sel/mm3)
 Nyeri retro-orbital  Trombositopenia
 Nyeri otot
(jumlah trombosit
 Nyeri sendi/tulang
 Ruam kulit makulopapular <100.000 sel/mm3)
 Manifestasi perdarahan  Peningkatan
 Tidak ada tanda perembesan hematokrit (5 % -
plasma 10%)
 Tidak ada bukti
perembesan plasma

15
DBD I Demam dan manifestasi Trombositopenia <
perdarahan (uji bendung 100.000 sel/mm3;
positif) dan tanda peningkatan
perembesan plama hematokrit ≥ 20%
DBD II Seperti derajat I ditambah Trombositopenia <
perdarahan spontan 100.000 sel/mm3;
peningkatan
hematokrit ≥20%
DBD III Seperti derajat I atau II Trombositopenia <
ditambah kegagalan sirkulasi 100.000 sel/mm3;
(nadi lemah, tekanan nadi peningkatan
≤20 mmHg, hipotensi, hematokrit ≥20%
gelisah, diuresis menurun)
DBD IV Syok hebat dengan tekanan Trombositopenia <
darah dan nadi yang tidak 100.000 sel/mm3;
terdeteksi peningkatan
hematokrit ≥20%
Diagnosis infeksi dengue :
Gejala klinis + trombositopenia + hemokonsentrasi, dikonfirmasi dengan
deteksi antigen virus dengue (NS-1) atau uji serologi anti dengue positif (IgM
anti dengue atau IgM/IgG anti dengue postif)

2.1.6. Diagnosis Banding9


 Selama fase akut penyakit, sulit untuk membedakan DBD dari demam dengue dan
penyakit virus lain yang ditemukan di daerah tropis. Maka untuk membedakan
dengan campak, rubella, demam chikungunya, leptospirosis, malaria, demam
tifoid perlu ditanyakan gejala penyerta lainnya yang terjadi bersama demam.
Pemeriksaan laboratorium diperlukan sesuai indikasi
 Penyakit darah seperti trombositopenia purpura idiopatik (ITP), leukemia, atau
anemia aplastik, dapat dibedakan dari pemeriksaan laboratorium darah tepi
lengkap disertai pemeriksaan pungsi sumsum tulang apabila diperlukan
 Penyakit infeksi lain seperti sepsis, atau meningitis, perlu difikirkan apabila anak
mengalami demam atau syok

16
2.1.7. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam dengue, prinsip utama adalah
terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan
cairan oral pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan oral tidak
mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk
mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.10
Parameter yang harus dimonitor:10

Keadaan umum, selera makan, muntah, perdarahan serta tanda dan gejala yang
lain

Perfusi perifer sebagai indikator terjadinya syok

Tanda vital dicek setiap 2-4 jam pada pasien tidak syok dan 1-2 jam pada pasien
syok

Hematokrit diperiksa setiap 4-6 jam pada pasien yang stabil dan lebih sering pada
pasien yang tidak stabil atau yang terjadi perdarahan.

Produksi urin setiap 8-12 jam

Terapi intravena untuk DHF selama periode kritis


Indikasi terapi intravena:10
 Pasien tidak mendapat cairan oral yang adekuat atau muntah
 Peningkatan hematokrit terus menerus 10-20% walaupun rehidrasi oral
baik
 Syok

Prinsip umum terapi cairan pada DHF yaitu:10


 Cairan isotonik kristaloid harus digunakan selama periode kritis kecuali
pada bayi <6 bulan menggunakan NaCl 0,45%
 Pasien dengan kebocoran plasma yang hebat dapat menggunakan dextran 40
atau gelatin.
 Durasi terapi intravena tidak boleh lebih dari 24-48 jam untuk pasien syok.
Namun, pada pasien non-syok durasi terapi bisa lebih lama antara 60-72
jam.

17
 Pada pasien obesitas, berat badan ideal menjadi patokan utama untuk terapi
cairan

Berat Maintenanc M+5% Berat Maintenanc M+5%


badan e (ml) defisit (ml) badan e (ml)
ideal ideal (kg)
(Kg)
5 500 750 35 1800 3550
10 1000 1500 40 1900 3900
15 1250 2000 45 2000 4250
20 1500 2500 50 2100 4600
25 1600 2850 55 2200 4950
30 1700 3200 60 2300 5300

DHF grade I dan II


Secara umum, tunjangan cairan (oral + IV) adalah tentang pemeliharaan
(untuk satu hari) + 5% defisit (oral dan cairan IV bersama-sama), yang akan
diberikan selama 48 jam. Sebagai contoh, pada anak dengan berat 20 kg, defisit
dari 5% adalah 50 ml / kg x 20 = 1000 ml. Pemeliharaan adalah 1500 ml untuk
satu hari. Oleh karena itu, total M + 5% adalah 2500 ml . Volume ini harus
diberikan selama 48 jam non syok pasien. Tingkat penggantian IV harus
disesuaikan sesuai dengan tingkat kehilangan plasma, dipandu oleh kondisi klinis,
tanda-tanda vital, produksi urine dan kadar hematokrit.10
DHF grade III
DSS adalah syok hipovolemik disebabkan oleh kebocoran plasma dan
ditandai dengan peningkatan vaskular sistemik resistensi, dimanifestasikan
dengan tekanan nadi menyempit (tekanan sistolik dipertahankan dengan
peningkatan tekanan diastolik, misalnya 100/90 mmHg). Bila hipotensi ada, kita
harus menduga bahwa pendarahan parah, dan sering tersembunyi perdarahan
gastrointestinal, mungkin telah terjadi di samping. Sebagian besar kasus DSS akan
merespon 10 ml / kg pada anak-anak atau 300-500 ml pada orang dewasa lebih
satu jam atau dengan bolus, jika perlu. Selanjutnya, pemberian cairan harus
mengikuti grafik. Namun, sebelum mengurangi tingkat penggantian IV, kondisi

18
klinis, tanda-tanda vital, urine output dan hematokrit harus diperiksa untuk
memastikan perbaikan klinis.10

Singkatan Pemeriksaan laboratorium Catatan


A (acidosis) Analisa gas darah (vena Indikasi syok.
maupun arteri)
B (bleeding) Hematokrit Jika turun dibandingkan
dengan sebelumnya
nilai atau tidak naik,
cross-match darah yang
cepat
transfusi.
C (calcium) Elektrolit, kalsium Hipokalsemia ditemukan
hampir disetiap kasus
DHF tetapi asimptomatik.
Suplemen kalsium
diindikasikan pada kasus
yang berkomplikasi.
Dosis 1ml/kgbb, dengan
dosis maksimum
10ml/hari
S (blood sugar) Gula darah Pada kasus yang parah
pasien mempunyai nafsu
makan yang buruk dan
disertai muntah.

Sangat penting bahwa tingkat cairan IV dapat dikurangi sebagai perfusi


perifer meningkatkan; tetapi harus dilanjutkan untuk jangka waktu minimal 24
jam dan dihentikan sebesar 36 sampai 48 jam. Cairan yang berlebihan akan
menyebabkan efusi besar karena permeabilitas kapiler meningkat.

19
Penggantian Volume untuk pasien dengan DSS diilustrasikan di bawah
ini : Tanda vital tidak stabil
Penurunan produki urin
Tanda-tanda syok

Oksigen via mask atau nasal kanul


Penggantian cairan dengan cepat (kristaloid 10 ml/kg/jam iv selama 1-2 jam)

perbaikan Tanpa perbaikan

Turunkan menjadi 7, 5, 3, 1.5 ml/kg/jam Koreksi ABC

Perbaikan lebih lanjut


Hematokrit meningkat

Hentikan terapi iv untuk 24-48 jam Koloid iv (dextran 40)


Hematokrit menurun

PRC 5ml/kg/jam

Transfusi darah 10ml/kg/jam


Whole blood 10ml/kg/jam atau PRC 5ml/kg/jam

perbaikan
Turunkan menjadi 7, 5, 3, 1.5 ml/kg/jam
Alogaritma Penanganan Pasien DSS. Di kutip dari kepustakaan 2

DHF grade IV
Resusitasi cairan awal di Kelas 4 DBD lebih kuat agar cepat
mengembalikan darah. Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sesegera
mungkin untuk ABC serta organ yang terlibat lainnya. Bahkan hipotensi ringan

20
harus ditangani secara agresif. 10 ml / kg cairan bolus harus diberikan secepat
mungkin, idealnya dalam waktu 10 sampai 15 menit. Ketika tekanan darah
dipulihkan, cairan intravena selanjutnya dapat diberikan seperti di kelas 3. Jika
syok tidak reversibel setelah pertama 10 ml / kg, bolus ulangi 10 ml / kg dan
laboratorium hasil harus dikejar dan diperbaiki secepat mungkin.10
Transfusi darah darurat harus dianggap sebagai langkah berikutnya dan
diikuti dengan pemantauan lebih dekat, misalnya kateterisasi kandung kemih terus
menerus, kateterisasi arteri atau jalur vena sentral. Jika tekanan darah dipulihkan
setelah resusitasi cairan dengan atau tanpa transfusi darah, dan adanya gangguan
organ, pasien harus dikelola dengan tepat. Contoh dukungan organ adalah dialisis
peritoneal, terapi penggantian ginjal terus menerus dan ventilasi mekanik. Jika
akses intravena tidak dapat diperoleh, coba solusi elektrolit oral jika pasien sadar
atau rute intraosseous jika sebaliknya. Akses intraosseous adalah tindakan life-
saving dan harus dicoba setelah 2-5 menit atau setelah dua usaha yang gagal di
akses vena perifer atau setelah rute oral gagal.10

Penanganan perdarahan berat


Jika sumber perdarahan diidentifikasi, upaya harus dilakukan untuk
menghentikan perdarahan jika mungkin. Epistaksis berat, misalnya, dapat
dikendalikan oleh nasal packing. Transfusi tidak boleh ditunda sampai hematokrit
turun ke tingkat rendah. Jika darah yang hilang dapat diukur, harus diganti.
Namun, jika tidak dapat diukur, aliquot dari 10 ml / kg darah segar utuh atau 5
ml / kg sel darah merah baru dikemas harus ditransfusi dan respon dievaluasi.
Pada perdarahan gastrointestinal, H-2 antagonis dan inhibitor pompa proton telah
digunakan, namun belum ada studi yang tepat untuk menunjukkan
kemanjurannya. Tidak ada bukti untuk mendukung penggunaan komponen darah
seperti trombosit konsentrat, plasma beku segar atau kriopresipitat.
Penggunaannya dapat berkontribusi pada overload cairan. Recombinant Factor 7
mungkin bisa membantu dalam beberapa pasien tanpa kegagalan organ, tetapi
sangat mahal dan umumnya tidak tersedia.10

21
Penanganan pasien beresiko tinggi
Pasien obesitas memiliki cadangan kurang pernapasan dan perawatan
harus dilakukan untuk menghindari berlebihan infus cairan intravena . Berat
badan yang ideal harus digunakan untuk menghitung cairan resusitasi dan
penggantian dan koloid harus dipertimbangkan pada tahap awal cairan terapi.
Setelah stabil, furosemide dapat diberikan untuk menginduksi diuresis .Bayi juga
memiliki cadangan kurang pernapasan dan lebih rentan terhadap kerusakan hati
dan ketidakseimbangan elektrolit. Mereka mungkin memiliki durasi yang lebih
singkat kebocoran plasma dan biasanya merespon dengan cepat untuk resusitasi
cairan. Karena itu, harus dievaluasi lebih sering untuk asupan cairan oral dan
output urin. Insulin intravena biasanya diperlukan untuk mengontrol kadar gula
darah pada pasien dengan diabetes melitus. Ibu hamil dengan demam berdarah
harus dirawat dini. Perawatan bersama antara kebidanan, kedokteran dan pediatri
spesialisasi sangat penting. Keluarga mungkin harus diberi konseling dalam
beberapa situasi yang parah. Jumlah dan tingkat cairan IV untuk ibu hamil harus
sama dengan yang untuk wanita tidak hamil. Terapi anti - koagulan mungkin
harus dihentikan sementara selama periode kritis .Penyakit hemolitik dan
hemoglobinopati: Pasien-pasien ini beresiko hemolisis dan akan memerlukan
transfusi darah.10

Tanda-tanda perbaikan10

Stabil nadi, tekanan darah dan denyut pernapasan.

Suhu normal.

Tidak ada bukti perdarahan eksternal atau internal.

Kembali nafsu makan.

Tidak ada muntah, tidak ada rasa sakit perut.

Output urin baik.

Stabil hematokrit pada tingkat dasar.

Manajemen overload cairan

22
Semua terapi cairan harus dihentikan .Pada tahap awal overload cairan ,
beralih dari kristaloid koloid solusi sebagai cairan bolus. Dekstran 40 efektif
sebagai 10 ml / kg infus bolus, tetapi dosisnya dibatasi untuk 30 ml / kg / hari
karena efek pada ginjal. Dekstran 40 diekskresikan dalam urin dan akan
mempengaruhi osmolaritas urine. Pada tahap akhir overload cairan atau mereka
dengan edema paru, furosemide mungkin diberikan jika pasien memiliki tanda-
tanda vital stabil. Jika syok, cairan 10ml / kg / jam koloid (dekstran) harus
diberikan. Ketika tekanan darah stabil, biasanya dalam waktu 10 sampai 30 menit,
injeksi IV furosemide 1 mg / kg / dosis dan lanjutkan dengan infus dekstran
sampai selesai. Cairan intravena harus dikurangi menjadi serendah 1 ml / kg / jam
sampai penghentian ketika hematokrit menurun untuk baseline atau di bawah
(dengan perbaikan klinis).10
Hal-hal berikut harus diperhatikan:10

Pasien-pasien ini harus memiliki kandung kemih kateter untuk memonitor output
urin per jam .

Furosemide harus diberikan selama infus dekstran karena hiperonkotik yang sifat
dekstran akan mempertahankan volume intravaskular sementara furosemide
menghabiskannya dalam kompartemen intravaskular .

Setelah pemberian furosemide, tanda-tanda vital harus dipantau setiap 15 menit
selama satu jam untuk dicatat dampaknya .

Jika tidak ada output urin dalam menanggapi furosemide, memeriksa status
volume intravaskular. Pasien dalam keadaan gagal ginjal akut. Pasien-pasien ini
mungkin memerlukan dukungan ventilasi segera. Jika volume intravaskular tidak
memadai atau tekanan darah tidak stabil, periksa laboratorium (ABC) dan
ketidakseimbangan elektrolit lainnya.

Dalam kasus dengan tidak ada respon terhadap furosemide (tidak ada urin yang
diperoleh), dosis berulang furosemide dan dua kali lipat dari dosis yang
dianjurkan. Jika gagal ginjal, ginjal terapi penggantian yang harus dilakukan
sesegera mungkin . Kasus-kasus ini memiliki prognosis buruk.

Pada kasus-kasus gangguan pernafasan parah tindakan penyelamatan jiwa harus
dilakukan dengan sangat hati-hati karena perdarahan traumatis adalah komplikasi

23
yang paling serius dan mengarah sampai mati. Informed consent kepada keluarga
sangat penting dilakukan.

Pencegahan dan Kontrol


Kunci kontrol dari demam berdarah dan DHF / DSS adalah kontrol dari
Aedes aegypti.11 Nyamuk ini berkembang biak terutama pada wadah yang
digunakan untuk penyimpanan air, vas bunga, guci tua, kaleng tipis, dan
menggunakan ban dalam dan di sekitar tempat tinggal manusia. Penghapusan
tempat-tempat perkembangbiakan ini merupakan metode yang efektif dan definitif
pengendalian vektor dan mencegah penularan DBD.12 Penggunaan larvasida dan
insektisida selama wabah terbatas. upaya sekarang berfokus pada pendidikan
kesehatan dan partisipasi masyarakat dalam upaya untuk mengendalikan vektor
dengan mengurangi tempat perkembangbiakan. Vaksin dengue dilemahkan berada
dalam tahap akhir pembangunan dan telah menghasilkan hasil yang menjanjikan
dalam tes awal. Apakah vaksin dapat memberikan yang aman, tahan lama untuk
kekebalan penyakit immunopatologi seperti DHF / DSS di daerah endemik adalah
masalah yang harus diuji, namun diharapkan bahwa vaksinasi akan mengurangi
penularan.11
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk
Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan
Sarang Nyamuk) Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah
dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai berikut5:
1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC,
drum, dan lain-lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di
vas kembang, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain
sekurang-kurangnya seminggu sekali
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum,
dan lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di
tempat itu
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung
air hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan

24
bamboo, tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah
lainnya
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau
adukan semen
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap disitu
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan
bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-
jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali. Takaran penggunaan
bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter air cukup dengan 1
gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan sendok makan.
Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE.
Setelah dibubuhkan ABATE maka8:
1. Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh
jentik Aedes aegypti
2. Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan
dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam
dinding tempat penampungan air tersebut
3. Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak
membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum

2.1.8. Komplikasi
Demam Dengue: perdarahan dapat terjadi pada pasien dengan ulkus peptik,
trombositopenia hebat, dan trauma.9
Demam Berdarah Dengue
 Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok
 Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal
ginjal akut
 Edema paru dan/atau gagal jantung seringkali terjadi akibat
overloading pemberian cairan pada masa perembesan plasma
 Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik dan
perdarahan hebat (DIC, kegagalan organ multiple)

25
 Hipoglikemia/hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok
berkepanjangan dan terapi cairan yang tidak sesuai

2.1.9 Prognosis
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya
penanganan diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I
dan II umumnya baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara
cepat maka pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak
terkontrol sekitar 40-50 % tetapi dengan terapi penggantian cairan yang baik
bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang,
dan Jakarta memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit DHF
pada orang dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus-
kasus DHF yang disertai komplikasi sepeti DIC dan ensefalopati
3
prognosisnya buruk

2.2. Hipertensi
2.2.1 Definisi
Definisi hipertensi merupakan angka kesepakatan berdasarkan bukti
klinis (evidence based), berdasarkan konsesus, atau berdasarkan
epidemiologi studi meta-analisis. Sebab, bila tekanan darah lebih tinggi dari
angka normal yang disepakati, maka risiko morbiditas dan mortalitas
kejadian kardiovaskular akan meningkat.10
Hipertensi didefinisikan oleh Joint National Committee 7 (JNC 7)
sebagai peningkatan tekanan darah arteri sistemik yang menetap dimana
tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg.
Area abu-abu antara tekanan darah sistolik 120-139 mmHg dan tekanan
darah diastolik 80-89 mmHg didefinisikan sebagai pre-hipertensi.11,12

2.2.2 Klasifikasi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dapat dibedakan menjadi:
1) Hipertensi primer

26
Hipertensi primer adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang
dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik
normal. Hipertensi ini tidak diketahui penyebab dan mencakup ±90%
dari kasus hipertensi. Pada umumnya hipertensi esensial tidak
disebabkan oleh faktor tunggal melainkan karena berbagai faktor yang
saling berkaitan. Salah satu faktor yang paling mungkin berpengaruh
terhadap timbulnya hipertensi esensial adalah faktor genetik karena
hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga.10
2) Hipertensi Sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan penderita hipertensi
sekunder dari berbagai penyakit atau obat-obat tertentu yang
meningkatkan tekanan darah. Disfungsi renal akibat penyakit ginjal
kronis atau penyakit renovaskuler adalah penyebab sekunder yang
paling sering. Obat-obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak,
dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan
menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat
diidentifikasi dengan menghentikan obat atau mengobati/mengoreksi
penyakit yang menyertai.10
Selain itu, ada beberapa klasifikasi hipertensi berdasarkan tekanan
darah sistolik dan diastolik, diantaranya adalah klasifikasi berdasarkan The
Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of Hight Blood Pressure (JNC 7) yang dapat
dilihat pada Tabel 1.11,12

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Menurut Joint National Committee (JNC) 7


Kategori Tekanan darah Tekanan darah
tekanan darah sistolik (mmHg) diastolik (mmHg)
Normal < 120 atau < 80
Pre-hipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi 140-159 atau 90-99
Stadium 1
Hipertensi ≥160 atau ≥100

27
Stadium 2

2.2.3 Epidemiologi
Penelitian yang dilakukan oleh Hu L., et al (2017) menyatakan bahwa
prevalensi hipertensi meningkat terutama pada kelompok usia 45-54 tahun.11
Selain itu, Singh S., et al (2017) juga menyatakan bahwa prevalensi
hipertensi pada laki-laki meningkat pada usia ≥45 tahun sedang pada wanita
meningkat pada usia 45-54 tahun.13
Hipertensi dapat menyerang semua usia.12 Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 di Indonesia menunjukkan telah terjadi penurunan
prevalensi hipertensi yang didiagnosis oleh tenaga kesehatan pada usia 18
tahun atau lebih, yaitu dari 31,7% pada tahun 2007 menjadi sebesar 25,8%
pada tahun 2013. Asumsi terjadinya penurunan hipertensi ini bisa
bermacam-macam, salah satunya adalah masyarakat sudah mulai sadar
untuk datang berobat ke fasilitas kesehatan.16 Di kota Palembang, angka
kejadian hipertensi pada kelompok usia >40 tahun lebih tinggi daripada
kelompok usia 40 tahun, yaitu 84% kasus berbanding 16%.17

2.2.4 Faktor Risiko


Terdapat beberapa faktor predisoposisi hipertensi, antara lain adalah:
1. Usia
Prevalensi hipertensi meningkat seiring dengan meningkatnya usia baik
pada laki-laki maupun wanita. Dengan meningkatknya usia, dinding
aorta dan arteri akan menjadi kaku dan kondisi ini berkontribusi
terhadap tingginya prevalensi hipertensi pada kelompok usia yang lebih
tua.13
2. Jenis kelamin
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 dan 2013 yang
menyatakan bahwa prevalensi hipertensi pada perempuan lebih tinggi
dibanding laki-laki.16 Namun, Borghi, et al. (2016) pada penelitiannya
menyatakan bahwa prevalensi hipertensi lebih tinggi pada laki-laki dari
pada perempuan sebagian dikarenakan perilaku seperti merokok,

28
konsumsi alkohol, dan aktivitas fisik yang lebih sering dilakukan oleh
laki-laki.13
3. Status sosioekonomi
Status sosioekonomi menengah ke bawah menunjukkan peluang yang
secara signifikan lebih tinggi untuk menderita hipertensi. Status
sosioekonomi yang rendah secara tidak langsung dapat berpengaruh
terhadap kejadian hipertensi karena kurangnya akses ke pelayanan
kesehatan, daya beli makanan, serta stress emosional. 14,16 Namun, status
sosioekonomi tinggi menyebabkan orang memiliki daya beli yang lebih
baik, lebih nyaman, serta kurang beraktivitas fisik yang dapat menjadi
faktor risiko untuk obesitas yang selanjutnya juga dapat dikaitkan
dengan terjadinya hipertensi. 13
4. Pekerjaan
Penelitian mengungkapkan bahwa hipertensi lebih sering ditemukan
pada individu yang bekerja sebagai pegawai negeri, dikaitkan dengan
kurangnya aktivitas fisik.11,13 Selain itu, orang yang sudah pensiun
memiliki peluang lebih tinggi untuk menderita hipertensi, berhubungan
dengan usia yang semakin lanjut. Pekerjaan dan stress merupakan
faktor risiko independen hipertensi.13,15 Di Indonesia, orang yang tidak
bekerja mempunyai risiko 1,42 kali lebih besar untuk menderita
hipertensi dibandingkan dengan orang yang bekerja.17
5. Obesitas
Seiring dengan meningkatnya indeks massa tubuh seseorang, semakin
besar pula kemungkinan untuk menderita hipertensi. Obesitas dapat
menyebabkan resistensi insulin signifikan yang berakibat pada
peningkatan tekanan darah.11 Individu dengan indeks massa tubuh
berlebih mempunyai risiko 3 kali lipat lebih besar dalam
mengembangkan hipertensi dari pada individu dengan indeks massa
tubuh yang normal. 13

2.2.5 Patofisiologi

29
Banyak faktor yang mempengaruhi tekanan darah yang dapat
menyebabkan hipertensi primer. Dua faktor utamanya adalah faktor
hormonal (natriuretic hormone, rennin-angiotensin-aldosterone system
(RAAS)) dan faktor gangguan elektrolit (sodium, klorit, potassium).
Natriuretic hormone menyebabkan peningkatan konsentrasi sodium didalam
sell, akibatnya terjadi peningkatan tekanan darah. RAAS meregulasi
sodium, potassium, dan volume darah, yang akhirnya akan mempengaruhi
tekanan darah didalam arteri. Dua hormon yang terlibat dalam sistem RAAS
ini adalah angiotensin II dan aldosteron. Angiostensin II menyebabkan
menyempitnya pembuluh darah, meningkatkan pelepasan zat kimia yang
meningkatkan tekanan darah, serta produksi aldosteron juga meningkat.
Pembuluh darah yang berkontraksi akan meningkatkan tekanan darah serta
tekanan pada jantung. Aldosteron menyebabkan sodium dan air tertahan
didalam darah. Akibatnya, volume didalam darah meningkat, yang akan
meningkatkan tekanan pada jantung dan tekanan darah.
Tekanan darah arteri adalah tekanan yang ada didalam pembuluh
darah, tepatnya di dinding arteri. Tekanan darah arteri diukur dengan satuan
millimeter air raksa (mmHg). Dua nilai tekanan darah arteri adalah tekanan
darah sistolik dan tekanan darah diastolik. Tekanan darah sistolik adalah
nilai tertinggi yang dapat dicapai saat jantung kontraksi. Sedangkan tekanan
darah diastolik adalah nilai yang dicapai saat jantung relaksasi (tekanan
terendah) dan bilik jantung terisi dengan darah10.

2.2.6 Gejala Klinis


Hipertensi juga dikenal dengan “silent killer” karena tidak ada tanda
atau gejala spesifik, dan banyak penderita yang tidak tahu dirinya terkena
hipertensi. Meskipun tekanan darah mencapai tingkat bahaya yang tinggi,
kebanyakan penderita tidak disertai gejala apapun. Sebagian kecil penderita
dapat disertai gejala sakit kepala, muntah, pusing, dan mimisan. Gejala
tersebut biasanya tidak muncul sampai tekanan darah mencapai tingkat yang
parah atau sampai tahap pengobatan seumur hidup11.

30
2.2.7 Komplikasi
WHO menilai hipertensi sebagai salah satu hal terpenting dari
penyebab kematian prematur diseluruh dunia. Hipertensi diperkirakan
sebagai penyebab 7,5 juta kematian, atau sekitar 12,8% dari total seluruh
kematian. Tekanan tinggi yang berlebihan pada dinding artreri yang
disebabkan oleh hipertensi dapat merusak pembuluh darah disertai dengan
rusaknya fungsi organ. Keadaan ini dapat meningkatkan risiko terkena
gangguan kesehatan yang berbahaya seperti serangan jantung, stroke,
chronic heart failure (CHF), dan gangguan pada ginjal. Sekitar 70%
penderita yang terkena serangan jantung untuk pertama kalinya sudah
menderita hipertensi terlebih dahulu. Dan sekitar 80% penderita yang
terkena stroke untuk pertama kalinya disertai terkanan darah tinggi
Tekanan darah tinggi menyebabkan pembuluh darah arteri menjadi
lebih tebal dan kaku/keras (aterosklerosis), yang dapat menurunkan suplai
darah dan oksigen ke jantung. Keadaan ini dapat juga menyebabkan dada
sakit/nyeri, gagal jantung, atau serangan jantung. Gagal jantung terjadi
ketika jantung tidak dapat memompa darah yang cukup dan oksigen ke
seleruh tubuh. Serangan jantung muncul saat suplai darah tidak mencapai
jantung, sehingga jantung tidak mendapatkan oksigen yang dibutuhkan.
Tekanan darah tinggi juga bisa merusak otak, tepatnya tekanan darah
tinggi dapat menyebabkan aneurisma atau stroke. Peningkatan tekanan
darah dapat menyebakan dinding pembuluh darah melemah dan membentuk
tonjolan yang dapat membentuk aneurisma. Jika aneurisma tersebut pecah,
maka dapat mengancam nyawa. Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan
aterosklerosis pada pembuluh darah yang menuju otak, dan dapat
menyebabkan stroke. Sering kali stroke menyebabkan masalah dalam
kemampuan berbicara, gerak, dan aktifitas sederhana lainnya. Layaknya
serangan jantung, stroke dapat pula mengancam nyawa11.

2.3. ISPA
2.3.1. Definisi
ISPA adalah penyakit infeksi yang menyerang salah satu dan atau lebih
bagian dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran pernapasan atas) hingga

31
alveoli (saluran pernapasan bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus,
rongga telinga tengah dan pleura yang disebabkan oleh masuknya kuman (bakteri,
virus atau riketsia) ke dalam organ saluran pernapasan yang berlangsung selama
14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut dari suatu penyakit,
meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini
dapat berlangsung lebih dari 14 hari. Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat
dibagi menjadi 3 golongan, yaitu ISPA ringan, ISPA sedang, dan ISPA berat.
Pembagian menurut deajat keparahan tersebut didasarkan pada gejala-gejala dan
tanda-tandanya. ISPA ringan dapat berkembang menjadi ISPA sedang atau ISPA
berat jika keadaan memungkinkan, misalnya penderita kurang mendapat
perawatan atau saat penderita dalam keadaan lemah hingga daya tahan tubuhnya
rendah. Gejala ISPA ringan dapat dengan mudah diketahui oleh orang awam,
sedangkan gejala ISPA sedang dan berat memerlukan beberapa pengamatan
sederhana.18
2.3.2. Klasifikasi
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat
keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala klinis yang timbul
dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA tahun 1988. Adapun
pembagiannya sebagai berikut :19 Secara anatomis yang termasuk Infeksi saluran
pernapasan akut:
a. ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau
lebih gejala-gejala sebagai berikut:
i. Batuk
ii. Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
iii. Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung
iv. Panas atau demam, suhu tubuh lebih dari 370C atau jika dahi anak
diraba dengan penggung tangan terasa panas.

b. ISPA sedang

32
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala-
gejala ISPA ringan disertai gejala-gejala berikut:
i. Pernapasan >50 kali per menit pada anak yang berumur >1 tahun
atau > 40kali per menit pada anak yang berumur 1 tahun atau lebih.
ii. Suhu tubuh lebih dari 390C.
iii. Tenggorokan berwarna merah.
iv. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak.
v. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
vi. Pernapasan berbunyi seperti mendengkur atau mencuit-cuit. Dari
gejala-gejala ISPA sedang, perlu berhati-hati jika anak menderita
ISPA ringan sedangkan suhu tubuhnya lebih dari 390C atau gizinya
kurang baik, atau umurnya ≤4 bulan, maka anak tersebut menderita
ISPA sedang dan harus mendapat pertolongan dari petugas
kesehatan.

c. ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ispa berat jika dijumpai gejala-gejala
ISPAringan atau ISPA sedang disertai gejala berikut:
i. Bibir atau kulit membiru.
ii. Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada
waktu bernapas.
iii. Kesadaran menurun.
iv. Pernapasan berbunyi berciut-ciut dan anak tampak gelisah.
v. Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas.
vi. Nadi cepat, lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
vii. Tenggorokan berwarna merah.
Penderita ini harus dirawat di puskesmas atau rumah sakit, karena perlu
mendapat perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen dan atau
cairan infus.

33
Menurut Depkes RI, Pembagian ISPA berdasarkan atas umur dan tanda-
tanda klinis yang didapat yaitu :18
1. Untuk anak umur 2 bulan-5 tahun
Untuk anak dalam berbagai golongan umur ini ISPA diklasifikasikan
menjadi 3 yaitu:
a) Pneumonia berat
Tanda utama:
 Adanya tanda bahaya yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, serta gizi buruk.
 Adanya tarikan dinding dada kebelakang. Hal ini terjadi bila paru-
paru menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya tenaga untuk
menarik nafas.
 Tanda lain yang mungkin ada:
 Nafas cuping hidung.
 Suara rintihan.
 Sianosis (pucat).
b) Pneumonia tidak berat
Tanda Utama:
 Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.
 Di sertai nafas cepat:
 Lebih dari 50 kali/menit untuk usia 2 bulan – 1 tahun.
 Lebih dari 40 kali/menit untuk usia 1 tahun – 5 tahun.
c) Bukan pneumonia
Tanda utama:
 Tidak ada tarikan dinding dada kedalam.
 Tidak ada nafas cepat:
 Kurang dari 50 kali/menit untuk anak usia 2 bulan – 1 tahun.
 Kurang dari 40 kali/menit untuka anak usia 1 tahun – 5 tahun.

2. Anak umur kurang dari 2 bulan

34
Untuk anak dalam golongan umur ini, di klasifikasikan menjadi 2
yaitu:
a) Pneumonia berat
Tanda utama:
 Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, wheezing, demm atau dingin.
 Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali/menit atau lebih.
 Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.
b) Bukan pneumonia
Tanda utama:
 Tidak ada nafas cepat.
 Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.

2.3.3. Epidemiologi
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk pilek
pada balita di Indonesia perkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali per tahun),
artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk pilek sebanyak 3-6
kali setahun. Dari hasil pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka
kesakitan dikota cenderung lebih besar dari pada di desa. Hal ini mungkin
disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di
kota yang lebih tinggi daripada di desa.19
ISPA merupakan penyakit yang sering kali dilaporkan sebagai 10 penyakit
utama di Negara berkembang. Di Negara berkembang, penyakit pneumonia
merupakan 25% penyumbang kematian pada anak, terutama pada bayi berusia
kurang dari 2 bulan. Dari Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986
diketahui bahwa morbiditas pada bayi akibat pneumonia sebesar 42,2% dan pada
balita 40,6%, sedangkan angka mortalitas 36%.
Di Indonesia angka ini dilaporkan sekitar 3-6 kali per tahun per anak,
sekitar 40-60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15-30% kunjungan berobat
jalan dan rawat inap di rumah sakit juga disebabkan oleh ISPA. Hasil SKRT tahun
1992 menunjukkan bahwa angka mortalitas pada bayi akibat penyakit ISPA

35
menduduki urutan pertama (36%), dan angka mortalitas pada balita menduduki
urutan kedua (13%). Di jawa Tengah pada tahun 1999 penyakit ISPA selalu
menduduki rangking 1 pada 10 besar penyakit pasien rawat jalan di puskesmas.

2.3.4. Etiologi dan Faktor Risiko


Etiologi ISPA terdiri dari:
Bakteri : Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus
pyogenes,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza, dan lain-lain.
Virus : Rinovirus, coronavirus, adenovirus, enterovirus, (ISPA atas virus
utama), Parainfluenza, 123 coronavirus, adenovirus.
Jamur : Aspergillus sp, Candida albicans, Histoplama, dan lain-lain.
Aspirasi : Makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar minyak)
biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda
asing
(biji-bijian, mainan plastic kecil, dan lain-lain).
Disamping penyebab, perlu juga diperhatikan faktor resiko, yaitu faktor yang
mempengaruhi atau mempermudah terjadinya ISPA. Secara umum ada 3 faktor
yaitu:
• Keadaan social ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak.
• Keadaan gizi dan cara pemberian makan.
• Kebiasaan merokok dan pencemaran udara
Faktor yang meningkatkan morbiditas adalah anak usia 2 bulan, gizi kurang, Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR), pemberian Air Susu Ibu (ASI) tidak memadai,
polusi udara, kepadatan dalam rumah, imunisasi tidak lengkap dan menyelimuti
anak berlebihan. Faktor yang meningkatkan mortalitas adalah umur kurang dari 2
bulan, tingkat social ekonomi rendah, gizi kurang, Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR), tingkat pengetahuan ibu rendah, kepadatan dalam rumah, imunisasi tidak
lengkap dan menderita penyakit kronis.

2.3.5. Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Tanda dan gejala penyakit ISPA antara lain:
a) Batuk terjadi karena produksi mukus meningkat, sehingga terakumulasi
pada trakea yang kemudian menimbulkan batuk. Batuk juga bisa terjadi
karena iritasi pada bronkus. Sifat batuk dimulai dari batuk kering

36
(nonproduktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum).
b) Kesulitan bernafas
Akumulasi mukus di trakea akan mengakibatkan saluran nafas
tersumbat sehingga mengalami kesulitan dalam bernafas.
c) Sakit tenggorokan
Terjadi iritasi jalan nafas akibat pembengkakan akan merangsang ujung
dendrit oleh nervus, untuk menstimulasi pelepasan kemoreseptor yaitu
bradikinin dan serotonin sehingga terjadi perangsangan nyeri pada
tenggorokan.
d) Demam
Infeksi jalan nafas juga mengakibatkan munculnya demam, ini sebagai
mekanisme pertahanan tubuh dalam melawan mikroorganisme yang
masuk.
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal
dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise,
mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila
peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya
penyulit. Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan laboratorium terhadap jasadrenik itu sendiri. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung.
Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan
pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.20
Tanda-tanda bahaya
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan
keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat
jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila
sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan
yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu

37
diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah
berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan
pernapasan. Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda
klinis dan tanda-tanda laboratoris.
Tanda-tanda klinis
 Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur
(apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis,
suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
 Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
 Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit
kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
 Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris
 hypoxemia,
 hypercapnia dan
 acydosis (metabolik dan atau respiratorik)
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun
adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi
buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2
bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun ampai
kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran
menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.18

2.3.6. Diagnosis Banding


Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa diagnosis banding
yaitu difteri, mononukleosis infeksiosa dan agranulositosis yang semua penyakit
diatas memiliki manifestasi klinis nyeri tenggorokan dan terbentuknya membrana.
Mereka masing-masing dibedakan melalui biakan kultur melalui swab, hitungan
darah dan test Paul-bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus

38
manifestasi lain yang muncul adalah nyeri abdomen akuta yang sering disertai
dengan muntah.

2.3.7. Penatalaksanaan
Pengobatan antara lain:
1. Simptomatik:
i. Analgesik-antipiretik untuk mengobati gejala demam
seperti parasetamol danaspirin.
ii. Kombinasi dekongestan dan anti alergi untuk pilek dan flu.
Contoh: dekongestan antara lain pseudoefedrin, fenil
propanolamin. Contoh antialergiadalah dipenhidramin.
iii. Ekspektoran untuk batuk berdahak. Contoh: ammonium
klorida.
iv. Mukolitik untuk batuk berdahak. Contoh: ambroksol,
bromheksin, gliserilgualakolat.
v. Antitusif untuk meringankan gejala batuk kering. Contoh:
dekstrometorfan.
2. Suportif:
meningkatkan daya tahan tubuh berupa Nutrisi yang adekuat,
pemberian multivitamin dll.
3. Antibiotik:
 Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
 Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan
S.Aureus
 Antibiotik. Antibiotik tidak disarankan untuk ISPA yang
disebabkan oleh virus karena antibiotik tidak dapat
membunuh virus. Antibiotik diberikan jika gejala
memburuk, terjadi komplikasi atau radang yang disebabkan
oleh bakteri.
 Menurut WHO: Pneumonia rawat jalan yaitu
kotrimoksasol, Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin Prokain,

39
Pnemonia berat: Benzil penicillin, klorampenikol,
kloksasilin, gentamisin.
 Antibiotik baru lain: Sefalosforin, quinolon dll.

Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan
perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk dosis dapat
dilihat pada lampiran.

Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi
anaknya yang menderita ISPA.
 Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan
dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap
6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai
dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es).
 Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional
yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½
sendok teh, diberikan tiga kali sehari.
 Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-
ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
 Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih
banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak,
kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

40
 Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal
dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan
hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan
menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan
tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak
berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk
maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.
Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas
usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar
selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan
antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali
kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.18,19

2.3.8. Komplikasi
 Asma
Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten yang disebabkan
oleh suatu kondisi alergi non infeksi dengan gejala: sesak nafas, nafas
berbunyi wheezing, dada terasa tertekan, batuk biasanya pada malam
hari atau dini hari.
 Kejang demam
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rentan lebih dari 38Oc) dengan geiala berupa
serangan kejang klonik atau tonikklonik bilateral. Tanda lainnya
seperti mata terbalik keatas dengan disertai kejang kekakuan atau
kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan atau
hanya sentakan kekauan fokal.
 Tuli
Tuli adalah gangguan system pendengaran yang terjadi karena adanya
infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau virus dengan gejala awal

41
nyeri pada telinga yang mendadak, persisten dan adanya cairan pada
rongga telinga.
 Syok
Syok merupakan kondisi dimana seseorang mengalami penurunan
f'ungsi dari system tubuh yang disebabkan oleh berbagai faktor antara
lain: faktor obstruksi contohnya hambatan pada system pernafasan
yang mengakibatkan seseorang kekurangan oksigen sehingga
seseorang tersebut kekurang suplay oksigen ke otak dan
mengakibatkan syok.
 Demam Reumatik, Penyakit Jantung Reumatik dan Glomerulonefritis,
yang disebabkan oleh radang tenggorokan karena infeksi
Streptococcus beta hemolitikus grup A (Strep Throat)
 Sinusitis
 Meningitis
 Abses Peritonsiler
 Abses Retrofaring

2.3.9. Prognosis
Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik apabila tidak terjadi
komplikasi yang berat. Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini sendiri, yaitu
self limiting disease sehingga tidak memerlukan tindakan pengobatan yang rumit.
Penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7 hari. Kematian terbanyak oleh
karena infeksi bakteri sekunder. Bila panas menetap lebih dari 4 hari dan leukosit
> 10.000/ul,biasanya didapatkan infeksi bakteri sekunder.20

42
BAB III
ANALISA DATA PRIMER

a. Analisis Data Primer


a. Assessment Keluarga A
1.1 Pengenalan Anggota Keluarga
Bapak Deddy adalah kepala rumah tangga berusia 40 tahun yang
bertempat tinggal di Jalan Tombak, Kecamatan Kemuning, Kelurahan
Pahlawan. Keluarga Bapak Deddy terdiri dari 4 anggota keluarga, yaitu
Bapak Deddy, Ibu Muriati, Nenek Sarmina, Desti Amelia. Keluarga Ibu Eni
tergolong keluarga dengan ekonomi menengah ke baawah.

1.2 Assessment Pribadi


1.2.1 Bapak Deddy
Nama : Deddy
Status dalam keluarga : Suami
Umur : 40
Pekerjaan : Kepala Rumah Tanggga
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Atas
Agama : Islam
Tekanan darah : 120/100

 Riwayat Genetik
Tidak ada riwayat hipertensi dan kencing manis

 Pekerjaan
Bapak Deddy bekerja sebagai buruh dan setiap hari pergi bekerja.
Bapak Deddy bangun setiap hari pukul 05.00 dan tidur sekitar
pukul 24.00. Pekerjaan sehari-harinya membangun rumah,
memperbaiki barang.

43
 Gaya hidup
Kebutuhan tidur Bapak Deddy diakuinya kurang, yaitu sekitar 5
jam sehari. Posisi tidur Bapak Deddy yaitu tidur dengan posisi
telentang. Saat bangun tidur, badan Bapak Deddy terasa segar.

 Diet
Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan Bapak Deddy terbilang
kurang bergizi dan tidak bervariasi. Bapak Deddy biasanya sarapan
di rumah, namun makan siang dan malam di luar rumah dan sering
mengkonsumsi nasi padang.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Tidak ada riwayat penyakit yang pernah diderita

 Riwayat Pengobatan
Tidak Ada

1.2.2 Ibu Muriati


Nama : Ibu Muriati
Status dalam keluarga : Istri
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Atas
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik
Tidak ada riwayat hipertensi dan kencing manis

 Pekerjaan
Ibu Muriati bekerja sebagai ibu rumah tangga dan setiap hari
mengurus kebutuhan suami, anak dan cucunya. Ibu Muriati bangun
setiap hari pukul 04.00 dan tidur sekitar pukul 21.00. Pekerjaan
sehari-harinya sama seperti ibu rumah tangga pada umumnya,
diantaranya memasak, menyapu, mencuci baju dan lain-lain.
 Gaya hidup

44
Kebutuhan tidur ibu Muriati diakuinya cukup, yaitu sekitar 6-8 jam
sehari. Posisi tidur ibu Muriati yaitu tidur dengan posisi telentang.
Saat bangun tidur, badan ibu Muriati terasa segar.
 Diet
Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan Ibu Muriati terbilang
cukup lengkap dan bervariasi. Keluarga Ibu Muriati biasanya
makan 3 kali sehari. Sarapan pagi, makan siang dan makan malam
semuanya menggunakan nasi, lauk, sayur dan buah. Ibu Muriati
selalu memasak makanannya sendiri, hanya sesekali membeli
makanan cemilan diluar seperti gorengan.
 Penyakit yang sedang dan pernah diderita
Tidak ada riwayat penyakit yang diderita.
 Riwayat Pengobatan
Tidak ada.

1.2.3 Nenek Sarmina


Nama : Nenek Sarmina
Status dalam keluarga : Orang Tua
Umur : 85 tahun
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar
Agama : Islam
Tekanan darah : 150/100

 Riwayat Genetik
Orang tua Nenek Sarmita memiliki riwayat penyakit hipertensi.

 Pekerjaan
Nenek Sarmita tidak lagi bekerja. Nenek sarmita bangun setiap hari
pukul 06.00 dan tidur sekitar pukul 22.00. Pekerjaan sehari-harinya
membantu ibu Muriati pada diantaranya menyapu.
 Gaya hidup
Kebutuhan tidur Nenek Sarmita diakuinya cukup, yaitu sekitar 6-8
jam sehari. Posisi tidur ibu Eni yaitu tidur dengan posisi telentang.
Saat bangun tidur, badan ibu Eni kadang terasa segar.
 Diet
Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan Nenek Sarmita terbilang
cukup lengkap dan bervariasi. Nenek Sarmita biasanya makan 3

45
kali sehari. Sarapan pagi, makan siang dan makan malam
semuanya menggunakan nasi, lauk, sayur dan buah.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Nenek Sarmita memiliki riwayat penyakit Hipertensi dan
terdiagnosis sekitar tahun 2010. Nenek Sarmita sesekali mengeluh
sakit kepala dan nyeri pada leher.

 Riwayat Pengobatan
Saat terdiagnosis penyakit Hipertensi, Nenek Sarmita rutin kontrol
ke dokter.

1.2.4 Desti Amelia


Nama : Desti Amelia
Status dalam keluarga : Anak
Tempat tanggal lahir : Palembang, 13 Maret 2009
Umur : 10 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik
Tidak ada riwayat hipertensi dan kencing manis

 Pekerjaan
Desti Amelia berkerja sebagai pelajar yang berjarak kurang lebih 1
KM dari tempat tinggalnya. Ia pergi bekerja dengan jalan kaki

 Gaya hidup
Desti Amelia memiliki kebiasaan hidup yang cukup baik, tidak
merokok, tidur cukup dan berolahraga seperti futsal dan jogging.

 Diet
Desti Amelia selalu sarapan pagi, makan siang dan makan malam
tepat waktu.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Tidak ada riwayat penyakit yang diderita.

 Riwayat Pengobatan
Tidak ada.

46
1.1 Assessment Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal Bapak Deddy cukup luas untuk empat
orang. Di sekitar pekarangan rumah tidak terdapat pepohonan. Kondisi
rumah cukup berantakan dan kotor. Rumah Bapak berukuran cukup sempit,
sekitar 8 x 10 m, dengan 1 kamar tidur, satu kamar mandi, satu dapur,
tempat mencuci piring, ruang keluarga dan ruang tamu. Keluarga Bapak
Deddy tidak memelihara hewan peliharaan. Tempat tidur Bapak Deddy
adalah kasur kapuk dengan kondisi ventilasi kamar yang kurang, barang-
barang terlihat berantakan dan kotor. Dapur dan beberapa ruang lain seperti
dapur, tempat mencuci piring, ruang keluarga, ruang tamu dan halaman
rumah.
Pencahayaan dan ventilasi rumah kurang. Tetapi karena banyak
pakaian dan benda-benda rumah yang berserakan, rumah jadi terasa sedikit
pengap dan berbau. Keluarga ibu Eni menggunakan air PDAM utuk minum,
mandi dan cuci. Sampah dibuang pada tempat pembuangan sampah yang
diambil tukang sampah 2x seminggu. Tetapi sebelum dibuang, sampah
terkadang menumpuk di rumah. Aliran got mengalir dengan baik. Lantai
rumah tidak menggunakan keramik.

Gambar 1: Terlihat Kamar Mandi yang kurang bersih

47
Gambar 2: Ruang tengah sekaligus tempat tidur
1.2 Assessment Perilaku
Berikut perilaku anggota keluarga yang berpotensi menyebabkan penyakit:
a. Kurangnya manajemen waktu untuk membersihkan rumah, sehingga
rumah terlihat berantakan.
b. Desti Amelia jarang menggunakan masker saat ke sekolah, sehingga
rentan terkena debu.
c. Bak Mandi jarang dikuras hanya 1x sebulan sehingga meningkatkan
resiko jentik nyamuk yang berkumpul.
1.3 Catatan Tambahan
Keluarga Bapak Deddy miliki pengetahuan cukup baik mengenai
pentingnya hidup bersih dan sehat. Tetapi pelaksanakan PHBS belum
maksimal, terlihat saat pertama kali berkunjung, kondisi rumah terbilang
sangat berantakan. Keluarga Bapak Deddy bisa dikatakan memiliki
kemampuan ekonomi menengah kebawah. Suaminya hanya bekerja buruh
serabutan sehingga pemasukan tidak pasti

b. Assessment Keluarga B
1. Pengenalan Anggota Keluarga
Pak Ujang adalah seorang pensiunan berusia 60 tahun yang bertempat
tinggal di RT 18, kelurahan Pahlawan, Kecamartan Sekip, Palembang. Pak
Ujang tinggal di rumah sederhana bersama istrinya, yaitu Ibu Elly, dan satu
anaknya, yaitu Ibu Eka serta satu cucunya yaitu Niken. Ekonomi keluarga pak
Rifki tergolong ekonomi menengah ke bawah.

2. Assessment Pribadi
2.2.1 Bapak Ujang

48
Nama : Pak Ujang
Status dalam keluarga : Suami/Ayah
Umur : 60 tahun
Pekerjaan : Pensiunan
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Atas
Agama : Islam
 Riwayat Genetik

Dari keluarga Bapak Ujang ada yang memiliki riwayat darah


kencing manis yaitu ibu dari Bapak Ujang.
 Pekerjaan

Bapak Ujang bekerja sebagai pensiunan dan sesekali menjaga


warung kelontong miliknya.
 Gaya hidup

Kebutuhan tidur Pak Rifki diakuinya cukup, yaitu sekitar 6-7 jam
sehari. Saat tidur, Pak Ujang terkadang mengeluh sering buang air
kecil di tengah malam dan mudah lapar.
 Diet
Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan terdiri dari nasi dan lauk
pauk, kadang disertai dengan sayur. Pola makan teratur yaitu 3 kali
sehari pada pagi, siang, dan malam hari. Pak Ujang terkadang
mengkonsumsi makanan kecil namun tidak sering.
 Penyakit yang sedang dan pernah diderita
Pak Ujang mengeluh sering buang air kecil di tengah malam dan
mudah lapar. Dia telah didiagnosis DM sejak 10 tahun yang lalu

 Riwayat Pengobatan
Pak Ujang rutin control ke dokter untuk mendapatkan obat untuk
sakit DM nya.

2.2.2 Ibu Elly

49
Nama : Elly
Status dalam keluarga : Istri / Ibu
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar
Agama : Islam

 Riwayat Genetik
Tidak ada riwayat penyakit apapun
 Pekerjaan

Bu Elly adalah seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya


adalah mengurus urusan mulai dari memasak, membersihkan
rumah, menjaga warung kelontongan dan aktivitas sehari-hari
lainnya.
 Gaya hidup

Bu Elly memiliki kebiasaan hidup yang cukup baik, diantaranya


beliau tidak merokok, tidur teratur dan cukup.
 Diet

Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan terdiri dari nasi dan lauk
pauk, kadang disertai dengan sayur. Pola makan teratur yaitu 3 kali
sehari pada pagi, siang, dan malam hari. Bu Rahmawati hobi
memakan makanan kecil dari warung kelontongnya.
 Penyakit yang sedang dan pernah diderita

Tidak ada riwayat penyakit apapun


 Riwayat Pengobatan
Tidak ada

2.2.3 Ibu Eka


Nama : Eka
Status dalam keluarga : Anak
Umur : 30 tahun

50
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : Sarjana
Agama : Islam

 Riwayat Genetik

Bapak dari Ibu Eka memiliki riwayat kencing manis.


 Pekerjaan

Ibu Eka adalah seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya


adalah mengurus urusan mulai dari memasak, membersihkan
rumah, merawat anak, menjaga warung kelontongan dan aktivitas
sehari-hari lainnya.
 Gaya hidup
Bu Eka memiliki kebiasaan hidup yang cukup baik, diantaranya
beliau tidak merokok, tidur teratur dan cukup.
 Diet

Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan terdiri dari nasi dan lauk
pauk, kadang disertai dengan sayur. Pola makan teratur yaitu 3 kali
sehari pada pagi, siang, dan malam hari.
 Penyakit yang sedang dan pernah diderita

Bu mengaku terkadang batuk saat di rumah namun hilang dengan


sendirinya,
 Riwayat Pengobatan

Tidak ada

1.2.4 Niken
Nama : Niken
Status dalam keluarga : Anak
Umur : 4 tahun
Pekerjaan : Belum Sekolah

51
Pendidikan terakhir : Belum Sekolah
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik
Tidak ada riwayat hipertensi dan kencing manis
 Pekerjaan
Tidak ada

 Gaya hidup
Niken memiliki boneka yang banyak dan tidur dengan boneka nya.
Namun ada beberapa boneka yang tidak mau dicuci dengan alasan
tidak bias tidur jika tanpa boneka tersebut

 Diet
Niken selalu sarapan pagi, makan siang dan makan malam tepat
waktu.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Tidak ada riwayat penyakit yang diderita.

 Riwayat Pengobatan
Tidak ada.

a.1 Assessment Lingkungan


Lingkungan tempat tinggal Pak Ujang agak sempit. Ukuran rumah
pak Ujang kira-kira berkisar 12x7 meter tanpa taman atau tanaman hijau di
sekitarnya Untuk kondisi dalam rumah terasa lembab. Pencahayaan dari
rumah Pak Rifki tergolong kurang karena hanya terdapat jendela dan tidak
dapat dibuka lagi, selain itu rumah ditutupi rumah lain yang lebih tinggi
sehingga tidak ada cahaya yang masuk dari bagian dapur. Atap dari rumah
terbuat dari seng yang langsung berhubungan dengan bagian dalam rumah.
Terdapat 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, dan 1 dapur. Dapur dan kamar
mandi saling berdekatan. Keluarga Pak Ujang memelihara kucing di dalam
lingkungan rumahnya.
Air untuk mandi berasal dari PDAM Air PDAM juga dimasak untuk
digunakan sebagai air minum sehari-harinya. Sampah dibuang pada tempat

52
pembuangan sampah masyarakat yang berjarak cukup jauh dari rumah.
Aliran got mengalir dengan baik. Lantai rumah terbaut dari semen.

Gambar 3: Kamar mandi yang terlihat bersih dan teratur

a.2 Assessment Perilaku


Berikut perilaku anggota keluarga yang berpotensi menyebabkan penyakit:
a. Kurangnya melakukan olahraga dalam kesehariannya.
b. Bapak Ujang yang sering makan sembarang tanpa mempedulikan sakit
Dm nya.
c. Ibu Elly yang senang mengkonsumsi jajan jajanan kecil.
d. Keluarga jarang mengkontrol kesehatan di puskesmas terdekat.

a.3 Catatan Tambahan


Keluarga Pak Ujang jarang mendapatkan informasi kesehatan baik
dari media, seperti koran dan televisi, maupun dari petugas kesehatan di
lingkungan sekitar. Untuk penerapan PHBS dari keluarga Pak Ujang masih
belum maksimal karena kebiasaan menampung air yang kurang baik. Dari
segi ekonomi tergolong menengah ke bawah dengan pemasukan kurang
lebih 2 juta per bulan.

c. Assessment Keluarga C

53
3.1 Pengenalan Anggota Keluarga
Bapak Ahmad Yani adalah penjual es keliling berusia 47 tahun yang
bertempat tinggal di Jalan Rambu Kuning, Kecamatan Kemuning, Kelurahan
Pahlawan. Keluarga Bapak Medi terdiri dari 4 anggota keluarga, yaitu Bapak
Ahmad Yani, istri, dan 2 orang anak. Keluarga Bapak Medi tergolong
keluarga dengan ekonomi menengah.

3.2 Assessment Pribadi


3.2.1 Bapak Ahmad Yani
Nama : Ahmad Yani
Status dalam keluarga : Suami / Kepala keluarga
Umur : 47 tahun
Pekerjaan : Penjual Es
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Atas
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik

Tidak ada riwayat hipertensi, kencing manis, atau penyakit lainnya.

 Pekerjaan

Bapak Ahmad Yani bekerja sebagai penjual es keliling. Ia pergi


bekerja menggunakan sepeda motor setiap hari Senin-Jumat, dari
pukul 06.00 sampai 17.00

 Gaya hidup

Kebutuhan tidur Bapak Ahmad Yani sekitar 6-8 jam sehari. Posisi
tidur Bapak Ahmad Yani yaitu tidur dengan posisi telentang. Bapak
Ahmad Yani termasuk jarang melakukan olahraga.

54
 Diet
Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan Bapak Ahmad Yani
terbilang cukup lengkap dan bervariasi. Bapak Ahmad Yani
biasanya makan 3 kali sehari.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Tidak ada riwayat penyakit yang diderita. Hanya saja, Bapak Medi
sesekali mengeluh nyeri kepala.

 Riwayat Pengobatan
Tidak ada.

3.2.2 Ibu Rosmiati


Nama : Rosmiati
Status dalam keluarga : Istri
Umur : 48 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Atas
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik

Tidak ada riwayat hipertensi, kencing manis, atau penyakit lainnya.


 Pekerjaan
Ibu Rosmiati bekerja sebagai ibu rumah tangga dan setiap hari
mengurus kebutuhan suami dan anaknya. Ibu Rosmiati bangun
setiap hari pukul 05.00 dan tidur sekitar pukul 22.00. Pekerjaan
sehari-harinya sama seperti ibu rumah tangga pada umumnya,
diantaranya memasak, menyapu, mencuci baju dan lain-lain. Selain
itu Ibu Rosmiati juga berjualan di depan rumahnya.

55
 Gaya hidup
Ibu Rosmiati memiliki kebiasaan hidup yang cukup baik.
Kebutuhan tidur Ibu Saidah cukup, 6-8 jam sehari. Posisi tidur Ibu
Rosmiati yaitu tidur dengan posisi telentang. Ibu Rosmiati jarang
berolahraga, karena sudah sibuk dengan urusan rumah.

 Diet
Ibu Rosmiati makan 3 kali sehari. Ibu Rosmiati sering tidak nafsu
makan karena maagnya kambuh. Ibu Rosmiati selalu memasak
makanannya sendiri, dan kadang membeli cemilan di luar.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Ibu Rosmiati menderita asam urat. Minum obat asam urat rutin
juga sering melakukan akupuntur. Ibu Rosmiati juga menderita
maag.

 Riwayat Pengobatan

Ibu Rosmiati rutin kontrol asam urat di Puskesmas dan rutin


meminum obat asam urat dari dokter. Ibu Rosmiati juga
mengonsumsi obat maag jika maagnya kambuh.

3.2.3 Fadli
Nama : Fadli
Status dalam keluarga : Anak
Umur : 18 tahun
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Atas
Agama : Islam
Asal : Palembang

56
 Pekerjaan
Fadli masih bersekolah yang jarak sekolahnya sekitar 2 km dari
Rumah

 Riwayat Genetik

Tidak ada riwayat genetik

 Gaya hidup
Fadli memiliki kebiasaan hidup yang cukup baik. Kebutuhan tidur
Fadli cukup, 6-8 jam sehari. Fadli sering membantu ibunya
mengerjakan pekerjaan rumah. Fadli pergi ke sekolah dengan
angkutan umum dan tidak pernah menggunakan masker.

 Diet

Fadli makan 3 kali sehari.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita

Tidak ada riwayat penyakit yang diderita.

 Riwayat Pengobatan
Tidak Ada
3.2.4 Zurya

Nama : Zurya
Status dalam keluarga : Anak
Umur : 15 tahun
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Pertama
Agama : Islam
Asal : Palembang

57
 Pekerjaan
Zurya masih bersekolah yang jarak sekolahnya sekitar 3 km dari
Rumah

 Riwayat Genetik
Tidak ada riwayat genetik

 Gaya hidup
Zurya memiliki kebiasaan hidup yang cukup baik. Kebutuhan tidur
Fadli cukup, 6-8 jam sehari. Zurya pergi ke sekolah dengan
angkutan umum dan tidak pernah menggunakan masker.

 Diet

Zurya makan 3 kali sehari.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Tidak ada riwayat penyakit yang diderita.

 Riwayat Pengobatan

Tidak ada.

3.3 Assessment Lingkungan


Lingkungan tempat tinggal Bapak Ahmad Yani cukup luas. Di sekitar
pekarangan rumah tidak terdapat pepohonan. Kondisi rumah bersih dan
teratur. Rumah Bapak Ahamd Yani berukuran cukup luas, sekitar 9x12 m,
dengan 3 kamar tidur, satu kamar mandi, satu dapur, tempat mencuci piring,
ruang makan, ruang keluarga dan ruang tamu. Keluarga Bapak Ahmad Yani
tidak memelihara hewan peliharaan. Tempat tidur Bapak Ahmad Yani adalah

58
springbed dengan kondisi ventilasi kamar yang baik. Dapur dan beberapa
ruang lain seperti dapur, tempat mencuci piring, ruang makan, ruang
keluarga, ruang tamu dan halaman rumah juga terlihat bersih dan teratur.
Hanya kamar mandi yang terlihat bersih.
Pencahayaan dan ventilasi rumah baik, hanya pencahayaan di kamar
mandi yang baik. Keluarga Bapak Ahmad Yani menggunakan air PDAM
utuk minum, mandi dan cuci. Sampah dibuang pada tempat pembuangan
sampah masyarakat yang berjarak cukup jauh dari rumah. Tetapi sebelum
dibuang, sampah terkadang menumpuk di depan rumah. Aliran got mengalir
dengan baik.

Gambar 4. Terlihat dapur yang kurang rapi

Gambar 5. Kasur yang berantakan

59
3.4 Assessment Perilaku
Berikut perilaku anggota keluarga yang berpotensi menyebabkan penyakit:
a. Kurangnya kesadaran akan menjemur kasur sehingga dapat membuat
kamar berdebu
b. Ibu Rosmiati jarang berolahraga.
c. Nafsu makan Bapak Ahmad Yani dan Ibu Saidah kurang.

3.5 Catatan Tambahan


Keluarga Bapak Ahmad Yani memiliki pengetahuan cukup baik
mengenai pentingnya hidup bersih dan sehat. Tetapi pelaksanakan PHBS
cukup maksimal, terlihat saat pertama kali berkunjung, kondisi rumah
terbilang teratur. Keluarga Bapak Ahmad Yani bisa dikatakan memiliki
kemampuan ekonomi menengah. Suaminya bekerja sebagai penjual Es, istri
berjualan di rumah.

d. Assessment Keluarga D
4.1 Pengenalan Anggota Keluarga
Bapak Yusuf adalah seorang buruh bangunan berusia 56 tahun yang
bertempat tinggal di jalan Simanjuntak, Kecamatan Kemuning, Kelurahan
Pahlawan. Keluarga bapak Yusuf terdiri dari 5 anggota keluarga, yaitu
Bapak Yusuf, istri, 2 orang anak dan ibu dari bapak Yusuf. Keluarga Bapak
Yusuf tergolong keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah dengan
penghasilan ± Rp.500.000,00 per bulan.

4.2 Assessment Pribadi


4.2.1 Ibu Yuliana
Nama : Yuliana
Status dalam keluarga : Istri
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Pertama

60
Agama : Islam
Suku : Palembang

 Riwayat Genetik

Tidak ada
 Pekerjaan

Ibu Yuliana bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ibu Yuliana bangun
setiap hari pukul 04.00 dan tidur sekitar pukul 22.00. Pekerjaan
sehari-harinya sama seperti ibu rumah tangga pada umumnya,
diantaranya memasak, menyapu, mencuci baju dan lain-lain.
 Gaya hidup

Kebutuhan tidur Ibu Yuliana diakuinya cukup, yaitu sekitar 5-6 jam
sehari. Ibu Yuliana sering melakukan senam dan jalan santai 1-2 x
seminggu. Ibu Yuliana tidak ada kebiasaan merokok

 Diet

Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan Ibu Yuliana terbilang


cukup lengkap dan bervariasi. Keluarga Ibu Yuliana biasanya
makan 2-3 kali sehari. Sarapan pagi, makan siang dan makan
malam semuanya menggunakan nasi, lauk dan sayur

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Tidak ada.

 Riwayat Pengobatan
Tidak ada.

4.2.2 Bapak Yusuf

61
Nama : Yusuf
Status dalam keluarga : Kepala Rumah Tangga
Umur : 56 tahun
Pekerjaan : Buruh Bangunan
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Pertama
Agama : Islam
Suku : Palembang

 Riwayat Genetik

Ibu dari Bapak Yusuf memilki riwayat penyakit darah tinggi

 Pekerjaan

Bapak Yusuf berkerja sebagai buruh bangunan di sekitar Sekip. Ia


pergi bekerja menggunakan motor setiap harinya, dari pukul 06.00
sampai 13.00, sekarang sudah jarang bekerja karena Bapak Yusuf
sering merasa sesak dan batuk-batuk ketika bekerja.

 Gaya hidup

Bapak Yusuf memiliki kebiasaan merokok ½-1 bungkus


perharinya, bapak Yusuf mengaku mulai merokok sejak remaja.
Kebutuhan tidur Bapak Yusuf diakuinya kurang cukup, yaitu
sekitar 3-4 jam sehari. Posisi tidur Bapak Yusuf yaitu tidur dengan
posisi telentang dan sering mengorok.

 Diet

Bapak Yusuf tidak pernah sarapan pagi, dan makan 2 kali sehari
ketika lapar saja. Bapak Yusuf juga sering minum kopi 1- 2 cangkir
tiap harinya. Hampir setiap hari bapak Yusuf minum kopi dengan
gula yang tidak terlalu manis.

62
 Penyakit yang sedang dan pernah diderita
Sesak nafas

 Riwayat Pengobatan

Tidak ada.

4.2.3 Seren Marseli


Nama : Seren Marseli
Status dalam keluarga : Anak
Umur : 7 tahun
Pendidikan : SD
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik

Tidak ada

 Gaya hidup

Kebutuhan tidur Seren Marseli diakuinya oleh ibunya termasuk


cukup, yaitu sekitar 6-7 jam sehari.

 Diet

Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan Seren Marseli terbilang


cukup lengkap dan bervariasi. El Seren Marseli biasanya makan 2-
3 kali sehari. Sarapan pagi, makan siang dan makan malam
semuanya menggunakan nasi, lauk dan sayur

63
 Penyakit yang sedang dan pernah diderita
Baru pulang dirawat di rumah sakit karena DBD

 Riwayat Pengobatan

Dirawat selama ±5 hari di rumah sakit karena terkena DBD

4.2.4 Dio
Nama : Dio
Status dalam keluarga : Anak
Umur : 1 tahun 5 bulan
Pendidikan : belum sekolah
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik

Tidak ada

 Gaya hidup

Kebutuhan tidur Dio diakuinya oleh ibunya termasuk cukup, yaitu


sekitar 6-7 jam sehari.

 Diet

Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan Dio terbilang cukup


lengkap dan bervariasi. Dio biasanya makan 2-3 kali sehari.
Sarapan pagi, makan siang dan makan malam semuanya
menggunakan nasi tim, lauk dan sayur.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Sering batuk pilek

64
 Riwayat Pengobatan

Tidak ada.

4.2.5 Romilah
Nama : Romilah
Status dalam keluarga : Orang tua bapak Yusuf
Umur : 70 tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik

Bapak dari Ibu Romilah memilki riwayat penyakit darah tinggi

 Pekerjaan

Ibu Romilah bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ibu Romilah


bangun setiap hari pukul 04.00 dan tidur sekitar pukul 22.00.
Pekerjaan sehari-harinya sama seperti ibu rumah tangga pada
umumnya, diantaranya memasak, menyapu, mencuci baju dan lain-
lain dimana dia sering membantu ibu Yuliana.

 Gaya hidup

Ibu Romilah memiliki gaya hidup yang baik dimana dia


tidak merokok, kebutuhan tidurnya cukup sebanyak 4-5 jam sehari,
Ibu romilah juga sering berjalan pagi bersama menantunya.

 Diet

65
Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan Ibu Romilah
terbilang cukup lengkap dan bervariasi. Ibu Romilah biasanya
makan 2-3 kali sehari. Sarapan pagi, makan siang dan makan
malam semuanya menggunakan nasi dan lauk, namun Ibu Romilah
tidak suka makan sayur

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun yang lalu.

 Riwayat Pengobatan

Tidak rutin berobat.

4.3 Assessment Lingkungan


Lingkungan tempat tinggal Bapak Yusuf cukup padat, dimana jarak
antara 1 rumah ke rumah lain sangat berdekatan. Kondisi rumah cukup
berantakan dan kotor. Rumah Bapak Yusuf berukuran cukup luas, sekitar
8x10 m, dengan 3 kamar tidur, satu kamar mandi, satu dapur, dan ruang
keluarga. Keluarga Bapak Yusuf tidak memelihara hewan peliharaan.
Tempat tidur Bapak Yusuf terbuat dari kapuk dengan kondisi ventilasi kamar
yang kurang baik dan barang-barang terlihat berantakan dan kotor. Tempat
tidur, ruang keluarga dan kamar mandi juga terlihat kotor. Pencahayaan dan
ventilasi rumah kurang baik, dimana tidak ada jendela untuk pertukaran
udara. Selain itu, banyak pakaian dan benda-benda rumah yang berserakan,
rumah jadi terasa sedikit pengap dan berbau. Keluarga Bapak Yusuf
menggunakan air sumur utuk minum, mandi dan cuci pakain. Didalam bak
mandi di rumah bapak Yusuf banyak terdapat jentik-jentik nyamuk, keluarga
bapak Yusuf biasa menguras bak 1 bulan sekali. Sampah dibuang 2 hari
sekali oleh bapak Yusuf. Tetapi sebelum dibuang, sampah terkadang
menumpuk di rumah dan beberapa berserakan. Aliran got mengalir kurang
baik.

66
Gambar 6. Ruang Keluarga rumah Bapak Yusuf

67
Gambar 7. Dapur Rumah Bapak Yusuf

Gambar 8. Kamar Mandi Rumah Bapak Yusuf

68
4.4 Assessment Perilaku
Berikut perilaku anggota keluarga yang berpotensi menyebabkan penyakit:
a. Kurangnya manajemen waktu untuk membersihkan rumah, sehingga
rumah terlihat cukup berantakan.
b. Bapak Yusuf suka merokok ½-1 bungkus seharinya
c. Bapak Yusuf tidak pernah sarapan pagi
d. Tidur Bapak Yusuf kurang cukup dan sering minum kopi 1-2 gelas
seharinya
e. Banyaknya gantungan baju dan kondisi ruangan yang pengap.
f. Jarangnya menguras bak.
g. Keluarga jarang kontrol kesehatan ke dokter.

e. Assessment Keluarga E
5.1 Pengenalan Anggota Keluarga
Bapak Ansori berusia 46 tahun adalah seorang kepala keluarga yang
tinggal di Jalan Basuki Rahmad, Kelurahan Pahlawan ,RT 24. Keluarga
bapak Ansori yang tinggal di rumah terdiri dari 7 orang, yaitu Bapak Ansori
istrinya, 3 orang anak, 1 orang mertua. Keluarga Bapak Ansori tergolong
keluarga dengan ekonomi menengah ke atas.

5.2 Assessment Pribadi


5.2.1 Bapak Ansori
Nama : Ansori
Status dalam keluarga : Kepala Keluarga
Umur : 46 tahun
Pekerjaan : Bekerja di bengkel
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik

69
Tidak ada riwayat penyakit genetik dalam keluarga.

 Pekerjaan

Bapak Ansori adalah seorang pekerja bengkel. Bapak Ansori


bangun setiap hari pukul 05.00 dan tidur sekitar pukul 21.00 jika
sedang tidak ada kegiatan pada malam hari. Pekerjaan sehari-
harinya jika sedang tidak ada orderan adalah hanya membaca
koran, menonton tv dan mengobrol dengan tetangga.

 Gaya hidup

Kebutuhan tidur Bapak Ansori diakuinya cukup, yaitu sekitar 6-8


jam sehari. Posisi tidur Bapak Ansori yaitu tidur dengan posisi
telentang. Bapak Ansori merokok dan sehari biasanya habis
setengah bungkus (8 batang). Bapak Ansori mengopi 2 - 3 gelas
dalam sehari. Pada waktu luang Bapak Ansori sering
membersihkan rumahnya dan terkadang berolahraga.

 Diet
Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan Bapak Ansori terbilang
cukup lengkap dan bervariasi. Bapak Ansori biasanya makan 3 kali
sehari. Sarapan pagi, makan siang dan makan malam semuany
terdiri dari nasi, lauk, sayur dan sering kali buah. Bapak Ansori
adalah pecinta kopi. Hampir setiap hari mereka minum kopi
dengan gula yang tidak terlalu manis. Bapak Ansori suka makan
makanan rumah, hanya sesekali membeli makanan cemilan diluar.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita

Bapak Ansori mengaku kolestrolnya tinggi dan rutin kontrol di


Puskesmas.

70
 Riwayat Pengobatan

Bapak Ansori mengkonsumsi simvastatin secara rutin.

5.2.2 Ibu Holijah


Nama : Holijah
Status dalam keluarga : Istri
Umur : 46 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Ata
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik

Tidak ada riwayat penyakit genetik dalam keluarga

 Pekerjaan
Ibu Holijah adalah seorang Ibu rumah tangga yang sehari – harinya
mengerjakan pekerjaan rumah sehari–hari. Seperti membersihkan
rumah bergantian dengan suaminya dan ibunya, terkadang masih
memasak untuk makanan sehari – hari.

 Gaya hidup

Ibu Holijah memiliki kebiasaan hidup yang cukup baik,


diantaranya beliau tidak merokok, tidur cukup, banyak minum air
putih dan senang berolahraga. Tetapi, ibu Holijah sering memakai
bantal yang terlalu tinggi hanya di bagian leher dan pernah jatuh
terduduk, sehingga menyebabkan leher dan bagian pingggangnya
sakit.

71
 Diet

Ibu Holijah selalu sarapan pagi, makan siang dan makan malam
tepat waktu. Makanan yang dimakan Ibu Holijah terbilang cukup
lengkap dan bervariasi terdiri dari nasi, lauk, sayur dan sering kali
buah.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita

Ibu Holijah terkadang merasakan nyeri pada leher dan


pinggangnya. Ibu Holijah sering rehab ke rumah sakit namun
masih bisa melakukan kegiatan sehari- hari seperti biasa.

 Riwayat Pengobatan

Sering melakukan fisioterapi di bagian rehabilitasi medis.

5.2.3 Nabila Hasanah


Nama : Nabila Hasanah
Status dalam keluarga : Anak
Umur : 19 tahun
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik

Tidak ada penyakit genetik

 Gaya hidup
Nabila Hasanah memiliki gaya hidup yang cukup baik, seperti
tidak merokok, banyak minum air putih dan tidur cukup.

72
 Diet

Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan Nabila Hasanah terbilang


cukup lengkap dan bervariasi. Nabila Hasanah biasanya makan 3
kali sehari. Sarapan pagi, makan siang dan makan malam semuany
terdiri dari nasi, lauk, sayur dan sering kali buah. Nabila Hasanah
suka makan makanan rumah.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Tidak ada penyakit yang diderita

 Riwayat Pengobatan

Tidak ada obat yang dikonsumsi secara rutin


5.2.4 Eunike
Nama : Eunike
Status dalam keluarga : Anak
Umur : 17 tahun
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik

Tidak ada penyakit genetik

 Gaya hidup
Eunike memiliki gaya hidup yang cukup baik, seperti tidak
merokok, banyak minum air putih dan tidur cukup.

 Diet

73
Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan Eunike terbilang
cukup lengkap dan bervariasi. Eunike biasanya makan 3 kali
sehari. Sarapan pagi, makan siang dan makan malam semuany
terdiri dari nasi, lauk, tetapi Eunike tidak suka mengonsumsi
sayuran hanya suka mengonsumsi buah-buah berupa papaya.
Eunike suka makan makanan rumah.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita

Tidak ada penyakit yang diderita

 Riwayat Pengobatan

Tidak ada obat yang dikonsumsi secara rutin

5.2.5 Sella Dwi


Nama : Sella Dwi
Status dalam keluarga : Anak
Umur : 22 tahun
Pendidikan terakhir : SMA
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik

Tidak ada penyakit genetik

 Gaya hidup
Sella Dwi memiliki gaya hidup yang cukup baik, seperti tidak
merokok, banyak minum air putih dan tidur cukup.

 Diet

74
Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan Sella Dwi terbilang
cukup lengkap dan bervariasi. Sella Dwi biasanya makan 3 kali
sehari. Sarapan pagi, makan siang dan makan malam semuany
terdiri dari nasi, lauk, sayur dan sering kali buah. Sella Dwi suka
makan makanan rumah.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita

Sella Dwi sering merasa pusing berputar terutama ketika banyak


beraktivitas atau sedang menstruasi.

 Riwayat Pengobatan

Tidak ada obat yang dikonsumsi secara rutin

5.2.6 Sarinah
Nama : Sarinah
Status dalam keluarga : Mertua
Umur : 85 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik

Tidak ada riwayat penyakit genetik dalam keluarga.

 Pekerjaan

Sarinah adalah seorang Ibu rumah tangga yang sehari – harinya


mengerjakan pekerjaan rumah sehari – hari. Seperti membersihkan

75
rumah bergantian dengan Bapak Ansori dan Ibu Holijah, terkadang
masih memasak untuk makanan sehari – hari.

 Gaya hidup

Sarinah mempunyai kebiasaan minum teh setiap hari dan begadang


tiap harinya, biasanya ibu Sarinah terbangun tengah malam sekitar
jam 2 malam untuk ke toilet karena mau BAK tetapi ibu Sarinah
merasa ini wajar sehingga tidak memeriksakan diri ke dokter.
Sarinah tidak pernah berolahraga.
 Diet

Sarinah selalu sarapan pagi, makan siang dan makan malam tepat
waktu. Makanan yang dimakan Sarinah cukup lengkap dan
bervariasi, namun Sarinah tidak menyukai sayuran sehingga jarang
makan sayur dan sering mengonsumsi makanan-makanan manis.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita

Penyakit yang pernah diderita disangkal.

 Riwayat Pengobatan

Tidak pernah periksa ke dokter

5.3 Assessment Lingkungan


Lingkungan tempat tinggal Bapak Ansori cukup luas. Di sekitar
pekarangan rumah terdapat pot-pot bunga. Kondisi rumah bersih dan tertata
rapi. Rumah Bapak Ansori berukuran cukup luas, sekitar 7x10 m, dengan 3
kamar tidur, satu kamar mandi, satu dapur, tempat mencuci piring, ruang
makan, ruang keluarga dan ruang tamu. Keluarga Bapak Ansori tidak
memelihara hewan peliharaan. Tempat tidur Bapak Ansori dan keluarga

76
adalah springbed dengan kondisi ventilasi kamar yang baik,bersih dan
tertata rapi. Dapur dan beberapa ruang lain seperti dapur, tempat mencuci
piring, ruang makan, ruang keluarga, ruang tamu, halaman rumah dan kamar
mandi terlihat bersih dan rapi.
Pencahayaan dan ventilasi rumah baik. Keluarga Bapak Ansori
menggunakan air PDAM untuk mandi dan mencuci, sedangkan untuk air
minum keluarga Bapak Ansori membeli air galon. Sampah rumah tangga
dibawa sendiri oleh Bapak Ansori ke tempat sampah masyarakat yang
berjarak cukup jauh dari rumah atau terkadang dibakar. Aliran got mengalir
dengan baik. Lantai rumah menggunakan keramik.

Gambar 9. Kondisi ruang tamu yang bersih

Gambar 10. Kondisi halaman depan rumah

77
5.4 Assessment Perilaku
Berikut perilaku anggota keluarga yang berpotensi menyebabkan penyakit:
a. Bapak Ali minum kopi sehari bisa 2 – 3 kali
b. Bapak Ali merokok setengah bungkus per hari
c. Ibu Holijah sering memakai bantal yang terlalu tinggi
d. Eunike dan ibu Sarinah jarang makan sayur
e. Ibu Sarinah jarang berolahraga

f. Assessment Keluarga F
5.1 Pengenalan Anggota Keluarga
Bapak Sultan berusia 38 tahun adalah seorang kepala keluarga yang
tinggal di Kelurahan Pahlawan, RT 24. Keluarga bapak Sultan yang tinggal
di rumah terdiri dari 3 orang, yaitu Bapak Sultan istrinya, 1 orang anak.
Keluarga Bapak Sultan tergolong keluarga dengan ekonomi menengah ke
atas.

5.2 Assessment Pribadi


5.2.1 Bapak Sultan
Nama : Sultan
Status dalam keluarga : Kepala Keluarga
Umur : 38 tahun
Pekerjaan : Tni/Polri
Pendidikan terakhir : S1
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik

Tidak ada riwayat penyakit genetik dalam keluarga.

 Pekerjaan

78
Bapak Sultan adalah seorang TNI/Polri. Bapak Sultan
bangun setiap hari pukul 05.00 dan tidur sekitar pukul 21.00 jika
sedang tidak ada kegiatan pada malam hari.

 Gaya hidup

Kebutuhan tidur Bapak Sultan diakuinya cukup, yaitu


sekitar 6-8 jam sehari. Posisi tidur Bapak Sultan yaitu tidur dengan
posisi telentang. Bapak Sultan merokok dan sehari biasanya habis
setengah bungkus. Bapak Sultan minum teh 2 - 3 gelas dalam
sehari. Pada waktu luang Bapak Sultan sering membersihkan
rumahnya dan terkadang berolahraga.

 Diet
Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan Bapak Sultan terbilang
cukup lengkap dan bervariasi. Bapak Sultan biasanya makan 3 kali
sehari. Sarapan pagi, makan siang dan makan malam semuany
terdiri dari nasi, lauk, sayur dan sering kali buah. Bapak Sultan
adalah pecinta teh. Hampir setiap hari mereka minum kopi dengan
gula yang tidak terlalu manis. Bapak Sultan suka makan makanan
rumah, hanya sesekali membeli makanan cemilan diluar.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita

Tidak ada penyakit yang sedang diderita.

 Riwayat Pengobatan

Tidak mengonsumsi obat rutin.

5.2.2 Ibu Hariah


Nama : Hariah
Status dalam keluarga : Istri
Umur : 35 tahun

79
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : Sarjana
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik

Tidak ada riwayat penyakit genetik dalam keluarga

 Pekerjaan
Ibu Hariah adalah seorang Ibu rumah tangga yang sehari –
harinya mengerjakan pekerjaan rumah sehari–hari. Terkadang
masih memasak untuk makanan sehari – hari.

 Gaya hidup

Ibu Hariah memiliki kebiasaan hidup yang cukup baik, diantaranya


beliau tidak merokok, tidur cukup, banyak minum air putih dan
senang berolahraga.

 Diet

Ibu Hariah selalu sarapan pagi, makan siang dan makan malam
tepat waktu. Makanan yang dimakan Ibu Hariah terbilang cukup
lengkap dan bervariasi terdiri dari nasi, lauk, sayur dan sering kali
buah.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita

Tidak penyakit yang diderita

 Riwayat Pengobatan

Tidak mengonsumsi obat rutin.

80
5.2.3 Cahaya
Nama : Cahaya
Status dalam keluarga : Cucu
Umur : 7 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Pendidikan terakhir : SD kelas 1
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik

Tidak ada riwayat genetic pada keluarga

 Pekerjaan

Cahaya adalah seorang pelajar. Cahaya bangun pagi hari pukul


05.45 untuk bersiap-siap mandi dan bersekolah kemudian pulang
pukul 11.00.

 Gaya hidup

Cahaya biasanya tidur siang setelah pulang sekolah barulah


bermain. Dan malam harinya Cahaya sudah tidur sekitar pukul
21.00. Cahaya tidak pernah sarapan pagi sebelum ke sekolah
karena Cahaya sulit disuapi untuk makan. Cahaya tidak makan jika
tidak dipaksa makan. Cahaya sering jajan di lingkungan sekolah.

 Diet

Cahaya sehari – hari makan 2 kali sehari, makan siang dan makan
malam. Cahaya tidak mau makan sayur dan buah. Cahaya minum
susu formula pada pagi hari.

81
 Penyakit yang sedang dan pernah diderita
Cahaya terkadang menderita batuk dan pilek.

 Riwayat Pengobatan

Cahaya hanya minum obat yang diberikan dari puskesmas ketika


sakit.

5.3 Assessment Lingkungan


Lingkungan tempat tinggal Bapak Sultan cukup luas. Di sekitar
pekarangan rumah terdapat pot-pot bunga. Kondisi rumah bersih dan tertata
rapi. Rumah Bapak Sultan berukuran cukup luas, sekitar 7x10 m, dengan 2
kamar tidur, satu kamar mandi, satu dapur, tempat mencuci piring, ruang
makan, ruang keluarga dan ruang tamu. Keluarga Bapak Sultan tidak
memelihara hewan peliharaan. Tempat tidur Bapak Sultan dan keluarga
adalah springbed dengan kondisi ventilasi kamar yang baik, bersih dan
tertata rapi. Dapur dan beberapa ruang lain seperti dapur, tempat mencuci
piring, ruang makan, ruang keluarga, ruang tamu, halaman rumah dan kamar
mandi terlihat bersih dan rapi.
Pencahayaan dan ventilasi rumah baik. Keluarga Bapak Sultan
menggunakan air PDAM untuk mandi dan mencuci, sedangkan untuk air
minum keluarga Bapak Sultan membeli air galon. Sampah rumah tangga
dibawa sendiri oleh Bapak Sultan ke tempat sampah masyarakat yang
berjarak cukup jauh dari rumah. Aliran got mengalir dengan baik. Lantai
rumah menggunakan keramik.

82
Gambar 11. Mengecek ada tidaknya jentik nyamuk
5.5 Assessment Perilaku
Berikut perilaku anggota keluarga yang berpotensi menyebabkan penyakit:
a. Cahaya yang sulit untuk makan, dan tidak makan kalau tidak dipaksa
b. Cahaya yang sering jajan di lingkungan sekolah.

g. Assessment Keluarga G
1.2 Pengenalan Anggota Keluarga
Bapak Effendi adalah kepala rumah tangga berusia 30 tahun yang
bertempat tinggal di Jalan Tombak, Kecamatan Kemuning, Kelurahan
Pahlawan. Keluarga Bapak Effendi terdiri dari 5 anggota keluarga, yaitu
Bapak Effendi, ibu Fatmawati Nenek Surita, Agung, dan Yesi,. Keluarga
Bapak Effendi tergolong keluarga dengan ekonomi menengah ke baawah.

1.2 Assessment Pribadi


1.2.1 Bapak Effendi
Nama : Effendi
Status dalam keluarga : Suami (Kepala Rumah Tanggga)
Umur : 63 tahun
Pekerjaan : Buruh
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Atas
Agama : Islam

83
 Riwayat Genetik
Ada riwayat hipertensi dan stroke dari ibu.

 Pekerjaan
Bapak Effendi bekerja sebagai buruh dan setiap hari pergi bekerja.
Bapak Effendi bangun setiap hari pukul 05.00 dan tidur sekitar
pukul 24.00. Pekerjaan sehari-harinya membangun rumah,
memperbaiki barang.

 Gaya hidup
Kebutuhan tidur Bapak Effendi diakuinya kurang, yaitu sekitar 5
jam sehari. Posisi tidur Bapak Effendi yaitu tidur dengan posisi
telentang. Saat bangun tidur, badan Bapak Deddy terasa segar.

 Diet
Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan Bapak Effendi terbilang
kurang bergizi dan tidak bervariasi. Bapak Effendi biasanya
sarapan di rumah, namun makan siang dan malam di luar rumah
dan sering mengkonsumsi nasi padang.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita

Dari alloanamnesis Bapak Effendi mengaku memiliki penyakit


magh sejak 1 tahun terakhir.

 Riwayat Pengobatan

Riwayat konsumsi obat antasida yang dibeli di puskesmas.

1.2.2 Ibu Fatmawati


Nama : Ibu Fatmawati
Status dalam keluarga : Istri
Umur : 59 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Atas
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik
Tidak ada riwayat hipertensi dan kencing manis dalam keluarga.

84
 Pekerjaan
Ibu Fatmawati bekerja sebagai ibu rumah tangga dan setiap hari
mengurus kebutuhan keluarganya. Ibu Fatmawati bangun setiap
hari pukul 04.00 dan tidur sekitar pukul 21.00. Pekerjaan sehari-
harinya sama seperti ibu rumah tangga pada umumnya, diantaranya
memasak, menyapu, mencuci baju dan lain-lain.

 Gaya hidup
Kebutuhan tidur ibu Fatmawati diakuinya kurang, yaitu sekitar 3-4
jam sehari dikarenakan sering terbangun pada malam hari. Posisi
tidur ibu Fatmawati yaitu tidur dengan posisi telentang. Saat
bangun tidur, badan ibu Muriati terasa segar.

 Diet
Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan Ibu Fatmawati terbilang
cukup lengkap dan bervariasi. Keluarga Ibu Fatmawati biasanya
makan 3 kali sehari. Sarapan pagi, makan siang dan makan malam
semuanya menggunakan nasi, lauk, sayur dan buah. Ibu Fatmawati
selalu memasak makanannya sendiri, hanya sesekali membeli
makanan cemilan diluar seperti gorengan.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Dari alloanamnesis didapatkan bahwa ibu Fatmawati sering
mengeluh pusing dan sakit kepala terutama ketika terlalu lelah.

 Riwayat Pengobatan
Beberapa kali mengonsumsi obat sakit kepala yang dibeli di
puskesmas tetapi tidak rutin.

1.2.3 Surita
Nama : Surita
Status dalam keluarga : Orang Tua
Umur : 74 tahun
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar
Agama : Islam

 Riwayat Genetik

85
Orang tua Nenek Surita memiliki riwayat penyakit hipertensi.

 Pekerjaan
Nenek Surita tidak lagi bekerja sejak terkena stroke beberapa tahun
lalu. Nenek Surita bangun setiap hari pukul 06.00 dan tidur sekitar
pukul 22.00. Pekerjaan sehari-harinya membantu ibu Fatmawati
pada diantaranya menyapu.

 Gaya hidup
Kebutuhan tidur Nenek Surita diakuinya cukup, yaitu sekitar 6-8
jam sehari. Posisi tidur Nenek Surita yaitu tidur dengan posisi
telentang. Saat bangun tidur, badan nya kadang terasa segar.
 Diet
Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan Nenek Surita terbilang
cukup lengkap dan bervariasi. Nenek Surita biasanya makan 3 kali
sehari. Sarapan pagi, makan siang dan makan malam semuanya
menggunakan nasi, lauk, sayur dan buah.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Nenek Surita memiliki riwayat penyakit Hipertensi dan
terdiagnosis sekitar tahun 2010. Nenek Surita sesekali mengeluh
sakit kepala dan nyeri pada leher. Nenek Surita pernah terkena
stroke 2 tahun yang lalu, sejak terkena stroke Nenek Surita tidak
bekerja lagi dan ada gejala sisa hingga sekarang berupa kelemahan
pada tangan kirinya.

 Riwayat Pengobatan
Saat terdiagnosis penyakit Hipertensi, Nenek Surita rutin kontrol
ke dokter.

1.2.4 Agung
Nama : Agung
Status dalam keluarga : Anak
Umur : 30 tahun
Pekerjaan : Belum Bekerja
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Atas
Agama : Islam
Asal : Palembang

86
 Riwayat Genetik
Ada riwayat penyakit darah tinggi dari neneknya.

 Pekerjaan
Agung sehari-hari hanya membantu pekerjaan rumah dan
terkadang ikut membantu pekerjaan ayahnya, Agung sendiri belum
memiliki pekerjaan tetap.

 Gaya hidup
Agung memiliki kebiasaan hidup yang cukup baik, tidak merokok,
tidur cukup dan berolahraga seperti futsal dan jogging.

 Diet
Agung selalu sarapan pagi, makan siang dan makan malam tepat
waktu. Agung sering mengonsumsi nasi bungkus di sekitar tempat
dia berkumpul dengan teman-temannya atau disekitar rumah.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Pernah cek di puskesmas ketika nyeri-nyeri sendi dan dikatakan
kalau kolesterolnya tinggi.

 Riwayat Pengobatan
Pernah mengonsumsi obat simvastatin tetapi tidak rutin.

5.2.3 Yesi
Nama : Yesi
Status dalam keluarga : Anak
Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Karyawan swasta
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Atas
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik

Ada riwayat hipertensi dari nenek.


 Pekerjaan

87
Yesi adalah seorang karyawan swasta. Yesi bangun pagi hari pukul
05.45 untuk bersiap-siap mandi dan bekerja kemudian pulang
pukul 14.00. Di lingkungan kantor hanya duduk dimeja dan
mengetik, setiap hari selalu memperhatikan layar laptop.

 Gaya hidup

Yesi biasanya tidur sekitar pukul 21.00. Yesi tidak pernah sarapan
pagi sebelum ke bekerja karena selalu terburu-buru. Yesi tidak
makan jika tidak dipaksa makan. Yesi sering jajan di lingkungan
kantor.

 Diet

Yesi sehari – hari makan 2 kali sehari, makan siang dan makan
malam. Yesi mau makan sayur dan buah.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Yesi sering merasa sakit kepala terutama ketika terlalu lama
melihat layar laptop maupun ketika mentruasi.

 Riwayat Pengobatan
Yesi hanya minum obat yang diberikan dari puskesmas ketika sakit.

1.4 Assessment Lingkungan


Lingkungan tempat tinggal Bapak Effendi cukup luas untuk lima
orang. Di sekitar pekarangan rumah terdapat banyak tanaman dan
pepohonan. Di depan rumah juga terdapat kolam ikam yang tertutup sebuah
seng. Keluarga Bapak Deddy tidak memelihara hewan peliharaan. Keadaan
di dalam rumah sedikit berantakan, ventilasi udara dan pencahayaan dalam
rumah sangat minim. Keluarga menggunakan air ledeng untuk mandi cuci
kakus dan air galon isi ulang untuk minum.

88
Gambar 12. Halaman yang kotor dengan sampah

1.5 Assessment Perilaku


Berikut perilaku anggota keluarga yang berpotensi menyebabkan penyakit:
a. Kurangnya manajemen waktu untuk membersihkan rumah, sehingga
rumah terlihat berantakan.
b. Kebiasaan Bapak Effendi dan Aagung yang sering mengonsumsi nasi
padang
c. Bapak Effendi sering makan tidak teratur.
d. Ibu Fatmawati yang sering terbangun pada malam hari sehingga
menyebabkan istirahat tidak optimal
e. Yesi yang sering menatap layar komputer seharian.

1.6 Catatan Tambahan


Keluarga Bapak Effendi miliki pengetahuan cukup baik mengenai
pentingnya hidup bersih dan sehat. Tetapi pelaksanakan PHBS belum
maksimal, terlihat saat pertama kali berkunjung, kondisi rumah terbilang
sangat berantakan. Keluarga Bapak Effendi bisa dikatakan memiliki
kemampuan ekonomi menengah kebawah. Suaminya hanya bekerja buruh
serabutan sehingga pemasukan tidak pasti.

h. Assessment Keluarga H
3.2 Pengenalan Anggota Keluarga
Bapak Suhardi adalah seorang wirausaha berusia 47 tahun yang
bertempat tinggal di Jalan Tombak, Kecamatan Kemuning, Kelurahan

89
Pahlawan. Keluarga Bapak Suhardi terdiri dari 5 anggota keluarga, yaitu
Bapak Suhardi Nilawati, istri, dan 3 orang anak. Keluarga Bapak Medi
tergolong keluarga dengan ekonomi menengah.

3.2 Assessment Pribadi


3.2.1 Bapak Ahmad Yani
Nama : Suhardi
Status dalam keluarga : Suami / Kepala keluarga
Umur : 47 tahun
Pekerjaan : Wirausaha
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Atas
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik

Tidak ada riwayat hipertensi, kencing manis, atau penyakit lainnya.

 Pekerjaan

Bapak Suhardi bekerja sebagai wirausaha. Ia pergi bekerja


menggunakan sepeda motor setiap hari Senin-Jumat, dari pukul
06.00 sampai 17.00

 Gaya hidup

Kebutuhan tidur Bapak Suhardi sekitar 6-8 jam sehari. Posisi tidur
Bapak Suhardi yaitu tidur dengan posisi telentang. Bapak Suhardi
termasuk jarang melakukan olahraga.

 Diet

90
Dari segi nutrisi, makanan yang dimakan Bapak Suhardi terbilang
cukup lengkap dan bervariasi. Bapak Suhardi biasanya makan 3
kali sehari dan teratur.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Tidak ada riwayat penyakit yang diderita. Hanya saja, Bapak Medi
sesekali mengeluh nyeri kepala.

 Riwayat Pengobatan
Tidak ada, karena tidak pernah periksa ke dokter.

3.2.2 Ibu Nilawati


Nama : Nilawati
Status dalam keluarga : Istri
Umur : 45 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Atas
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Riwayat Genetik

Ada riwayat asma dari orang tua.

 Pekerjaan
Ibu Nilawati bekerja sebagai ibu rumah tangga dan setiap hari
mengurus kebutuhan suami dan anaknya. Ibu Nilawati bangun
setiap hari pukul 05.00 dan tidur sekitar pukul 22.00. Pekerjaan
sehari-harinya sama seperti ibu rumah tangga pada umumnya,
diantaranya memasak, menyapu, mencuci baju dan lain-lain. Selain
itu Ibu Nilawati juga berjualan di depan rumahnya.

91
 Gaya hidup
Ibu Nilawati memiliki kebiasaan hidup yang cukup baik.
Kebutuhan tidur Ibu Nilawati cukup, 6-8 jam sehari. Posisi tidur
Ibu Rosmiati yaitu tidur dengan posisi telentang. Terkadang
terbangun dan batuk apabila cuaca dingin. Ibu Nilawati jarang
berolahraga, karena sudah sibuk dengan urusan rumah.

 Diet
Ibu Nilawati makan 3 kali sehari. Dari segi nutrisi makanan ibu
Nilawati cukup bervariasi. Makanan sehari-harinya saat sarapan
biasanya kue-kue atau gorengan yang dibeli di penjual dan minum
teh, makan siang dan makan malam biasanya nasi, sayur, tempe,
tahu, telur, jarang makan ikan, ayam dan daging lainnya. Jadwal
sarapan dan makan siang cukup teratur tetapi ibu Nilawati jarang
makan malam.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Ibu Nilawati menderita asma dari kecil tetapi sudah lama tidak
kambuh kecuali pada cuaca sangat dingin.

 Riwayat Pengobatan

Ibu Nilawati sudah lama tidak menginsumsi obat asma kembali.

3.2.3 Fadli
Nama : Zahira
Status dalam keluarga : Anak
Umur : 18 tahun
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Atas
Agama : Islam
Asal : Palembang

92
 Pekerjaan
Zahira masih bersekolah yang jarak sekolahnya sekitar 2 km dari
Rumah.

 Riwayat Genetik

Riwayat asma dari ibu.

 Gaya hidup
Zahira memiliki kebiasaan hidup yang cukup baik. Kebutuhan
tidur Zahira cukup, 6-8 jam sehari. Zahira sering membantu ibunya
mengerjakan pekerjaan rumah. Zahira pergi ke sekolah dengan
angkutan umum dan tidak pernah menggunakan masker.

 Diet

Zahira makan 3 kali sehari.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita

Sering bersin-bersin dipagi hari.

 Riwayat Pengobatan
Tidak Ada

3.2.4 Salsabila

Nama : Salsabila
Status dalam keluarga : Anak
Umur : 15 tahun
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Pertama
Agama : Islam

93
Asal : Palembang

 Pekerjaan
Salsabila masih bersekolah yang jarak sekolahnya sekitar 3 km dari
Rumah.

 Riwayat Genetik
Riwayat asma dari ibu.

 Gaya hidup
Kebutuhan tidur Salsabila terbilang cukup dari jam 9 malam
sampai jam 6 pagi. Salsabila mempunyai keluhan sakit
perut/mencret jika jajan sembarangan. Aktivitasnya sehari-hari
setelah bangun dari tidur Salsabila langsung mandi dan bersiap
untuk ke sekolah dan dilanjutkan sarapan. Salsabila juga tidak
membawa bekal ke sekolah, dia hanya jajan di kantin sekolah.
Salsabila mengaku tidak teratur menggosok gigi, kurang peduli
untuk cuci tangan sebelum makan.

 Diet

Dari segi nutrisi makanan Salsabila kurang bervariasi. Makanan


sehari-harinya saat sarapan biasanya hanya kue-kue atau gorengan
yang dibeli di penjual dan minum teh. Sedangkan makan siang dan
makan malam biasanya nasi, sayur, tempe, tahu, telur, jarang
makan ikan, ayam dan daging lainnya. Salsabila jarang makan
siang karena telah mengkonsumsi jajanan di sekolah. Biasanya
jajanan di sekolah berupa es, mi gelas, nasi gemuk dan bakso

94
goreng. Salsabila sering melewatkan makan malam karena
katiduran.Selain itu, Salsabila hanya minum 4-5 gelas dalam sehari.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Sering diare.

 Riwayat Pengobatan

Hanya menggunakan obat ketika sakit dari puskesmas.

3.2.5 Fadila Abeul

Nama : Fadilla Abeul


Status dalam keluarga : Anak
Umur : 12 tahun
Pendidikan terakhir : Sekolah Menengah Pertama
Agama : Islam
Asal : Palembang

 Pekerjaan
Fadilla Abeul masih bersekolah yang jarak sekolahnya sekitar 3 km
dari Rumah.

 Riwayat Genetik
Riwayat asma dari ibu.

 Gaya hidup
Kebutuhan tidur Fadilla Abeul terbilang cukup dari jam 9 malam
sampai jam 6 pagi. Fadilla Abeul mempunyai keluhan sakit
perut/mencret jika jajan sembarangan dan sakit gigi 1 bulan
terakhir. Aktivitasnya sehari-hari setelah bangun tidur, Fadilla
Abeul langsung mandi dan bersiap untuk ke sekolah dan
dilanjutkan sarapan. Fadilla Abeul mengaku tidak teratur

95
menggosok gigi, tidak mencuci tangan sebelum makan dan
mempunyai kebiasaan menonton tv dengan jarak dekat.

 Diet

Dari segi nutrisi makanan Fadilla Abeul kurang bervariasi.


Makanan sehari-harinya saat sarapan biasanya hanya kue-kue atau
gorengan yang dibeli di penjual dan minum teh. Sedangkan makan
siang dan makan malam biasanya nasi, sayur, tempe, tahu, telur,
jarang makan ikan, ayam dan daging lainnya. Fadilla Abeul jarang
makan siang karena telah mengkonsumsi jajanan di sekolah.
Biasanya jajanan di sekolah berupa es, mi gelas, nasi gemuk dan
bakso goreng. Fadilla Abeul sering melewatkan makan malam
karena katiduran. Selain itu, Fadilla Abeul hanya minum 4-5 gelas
dalam sehari. Fadilla Abeul
Juga memiliki alergi terhadap makanan-makanan laut.

 Penyakit yang sedang dan pernah diderita


Sering diare dan memiliki asma.

 Riwayat Pengobatan

Untuk asma rutin control ke puskesmas, untuk diare hanya


menggunakan obat ketika sakit saja.

3.6 Assessment Lingkungan


Lingkungan tempat tinggal keluarga bapak Suhardi cukup memadai. Rumah
bapak Suhardi dihalamannya banyak terdapat tanaman. Bapak Suhardi tidak
memiliki peliharaan. Keadaan di dalam rumah lumayan rapi tetapi banyak
debu dari boneka anak-anak bapak Suhardi, ventilasi udara dan pencahayaan
dalam rumah sangat minim. Keluarga menggunakan air PDAM untuk mandi
cuci kakus dan air galon isi ulang untuk minum.

96
Gambar 12. Ruangan dapur yang cukup berantakan
3.7 Assessment Perilaku
Berikut perilaku anggota keluarga yang berpotensi menyebabkan penyakit:
e. Kurangnya kesadaran akan menjemur kasur sehingga dapat membuat
kamar berdebu
f. Ibu Nilawati jarang berolahraga.
g. Nafsu makan Bapak Suhardi dan Ibu Nilawati kurang.
h. Tidak mencuci tangan sebelum makan.
i. Sering jajan sembarangan.
j. Tempat tinggal yang kurang bersih menyebabkan keluarga rentan
terkena infeksi dan alergi kambuh.

BAB IV
PENENTUAN AKAR PENYEBAB PERMASALAHAN

Akar masalah dapat ditetukan dengan fish bone. Berikut fish bone dari masalah
yang menjadi prioritas.

MAN

METHODS Kurangnya
kesadaran untuk
menjaga kebersihan Kebiasaan menggantung
Tidak efektifnya cara yang lingkungan pakaian di dalam rumah
dipakai puskesmas dan Keadaan rumah yang
Kurangnya sosek dan
kader kesehatan sekitar kurang cahaya matahri
pendidikan
dalam memberikan sehingga gelap
pemahaman terkait DBD
dan pencegahannya

97
Demam Berdarah
Dengue
Kurangnya sarana dan Kurangnya media
prasarana penunjang untuk edukasi Kurangnya alokasi
dalam promosi kesehatan mengenasi informasi dana promosi
MATERIAL pencegahan DBD kesehatan
MEDIA MONEY

Diagram 1. Akar Penyebab Masalah Demam Berdarah Dengue

MAN

METHODS Faktor genetik


dan stres
Tidak teratur konsumsi obat
Tidak efektifnya cara Merokok
yang dipakai puskesmas Jarang olahraga
Tidur yang
dan kader kesehatan
tidak cukup
sekitar dalam Hipertensi
memberikan pemahaman
terkait sarana
Kurangnya hipertensi
dan Konsumsi
prasarana penunjang makanan berlemak Kurangnya alokasi
dalam promosi kesehatan dan kopi yang dana promosi
MATERIAL berlebihan kesehatan
MEDIA MONEY

Diagram 2. Akar Penyebab Masalah Hipertensi

98
Man Method
Kebiasaan merokok
Pembakaran sampah
Etika batuk salah

Jarang ke pelayanan Memelihara hewan dalam


kesehatan rumah

ISPA
Status sosek sedang
Lingkungan padat
penduduk
Ventilasi & cahaya
matahari kurang

Material Money Environment

Diagram 3.

99
BAB V
PENETAPAN PRIORITAS PENYEBAB MASALAH

Prioritas penyebab masalah ditentukan dengan menggunakan teknik USG.


Masalah Urgency Seriousness Growth UxSxG
Jarang berolahraga 3 2 3 18
dan beraktivitas fisik
Tidur yang tidak 2 2 3 12
cukup
Tidak teratur 3 3 1 9
konsumsi obat
Merokok 3 3 4 36
Faktor genetik dan 1 2 2 4
stres
Kurangnya alokasi 2 2 2 8
dana promosi
kesehatan
Konsumsi makanan 2 2 2 8
berlemak dan kopi
yang berlebihan
Kurangnya sarana dan 1 3 2 6
prasarana penunjang
dalam promosi
kesehatan
Promosi kesehatan 1 3 2 6
yang kurang baik.
Tingkat pendidikan
dan sosial ekonomi 1 2 1 2
rendah
Lingkungan padat
2 2 3 12
penduduk
Rumah tidak bersih
dan rapi dengan
2 4 3 8
ventilasi, cahaya
matahari kurang
Higienitas diri rendah
(tidak mencuci 2 3 2 12
tangan)

100
Kebiasaan
mengantung pakaian 3 3 3 27
di dalam rumah
Kurangnya
3 4 2 24
informasi kesehatan
Etika batuk yang salah 2 3 2 12
Pengelolaan sampah
2 2 3 12
ditimbun lalu dibakar
Memelihara binatang
2 3 2 12
di dalam rumah

BAB VI
PEMECAHAN PENYEBAB MASALAH (INTERVENSI)

No. Prioritas Penyebab Pemecahan Masalah Terpilih


Masalah

101
1. Merokok - Melakukan edukasi mengenai bahaya
rokok dan dampak yang akan
diakibatkannya
- Melakukan sosialisasi kepada camat,
lurah, RW dan RT dalam membuat
regulasi merokok untuk membatasi
konsumsi rokok oleh warga
2 Kebiasaan menggantung - Melakukan edukasi mengenai bahaya
pakaian di dalam rumah menggantung pakaian di dalam rumah
dan kurangnya informasi - Melakukan edukasi mengenai informasi
kesehatan kesehatan

3. Jarang berolahraga dan - Mengadakan kegiatan olahraga sederhana


beraktivitas fisik. seperti senam yang sifatnya rutin dengan
bekerjasama dengan ketua RT dan
puskesmas setempat.
- Melakukan sosialisasi kepada ketua RT
agar dapat mengadakan kegiatan fisik
seperti gotong royong dan dapat
dilakukan rutin (minimal 1 kali seminggu
pada hari libur).

4 Tidur yang tidak cukup - Melakukan edukasi mengenai pentingnya


istirahat yang cukup dan bahaya jika
sering tidur kurang

5. Tidak teratur minum obat - Melakukan edukasi mengenai penyakit


hipertensi, mulai dari memperkenalkan
apa itu hipertensi, bagaimana dapat
muncul pada seseorang, apakah bisa
disembuhkan, hingga pentingnya
konsumsi obat untuk mengendalikan
tekanan darah.
- Melakukan pemeriksaan kesehatan gratis

102
berupa pemeriksaan tensi, gula darah, dan
konsultasi.

6. Promosi kesehatan yang - Melakukan advokasi ke Puskesmas dalam


kurang baik menggiatkan melawan hipertensi dengan
cara promosi kesehatan kepada warga
seperti penyuluhan hipertensi kepada
warga, melakukan survei ke rumah-
rumah warga dan screening kesehatan
warga secara rutin karena hipertensi
termasuk ke dalam 10 penyakit terbanyak
di Puskesmas

103
BAB VII
RENCANA KEGIATAN JANGKA PENDEK

No Susunan Kegiatan Kegiatan


1. Rencana kegiatan - Menyelenggarakan pelatihan mengenai ket
erampilan dan ilmu terbaru tentang promo
si kesehatan.
- Penyuluhan tentang kebersihan
lingkungan rumah
- Penyuluhan tentang DBD
- Penyuluhan tentang Merokok
- Penyuluhan tentang Hipertensi (faktor
risiko, gejala, penyebab, preventif)
- Penyuluhan tentang ISPA
- Melakukan kegiatan penjadwalan kegiatan
penyuluhan dan membentuk tim pelaksana
- Melakukan pendekatan dengan tokoh aga
ma dan tokoh masyarakat tentang budaya
yang mungkin menjadi penyebab masalah
2. Tujuan kegiatan - Mengurangi angka kejadian DBD.
- Mengurangi angka kejadian ISPA.
- Mengurangi angka perokok aktif dan pasif
- Mengurangi angka kejadian hipertensi
- Menciptakan lingkungan yang sehat
3. Tempat/lokasi - Balai Desa/ Gedung yang memungkinkan.
- Halaman Puskesmas
- Terjun langsung ke rumah-rumah warga
4. Waktu - Penyuluhan
5. Sasaran - Warga Kelurahan Pahlawan
- Kepala keluarga
- Tokoh agama dan tokoh masyarakat
6. Target - Cakupan DBD mencapai 95%
- Cakupan ISPA mencapai 100%
- Cakupan Hipertensi mencapai 100%
7. Metode - Penyuluhan: ppt, brosur, dan pamflet
8. Indikator Indikator keberhasilan jika pelaksanaan
kegiatan mencapai target yang ditentukan
9. Metode evaluasi Evaluasi dilakukan tiap bulan
10. Penanggung jawab Dokter puskesmas

104
11. Anggaran (pertahun) - Rp. 18.000.000,-

105
BAB VIII
RENCANA KEGIATAN JANGKA PANJANG

No Susunan Kegiatan Kegiatan


1. Rencana kegiatan - Menyelenggarakan pelatihan mengenai ket
erampilan dan ilmu terbaru tentang promo
si kesehatan.
- Penyuluhan tentang kebersihan
lingkungan rumah
- Penyuluhan tentang DBD
- Penyuluhan tentang Merokok
- Penyuluhan tentang Hipertensi (faktor
risiko, gejala, penyebab, preventif)
- Penyuluhan tentang ISPA
- Melakukan kegiatan penjadwalan kegiatan
penyuluhan dan membentuk tim pelaksana
- Melakukan pendekatan dengan tokoh aga
ma dan tokoh masyarakat tentang budaya
yang mungkin menjadi penyebab masalah
- Mengevaluasi rencana kegiatan
2. Tujuan kegiatan - Mengurangi angka kejadian DBD
- Mengurangi angka kejadian ISPA
- Mengurangi angka perokok aktif dan pasif
- Mengurangi angka kejadian hipertensi
- Menciptakan lingkungan yang sehat
- Evaluasi rencana jangka pendek setiap
bulannya apabila program berhasil
(mencapai target pencapaian program)
program tetap dilanjutkan. Namun, jika
tidak berhasil, maka akan ditinjau ulang
metode yang digunakan dan mengganti
dengan program lain.
3. Tempat/lokasi - Balai Desa/ Gedung yang memungkinkan.
- Halaman Puskesmas
- Terjun langsung ke rumah-rumah warga
4. Waktu - Penyuluhan
5. Sasaran - Warga kelurahan Pahlawan
- Kepala keluarga

106
- Tokoh agama dan tokoh masyarakat
6. Target - Cakupan DBD mencapai 95%
- Cakupan ISPA mencapai 100%
- Cakupan Hipertensi mencapai 100%
7. Metode - Penyuluhan: ppt, brosur, dan pamflet
8. Indikator Indikator keberhasilan jika pelaksanaan
kegiatan mencapai target yang ditentukan
9. Metode evaluasi Evaluasi dilakukan tiap bulan
10. Penanggung jawab Dokter puskesmas
11. Anggaran (pertahun) Rp. 50.000.000,-

107
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro dkk. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI : 2006 : 1709-1713 (beneri lagi)
2. Wibisono, Elita dkk. Demam Berdarah Dengue. Dalam : Kapita Selekta
Kedokteran Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius FKUI : 2014 : 716-725
3. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata
Laksana Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics
Problem. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-72
4. WHO. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention And
Control.2009. [cited : November 11, 2019]. Available from :
http://apps.who.int/tdr/svc/publications/training-guideline-
publications/dengue-diagnosis-treatment.
5. Nasronudin. Patofisiologi Infeksi Virus Dengue dalam : Penyakit Infeksi di
Indonesia Solusi Kini & Mendatang. Nasronudin. Surabaya : Airlangga
University Press : 2-11. H 103-7
6. Cook, Gordon dan Alimuddin L. Zumla. Manson’s Tropical Disease 22th
Edition. Philadelphia : Saunders Elsevier. 2009.p. 753-762.
7. Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah Dengue Volume 2.
2010. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Available from :
http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN DBD.pdf
8. Nelson WE., Kligman R. Ilmu kesehatan anak. 15 th ed. Alih bahasa. Samik
Wahab.2000. Jakarta: EGC.2000
9. Sundaru Heru, Sukamto. Demam Berdarah. Dalam : Sudoyo, Ayu W, dkk,
editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2006.h.2772-5.
10. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. The Seventh Report of the Joint
National Commitee on the Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure (JNC 7). JAMA 2003; 289: 2560.
11. Whelton PK et al. ACC / AHA / AAPA / ABC / ACPM / AGS / AphA / ASH /
ASPC / NMA / PCNA Guideline For The Prevention, Detection, Evaluation

108
And Management of High Blood Pressure in Adults. Hypertension. Published
November 13, 2017. doi: 10.1161/HYP.0000000000000065.
12. Borghi C, Rodriguez-Artalejo F, De Backer G, Dallongeville J, Medina J, et
al. The Association Between Blood Pressure and Lipid Levels in Europe:
European Study on Cardiovascular Risk Prevention and Management in
Usual Daily Practice. Journal of Hypertension 2016; 34: 2155-63.
13. Bonaa KH, Thelle DS. Association Between Blood Pressure and Serum Lipids
In A Population. The Tromsø Study Circulation 1991; 83: 1305-14.
14. Cicero AFG, D’Addato S, Veronesi M, Rosticci M, Santi F, Dormi A, et al.
Relationship Between Blood Pressure, Cholesterolemia and Serum
Apolipoprotein B in A Large Population Sample: the Brisighella Heart Study.
Journal of Hypertension 2012; 30: 492-96.
15. Badan Litbangkes. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Kementerian
Kesehatan RI, Jakarta, Indonesia.
16. Tjekyan, RS. 2014. Angka Kejadian dan Faktor Risiko Hipertensi di Kota
Palembang Tahun 2013. Majalah Kedokteran Sriwijaya. 46(1): 1-11.
17. Schoen, F.J., dan R.S. Cotran. 2013. Penyakit Vaskular Hipertensif. Dalam: V.
Kumar, R.S. Cotran, dan S.L. Robins (Editor). Buku Ajar Patologi Edisi ke-7
Volume 2 (Halaman 379-382). EGC, Jakarta, Indonesia.
18. Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada Anak
Balita, OrangDewasa, Usia Lanjut, Pneuminia Atypik dan Pneumonia Atypik
Mikobakterium. Pustaka Populer Obor. Jakarta
19. DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.
20. Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa
oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC.
21. K.H Yangtjik., F. Sofiah., A. Aruf. Bronkopneumonia. Palembang : RSMH.
22. Dian, E.P dan F. 2015.Syahrul. Faktor Risiko Pneumonia Pada Balita
Berdasarkan Status Imunisasi Campak Dan Status Asi Eksklusif. Jurnal
Berkala Epidemiologi, Vol. 3, No. 1 Januari 2015: 69–81
23. Hegar, Badriul. 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: IDAI.

109
24. Sugeng, Medica. 2012. Klasifikasi Pneumonia Pada Anak.
https://sugengmedica.wordpress.com/2012/08/23/klasifikasi-pneumonia/.
Diakses 19 Mei 2019.
25. Cillóniz, Catia., C. Cardozo., dan C. G. Vidal. 2018. Epidemiology,
pathophysiology, and microbiology of community acquired pneumonia.
Artikel Review.
26. Price, Sylvia Anderson.1994. Pathophysiology: Clinical Concepts Of Disease
Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta: EGC.
27. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Pneumonia Komuniti Pedoman
Diagnosis dan Tatalaksana. https://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-
pneumoniakom/pnkomuniti.pdf. Diakses 19 Mei 2019.
28. WHO. 2005. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Hal 86-
93.
29. Konsil Kedokteran. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta:
Konsil kedoteran Indonesia.
30. 10. Yulia, Efni., Ri.Machmud., dan D. Pertiwi.2016. Faktor Risiko yang
Berhubungan dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Kelurahan Air
Tawar Barat Padang.
31. http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/523. Diakses 19 Mei
2019.
32. American Lung Association. 2018. Preventing Pneumonia.
https://www.lung.org/lung-health-and-diseases/lung-disease-
lookup/pneumonia/preventing-pneumonia.html. Diakes 19 Mei 2019.
33. Astika, Nyoman. 2017. Pneumonia. Fakultas Udayana: Denpasar
34. Departemen Kesehatan. 2014. Situasi dan Analisis Lanjut Usia.
(http://www.depkes. go.id/article/view/14010200005/downloadpusdatin-
infodatin-infodatinlansia.html, diakses pada tanggal 18 Mei 2019).
35. Departemen Kesehatan. 2015. Pelayanan dan Peningkatan Kesehatan Usia
Lanjut. (http://www.depkes.go.id/article/view/15052700010/pelayanan-dan-peningkatan-kes
ehatan-usia-lanjut.html, diakses pada tanggal 18 Mei 2019).

110
36. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR., et al. 2003. The Seventh Report of the
Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA; 289:2560–2572.
37. Wulandari, Dhevy. 2014. Hubungan Lamanya Menderita Hipertensi dengan
Tingkat Depresi pada Pasien Poliklinik Penyakit Dalam RSUD Dr. Soebandi
Jember.
38. Azkia, Qurratu Aini. 2016. Hubungan antara Gejala Depresi dengan Tekanan
Darah pada Penderita Hipertensi Lanjut Usia di Poliklinik Penyakit Dalam
RSUP Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. (http://etd.unsyiah.ac.id/index.php?
p=show_detail&id=29099, diakses pada 18 Mei 2019).
39. Hafiz, Muhammad et al. 2016. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Hipertensi pada Kelompok Lanjut Usia di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Petang I Kabupaten Bandung Tahun 2016 Vol 5 No. 7.
40. Mateos-C´aceres, PJ et al. 2012. New and Old Mechanisms Associated with
Hypertension in the Elderly. International Journal of Hypertension. 2012: hlm.
1-10.
41. Alexander G Logan. 2011. Hypertension in Aging Patients 9(1):113-120.
42. Apriyandi, Fajar. 2010. Hubungan Antara Peningkatan Usia dengan Kejadian
Hipertensi pada Pasien yang Berobat Jalan di Rumah Sakit Bhineka Bakti
Husada pada Tanggal 19 Sampai 31 Juli 2010
43. Departemen Kesehatan. 2006. Pedoman Teknis Penemuan dan Tata Laksana
Penyakit Hipertensi. Jakarta: Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Depkes RI. (http://perpustakaan.depkes.
go.id:8180/bitstream//123456789/742/1/pdmnpnmuantthipertnsi.pdf, diakses
pada tanggal 15 Mei 2019).
44. Departemen Kesehatan. 2017. Penyakit Jantung Penyebab Kematian Tertinggi,
Kemenkes Ingatkan CERDIK.
(http://www.depkes.go.id/article/view/17073100005/penyakit-
jantungpenyebab kem atian-tertinggi-kemenkes-ingatkan-cerdik-.html, diakses
pada tanggal 19 Mei 2019).
45. Mardiana, Y. dan Zelfino. 2014. Hubungan Antara Tingkat Stres Lansia Dan
Kejadian Hipertensi Pada Lansia Di RW 01 Kunciran Tangerang. (http://eju
rnal.esaunggul.ac.id/, diakses pada tanggal 17 Mei 2019).

111
46. Saseen J. 2013. Koda-Kimble and Young’s Applied Therapeutics: The
Clinical Use of Drugs. 10th ed. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins. Chapter 14.
47. Rabkin, J. et al. 1983. Hypertension and DSM-III depression in psychiatric
outpatients. Am J Psychiatry. 1983;140(8):1072-4.
48. Bernard MY Cheung. 2005. The relationship between hypertension and
anxiety or depression in Hong Kong Chinese.
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/artic les/PMC2716224/, diakses pada
tanggal 22 Mei 2019).
49. Priyoto. 2016. Hubungan Depresi dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di
Unit Pelanksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Kecamatan Selosari
Kabupaten Magetan. (http://jurnal.bhmm. ac.id/index.php/jurkes/article/view /
25/0, diakses pada tanggal 22 Mei 2019).
50. Nimmannitya, Suchitra. Dengue and Dengue Haemorrhagic fever. In: Gordon
C. Cook, Alimuddin I. Zumla, editors. Manson’s Tropical Disease. 22 nd Ed.
USA; 2009.P 753.
51. Clarence J. Peters. Dengue Hemorrhagic fever/ Dengue Shock Syndrome. In:
Lanco, etc, editors. Horrison’s Principle of International Medicine. 18th Ed.
USA : McGraw Hill;2012.p 1632-3.

52. Departemen
Kesehatan. 2014.
Situasi dan

112
53. Analisis Lanjut
Usia.
(http://www.depkes.
54. go.id/article/view/14
010200005/downloa
d
55. pusdatin-infodatin-in
fodatinlansia.html ,
56. diakses pada
tanggal 18 Juli
2017).
57. 2. Departemen
Kesehatan. 2015.
Pelayanan

113
58. dan Peningkatan
Kesehatan Usia
Lanjut.
59. ( http://www.depkes
.go.id/article/view/15
0
60. 52700010/pelayana
n-dan-peningkatan-
kes
61. ehatan-usia-
lanjut.html, diakses
pada
62. tanggal 18 Juli
2017).

114
63. 3. Chobanian AV,
Bakris GL, Black HR.,
et
64. al. 2003. The
Seventh Report of
the Joint
65. National
Committee on
Prevention,
66. Detection,
Evaluation, and
Treatment of
67. High Blood
Pressure: the JNC
7 report.

115
68. JAMA; 289:2560–
2572
69. Departemen
Kesehatan. 2014.
Situasi dan
70. Analisis Lanjut
Usia.
(http://www.depkes.
71. go.id/article/view/14
010200005/downloa
d
72. pusdatin-infodatin-in
fodatinlansia.html ,

116
73. diakses pada
tanggal 18 Juli
2017).
74. 2. Departemen
Kesehatan. 2015.
Pelayanan
75. dan Peningkatan
Kesehatan Usia
Lanjut.
76. ( http://www.depkes
.go.id/article/view/15
0
77. 52700010/pelayana
n-dan-peningkatan-
kes

117
78. ehatan-usia-
lanjut.html, diakses
pada
79. tanggal 18 Juli
2017).
80. 3. Chobanian AV,
Bakris GL, Black HR.,
et
81. al. 2003. The
Seventh Report of
the Joint
82. National
Committee on
Prevention,

118
83. Detection,
Evaluation, and
Treatment of
84. High Blood
Pressure: the JNC
7 report.
85. JAMA; 289:2560–
2572

119
120

Anda mungkin juga menyukai