Referat Epistaksis 56a8eb06d4ecd
Referat Epistaksis 56a8eb06d4ecd
406151069
BAB 1
PENDAHULUAN
Hidung merupakan organ manusia yang memiliki banyak fungsi, antara lain sebagai
organ proteksi terhadap benda asing atau partikel debu dari lingkungan luar agar tidak masuk
ke dalam tubuh. Pada rongga hidung terdapat banyak pembuluh darah. Sehingga, tidak jarang
organ ini mengalami gangguan, salah satunya adalah perdarahan dari hidung atau yang
disebut epistaksis.
Epistaksis banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari baik pada anak, orang tua
atau usia lanjut. Sekitar 90% dari total kejadian epistaksis adalah tipe anterior yang lebih
sering dijumpai pada anak (2-10 tahun) dan usia lanjut. 10% sisanya merupakan epistaksis
posterior yang biasanya terjadi pada usia >50 tahun. (1) Epistaksis yang sering terjadi pada
anak menimbulkan rasa khawatir berlebih pada orang tua dan seringkali menjadi keluhan
yang menyebabkan seorang anak dibawa berobat ke unit rawat jalan. Sebagian epistaksis
dapat berhenti dengan sendirinya tanpa pengobatan maupun tindakan medis. Namun, ada
beberapa epistaksis yang berulang hingga berat yang menjadi masalah kegawatdaruratan
medis yang berakibat fatal jika tidak segera ditangani.
Epistaksis bukan merupakan suatu penyakit, melainkan suatu kelainan atau gejala
maupun manifestasi dari penyakit lain tetapi, dalam beberapa kasus dapat tidak diketahui
penyebabnya. Oleh karena itu pengamatan secara teliti harus dilakukan dan perlu diketahui
latar belakang serta apakah sebelumnya baru terjadi trauma atau tindakan bedah sehingga
dapat dilakukan penatalaksanaan yang tepat pada kasus epistaksis agar tidak terjadi
komplikasi yang lebih lanjut.
BAB 2
RSUD Ciawi
Periode 5 Oktober – 7 November 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 1
FEBRINA HERTANTI BAKRI - EPISTAKSIS
406151069
VASKULARISASI HIDUNG
Vaskularisasi hidung(2)
Bagian atas rongga hidung mendapat perdarahan dari a. etmoid anterior dan posterior yang
merupakan cabang dr a. oftalmika dari a. karotis interna
Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang a. maksilaris interna, yaitu a.
palatina mayor dan a. sphenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang posterior
konka media
Pada bagian anterior septum terdapat pleksus Kiesselbach (Little’s area) yang merupakan
anostomosis dari cabang-cabang a. sphenopalatina, a.etmoid anterior, a, labialis superior dan
a. palatina mayor. Pleksus Kiesselbach ini sering menjadi sumber epistaksis karena letaknya
superficial dan mudah cedera oleh trauma.
Pada bagian posterior, terdapat pleksus Woodruff yang dibentuk oleh anastomosis dari a.
sphenopalatina dan a. faringeal ascendens.
Bagian
Bagian atas
atas rongga
rongga
hidung
hidung
Dinding
Dinding lateral
lateral
RSUD Ciawi hidung
hidung
Periode 5 Oktober – 7 November 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Septum
Septum anterior
anterior 2
FEBRINA HERTANTI BAKRI - EPISTAKSIS
406151069
memperdarah
i
Bagian
Bagian bawah
bawah rongga
rongga
hidung
hidung
memperdarah Dinding
Dinding lateral
lateral
hidung
hidung
i
Septum
Septum anterior
anterior
BAB 3
RSUD Ciawi
Periode 5 Oktober – 7 November 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 3
FEBRINA HERTANTI BAKRI - EPISTAKSIS
406151069
PEMBAHASAN
3.1 Definisi
Epistaksis merupakan perdarahan dari bagian dalam hidung yang dapat primer atau
sekunder, spontan atau akibat rangsangan dan berlokasi di anterior atau posterior hidung.
Pembuluh darah mukosa hidung yang berhubungan dengan dunia luar dan tidak terlindung
mudah ruptur dan menyebabkan perdarahan. Terutama pada pembuluh darah septum yang
letaknya dekat tulang atau kartilago dan hanya dilindungi oleh mukosa yang tipis.
3.2 Etiologi
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput mukosa
hidung. Sebagian besar perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus Kiesselbach (area
Little). Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada hidung atau kelainan sistemik.(2)
1. Kelainan local
a. Trauma
RSUD Ciawi
Periode 5 Oktober – 7 November 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 4
FEBRINA HERTANTI BAKRI - EPISTAKSIS
406151069
Dimana struktur pembuluh darah yang lebih tipis, lebih lebar serta jaringan
ikat dan sel-selnya lebih sedikit sehingga lebih cenderung mengalami perdarahan.
(2)
c. Infeksi lokal
Epistaksi dapat terjadi baik pada infeksi hidung maupun sinus paranasal
seperti rhinitis atau sinusitis.(2)
Rinosinusitis bakteri, virus, dan alergi dapat menyebabkan inflamasi yang akan
merusak mukosa, dan menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah
setempat sehingga memudahkan terjadinya epistaksis. Pendarahan pada kasus ini
biasanya ringan dan sering muncul sebagai bercak darah pada sekret nasal.(5)
Penyakit infeksi spesifik seperti tuberkulosis dan sifilis juga sering menyebabkan
mukosa menjadi kering dan rapuh sehingga menjadi penyebab epistaksis berulang.
RSUD Ciawi
Periode 5 Oktober – 7 November 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 5
FEBRINA HERTANTI BAKRI - EPISTAKSIS
406151069
d. Tumor
Tumor jinak dan ganas dapat bermanifestasi epistaksis. Pasien yang terkena
dapat juga mengalami tanda dan gejala sumbatan nasal dan rhinosinusitis,
seringnya unilateral. Epistaksis dapat timbul pada hemangioma, karsinoma, dan
yang lebih sering terjadi pada angiofibroma yang dapat menimbulkan epistaksis
berat. Karena pada tumor terjadi pertumbuhan sel yang abnormal dan
pembentukan pembuluh darah yang baru (neovaskularisasi) yang bersifat rapuh
sehingga memudahkan terjadinya perdarahan.(5,6)
e. Benda asing
2. Kelainan sistemik
a. Penyakit kardiovaskuler
RSUD Ciawi
Periode 5 Oktober – 7 November 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 6
FEBRINA HERTANTI BAKRI - EPISTAKSIS
406151069
b. Kelainan darah
c. Infeksi sistemik
d. Gangguan hormonal
Pada saat hamil terjadi peningkatan estrogen dan progestron yang tinggi
di pembuluh darah yang menuju ke semua membran mukosa di tubuh
termasuk di hidung yang menyebabkan mukosa bengkak dan rapuh dan
akhirnya terjadinya epistaksis.(9)
a. Epistaksis anterior
RSUD Ciawi
Periode 5 Oktober – 7 November 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 7
FEBRINA HERTANTI BAKRI - EPISTAKSIS
406151069
b. Epistaksis posterior
RSUD Ciawi
Periode 5 Oktober – 7 November 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 8
FEBRINA HERTANTI BAKRI - EPISTAKSIS
406151069
Pemeriksaan Fisik
Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah lampu kepala, spekulum
hidung dan alat penghisap(bila ada) dan pinset bayonet, kapas, kain kassa.
Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan
ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk
mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung.
Dengan spekulum, hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua
kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku;
sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat
dan faktor-faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan
RSUD Ciawi
Periode 5 Oktober – 7 November 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 9
FEBRINA HERTANTI BAKRI - EPISTAKSIS
406151069
kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau
larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/10000 ke dalam hidung untuk
menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga
perdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam
hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi dengan melakukan pemeriksaan:
a) Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke
posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung
dan konka inferior harus diperiksa dengan cermat.
b) Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada
pasien dengan epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk
menyingkirkan neoplasma.
RSUD Ciawi
Periode 5 Oktober – 7 November 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 10
FEBRINA HERTANTI BAKRI - EPISTAKSIS
406151069
c) Pemeriksaan lab
Pemeriksaan darah lengkap dan profil hemostasis termasuk waktu protrombin
serum, waktu tromboplastin parsial, jumlah platelet dan waktu perdarahan. (6)
3.6 Penatalaksanaan
1. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali
bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.
2. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan
dengan cara duduk dan kepala dalam keadaan tegak, kemudian cuping hidung
ditekan ke arah septum selama 3-5 menit (metode Trotter)
RSUD Ciawi
Periode 5 Oktober – 7 November 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 11
FEBRINA HERTANTI BAKRI - EPISTAKSIS
406151069
3. Bila perdarahan berhenti, hidung dibuka dengan spekulum dan dibersikan dengan
alat penghisap (suction)
4. Bila perdarahan tidak berhenti, masukkan kapas yang dibasahi dengan adrenalin
1/5000- 1/10000 dan larutan anestesi lokal yaitu Pantokain atau larutan Lidokain
2% ke dalam rongga hidung dan dibiarkan selama 10-15 menit untuk
menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri pada saat dilakukan tindakan
selanjutnya.
5. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat terlihat jelas, tempat asal
perdarahan dikausatik dengan larutan Nitras Argenti (AgNO 3) 25-30%. Setelah itu
berikan salep antibiotik.
RSUD Ciawi
Periode 5 Oktober – 7 November 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 12
FEBRINA HERTANTI BAKRI - EPISTAKSIS
406151069
dimasukkan sebanyak 2-4 buah, disusun teratur dan harus dapat menekan asal
perdarahan. Dipertahankan selama 2x24 jam, dan dikeluarkan untuk mecegah
infeksi hidung. Selama 2 hari dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari
faktor penyebab epistaksis.
RSUD Ciawi
Periode 5 Oktober – 7 November 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 13
FEBRINA HERTANTI BAKRI - EPISTAKSIS
406151069
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat dari epistaksis sendiri maupun dari usaha
penanggulangan epistaksis, antara lain(2):
Akibat perdarahan hebat: aspirasi saluran nafas, syok, anemia dan gagal ginjal
Turunnya tekanan darah mendadak: hipotensi, hipoksia, iskemia serebri,
insufisiensi koroner sampai infark miokard hingga dapat menimbulkan
kematian, pada keadaan ini secepatnya perlu pemberian infus atau transfusi
darah
Akibat pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi sehingga perlu
diberikan antibiotik
RSUD Ciawi
Periode 5 Oktober – 7 November 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 14
FEBRINA HERTANTI BAKRI - EPISTAKSIS
406151069
Pencegahan(10)
Hindari aktivitas berat, jika melakukan kegiatan olahraga yang dapat
mencederai kepala dianjurkan untuk memakai pelindung wajah atau helm
Hindari lingkungan yang panas dan kering, jika berada pada lingkungan ini
gunakan saline spray dan salep antibiotik pada area Kiesselbach
Hindari makanan yang panas dan pedas
Hindari kebiasaan mengorek hidung karena dapat menyebabkan trauma akibat
jari, usahakan kuku jari tangan jangan dibiarkan panjang terutama pada anak-
anak
Jika bersin jangan melalui hidung, tetapi bersin perlahan melalui mulut
3.8 Prognosis
Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada
pasien hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering
kambuh dan prognosisnya buruk(6)
BAB 4
KESIMPULAN
RSUD Ciawi
Periode 5 Oktober – 7 November 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 15
FEBRINA HERTANTI BAKRI - EPISTAKSIS
406151069
Epistaksis atau perdarahan dari hidung bukan merupakan suatu penyakit, melainkan
adalah suatu gejala yang disebabkan oleh adanya suatu kondisi yakni, kelainan struktur
pembuluh darah hidung, trauma atau adanya penyakit lain yang mendasari. Epistaksis bisa
bersifat ringan sampai berat hingga dapat berakibat fatal. Epistaksis dapat disebabkan oleh
berbagai hal, yang dapat dibagi menjadi penyebab lokal dan sistemik. Epistaksis dibedakan
menjadi dua berdasarkan lokasinya yaitu epistaksis anterior dan epistaksis posterior.
Umumnya epistaksis anterior lebih sering terjadi dan dapat berhenti dengan sendirinya,
namun pada beberapa kasus dapat terjadi epistaksis berulang hingga epistaksis dengan
perdarahan massif sehingga perlu dilakukan pemeriksaan secara teliti dan cermat serta
penanganan yang tepat.(1-4)
Prinsip penanganan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah
komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Pemeriksaan yang dilakukan untuk
memeriksa pasien dengan epistaksis antara lain dengan rinoskopi anterior dan posterior. Jika
terdapat kecurigaan adanya koagulopati maupun keganasan, perlu dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut seperti foto rontgen sinus, CT-Scan atau MRI, endoskopi, pemeriksaan darah
lengkap dan profil hemostasis dan menggali riwayat penyakit pasien. Penatalaksanaan pada
epistaksis disesuaikan dengan lokasi perdarahan, dengan prinsip: (5,6,8)
1. Menghentikan perdarahan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah berulangnya epistaksis
Pencegahan epistaksis dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain tidak
memasukkan benda keras ke dalam hidung seperti jari, hindari kebiasaan mengorek hidung,
jangan meniup melalui hidung dengan keras, jika bersin melalui mulut, menghindari obat-
obatan yang dapat meningkatkan resiko perdarahan.
RSUD Ciawi
Periode 5 Oktober – 7 November 2015
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara 16