Anda di halaman 1dari 10

EFEKTIFITAS PEMBELAJARAN MODEL PMRI DALAM MENINGKATKAN

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA


SMP NEGERI 1 SRANDAKAN

FAIQ KURNIAWAN
NPM. 13144100026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA 2017

ABSTRAK
Penilitan ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran model
PMRI dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
kelas VII di SMP Negeri 1 Srandakan tahun ajaran 2017/2018.
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Srandakan tahun ajaran
2017/2018. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu dengan desain
penelitian Nonequivalent Control Group Design. Teknik pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan teknik Simple Random Sampling, Sampel
penelitian ini adalah kelas VII C sebagai kelas eksperimen dan kelas VII D
sebagai kelas kontrol,. Instrumen yang digunakan dalam penelitian adalah pretest
dan posttest kemampuan masalah yang telah di ujicobakan. Teknik analisis data
yang digunakan adalah Independent Sample t-test pada taraf signifikansi α =
0.05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, uji normalitas nilai pretest
menggunakan Kolmogorov-Smirnov pada kelas eksperimen nilai sig = 0,121 >
0,05 dan pada kelas kontrol diperoleh nilah sig = 0,127 > 0,05, sehingga nilai
pretest kedua kelas berdistribusi normal. Uji homogenitas nilai pretes
menggunakan Levene Statistic diperoleh nilai sig = 0,073 > 0,05, sehingga
variansi kedua kelas homogen. Uji beda rata-rata menggunakan Independent
Sample test menunjukan nilai = > = 1,999, artinya kedua kelas
tidak setimbang, Sehingga uji efektivitas menggunakan perbedaan nilai pretest
dan posttest dari kedua kelas. Uji normalitas nilai posttest menggunakan
Kolmogorov-Smirnov pada kelas eksperimen diperoleh nilai sig = 0,108 > 0,05,
dan pada kelas kontrol diperoleh nilai sig = 0,078 > 0,05, sehingga nilai posttest
kedua kelas berdistribusi normal. Uji homogenitas nilai posttest menggunakan
Levene Statistic diperoleh nilai sig = 0,269 > 0,05, sehingga variansi kedua kelas
homogen. Pada uji hipotesis diperoleh hasil analisis bahwa nilai
< . Maka dapat disimpulkan bahwa Pemebelajaran Model PMRI
dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika SMP Negeri
1 Srandakan.

Kata kunci: PMRI, pemecahan masalah.


ABSTRACT
This research purports to discover the effectiveness of PMRI Learning
model in improving students’ mathematical problem solving ability in SMP N 1
Srandakan academic year 2017/2018. The research took place in SMP N 1
Srandakan academic year 2017/2018. This is a quasi-experimental design suing
Nonequivalent Control Group. Sampling is Simple random sampling. Students of
class VII C were selected as experiment class and class VII D was chosen ad
control class. Instruments used in this research were pre-test and post-test
pertaining problem under study. Data analysis employed is Independent Sample t-
test at significance level α = 0.05.
The result of the research shows that normality test using Kolmogorov
Smirnov over experiment class is sig = 0,121 > 0,05 and over control class sig =
0,127 > 0,05 therefore pretest scores of both class are distributed normally.
Homogeny test using Levene Statistic result in sig = 0,073 > 0,05 meaning
variance of both classes is homogenous. Independent samples test results in t calc
= 2,704 > ttable = 1,999, meaning the two class are not equal and therefore
efectiveness test employs pretest vs posttest score discrepancy from both classes.
Normality test based on Kolmogorov-Smirnov over experiment class results in sig
= 0,108 > 0,05, and over control class sig = ),078> 0,05, therefore both classes
are normally distributed. Homogeny test over posttest score using Levene Statistic
results in sig = 0, 269 > 0,05 meaning variance of both classes is homogenous.
The hypothesis test results in tcalc = < . Therefore it is
conclusive that PMRI learning model can improve students’ mathematical problem
solving ability in SMP N 1 Srandakan.

Keywords: PMRI, problem solving

PENDAHULUAN
Kemampuan pemecahan masalah merupakan hal penting yang harus
dimiliki oleh seseorang. Keterampilan serta kemampuan berpikir yang diperoleh
ketika seseorang memecahkan masalah diyakini dapat digunakan orang
tersebut ketika menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Cooney (Hendriana dan Soemarmo, 2014:23) bahwa
penelitian kemampuan pemecahan masalah membantu siswa berpikir analitik
dalam mengambil keputusan di kehidupan sehari-hari dan meningkatkan
kemampuan berpikir kritis dalam menghadapi situasi baru. Sekolah sebagai
lembaga pendidikan seharusnya menjadikan kemampuan pemecahan masalah
sebagai tujuan utama dalam pembelajaran.
Matematika adalah logika yang telah berkembang. Matematika dalam
hakekatnya sebagai sarana berpikir merupakan cara yang tepat untuk
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan
masalah matematika menurut Branca (Hendriana dan Soemarmo, 2014:23)
merupakan salah satu tujuan penting dalam pembelajaran matematika bahkan
proses pemecahan masalah matematika merupakan jantung dari matematika.
Hal ini juga tertera dalam Standar Isi Kurikulum 2013 bahwa salah satu tujuan
pembelajaran matematika adalah siswa memiliki kompetensi untuk memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
Namun kenyataan menunjukan bahwa kemampuan siswa dalam pemecahan
masalah masih rendah.
Hal serupa dialami oleh SMP Negeri 1 Srandakan hasil tes kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa kelas VII berada di bawah KKM (75,00).
Nilai rata-rata matematika siswa kelas VII hanya mencapai 65,71 atau berkategori
rendah sedangkan nilai rata-rata tes kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa memberikan hasil 69,01 atau berkategori cukup. Hal ini
menunjukan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VII
SMP Negeri 1 Srandakan cukup rendah.
Pencapaian tujuan pembelajaran matematika termasuk di dalamnya
kemampuan pemecahan masalah matematika sangat dipengaruhi oleh
pelaksanaan pembelajaran matematika Hasil pengamatan di SMP NEGERI 1
Srandakan menunjukan bahwa kegiatan pembelajaran matematika di kelas
masih terpusat pada guru. Guru menjelaskan materi, memberikan rumus-rumus,
contoh soal dan pembahasannya. Kemudian guru memberikan latihan soal yang
mirip dengan yang telah dicontohkan. Sebagian besar siswa terlihat malas
mengerjakan soal saat guru memberikan latihan dan pada akhirnya guru sendiri
yang menjawabnya. Dengan kata lain, kegiatan pembelajaran matematika di SMP
NEGERI 1 Srandakan masih didominasi oleh guru sedangkan siswa pasif di
dalam kelas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika SMP
NEGERI 1 Srandakan yaitu Ibu Mujinem beliau mengatakan bahwa siswa kurang
bersemangat dalam pembelajaran. Siswa juga terlihat bosan, karena dalam
pembelajaran guru menjelaskan materi kemudian memberikan contoh-contoh dan
selanjutnya siswa diberikan latihan. kebanyakan dari siswa lebih suka menyontek
daripada menyelesaikan sendiri latihan yang diberikan.Beliau juga menambahkan
bahwa siswa sudah malas berfikir terutama pada mata pelajaran matematika.
Siswa sulit untuk memahami setiap materi yang diajarkan, karena mereka kurang
percaya diri dan mudah menyerah.
Berdasarkan masalah tersebut, peneliti berpendapat bahwa diperlukan
perubahan dalam model pembelajaran. Pembelajaran yang biasanya dipandang
sebagai kegiatan guru perlu diubah, yaitu menjadi pembelajaran sebagai kegiatan
siswa. Matematika yang biasanya dipandang sebagai produk jadi dan diajarkan
secara terpisah-pisah perlu diubah pandangannya menjadi matematika sebagai
kegiatan siswa dan diajarkan dengan mempertimbangkan keterkaitan antar
materi dan antara matematika dengan bidang ilmu lain maupun dengan
kehidupan sehari-hari. Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, mengkonstruksi
sendiri pengetahuan sehingga membantu siswa mengingat dan menerapkan
materi yang dipelajari dalam pemecahan masalah
Untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah peneliti memberikan tes
di sekolah tempat peneliti melakukan penelitian, yaitu SMP NEGERI 1 Srandakan.
Dalam penelitian ini soal yang digunakan adalah soal-soal matematika yang dapat
mengukur tingkat kemampuan pemecahan masalah. Berdasarkan hasil tes dari
sampel yang diambil mempunyai rata-rata yang hampir sama yaitu, diperoleh
persentase skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada
indikator.
Hasil Tes Pemecahan Masalah
Minimal Hasil
Indikator Pemecahan masalah
pencapain Pencapaian
1. Memahami masalah 75,00% 55,5%
2. Merencanakan penyelesaian 75,00% 47,85%
3. Melakukan perencanaan 75,00% 63,19%
4. Mengecek kembali 75,00% 59,58%
Presentase skor keseluruhan 75,00% 56,53%

Berdasarkan fakta tersebut, dapat dikatakan bahwa masih kurangnya


kemampuan pemecahan masalah matematika tidak terlepas dari proses
pembelajaran matematika. Pada umumnya pembelajaran di kelas guru hanya
mengajar dengan metode ceramah atau model pembelajaran langsung yang
mengakibatkan siswa tidak aktif dalam belajar. Melalui proses pembelajaran yang
seperti ini, kecil kemungkinan kemampuan pemecahan masalah matematika
siswa dapat berkembang karena dalam proses pemebelajaran siswa hanya
berpusat kepada guru yang menjelaskan materi dan siswa hanya mendengarkan
guru menyampaikan materi.
Dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
diperlukan model pembelajaran yang tidak hanya menstransfer pengetahuan
kepada siswa tetapi mampu merangsang daya berfikir siswa untuk membentuk
pengetahuan mereka sendiri dalam memecahkan masalah-masalah matematika.
Salah satu cara yang mungkin bisa mengatasi permasalahan tersebut adalah
dengan menggunakan model pembelajaran PMRI (Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia).
Penerapan model PMRI dinilai berhasil menunjukan perbedaan yang
signifikan terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa, sebagaimana
penelitian yang dilakukan oleh Imron arba’in (2016) dengan judul “Efektivitas
pembelajaran PMRI terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika kelas
VIII SMP NEGERI 3 Pandak ” dan hasilnya menyatakan bahwa ada pengaruh
pembelajaran PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia ) terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa SMP Negeri 3 Pandak.

KAJIAN PUSTAKA
1. Efektivitas Pembelajaran
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (Dr. E. Mulyasa, 2012: 82) efektivitas
berasal dari kata “efektif” yang berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya,
kesannya), manjur atau mujarab, dapat membawa hasil. Sehingga efektivitas
adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan
sasaran yang dituju.
Menurut Dr. E.Mulyasa, (2012:82) masalah efektivitas biasanya berkaitan
erat dengan perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang
telah disusun sebelumnya, atau perbandingan hasil nyata dengan hasil yang telah
direncanakan. Berikut ini indikator-indikator efektivitas menurut (Dr. E. Mulyasa,
82 : 2012) adalah sebagai berikut :
a. Indikator input; indikator ini meliputi karakteristik guru, fasilitas, perlengkapan,
dan materi pendidikan serta kapasitas manajemen
b. Indikator process; indikator ini meliputi perilaku administratif, alokasi waktu
guru, dan alokasi waktu peserta didik
c. Indikator output; indikator ini berupa hasil-hasil dalam bentuk perolehan
peserta didik dan dinamikanya sistem sekolah, hasil-hasil yang berhubungan
dengan prestasi belajar, dan hasil-hasil yang berhubungan dengan perubahan
sikap, serta hasil-hasil yang berhubungan dengan keadilan dan kesamaan
Indikator outcome; indikator ini meliputi jumlah lulusan ketingkat pendidikan
berikutnya, prestasi belajar di sekolah yang lebih tinggi dan pekerjaan serta
pendapatan.
2. Pembelajaran Langsung
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model
tersebut merupakan pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai
kompetensi/tujuan pembelajaran yang diharapkan. Model pembelajaran adalah
pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut pendekatan,
strategi, metode, teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar. Dalam suatu model pembelajaran ditentukan bukan
hanya apa yang harus dilakukan guru, akan tetapi menyangkut tahapan-tahapan,
prinsip-prinsip reaksi guru dan siswa serta sistem penunjang yang disyaratkan.
Menurut Arends (dalam Suprijono, 2013: 46) model pembelajaran mengacu
pada pendekatan yang digunakan termasuk di dalamnya tujuantujuan
pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran dan pengelolaan kelas. Menurut Joice& Weil (dalam Isjoni, 2013:
50) model pembelajaran adalah suatu pola atau rencana yang sudah
direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk menyusun kurikulum,
mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di kelasnya.
Sedangkan Istarani (2011: 1) model pembelajaran adalah seluruh rangkaian
penyajian materi ajaryang meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah
pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang
digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar.
3. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan
berpikir tingkat tinggi karena melibatkan kegiatan kognitif yang kompleks. Siswono
(Ana Ari Wahyu Suci dan Abdul Haris Rosyidi,2012) menyebutkan bahwa terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah, yaitu:
(1) pengalaman awal, pengalaman awal seperti ketakutan terhadap matematika
dapat menghambat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah; (2) latar
belakang matematika, kemampuan siswa terhadap konsep-konsep matematika
yang berbeda-beda tingkatnya dapat memicu perbedaan kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah; (3) keinginan dan motivasi, dorongan internal
maupun eksternal dapat mempengaruhi hasil pemecahan masalah; (4)
struktur masalah, struktur masalah yang diberikan kepada siswa, seperti
format secara verbal atau gambar, kompleksitas, konteks, bahasa soal, maupun
pola masalah satu dengan masalah yang lain dapat mengganggu kemampuan
siswa dalam memecahkan masalah. Lebih lanjut, Siswono juga menyebutkan
bahwa dalam memecahkan masalah keterampilan-keterampilan yang harus
dimiliki, yaitu: (1) keterampilan empiris (perhitungan, pengukuran); (2) terjadi); dan
(3) keterampilan berpikir untuk bekerja pada suatu situasi yang tidak biasa
(unfamiliar).
Berdasar pendapat Posamentier dan Krulik, dapat dilihat bahwa ada
sembilan strategi pemecahan masalah, yaitu (1) mengorganisasi data, seperti
membuat daftar/bagan dan tabel, (2) menebak dan mencoba, (3) menyelesaikan
masalah sejenis yang lebih sederhana, (4) melakukan simulasi, (5) bekerja
dengan alur mundur, (6) mencari pola, (7) melakukan penalaran logis, (8)
membuat gambar, dan (9) menggunakan sudut pandang yang berbeda.
4. Model PMRI
Soedjadi (2001:2) mengemukakan bahwa pembelajaran matematika
dengan pendekatan realistik pada dasarnya adalah pemanfaatan realita dan
lingkungan yang dipahami peserta untuk memperlancar proses pembelajaran
matematika sehingga mencapai tujuan pendidikan matematika yang lebih baik.
Selain itu Soedjadi juga menjelaskan bahwa realita adalah hal – hal nyata yang
kongkrit yang dapat diamati dan dipahami siswa dengan cara membayangkan.
Sedangkan lingkungan adalah tempat dimana peserta didik berada baik
dilingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat.
Menurut Gravemeijer dalam Saragih (2007:45) terdapat tiga prinsip utama
dalam pendekatan matematika realistik yaitu: (a) Guided Reinvention and
Progressive Mathematization (Penemuan terbimbing dan Bermatematika secara
Progressif), (b) Didactical Phenomenology (Penomena Pembelajaran), dan (c)
Self-developed Models (Pengembangan Model Mandiri).

METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian quasi experimental (eksperimen
semu). Menurut Suharsimi Arikunto (2014:9), eksperimen adalah suatu cara untuk
mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh
peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi faktor-faktor lain yang
mengganggu. Sedangkan quasi eksperimen menurut Sugiyono (2013:116) adalah
penelitian eksperimen di mana variabel-variabel luar yang mempengaruhi
eksperimen tidak dapat berfungsi sepenuhnya.
Desain penelitian eksperimen yang digunakan adalah nonequivalent control
group design. Pengaruh perlakuan terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa adalah (OE2 - OE1) – (OK2 - OK1).
Tabel 1
Desain Penelitian Eksperimen
Kelas Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen OE1 X OE2
Kontrol OK1 - OK1
(Sugiyono, 2013:118)
Keterangan:
OE1 : pretest kelas eksperimen
OK1 : pretest kelas kontrol
X : perlakuan terhadap kelas eksperimen dengan pendekatan PMRI
OE2 : posttest kelas eksperimen
OK2 : posttest kelas kontrol
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian
Data hasil observasi diperoleh dari hasil pengamatan dua observer
diperoleh.
Hasil observasi keterlakasanaan model pembelajaran
PMRI ( Pendidikan Matematika Realistik Indonesia )
Persentase Persentase
No Pembelajaran observasi observasi kriteria
guru siswa
1. Pertemuan ke-1 85% 83% Efektif
2. Pertemuan ke-2 98% 92% Efektif

Berdasar data keterlaksanaan pembelajaran pada tabel pembelajaran model


PMRI berjalan secara efektif.
Hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematika siswa adalah
sebagai berikut.
Nilai rata-rata pretest dan posttest kelas kontrol
Aspek pemecahan Rata-rata pencapaian tiap aspek
No
masalah Pretest Kriteria posttest Kriteria
Sangat Sangat
1. Aspek A 90,78 89,70
Baik Baik
Sangat
2. Aspek B 69,44 Cukup 98,47
Baik
3. Aspek C 63,65 Cukup 69,63 Cukup
4 Aspek D 54,97 Kurang 70,53 Cukup
Rata-rata 69,71 Cukup 82,08 Baik

Nilai rata-rata pretest dan posttest kelas eksperimen


No Aspek Rata-rata pencapaian tiap aspek
pemecahan
masalah pretest Kriteria posttest Kriteria
1. Aspek A 81,74 Baik 94,94 Sangat Baik
2. Aspek B 79,21 Baik 93,58 Sangat Baik
3. Aspek C 64,74 Cukup 87,34 Sangat Baik
4 Aspek D 62,93 Cukup 69,98 Cukup
Rata-rata 72,15 Cukup 85,96 Sangat Baik

Dari hasil tes kemampuan pemecahan mengalami peningkatan yang


signifikan baik di kelas kontrol maupun di kelas eksperimen. Nilai rata-rata pretest
kelas kontrol 66,93 sedangkan nilai posttest 69,08. Nilai rata-rata pretest kelas
eksperimen 69,01 sedangkan posttes 83,13.
Berdasarkan hasil uji normalitas (pada kolom kolmogornov smirnov) pada
kelas eksperimen diperoleh nilai sig. 0,200 > 0,05 sehingga diterima, artinya
data pretest dari kelas eksperimen distribusi normal. Sedangkan pada kelas
kontrol nilai sig. 0,200 > 0,05 sehingga diterima, artinya data pretest dari kelas
kontrol berdistribusi normal.
Berdasar hasil uji homogenitas, diperoleh nilai sig. 0,73 > 0,05 sehingga H0
diterima, artinya variansi nilai pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol
homogen.
Berdasarkan hasil uji beda rata-rata pretest, diperoleh nilai = >
= 1,999 atau berada di daerah penolakan maka ditolak artinya nilai
rata-rata pretest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak sama.
Hasil uji normalitas postest menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen nilai
sig. = 0,108 > 0,05 sehingga diterima, artinya data posttest kelas eksperimen
berdistribusi normal. Sedangkan pada kelas kontrol nilai sig. 0,78 > 0,05 sehingga
diterima atau data posttest kelas kontrol berdistribusi normal.
Hasil uji homogenitas dua kelas diperoleh nilai sig. 0,269 > 0,05 sehingga
diterima, artinya kedua kelas mempunyai variansi yang homogen.
Hasil uji efektivitas dan uji-t menunjukkan bahwa nilai
< 1,694 atau berada di daerah ditrima sehingga ditrima dan ditolak ,
artinya pembelajaran dengan model PMRI efektif dibandingkan dengan pembelajaran
langsung dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

Pembahasan hasil penelitian


Hasil pretest dan posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
dilakukan uji satu pihak dengan paired sample t test. Hasil uji t menunjukan
pembelajaran dengan model PMRI di kelas eksperimen dan pembelajaran
langsung di kelas kontrol keduanya menunjukan hasil yang berbeda . Kemudian
dilakukan independent sample t test menggunakan perbedaan/gain nilai rata-rata
pretest dan posttest dari masing-masing kelas dikarenakan kemampuan awal
kedua kelas yang tidak setimbang. Hasil uji t menunjukan pembelajaran dengan
model PMRI lebih efektif dibandingkan pembelajaran langsung terhadap
peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika.
Hasil nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika kelas
eksperimen adalah 69,01 untuk pretest dan 83,13 untuk posttest. Sedangkan
kelas kontrol 66,93 untuk pretest dan 69,08 untuk posttest sehingga diperoleh nilai
pengaruh perlakuan (83,13 – 69,01) – (69,08 – 65,71) = 10,75. Artinya
peningkatan nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
kelas eksperimen 10,75 lebih tinggi dari kelas kontrol. Hal ini memperkuat hasil
analisis dengan uji t.
Pembelajaran dengan model PMRI yang menunjukan hasil lebih efektif
dibandingkan dengan pembelajaran langsung dalam meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika dimungkinkan karena pembelajaran dengan
model PMRI diawali dengan pemberian masalah realistik dan siswa diberi
kesempatan untuk mengembangkan berbagai macam strategi pemecahan
masalah sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Sembiring (2010:12) yang
menyatakan bahwa PMRI merupakan pendekatan yang berorientasi pada
kemampuan teknis ke arah reformasi pendidikan matematika yang berdasarkan
pemecahan masalah merupakan inovasi yang kompleks.

KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian eksperimen yang telah dilaksanakan dapat
disimpulkan bahwa:
Pembelajaran matematika dengan model PMRI dengan langkah-langkah
pembelajaran yang meliputi aspek memahami konteks,memikirkan atau memilih
model yang tepat untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan masalah
realistik, membandingkan dan mendiskusikan penyelesaian masalah, dan
menegosiasikan penyelesaian masalah, lebih efektif dibandingkan dengan
pembelajaran langsung dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
siswa kelas VII di SMP NEGERI 1, dengan <

DAFTAR PUSTAKA

Agus Suprijono. 2010. Cooperatif Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


Ali Hamzah. 2014. Evaluasi Pembelajaran Matematika. Depok: Rajagrafindo
Persada.
Aris Shoimin. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Programme for International Student Assessment (PISA) Matematika 2009
(https://www.oecd.org/pisa)
Ariyadi Wijaya. 2012. Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif

M. Sigit Widodo (2014), Program Studi Matematika, FMIPA, Universitas Negeri


Surabaya “Keefektifan Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) pada Materi Lingkaran
di Kelas VII SMP”
National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles and Standards for
School mathematics. Didownload melalui laman www.nctm.org pada 01
Februari 2017.
Ormrod, Jeanne E. 2009. Psikologi Pendidikan: membantu Siswa Tumbuh dan
Berkembang Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Erlangga
Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Permen Nomor 58 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah


Pertama/Madrasah Tsanawiyah.
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 (Depdiknas; 2006) tentang standar isi untuk
satuan pendidikan dasar dan menengah
Rianita Afrilia. 2014. Pengaruh Model PMRI Terhadap Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis. Di unduh di http://jurnal.umk.ac.id/index.php/RE. Oleh
Rianita Afriani pada hari Selasa, 5 Januari 2016 Pukul 18:43.
Sri Wardhani. 2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/Mts
untuk Optimalisasi Pencapaian Tujuan. Didownload melalui laman
www.p4tkmatematika.org pada 16 Maret 2015.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
------------. 2015. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Nana Sudjana. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT
Remaja
Suharsimi Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Trianto. 2015. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan
Kontekstual: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum
2013 (Kurikulum Tematik Integratif/TKI). Jakarta: Kencana.

Wardono, dan Sugiarto (2012) Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri


Semarang, Indonesia “Penerapan PMRI terhadap Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematika Berbantuan Alat Peraga Materi
Pecahan”.

Anda mungkin juga menyukai