S DENGAN
OLEH:
NIRM. 1804045
A. Definisi
Meningitis adalah radang pada menings ( membran yang mengelilingi otak
dan medula spinalis ) dan disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur.
Meniningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya di timbulkan
dari mikroorganisme pneuomonik, meningokok, stafilokok, stretokok,
hemophilus infuenza dan bahan aseptis. (Wijaya, 2013, hal. 24).
Meningitis bakterialis adalah suatu infeksi purulen lapisan otak yang pada
orang dewasa biasanya hanya terbatas di dalam ruang subraknoid, namun
pada bayi cenderng meluas sampai ke rongga subdural sebagai suatu efusi
atau empiema subdural atau bahkan ke dalam otak. (Nurarif, 2016, hal. 114)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa meningitis adalah suatu
infeksi yang terjadi pada lapisan otak yang disebabkan oleh virus, bakteri dan
jamur.
B. Klasifikasi
1. Meningitis bakteri / purulenta
a. Disebabkan oleh penyebaran infeksi dari penyakit lain
b. Bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus
c. CSF : warna opalescent s.d keruh, pada stadium dini jernih
nonepandi +, sebagian besar sel PMN, protein meningkat, glukosa
turun, glukosa darah menurun
d. Gejala neurologist dibagi dalam tahap :
1) Fase I : sub febris, lesu, mudah terangsang, anoreksia, mual,
sakit kepala ringan
2) Fase II : tanda rangsang meningen, kelainan N IIIdan IV,
kadang hemiparase dan erteritis
3) Fase III : tanda neurology fokal, konvulsi, kesadaran menurun
4) Fase IV : tanda fase III disertai koma dan shock
2. Meningitis tuberkolosa
Merupakan komplikasi infeksi TBC primer : tuberkel terbentuk
diotak permukaan otak- pecah kedalam rongga aracnoid –
meningoencepalitis – eksudat – obstruksi pada sisterna basalis –
hidrosefalus dan kelainan pada syaraf otak, terdapat kelainan p. darah
arteritis dan phlebitis – infark otak.
CSF : warna jernih, opalescent, santocrom, tekanan meningkat,
jumlah sel biasanya tidak lebih dari 150/mm3 terutama terdiri dari
limfosit, kadar protein meningkat, kadar glukosa dan CL menurun, bila
CSF di biarkan akan timbul fibrosis web (pellicle), glukosa dara bisa naik
/ turun
Terdiri dari 3 stadium :
a. Stadium I : tanpa demam / kelainan, apatis, tidur terganggu,
anoreksia, nyeri kepala, mual, muntah
b. Stadium II : kejang, rangsang meningeal, reflek tendon meningkat,
TIK, kelumpuhan saraf III dan IV, kelumpuhan sarah lainnya
c. Stadium III : kelumpuhan, koma, pupil midriasis, reaksi pupil, nadi
dan RR tidak teratur, kadang cheyne stokes, hiperpireksia
3. Meningitis virus
a. Disebabkan oleh virus
b. CSF : terdapat pleositosa terutama dari sel monoklear, cairan bebas
kuman, protein sedikit meningkat, jumlah sel sekitar 100-800/mm3,
glukosa dalam batas normal
c. Gejala kulit biasanya ringan, jika berat biasanya ditemukan nyeri
kepala/kuduk (Nugroho, 2011, pp. 90-91)
C. Etiologi
1. Bakteri : mycbakterium tuberculosa diplococus pneumoniae
(pneumokok), neisseria meningitis (meningokok), streptococcus
haemolyticuss, staphylococus aureus.
2. Virus, toxoplasma gondhii dan ricketsia
3. Faktor fredisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dari pada wanita
4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infesi maternal pada minggu
terakhir kehamilan
5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobin
6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan sistem persarafan.(Wijaya, 2013, hal. 24)
D. Patofisiologi
Kuman-kuman masuk ke dalam susunan saraf pusat secara hematogen /
langsung menyebar di nasofaring, paru-paru (pneumonia, bronkopneumonia)
dan jantung (endokarditis), selain itu per kontinuitatum di peradangan organ /
jaringan di dekat selaput otak misalnya abses otak, otitis media, martoiditis
dan trombosis, sinus kavernosus. Invasi kuman (meningokok, pneumokok,
hemofilus influenza, streptokok) ke dalam ruang subaraknoid menyebabkan
reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS dan sistem ventrikulus.
Mula-mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami
hiperemi, dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit
polimorfonuklear ke dalam ruang subaraknoid, kemudian terbentuk eksudat.
Dalam beberapa hari terjadi pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam
minggu ke – 2 sel-sel plasma. Eksudat terbentuk dan terdiri dari dua lapisan,
yaitu bagian luar mengandung leukosit, polimorfonuklear dan fibrin
sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag.
Peradangan menyebabkan cairan cerebrospinal meningkat sehingga terjadi
obstruksi, selanjutnya terjadi hydrocephalus dan peningkatan intrakranial.
Organisme masuk melalui sel darah merah, dapat melalui trauma penetrasi,
prosedur pembedahan, atau kelainan sistem saraf pusat. Efek patologis yang
terjadi adalah hiperemia meningens, edema jaringan otak, eksudasi.
Proses radang selain pada arteri juga terjadi pada vena-vena di korteks dan
dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi
neuron-neuron. Dengan demikian meningitis dapat dianggap sebagai
ensefalitis superfisial. Trombosis serta organisasi eksudat perineural yang
fibrino – purulen menyebabkan kelainan nervi kraniales (Nn. III, IV, VI, VII,
& VIII). Organisasi di ruang subaraknoid superfisial dapat menghambat
aliran dan absorbsi CSS sehingga mengakibatkan hidrosefalus komunikans.
Mikroorganisme penyebab dapat masuk mencapai membran meningen
dengan berbagai cara antara lain :
1. Hematogen atau limpatik
2. Perkontuinitatum
3. Retograd melalui saraf perifer
4. Langsung masuk cairan serebrospinal
Efek peradangan tersebut dapat mengenai lapisan meningen dan ruang-
ruang yang berada diantara lapisan. Tidak jarang pula infeksi mengenai
jaringan otak. Kondisi ini disebut meningo-encephalitis. Efek patologis yang
terjadi antara lain :
1. Hyperemia Meningens
2. Edema jaringan otak
3. Eksudasi
Perubahan-perubahan tersebut akan memberikan dampak terhadap
peningkatan tekanan intra kranial dan hydrocephalus (pada anak-anak).
Hydrocephalus terjadi bila eksudat (lebih sering terjadi pada infeksi bakteri)
menyumbat sirkulasi cairan cerebrospinal juga eksudat tadi dapat menetap di
jaringan otak dan menyebabkan abses otak.
E. Pathway
F. Maniestasi Klinis
1. Tanda-tanda meningitis secara khas meliputi:
a. Panas atau demam, mengigil, dan perasaterjaan yanga enak an tidak
karena infeksi serta inflamasi
b. Sakit kepala, muntah, dan kadag-kadang papiledema (inflamasi
nerveusflamasi dan edema pada nervus optikus)
2. Tanda-tanda iritasi meningen meliputi :
a. Kaku kuduk
b. Tanda Brudzinki dan Kernig yang positif
c. Refleks tendon dalam yang berlebihan dan simetris
d. Opistotonos (keadaan spasme di mana punggung dan ekstremitas
melengkung ke belakang sehingga tubuh bertumpu pada kepala dan
kedua tumit
3. Ciri-ciri meningitis yang lain meliputi :
a. Sinus aritmia akibat iritasi pada serabut-serabut saraf dalam sistem
sraf otonom
b. Iritabilitas akibat kenaikan tekanan intracranial
c. Fotofobia, diplopia, dan permasalahan penglihatan lain akibat iritasi
nervus kranialis
d. Delirium, stupor berat, dan koma akibat kenaikan tekanan
intrakranial dan edema serebri. (Kowalak, 2011, p. 314)
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fungsi lumbal
Dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan
tekanan intrakranial.
a. Pada meningitis serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan
jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal, kultur
(-).
b. Pada meningitis purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan keruh,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa menurun,
kultur (+) beberapa jenis bakteri.
2. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar Hb, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja.
Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga
peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
3. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila
mungkin dilakukan CT Scan.
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid,
sinus paranasal, gigi geligi) dan foto dada (Smeltzer, 2002).
H. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
a. Obat anti inflamasi :
1) Meningitis tuberkulosa
a) Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal
500 gr selama 1 ½ tahun.
b) Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama
1 tahun.
c) Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu,
1 – 2 kali sehari, selama 3 bulan.
2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan
a) Sefalosporin generasi ke 3.
b) ampisilina 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali
sehari.
c) Koloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.
3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan
a) Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali
sehari.
b) Sefalosforin generasi ke 3.
b. Terapi Anti Mikroba
1) Antibiotika : Ampisilin/IV, 400 mg/kg BB/hari.
2) Khloramfenikol, 100 mg/kgBB/hari.
3) Mempertahankan hidrasi optimal dengan pemberian cairan
Dorrow glukosa secara intravena dengan kekuatan tetesan :
a) 50 cc/jam/diatas 20 kg BB
b) 25 cc/jam/5-20 kg BB, dan
c) 10 cc/jam/kurang dari 25 kg BB
4) Mencegah dan mengobati komplikasi.
5) Mengontrol kejang : Pemberian terapi anti epilepsi ;
a) Natrium fenobarbital/parenteral dengan dosis awal 7 mg/kg
BB
b) Difenilhidantoin /IV, 5mg/kgBB/hari
c) Diazepam(valium)/IV, 0,5 mg/kgBB.
c. Pengobatan simtomatis :
1) Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 –
0.6/mg/kg/dosis kemudian klien dilanjutkan dengan.
2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.
3) Turunkan panas
(a) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.
(b) Kompres air panas atau es.
d. Pengobatan suportif :
Cairan intravena.
2. Perawatan
a. Pada waktu kejang :
1) Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.
2) Hisap lender.
3) Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.
4) Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).
b. Bila penderita tidak sadar lama :
1) Beri makanan melalui sonda
2) Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah
posisi penderita sesering mungkin
3) Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb
antibiotika
c. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi, dan jika ada
inkontinensia alvi lakukan lavement.
d. Pemantauan ketat :
1) Tekanan darah
2) Respirasi
3) Nadi
4) Produksi air kemih
5) Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC
6) Mengurangi meningkatnya tekanan intra kranial.
7) Mengontrol suhu badan.
I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul pada meningitis antara lain :
1. Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini
muncul karena adanya desakan pada intrakarnial yang meningkat
sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan infark kedaerah
subdural.
2. Peradangan pada daerag ventrikuler otak (ventrikulitis). Abses pada
menigen dapat sampai kejaringan cranial lain baik melalui perembetan
langsung maupun hematogen termasuk ke ventricular
3. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi liquor
serebro spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga
memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju
medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan diintrakarnial.
4. Abses otak. Abses otak terjadi apabila infeksi sudah menyebar ke otak
karena meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang
tepat
5. Epilepsy
6. Retardasi mental. Retaldasi mental kemungkinan terjadi karena
meningitis yang sudah menyebar ke serebrum sehingga menganggu
gyrus otak anak sebagai tempat penyimpanan memori
7. Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi kaarena pengobatan
yang tidak tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap
antibiotic yang digunakan untuk pengobatan (Ridha, 2014, p. 351)
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
A. Pengkajian
1. Identitas
Biasanya meningitis menyerang pada usia muda yaitu 1 bulan hingga 5
tahun, dengan sebagian besar kasus pada anak kurang dari 1 tahun dan
individu dewasa muda 15 hingga 24 tahun. (Kyle & Carman, 2015, p.
557)
2. Status kesehatan saat ini
a. Keluhan utama
Pada pasien meningitis biasanya keluhan utama yang dirasakan yaitu
muncul demam atau menggigil, keringat (+)(Carman, 2014, hal. 138)
b. Alasan masuk rumah sakit
Keluhan yang diraskan saat masuk rumah sakit biasanya pasien sakit
kepala, muntah, kejang, ruam pada kulit. (Carman, 2014, hal. 138)
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang didapatkan dengan adanya gejala-gejala yang
dirasakan meliputi sakit kepala, mual muntah, demam, perubahan
tingkat kesadaran dan merasa kaku pada leher (Widagdo, 2010, hal.
125)
3. Riwayat penyakit terdahulu
a. Riwayat penyakit sebelumnya
Meningitis dapat terjadi sesudah seseorang megalami trauma atau
menjalani prosedur infasif yang meliputi fraktur tengkorak atau
krani, luka tembus pada kepala, pungsi lumbal, pemasangan shunt
ventrikulus. (Kowalak, 2011, hal. 314)
b. Riwayat penyakit keluarga
4. Pemeriksaan fisik
a. Kesadaran umum
1) Kesadaran
Biasanya pasien yang mengalami penyakit meninitis
kesadarannya apatis sampai koma(Wijaya, 2013, hal. 29)
b. Tanda-tanda vital
Body System:
1) Sistem pernafasan
Pernapasan tidak teratur, kadang terjadi chyne stokes, tacgipnea,
napas cepat dan dangkal. (Wijaya, 2013, p. 29)
2) Sistem kardiovaskuler
Pada sistem karidovaskuler terjadi kenaikan tekanan intrakarnial
yang dapat mengakibatkan pasien tidak sadarkan diri (koma)
(Kowalak, 2011, p. 314)
3) Sistem persyarafan
Disfungsi pada saraf cranial N III, VI, VIII
a) Neuron III & VI : biasanya pada pasien meningitis
pemeriksaan fungsidan reaksi pupil pada pasien meningitis
yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa
kelainan, pada tahap lanjut meningitis yang menganggu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi
pupil akan didapatkan. Dengan alasan berlebihan terhadap
cahaya
b) Neuron VIII : biasanya pada pasien meningitis dengan
stadium lanjut ditemukannya adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi (Widagdo, 2010, p. 126)
4) Sistem perkemihan
Tidak terjadi gangguan pada sitem perkemihan (Wijaya, 2013,
p. 22)
5) Sistem pencernaan
Pada pasien meningitis biasanya terjadi mual dan muntah
(Kowalak, 2011, p. 314)
6) Sistem integument
Pada sistem integument terjadi ruam petekia, vesicular atau
ruam mukular juga dapat terjadi pada pasien meningitis
(Carman, 2014, p. 139)
7) Sistem musculoskeletal
Pada sistem musculoskeletal pasien yang mengalami penyakit
meningitis biasanya mengeluh nyeri dan kaku pada leher atau
kekakuan pada otot (Kyle & Carman, 2015, p. 557)
8) Sistem reproduksi
Pada pasien meningitis biasanya tidak terjadi gangguan pada
sistem reproduksi. (Wijaya, 2013, p. 23)
9) Sistem endrokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin (Wijaya, 2013, p. 22)
10) Sistem imun
Pada sistem imun mengalami penurunan sistem imun pada
pasien meningitis (Wijaya, 2013, p. 22)
B. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan
intracranial
2. Nyeri sehubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
3. Resiko terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan
status mental dan penurunan tingkat kesadaran
4. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
5. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan tingkat
kesadaran
6. Resiko (penyebaran) infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan
terhadap infeksi
7. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah
8. Ansietas berhubungan dengan pemisahan dari system pendukung
(hospitalisasi)
C. Intervensi keperawatan
Lakukan latihan gerak aktif atau pasif Dapat membantu relaksasi otot-otot yang
sesuai kondisi dengan lembut dan hati- tegang dan dapat menurunkan rasa sakit
hati /disconfort
INTERVENSI RASIONALISASI
Pertahankan bedrest total selama fase Mengurangi resiko jatuh / terluka jika
akut vertigo, sincope, dan ataksia terjadi
Ukur suhu badan anak setiap 4 jam suhu 38,9 – 41,1 menunjukkan proses
penyakit infeksius
Pantau dan catat teratur tanda-tanda klinis Terapi obat akan diberikan secara
dari proses infeksi terus menerus selama lebih dari 5 hari
setelah suhu turun (kembali normal)
dan tanda-tanda klinisnya jelas.
Timbulnya tanda klinis terus
merupakan indikasi perkembangan
dari meningokosemia akut yang
dapat bertahan sampai dengan
berminggu-minggu atau berbulan-
bulan atau penyebaran pathogen
secara hematogen/sepsis
Catat karakteristik urine seperti warna, Urine statis, dehidrasi dan kelemahan
kejernihan dan bau umum meningkatkan resiko
terhadap infeksi kandung
kemih/ginjal/awitan sepsis