Asuhan Keperawatan Trauma Capitis
Asuhan Keperawatan Trauma Capitis
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama pada kelompok
umur produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Tidak hanya
berakibat pada tingginya angka kematian pada korban kecelakaan. Justru, yang harus
menjadi perhatian adalah banyaknya kasus kecacatan dari korban kecelakaan.
Khususnya, korban kecelakaan yang menderita cedera kepala.
Cedera kepala adalah proses patologis pada jaringan otak yang bersifat non-
degenerative, non-congenital, dilihat dari keselamatan mekanis dari luar, yang mungkin
menyebabkan gangguan fungsi kognitif, fisik, dan psikososial yang sifatnya menetap
maupun sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran.
Dari definisi itu saja, kita sudah tahu bahwa cedera kepala sangat berbahaya dan
membutuhkan penanganan segera demi keselamatan penderita. Sayangnya, kendati kasus
terus meningkat, namun masih banyak pihak yang belum sadar pentingnya kecepatan
menolong penderita.
Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke
rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui defenisi Cidera Kepala
2. Untuk mengetahui etiologi Cidera Kepala
3. Untuk mengetahui klasifikasi Cidera Kepala
4. Untuk mengetahui patofisiologi Cidera Kepala
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis Cidera Kepala
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dan penunjang Cidera Kepala
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan Cidera Kepala
8. Untuk mengetahui komplikasi Cidera Kepala
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada paien Cidera Kepala
1
BAB II
TINJAUAN TEORI
2
Tidak ada intoksikasi alcohol atau obat terlarang
Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma kulit kepala
Tidak adanya criteria cedera sedang-berat
2. Cedera kepala sedang
GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)
Kehilangan kesadaran lebih dari 30 mnt / kurang dari 24 jam (konkusi)
Dapat mengalami fraktur tengkorak
Amnesia pasca trauma
Muntah
Kejang
3 Cedera kepala berat
GCS 3-8 (koma)
Kehilangan kasadaran lebih dari 24 jam (penurunan kesadaran progresif)
Diikuti contusio serebri, laserasi, hematoma intracranial
Tanda neurologist fokal
Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur kranium
d. Menurut patofisiologi
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi - decelerasi rotasi )
yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
Gegar kepala ringan
Memar otak
Laserasi
3. Cedera kepala sekunder
Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
Hipotensi sistemik
Hipoksia
Hiperkapnea
Udema otak
Komplikasi pernapasan
Infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain
3
B. Etiologi
Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :
1. Benda Tajam. Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat.
2. Benda Tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/
kekuatan diteruskan kepada otak.
Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul tergantung pada :
a. Lokasi
b. Kekuatan
c. Fraktur infeksi/ kompresi
d. Rotasi
e. Delarasi dan deselarasi
1. Akselerasi, ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam. Contoh
: akibat pukulan lemparan.
2. Deselerasi. Contoh : kepala membentur aspal.
3. Deformitas. Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagan
tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.
C. Manifestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis dari cedera kepala adalah sebagai berikut :
1. Gangguan kesadaran
2. Konfusi
3. Abnormalitas pupil
4. Piwitan tiba-tiba defisit neurologis
5. Perubahan TTV
6. Gangguan pergerakan
7. Gangguan penglihatan dan pendengaran
8. Disfungsi sensori
9. Kejang otot
10. Sakit kepala
11. Vertigo
12. Kejang
13. Pucat
4
14. Mual dan muntah
15. Pusing kepala
16. Terdapat hematoma
17. Kecemasan
18. Sukar untuk dibangunkan
19. Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
D. Patofisiologi
Dalam keadaan normal otak mempunyai kemampuan melakukan autoregulasi aliran
darah serebral dan menjamin aliran daerah konstan melalui pembuluh darah serebral.
Faktor-faktor ini dapat mengubah kemampuan pembuluh serebral untuk berkontraksi dan
berdilatasi serta mengganggu autoregulasi diantaranya trauma otak, iskemia dan hipoxia,
pada klien dengan kerusakan autoregulasi. Aktivitas yang dapat menyebabkan
peningkatan aliran darah serebral juga dapat meningkatkan TIK. Tekanan Intra Kranial
(TIK) merupakan tekanan yang dikeluarkan oleh kombinas dari 3 komplemen
intrakranial yaitu jaringan otak, CSS dan darah.
Hipotesa monro kellie mengatakan volume intrakranial sama dengan volume otak
ditambah volume darah serebral dan CSS, dimana tiap perubahan volume dari tiap-tiap
komponan karena gangguan kranial dapat menyebabkan peningkatan TIK.
Peningkatan TIK mengarah pada timbulnya iskemia, kekakuan otak dan
kemungkinan herniasi. Peningkatan TIK berkembang pada hampir semua klien dengan
lesi intra kranial setelah mengalmi cedera kepala. Pada semua klien dengan cedera
kepala bera, peningkatan TIK yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kematian.
Defisit Nerurologik pada cedera kepala dimulai dengan adanya trauma pada otak
yang dapat menyebkan fragmentasi jaringan dna contusio, merusakn sawar otak,
diserbtai vasodilatasi dan eksudasi jaringan sehingga timbul edema yang dapat
menyebabkan peningkatan TIK. Keadaan ini dapat menurunkan aliran daerah serebral,
iskemia, hipoksia, asidosis dan kerusakan sawar darah otak lebih lanjut dan terjadi
kematian sel-sel otak dan edema bertambah positif.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen
melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
5
Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100
gr. Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi
ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan
vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana
penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol
otak tidak begitu besar.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui
adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
2. MRI :Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif
3. Cerebral Angiography :Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
4. Serial EEG :Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
5. X-Ray :Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
6. BAER : Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
7. PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
8. CSF, Lumbal Punksi : Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
9. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.
10. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial.
11. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.
6
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data biografi
Identitas pasien seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, penanggung
jawab dan status perkawinan.
2. Riwayat keperawatan
a. Riwayat medis dan kejadian yang lalu.
b. Riwayat kejadian cidera kepala
c. Penggunaan alcohol dan obat-obatan terlarang
3. Pemeriksaan fisik
a. Fraktur tengkorak : jenis fraktur, luka terbuka, perdarahan konjungtiva,
rinorhea, otorhea, ekimosis periorbital, gangguan pendengaran.
b. Tingkat kesadaran : adanya perubahan mental seperti lebih sensitive, gelisah,
stupor, koma.
c. Saraf cranial : adanya anosmia, agnosea, kelemahan gerakan otot mata, vertigo.
d. Kognitif : amnesia postrauma, disorientasi, amnesia retrogat, gangguan bahasa
dan kemampuan matematika.
e. Rangsangan meningeal : kaku kuduk, kernig, brudzinskhi.
f. Jantung : disritmia jantung.
g. Respirasi : roles ronchi, napas cepat dan pendek, takipnea, gangguan pola
napas.
h. Fungsi sensori : lapang pandang, diplopia, gangguan persepsi, gangguan
pendengaran, gangguan sensasi raba.
4. Test diagnostic
a. Radiologi : CT-Scan, MRI, ditemukan adanya edema serebri, hematoma
serebral, herniasi otak.
b. Pemeriksaan darah : Hb, Ht, Trombosit, dan Elektrolit.
c. Pemeriksaan urine : penggunaan obat-obatan.
7
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan aliran darah otak
sekunder edema serebri, hematom.
2. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan kerusakan neuromuscular control
mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru-paru.
3. Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan terapi diuretic, pembatasan cairan.
4. Resiko injuri sehubungan dengan kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan
fungsi motorik, kejang.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan neuromuskuler, terapi
bedrest, immobilisasi.
C. Rencana Keperawatan
8
1. Kaji tingkat kesadaran dengan GCS 1. Tingkat kesadaran merupakan
indikator terbaik adanya perubahan
neurologi
2. Kaji pupil, ukuran, respon terhadap 2. Mengetahui fungsi N I,II dan III
cahaya, gerakan mata
3. Kaji refleks kornea dan refleks gag 3. Menurunnya refleks kornea dan
refleks gag indikasi kerusakan
pada batang otak
4. Evaluasi keadaan motorik dan 4. Gangguan motorik dan sensori
sensori pasien dapat terjadi akibat edema otak.
5. Monitor tanda vital setiap 1 jam 5. Adanya perubahan tanda vital seperi
respirasi menunjukkan kerusakan
pada batang otak
6. Observasi adanya edema periorbita 6. Indikasi adanya fraktur basilar
ekimosis diatas osmatoid,rhinorrhea,
otorrhea.
7. Pertahan kan kepala tempat tidur 30- 7. Memfasilitasi drainasi vena dari
45 derajat dengan posisi leher otak
menekuk
8. Anjurkan pasien untuk tidak 8. Dapat meningkatkan tekanan
menekuk lututnya / fleksi, batuk, intrakranial
bersin, feses yang keras
9. Pertahankaan suhu normal 9. Suhu tubuh yang meningkatkan
akan meningkatkan aliran darah ke
otak sehingga meningkatkan TIK
10. Monitor kejang dan berikan obat 10. Kejang dapat terjadi akibat iritasi
anti kejang serebral dan keadaan kejang
memerlukan banyak oksigen
11. Lakukan aktivitas keperawatan dan 11. Meminimalkan stimulus sehingga
aktivitas pasien seminimal mungkin menurunkan TIK.
12. Pertahankan kepatenan jalan napas, 12. Mempertahankan adekuatnya
suction jika perlu, berikan oksigen oksigen, suction dapat
100 % sebelum suction dan suction meningkatkan TIK
9
tidak lebih dari 15 detik.
13. Monitor AGD, PaCO2 antara35-45 13. Karbondioksida menimbulkan
mmHg dan PaCO2 >80 mmHg vasodilatasim adekuatnya
oksigen sangat penting dalam
mempertahankan metabolisme
otak.
14. Berikan obat sesuai program dan 14. Mencegah komplikasi lebih dini
monitor efek samping.
10
2. Auskultasi bunyi napas setiap 2. Salah satu komplikasi cidera kepala
1-2 jam adalah adanya gangguan pada paru-paru
3. Pertahankan kebersihan jalan 3. Mempertahankan adekuatnya suplai
napas, suction jika perlu, oksigen ke otak
berikan oksigen sebelum
suction.
4. Berikan posisi semifowler. 4. Memaksimalkan ekspansi paru
5. Monitor AGD 5. Mempertahankan kadar PaO2 dan
PaCO2 dalam batas normal.
6. Berikan oksigen sesuai 6. Meningkatkan suplay oksigen ke otak.
program
Ditandai oleh:
a. Adanya pembatasan cairan,
b. Pengunaan obat-obat deuretik,
c. Terdapat tanda-tanda kurang cairan : haus, turgor kulit kurang,
mata cekung, kulit kering, mukosa mulut kering,
d. Ht meningkat,
e. Urine lebih pekat, BJ urine meningkat dan produksi berkurang,
f. Tekanan darah dibawah batas normal, nadi meningkat,
g. Intake dan output cairan tidak seimbang,
h. Penurunan BB.
Tujuan:
a. Pasien dapat mempertahankan fungsi hemodinamik : tekanan darah
systole dalam batas normal, denyut jantung teratur.
b. Terjadi keseimabangan cairan dan elektrolit : berat badan stabil, intake
dan output cairan seimbang, tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi.
11
Intervensi Rasonal
Ditandai dengan:
a. Kerusakan persepsi, orientasi pasien kurang,
b. Kesadaran menurun,
c. Gangguan fungsi motorik,
d. Kejang.
Tujuan:
a. Injuri tidak terjadi,
b. Kejang dapat dikontrol,
c. Orientasi dan persepsi pasien baik.
Intervensi Rasional
12
misalnya obat-obatan, suction.
Tujuan:
a. Mempertahankan pergerakan sendi secara maksimal.
b. Terbebas dari kontraktur, atropi.
c. Integritas kulit utuh.
d. Kekuatan otot maksimal.
Intervensi Rasional
13
terjadi.
2. Monitor fungsi motorik dan sensorik 2. Menentukan kemampuan mobilisasi.
setiap hari.
14
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala.
Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan mempengaruhi
kemampuan berfikir, emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada korteks serebri
biasanya bertanggungjawab atas perilaku tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera
menentukan jenis kelainan yang terjadi.
Manifestasi Klinis yang ditemukan adalah gangguan kesadaran, konfusi, perubahan
TTV, sakit kepala, vertigo, kejang, pucat, mual dan muntah, pusing kepala, terdapat
hematoma, dan lain-lain.
Berdasarkan kajian teoritis yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat
ditegakkan diagnosa keperawatan pada klien dengan cedera kepala, sebagai berikut:
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan kerusakan aliran darah otak
sekunder edema serebri, hematom.
2. Tidak efektifnya pola napas berhubungan dengan kerusakan neuromuscular control
mekanisme ventilasi, komplikasi pada paru-paru.
3. Resiko deficit volume cairan berhubungan dengan terapi diuretic, pembatasan cairan.
4. Resiko injuri sehubungan dengan kerusakan persepsi sensori, gelisah, gangguan
fungsi motorik, kejang.
5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan neuromuskuler, terapi
bedrest, immobilisasi.
Dianosa tersebut tidak selalu semuanya dapat ditegakkan, hal ini sesuai dengan
kondisi klien saat itu.
B. Saran
Penanganan pada klien dengan cedera kepala haruslah sangat ditekankan agar tidak
terjadi kerusakan otak sekunder. Dalam hal ini perawat harus bertindak dengan cepat dan
tepat sesuai dengan standar asuhan keperawatan.
15