Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anal Fistula disebabkan oleh perforasi abses anorektum. Anal fistula
merupakan suatu saluran yang berasal dari kanal anus menunjuk kulit diluar
anus atau dari suatu abses pada kanal anus atau area perianal. Biasanya, hal
ini diawali suatu abses. Fistula dapat sembuh sementara dan kemudian
terbuka dan mengeluarkan isinya secara periodik. Anal fistula juga bukan
merupakan penyakit yang membahayakan jiwa klien, akan tetapi dapat
memberikan perasaan tidak nyaman dengan pus yang keluar atau pada saat
defekasi, dan dapat juga berujung kepada psikososial dari klien itu sendiri.
Hemoroid merupakan suatu pelebaran dari vena-vena didalam pleksus
hemoroidalis. Walaupun kondisi ini merupakan satu kondisi fisiologis, tetapi
karena sering menyebabkan keluhan pada klien. Hemoroid dibedakan
menjadi dua, yaitu: hemoroid interna merupakan hemoroid yang terjadi di
atas sfingter anal sedangkan hemoroid ekterna merupakan hemoroid yang
muncul di luar sfingter anal. Hemoroid dapat mengenai siapa saja baik laki-
laki maupun wanita. Angka kejadian hemoroid meningkat seiring dengan usia
dan mencapai puncak pada usia 45-65 tahun. Meskipun hemoroid tidak
mengancam nyawa namun menimbulkan rasa tidak nyaman bagi penderita.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Anal Fistula dan Hemoroid?
2. Apa etiologi dari Anal Fistula dan Hemoroid?
3. Bagaimana patofisiologi dari Anal Fistula dan Hemoroid?
4. Bagaimana WOC dari Anal Fistula dan Hemoroid?
5. Bagaimana manifestasi klinis dari Anal Fistula dan Hemoroid?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik Anal Fistula dan Hemoroid?
7. Apa komplikasi pada Anal Fistula dan Hemoroid?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada klien Anal Fistula dan Hemoroid?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari Anal Fistula dan Hemoroid
2. Untuk mengetahui etiologi dari Anal Fistula dan Hemoroid
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari Anal Fistula dan Hemoroid
4. Untuk mengetahui WOC dari Anal Fistula dan Hemoroid
5. Untuk mengetahui manifestasi klinik dari Anal Fistula dan Hemoroid
6. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dari Anal Fistula dan Hemoroid
7. Untuk mengetahui komplikasi apa saja yang terjadi pada Anal Fistula dan
Hemoroid
8. Untuk mengetahui asuhan keperawatan ayang akan diberikan pada klien
Anal Fistula dan Hemoroid

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Rektum (bahasa latin: regere, yaitu meluruskan, mengatur)
merupakan saluran dengan panjang sekitar 10-15 cm yang berawal di
depan vertebra sakralis ke-3 sebagai lanjutan dari kolon sigmoid yang
mengikuti lengkungan sakrum ke arah anterior. Di depan koksigis, rektum
berbelok ke belakang dan menjadi kanalis anal.
Perkembangan anus dimulai dari pembentukan dua bagian, yaitu tuberkel
anal kanan dan kiri yang berada di depan lipatan tulang ekor. Tuberkel ini
tumbuh ke arah ventral sampai mengelilingi bagian akhir hindgut.
Cekungan di tengah tuberkel disebut proctoderm. Bagian akhir hindgut
dan bagian bawah proctoderm membentuk kanalis anal. Otot sfingter ani
eksternus dibentuk dari mesoderm yang berkembang mandiri dan berada di
perineum.
Kanalis anal merupakan bagian akhir dari traktus gastrointestinalis
pada manusia dan bagian yang terbuka sebagai anus. Kanalis anal
memiliki panjang sekitar 4 cm menuju ke bawah dan ke belakang dari
sambungan anorektal. Duapertiga bagian atas kanalis anal merupakan
derivat dari hindgut sedangkan sepertiga bagian bawah lanjutan dari anal
pit. Daerah batas rektum dan kanalis anal ditandai dengan perubahan jenis
epitel. Epitel di setengah bagian atas kanalis anal merupakan epitel
kolumnar dan setengah bagian bawah membentuk Colums of Morgagni.
Colums of Morgagni menonjol di bagian lateral kiri, posterior
kanan, dan kuadran anterior kanan, dimana vena membentuk pleksus vena
yang menonjol. Di masing-masing colums of Morgagni memiliki cabang
terminal dari arteri rektal superior dan vena. Pasokan darah kanalis anal
bagian atas berasal dari a. rektalis superior (cabang dari a. mesenterika
inferior) sedangkan kanalis anal bagian bawah dari a. rektalis inferior
(cabang dari a. iliaka interna). Limfatik dari kanalis anal bagian atas
mengalir ke atas sepanjang pembuluh darah rektalis superior menuju
kelenjar getah bening iliaka interna sendangkan limfe dari kanalis anal
bagian bawah mengalir ke kelenjar getah bening inguinalis. Bagian atas
kanalis tidak sensitif terhadap nyeri karena memiliki persyarafan otonom
sendangkan bagian bawah sensitif terhadap nyeri karena memiliki inervasi
somatik (n. rektalis inferior).
Darah vena diatas garis anorektum mengalir melalui sistem porta,
sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke sistem kava melalui cabang
vena iliaka. Batas antara kanalis anus disebut garis anorektum, garis
mukokutan, linea pektinata atau linea dentata. Linea pektinata/linea
dentata yang terdiri dari sel-sel transisional. Dari linea ini kearah rectum
ada kolumna rectalis (Morgagni), dengan diantaranya terdapat sinus
rectalis yang berakhir di kaudal sebagai valvula rectalis. Didaerah ini
terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum.
Infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum yang dapat
menimbulkan fistel.
Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba di dalam kanalis
anal sewaktu melakukan colok dubur dan menunjukkan batas
antara sfingter interna dan sfingter eksterna (garis Hilton). Cincin
sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter intern dan
sfingter ekstern. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi
sfingter intern, otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator
(puborektalis), dan komponen m.sfingter eksternus. Otot-otot yang
berfungsi mengatur mekanisme kontinensia adalah (1) Pubo-rektal
merupakan bagian dari otot levator ani, (2) Sfingter ani eksternus (otot
lurik), (3)Sfingter ani internus (otot polos).

Muskulus yang menyangga adalah m. Puborectalis. Otot yang


memegang peranan terpenting dalam mengatur mekanisme
kontinensia adalah otot-otot puborektal. Bila m. pubo-rektal tersebut
terputus, dapat mengakibatkan terjadinya inkontinensia. Batas-batas
kanalis ani, ke kranial berbatasan dengan rectum disebut ring anorektal, ke
kaudal dengan permukaan kulit disebut garis anorektal, ke lateral dengan
fossa ischiorectalis, ke posterior dengan os koksigeus, ke anterior pada
laki-laki dengan sentral perineum, bulbus urethra dan batas posterior
diafragma urogenital (ligamentum triangulare) sedang pada wanita
korpus perineal, diafragma urogenitalis dan bagian paling bawah dari
dinding vagina posterior. Ring anorektal dibentuk oleh m.puborektalis
yang merupakan bagian serabut m.levator ani mengelilingi bagian bawah
anus bersama m. spincter ani ekternus.
2.2 Fisiologis
1. Anorektal
Secara normal anorektal berfungsi sebagai motilitas kolon, yaitu
mengeluarkan isi fese dari kolon ke rektum. Kedua berfungsi defekasi,
yaitu mengeluarkan feses secara intermiten dari rektum. Ketiga
berfungsi menahan isi usus agar tidak keluar pada saat tidak defekasi.
2. Motilitas Kolon
Motilitas kolon berbeda dengan motilitas usus halus dimana
gelombong peristaltik diganti oleh adanya gerakan masa feses yang
propulsif di sepanjang kolon. Motilitas kolon diatur oleh aktivitas
listrik miogenik yang diperantarai oleh persarafan intrinsik dan
pleksus myenterikus. Motilitas kolon berfungsi untuk mengabsorbsi
cairan dan pendorongan massa pada waktu defekasi.
3. Kontinensia
Kontinensia merupakan kemampuan untuk mempertahankan feses.
Kontinensia diatur oleh mekanisme volunter dan involunter yang
menjaga hambatan jalannya feses ke rektum dan anus. Penghambat
secara fisiologis adalah sudut antara anus dan rektum yang dihasilkan
oleh otot levator ani bagian puborektal anterior dan superior dimana
otot ini berkontraksi secara involunter. Kontraksi sfingter ani
eksternus seperti pada puborektalis diaktivasi secara involunter
dengan distensi rektum dan dapat meningkat secara volunter selama 1
- 2 menit. Tekanan istirahat dalam anus kurang lebih 25 - 100 mmHg,
dalam rektum 5 - 2 0 mmHg. Apabila sudut antara anus dan rektum
lebih dari 80° maka feses akan sulit dipertahankan.
4. Defekasi
Defekasi bersifat otonom pada bayi baru lahir, tetapi defekasi dapat
diatur sesuai dengan perkembangan maturitas. Pemindahan feses dari
kolon sigmoid ke rektum dirangsang makanan. Rektum memiliki
kemampuan khas yang dapat mengenal dan memisahkan bahan padat,
cair, dan gas.
Secara normal, defekasi normal adalah persarafan sensibel untuk
sensasi isi rektum, persarafan sfingter ani untuk kontraksi dan relaksasi,
peristaltik kolon dan rektum. Defekasi terjadi akibta peristaltik rektum,
relaksasi sfingter ani eksternus dan dibantu kekuatan mengejan. Sikap
tubuh dapat mempengaruhi proses defekasi. Sikap jongkok/duduk
memudahkan untuk defekasi.
Normalnya, kelenjar rektum yang terdapat di kripta antar kolumna
rektum berfungsi sebagai barrier terhadap lewatnya mikroorganisme
penyebab infeksi yang berasal dari lumen usus ke daerah perirektal.
Kelenjar ini mengeluarkan semacam lendir, berguna sebagai pelicin/
lubrikasi. Saluran ini memiliki klep satu arah agar produksi dapat keluar
tapi feses tidak dapat masuk.
2.3 Anal Fistula
a. Definisi
Fistula merupakan suatu saluran sinus yang terjadi antara dua rongga
tubuh atau antara rongga tubuh dengan permukaan tubuh. Anal fistula
merupakan suatu saluran yang berasal dari kanal anus menunjuk kulit
diluar anus atau dari suatu abses pada kanal anus atau area perianal.
Biasanya, hal ini diawali suatu abses. Fistula dapat sembuh sementara dan
kemudian terbuka dan mengeluarkan isinya secara periodik.
Anal Fistula merupakan suatu kondisi kronik dimana operasi
merupakan satu-satunya penyembuhan. Dokter bedah mengeksisi saluran
tersebut dengan membersihkan daerah sekitar, membiarkannya terbuka
agar sembuh melalui granulasi. Penyembuhan mungkin berjalan sangat
lambat dan sangat nyeri. Nasehati klien untuk menjaga kebersihan,
terutama setelah BAB.
b. Faktor Risiko
1. Sebagian besar kasus berhubungan dengan penyakit inflamasi
kronis seperti penyakit Crohn dan TBC. Kasus-kasus lainnya
dapat disebabkan oleh divertikulitis, tumor, atau trauma kronis.
Sebuah operasi bedah atau cedera dapat menyebabkan
pembentukan fistula juga, seperti dalam kasus fistula biliari atau
fistula arteriovenous.
2. Fistula rekto-vaginal juga dapat disebabkan oleh cedera obstetrik
karena melahirkan, terapi radiasi, atau kanker.
b. Klasifikasi
1. Fistula Transsphingter
Fistula transsphinkter disebabkan oleh abses ischiorektal,
dengan perluasan jalur melalui sphingter eksterna. Terjadi
sekitar 25 % dari semua fistula.
Jalur utama menyebrang sphincter externus yang terdapat pada
tingkat manapun dibawah puborectalis sampai serat terendah
dari sphincter externus.
2. Fistula Intersphingter
Terbatas pada ruang intersphingter dan sphingter interna.
Disebabkan oleh abses perianal. Terjadi sekitar 70 % dari
semua fistula2. Semua jalur inflamasi pada posisi medial
striated muscle atau sphincter externus.
3. Fistula Suprasfingter
Disebabkan oleh abses supralevator. Melewati otot levator ani,
diatas puncak otot puborektal dan masuk ke dalam ruang
intersphingter. Terjadi sekitar 5 % dari semua fistula2. Sangat
jarang, dan jalur utamanya menyebrang melewati levator ani .
4. Fistula Ekstrasphingter
Tidak melewati kanalis ani dan mekanisme sphingter, melewati
fossa ischiorektal dan otot levator ani, dan bermuara tinggi di
rektum.Terjadi sekitar 1 % dari semua fistula2. biasanya
akibat sepsis intrapelvis atau operasi bedah yang tidak tepat
dari fistula yang lain, dan jalurnya diluar semua kompleks
sphincter4.
c. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi langsung setelah operasi atau
tertunda. Komplikasi yang dapat langsung terjadi antara lain:
 Perdarahan
 Impaksi fecal
 Hemorrhoid
 Komplikasi yang tertunda antara lain adalah:
 Inkontinensia
Munculnya inkontinensia berkaitan dengan banyaknya otot
sfingter yang terpotong, khususnya pada pasien dengan fistula
kompleks seperti letak tinggi dan letak posterior. Drainase dari
pemanjangan secara tidak sengaja dapat merusak saraf-saraf
kecil dan menimbulkan jaringan parut lebih banyak. Apabila
pinggiran fistulotomi tidak tepat, maka anus dapat tidak rapat
menutup, yang mengakibatkan bocornya gas dan feces. Risiko
ini juga meningkat seiring menua dan pada wanita.
 Rekurens
Terjadi akibat kegagalan dalam mengidentifikasi bukaan
primer atau mengidentifikasi pemanjangan fistula ke atas atau
ke samping. Epitelisasi dari bukaan interna dan eksterna lebih
dipertimbangkan sebagai penyebab persistennya fistula. Risiko
ini juga meningkat seiring penuaan dan pada wanita.
 Stenosis kanalisProses penyembuhan menyebabkan fibrosis
pada kanalis anal. Penyembuhan luka yang lambat.
Penyembuhan luka membutuhkan waktu kurang lebih 12
minggu, kecuali ada penyakit lain yang menyertai (seperti
penyakit Crohn).
d. Penatalaksanaan Medis
Terapi Konservatif Medikamentosa dengan pemberian anal-
getik, antipiretik serta profilaksis antibiotik jangka panjang untuk
mencegah fistula rekuren.
 Terapi pembedahan:
a. Fistulotomi: Fistel di insisi dari lubang asalnya sampai ke
lubang kulit, dibiarkan terbuka, sembuh per sekundam
intentionem. Dianjurkan sedapat mungkin dilakukan
fistulotomi.
b. Fistulektomi: Jaringan granulasi harus di eksisi
keseluruhannya untuk menyembuhkan fistula. Terapi
terbaik pada fistula ani adalah membiarkannya terbuka.
c. Seton: benang atau karet diikatkan malalui saluran fistula.
Terdapat dua macam Seton, cutting Seton, dimana benang
Seton ditarik secara gradual untuk memotong otot sphincter
secara bertahap, dan loose Seton, dimana benang Seton
ditinggalkan supaya terbentuk granulasi dan benang akan
ditolak oleh tubuh dan terlepas sendiri setelah beberapa
bulan.
d. Advancement Flap: Menutup lubang dengan dinding usus,
tetapi keberhasilannya tidak terlalu besar.
e. Fibrin Glue: Menyuntikkan perekat khusus (Anal Fistula
Plug/AFP) ke dalam saluran fistula yang merangsang
jaringan alamiah dan diserap oleh tubuh. Penggunaan fibrin
glue memang tampak menarik karena sederhana, tidak sakit,
dan aman, namun keberhasilan jangka panjangnya tidak
tinggi, hanya 16%.
 Pasca Operasi
Pada operasi fistula simple, pasien dapat pulang pada hari
yang sama setelah operasi. Namun pada fistula kompleks
mungkin membutuhkan rawat inap beberapa hari.
Setelah operasi mungkin akan terdapat sedikit darah
ataupun cairan dari luka operasi untuk beberapa hari, terutama
sewaktu buang air besar. Perawatan luka pasca operasi
meliputi sitz bath (merendam daerah pantat dengan cairan
antiseptik), dan penggantian balutan secara rutin. Obat obatan
yang diberikan untuk rawat jalan antara lain antibiotika,
analgetik dan laksatif. Aktivitas sehari hari umumnya tidak
terganggu dan pasien dapat kembali bekerja setelah beberapa
hari. Pasien dapat kembali menyetir bila nyeri sudah
berkurang. Pasien tidak dianjurkan berenang sebelum luka
sembuh, dan tidak disarankan untuk duduk diam berlama-
lama.
e. Etiologi Anal Fistula

Pada umumnya fistula ani disebabkan oleh infeksi pada kelenjar


anus yang menyebabkan timbulnya penumpukan nanah. Fistula ani
kemudian membentuk saluran di bawah permukaan kulit yang
terhubung pada kelenjar yang terinfeksi. Jika tidak dapat kering
dengan sendirinya, nanah tersebut harus dikeluarkan dengan
melakukan operasi. Pada umumnya terdapat dua penyebab utama
fistula ani, yaitu:

1. Infeksi pada anus


Kondisi ini umumnya disertai abses atau penumpukan
nanah pada anus. Nanah biasanya muncul setelah kelenjar kecil
dalam anus terinfeksi bakteri. Kondisi ini sering terjadi pada
orang dengan daya tahan tubuh yang rendah. Jika fistula Anda
disertai nanah, maka biasanya tubuh Anda akan mengalami
demam tinggi, lemas dan merasa lelah.
2. Peradangan pada usus
Fistula ani juga dapat disebabkan oleh komplikasi dan
gangguan pada usus besar yang diakibatkan oleh beberapa kondisi
yaitu divertikulitis atau infeksi pada kantong kecil pada bagian
samping usus besar dan penyakit Crohn yaitu kondisi kronis yang
menyebabkan inflamasi pada dinding sistem pencernaan.
Fistula ani juga bisa disebabkan oleh kondisi-kondisi lain, seperti:
 Kanker anorektum.
 Tuberkolosis karena bakteri yang menginfeksi paru dapat
menyebar ke bagian tubuh lain.
 Penyakit menular seksual seperti sifilis dan klamidia.
 Komplikasi akibat operasi.
 Bawaan lahir.
 Feses yang mengeras
 Diare kronik
 Trauma ani
f. Patofisiologi Anal Fistula
Kebanyakan fistula ani berasal dari kripta anal, dimana akan
mengalami infeksi sehingga menimbulkan abses. Bila abses
tersebut pecah atau terbuka, maka akan terbentuk suatu fistula

g. Manifestasi Klinis Anal Fistula


Pus atau feses dapat bocor secara konstan dari lubang kutaneus.
Gejala lain mungkin pasase flatus atau feses dari vagina atau
kandung kemih, tergantung pada saluran fistula. Fistula yang tidak
teratasi dapat menyebabkan infeksi sistemik disertai gejala yang
berhubungan. Penderita fistula ani mengeluh timbul bau busuk dari
bagian perianal, pruritus, absces berulang, demam, atau nyeri
didaerah perianal. Penderita fistula ini juga merasakan nyeri yang
kadang hilang dengan sendirinya sejalan dengan terbukanya abses
atau terbentuknya saluran baru Nyeri dirasakan saat duduk,
bergerak, buang air besar, atau bahkan saat batuk. Nyeri biasanya
makin lama makin meningkat dan dapat dirasakan sepanjang hari.
Terdapat tanda dari fistula ani yaitu iritasi kulit di sekitar anus
terdapat lendir atau darah yang keluar saat buang air besar.
h. Web of Caution Anal Fisula

Bakteri Escherichia Coli, Enterococcus Sp, Bacteriodes sp

Mengenai kelenjar rektum di kripta antar kolumna rektum

Terhalang keluarnya produksi kelenjar

Bakteri pada feses masuk ke kelenjar

Bakteri berkembang

Infeksi

Abses anorektal

Mencari jalan keluar menembus


kulit

Terjadi benjolan

2.4 Hemoroid Keluar nanah


a. Definisi
Hemoroid merupakan suatu pelebaran dari vena-vena
didalam Iritasi
pleksuskulit sekitar anusWalaupun kondisi ini merupakan
hemoroidalis.
satu kondisi fisiologis, tetapi karena sering menyebabkan

Nyeri Akut Resiko kerusakan integritas kulit


keluhan pada pasien sehingga membarikan manifestasi untuk
diberikan intervensi.
Hemoroid mempunyai nama lain, seperti wasir dan ambeien.
Sesuai tampilan klinis, hemoroid dibedakan menjadi hemoroid
interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid interna adalah
pelebaran vena pada pleksus hemoroidalis superior di atas garis
mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid eksterna
merupakan pelebaran dan penonjolan pleksushemoroid inferior
terdapat disebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan di
bawah epitel anus.

b. Faktor Resiko
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko hemoroid
seperti berikut:

1. Peradangan pada usus, seperti pada kondisi kolitis ulseratif atau


penyakit Crohn
2. Kehamilan, berhubungan dengan banyak masalah anorektal
3. Konsumsi makanan rendah serat
4. Obesitas
5. Hipertensi portal
c. Klasifikasi
1. Hemoroid interna
a. Derajat I : tidak menonjol melalui kanalis ani hanya
dapat dideteksi melalui pemeriksaan proktoskopi. Lesi
ini biasanya terletak pada posterior kanan dan kiri serta
anterior kiri dan kanan, mengikuti penyebaran cabang-
cabang vena hemoroidalis superior, dan tampak sebagai
pembengkakan globular kemerahan.
b. Derajat II : mengalami prolaps melalui kanalis ani
setelah defekasi, hemoroid ini dapat mengecil spontan
atau manual.
c. Derajat III : mengalami prolaps secara permanen.

Hemoroid internal dibagi menjadi empat stadium (Thornton, Scott C, 2009)

Stadium Kondisi Klinis


I Hemoroid interna dengan perdarahan segar tanpa nyeri pada waktu
defekasi
II Hemoroid interna yang menyebabkan perdarahan dan mengalami
prolaps pada saat mengedan ringan, tetapi dapat masuk kembali secara
spontan
III Hemoroid interna yang mengalami perdarahan dan disertai prolaps dan
diperlukan intervensi manual memasukkan ke dalam kanalis
IV Hemoroid interna yang tidak kembali ke dalam atau berada terus-
menerus di luar

2. Hemoroid eksterna
a. Hemoroid ekstrna akut : pembengkakan bulat kebiruan pada
pinggir anus dan sebenarnya merupakan suatu hematoma
walaupun disebut sebagai hemoroid trombosis eksternal
akut. Bentuk ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena
ujung-ujung saraf pada kulit merupakan resptor nyeri.
Kadang-kadang perlu membuang trombus dengan anastesi
lokal, atau dapat diobati dengan “kompres duduk” panas
dan analgesik.
b. Hemoroid eksterna kronis : sekuele dari hematom akut.
Hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang
terdiri dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah.
d. Komplikasi
1. Perdarahan
2. Trombosis
3. Strangulasi adalah hemoroid yang prolaps dengan suplai darah
dihalangi oleh sfingter ani
e. Penatalaksanaan Medis
1. Konservatif
Terapi hemoroid interna yang simtomatik harus ditetapkan
secara individual. Hemoroid adalah kondisi fisiologis dan
kerenannya tujuan terapi bukan untuk menghilangkan pleksus
hemoroidal, tetapi untuk menghilangkan keluhan. Kebanyakan
pasien hemoroid derajat pertama dan kedua dapat ditolong
dengan tindakan lokal yang sederhana disertai nasihat tentang
makan. Makanan sebaiknya terdiri atas makanan berserat
tinggi. Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar, namun
lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi
keharusan mengedan secara berlebihan. Supositoria dan salep
anus diketahui tidak mempunyai efek yang bermakna kecuali
efek anestetik dan astringen. Hemorid internal yang mengalami
prolaps oleh karena edema umumnya dapat dimasukkan
kembali secara perlahan disusul dengan istirahat tirah baring
dan kompres lokal untuk mengurangi pembengkakan. Rendam
duduk dengan cairan hangat juga dapat meringankan nyeri.
Apabila ada penyakit radang usus besar yang mendasarinya,
misalnya penyakit Crohn, terapi medis harus diberikan apabila
hemoroid menjadi simtomatik.
2. Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang
merangsang, misalnya 5% fenol dalam minyak nabati.
Penyuntikan diberikan ke submukosa di dalam jaringan areolar
hang longgar di bawah hemoroid internal dengan tujuan
menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi
fibrotik dan meninggalkan jaringan parut.
3. Ligasi
Pada hemoroid besar dan mengalami prolaps dapat
ditangani dengan ligasi gelang karet. Dengan bantuan anuskop,
mukosa di atas hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik
atau diisap kedalam tabung ligator khusus, gelang karet
didorong dari ligator dan ditempatkan secara tepat di sekeliling
mukosa pleksus hemoroidalis tersebut. (Peng, 2004).
4. Hemoroidektomi
Intervensi ini dilakukan pada pasien dengan keluhan kronis
dan dengan stadium III dan IV.
f. Etiologi Hemoroid
Faktor risiko terjadinya hemoroid antara lain faktor
mengedan pada buang air besar yang sulit, pola buang air besar
yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk, terlalu lama
duduk di jamban sambil membaca, merokok), peningkatan tekanan
intra abdomen, karena tumor (tumor usus, tumor abdomen),
kehamilan (disebabkan tekanan janin pada abdomen dan perubahan
hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut
yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang
makanmakanan berserat (sayur dan buah), kurang
olahraga/imobilisasi. (Sudoyo, 2006)
Faktor penyebab hemoroid dapat terjadi karena kebiasaan
buang air besar tidak tentu dan setiap kali berak mengedan terlalu
keras, terlalu lama duduk sepanjang tahun, infeksi, kehamilan
dapat merupakan faktor-faktor penyebab hemoroid. (Oswari, 2003)
Faktor predisposisi terjadinya hemoroid adalah herediter,
anatomi, makanan, pekerjaan, psikis, dan senilitas. Sedangkan
sebagai faktor presipitasi adalah faktor mekanis (kelainan sirkulasi
parsial dan peningkatan tekanan intraabdominal), fisiologis dan
radang.Umumnya faktor etiologi tersebut tidak berdiri sendiri
tetapi saling berkaitan. (Mansjoer, 2000)
g. Patofisiologi Hemoroid
Hemoroid dapat terjadi pada individu yang sehat.
Hemoroid umumnya menyebabkan gejala ketika mengalami
pembesaran, peradangan, atau prolaps.
Sebagian besar penulis setuju bahwa diet rendah serat
menyebabkan bentuk feses menjadi kecil, yang bisa mengakibatkan
kondisi mengejan selama BAB. Peningkatan tekanan ini
menyebabkan pembengkakan dari hemoroid, kemungkinan
gangguan oleh venous return. Kehamilan atau obesitas memberikan
tegangan abnormal dari otot sfigter internal juga dapat
menyebabkan masalah hemoroid, mungkin melalui mekanisme
yang sama. Penurunan venous return dianggap sebagai mekanisme
aksi. Kondisi terlalu lama duduk ddi toilet (atau saat membaca)
diyakini menyebabkan penurunan relative venous return di daerah
perinal (yang disebut dengan efek tourniquet), mengakibatkan
kongesti vena dan terjadilah hemoroid. Kondisi penuaan
menyebabkan melemahnya struktur pendukung, yangmemfasilitasi
prolaps. Melemahnya struktur pendukung sudah dapat terjadi pada
awal dekade ketiga (Thorntoon, 2009).
Mengejan dan konstipasi telah lama dianggap sebagai
penyebab dalam pembentukan hemoroid. Kondisi ini mungkin
benar, mungkin juga tidak (Johanson, 1994). Pasien yang
melaporkan hemoroid memiliki tonus kanal istirahat lebih tinggi
dari biasanya. Tonus istirahat setelah hemoroidektomi lebih rendah
daripada sebelum prosedur. Perubahan dalam tonus istirahat
adalah mekanisme aksi dilatasi (Gibbons, 1998).
Hipertensi portal telah sering disebutkan dalam
hubungannya dengan hemoroid. Perdarahan massif dari hemoroid
pada pasien denan hipertensi portal biasana bersifat massif
(Hosking, 1989). Varises anorektal merupakan kondisi umum pada
pasien dengan hipertensi portal. Varises terjadi di midrektum,
diantara sistem portal dan vena inferior rectal. Varises terjadi leih
serig pda pasien yang monsirosis, dan mereka jarang mengalami
perdarahan (Chawla, 1991).
Kondisi hemoroid dapat memberikan berbagai manifestasi
klinis berupa nyeri dan perdarahan anus. Hemoroid internal tidak
menyebabkan sakitberada di atas garis dentate dan tidak ada
inervasi saraf. Namun, mereka mengalami perdarahan, prolaps, dan
sebagai hasil dari deposisi dari suatu iritasi ke bagian sensitif kulit
perianal sehingga menyebabkan gatal dan iritasi. Hemoroid
internal dapat menghasilkan rasa sakit perianal oleh prolaps dan
menyebabkan spasme sfingter di sekitar hemoroid. Spasme otot
ini mengakibatkan ketidaknyamanan sekitaranus(Duthie, 1960).
Hemoroid internal juga dapat menyebabkan rasa sakit akut ketika
terjadi inkaserata atau strangulasi (Dodi, 1986). Kondisi
strangulasi dengan nekrosis dapat menyebabkan ketidaknyamanan
lebih mendalam. Ketika kndisi ini terjadi, sering menyebabkan
kejang ssfingter eksternal seiring dengan thrombosis. Thrombosis
eksternal menyebabkan nyeri akut.
Hemoroid internal yang paling sering menyebabkan
perdarahan tanpa rasa sakit pada saat buang air besar.
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna
akibat trauma oleh feses yang keras dan vena mengalami
rupture. Dengan meningginya spasime sfingter, perdarahan dapat
bersifat muncrat. Darah yang keluar berwarna merah segar dan
tidak tercampur dengan feses, mungkin hanya berupa garis pada
feses atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang terlihat
menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Walaupun berasal
dari vena, darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya
akan zat asam. Pendarahan luas dan intensif di pleksus
hemoroidalis menyebabkan darah di vena tetap merupakan “darah
arteri”. Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat
berakibat timbulnya anemia berat.
Hemoroid internal dapat mendepositkan lendir ke jaringan
perianal. Lendir pada feses dapat menyebabkan dermatitis local,
yang disebut pruritus ani.
Hemoroid eksternal menyebabkan gejala dalam dua cara.
Pertama, thrombosis akut yang mendasari vena hemoroid
eksternaldapat terjadi. Trombosis akut biasanya berkaitan dengan
peristiwa teretentu, sperti tenaga fisik, berusaha dengan mengejan,
diare, atau perubahan dalam diet.
Nyeri dari inervasi saraf oleh adanya distensi dan edema.
Rasa sakit berlangsung selama 7-14 hari sesuai dengan resolusi
trombosis.
Kondisi hemoroid memberikan manifestasi kurang higienis
akibat kelembapan ddan rangsangan akumulasi mucus. Keluarnya
mucus dan terdapatnya feses padapakaian dalam merupakan cirri
hemoroid yang mengalami prolaps menetap.
h. Manifestasi Klinis Hemoroid
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering
menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada saat
defekasi. Hemoroid eksternal dihubungkan dengan nyeri hebat
akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh thrombosis.
Thrombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Ini dapat
menimbulkan iskemia pada area tersebut dan nekrosis. Jika
hemoroidnya besar dan menimbulkan masalah hygiene, kondisi ini
dapat menimbulkan iritasi pasa kulit di sekelilingnya dan tersas
gatal di sekitar anus. Hemoroid internal tidak selalu menimbulkan
nyeri sampai hemoroid ini membesar dan menimbulkan perdarahan
atau prolaps (Smeltzer, 2002). Hemoroid internal dapat mengalami
perdarahan dri rectum berwarna merah terang selama atau setelah
buang air besar (hematokezia). Keluarnya lendir, massa di sekitar
anus jika lendir turun ke anus, anus terasa gatal, dan inkntinensia
feses itu semua merupakan gejala lain dari hemoroid internal.
i. Web of Caution Hemoroid

Konsumsi makanan Terlalu lama duduk di toilet Kehamilan Peradangan padausus,


rendah serat (atau saat membaca) obesitas seperti colitis ulseratif
atau penyakit Crohn

Feses kecil dan Peningkatan frekuensi


mengejan selama BAB
BAB
Penurunan relative venous
Seringnya penggunaan
return di daerah perianal otot-otot perianal
(yang disebut dengan efek
touniquet)

kondisi
Pelebaran dari vena- Melemahnya struktur penuaan
vena di dalam pleksus pendukung dan
hemoroidalis memfasilitasi prolaps

Kompresi saraf Hemoroid


local

Peradangan pada
MK: Nyeri pleksus hemoroidalis
Akut

Ruptur vena Prolaps saat Tindakan


defekasi operasi
2.5 Asuhan Keperawatan Teoritis
Suplai O2 2.5.1 Anal Fistula anus
Perdarahan Kerusakan
Mucus dan feses
menurun feses darah
Pengkajian Keperawatan keluar jaringan kulit
anal
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu proses utama atau
Metabolisme Anemia MK : Inkontinensia
menurun terpenting dalam asuhan keperawatanDefekasi
klien. Pengkajian keperawatan
Port de
merupakan proses yang dilakukan oleh seorang perawat untuk mengetahui
entre
MK: resiko
Energi masalah keperawatan klien. Pada bahasan klien dengan gangguan
menurun kekurangan
mortilitasvolume
usus dan MK:maka
eliminasi fekal (anal fistula dan hemoroid) resiko
cairan
infeksi
Kelemahan

MK: Intoleransi aktivitas


perawat, mengkaji klien yang berhubungan dengan mortilitas usus dan
eliminasi fekal untuk menentukan diagnose keperawatan klien. Pengkajian
dilakukan secara sistematis, akurat, dan menyeluruh serta saing
berhubungan. Pengumpulan data secara umum mutlak dilakukan seorang
perawat dalam pengkajian keperawatan (Nursalam, 2002). Berikut macam
data dalam pengkajian keperawatan :

1. Data Subjektif
Data yang didapatkan berdasarkan hasil pengkajian perawat pada
klien ataupun orang yang terdekat dengan klien yang sifatnya tidak
dapat diukur dengan jelas karena merupakan suatu penilaian subjektif.
2. Data Objektif
Data yang didapatkan berdasar hasil pemeriksaan perawat terhadap
klien yang sifatnya dapat diukur seperti pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang, dan hasil laboratorium.

Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan yang perlu dikaji adalah riwayat kesehatan


sekarang, masa lalu, dan kesehatan keluarga klien adakah penyakit yang
diturunkan secara genetik atau tidak.

1. Riwayat kesehatan sekarang


a. Nyeri hebat pada anus
b. Perubahan kebiasaan buang air besar (BAB)
 Kaji feses (warna, bau, bentuk, konsistensi, frekuensi,
danjumlah)
 Diare / konstipasi
c. Pendarahan
 Serangan, lamanya dan jumlah
 Hematemesis, muntahan merah terang dan muntahan
seperti kopi
 Kajiapakah melena (feseshitam / sepertiteh),
fesesmerahdarah, feseswarna normal
denganujiguaiakpositif.
2. Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehatan masa lalu meliputi penyakit yang pernah diderita
klien sebelumnya serta kebiasaan klien sehingga menimbulkan
gangguan sistem mortilitas usus dan eliminasi fekal (anal fistula)
seperti merasakan rasa sakit terus menerus dan sangat mengganggu
saat duduk, bergerak, batuk, buang air besar dan sekitar anus
mengalami iritasi.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga perlu untuk ditanyakan pada klien untuk
mengetahui apakah ada potensi penyakit yang dapat diturunkan secara
genetic atau tidak. Riwayat ini akan membantu perawat untuk
mengetahui sumber penyakit klien bila memang ada penyakit serupa
yang pernah terjadi pada keluarga.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik di daerah anus (dengan pemeriksaan digital atau
rektal toucher) ditemukan satu atau lebih eksternal opening. Adanya fistula
dibawah permukaan kulit. Ekternal opening fistula tampak sebagai bisul
( bila abses belum pecah) atau tampak sebagai saluran yang dikelilingi
oleh jaringan granulasi. Internal opening fistula dirasakan sebagai daerah
indurasi atau nodul di dinding anus setinggi garis dentata.

Pemeriksaan penunjang

1. CT-Scan
CT-scan diperlukan pada pasien dengan penyakit crohn atau
irritable bowel syndrome yang memerlukan evaluasi perluasan
daerah inflamasi. Pada umumnya memerlukan administrasi kontras
oral dan rektal
1. Fistulografi
Injeksi kontras melalui pembukaan internal, diikuti dengan
anteroposterior, lateral dan gambaran X-ray oblik untuk melihat
jalur fistula
2. MRI
Mengevaluasi fistula kompleks, untuk memperbaiki rekurensi
karena memiliki resolusi jaringan yang bagus dan kapabilitas
multiplanar sehingga sangat akurat dalam mengidentifikasi bukaan
internal dan traktus fistula.

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (00132)
2. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
sensasi (00047)
Intevensi

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Domain 12: Nyeri: Efek yang Manjemen nyeri (1400)
Kenyamanan mengganggu (2101) 1. Melakukan pengkajian
Kelas 1: Kenyamanan 1. Klien mampu nyeri komprehensif
Fisik melaporkan atau rasa yang meliputi lokasi,
Nyeri Akut (00132) ketidaknyamanan yang karakteristik, onset
di derita. atau durasi, frekensi,
2. Klien tidak mengalami
kualitas, intensitas atau
gangguan pergerakan
beratnya nyeri dan
fisik.
faktor pencetus.
2. Menggunakan strategi
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan
sampaikan penerimaan
klien terhadap nyeri.

Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
Domain 11: Keparahan Infeksi Perawatan Luka (3660)
Keamanan atau (0703) 1. Memonitor karakteristik
Perlindungan 1. Cairan luka yang luka termasuk drainase,
Kelas 2: Cedera Fisik berbau busuk pada warna, ukuran, dan bau.
2. Memberikan perawatan
Kerusakan integritas klien menghilang
2. Klien mampu insisi pada luka
Kulit (000047)
3. Memposisikan untuk
melaporkan tingkat
menghindari
nyeri
3. Kolonisasi kultur menempatkan
feses menjadi ketegangan pada luka
normal dengan tepat
4. Mendokumentasikan
lokasi luka, ukuran dan
tampilan
2.5.2 Hemoroid
Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan merupakan salah satu proses utama


atau terpenting dalam asuhan keperawatan klien. Pengkajian
keperawatan merupakan proses yang dilakukan oleh seorang perawat
untuk mengetahui masalah keperawatan klien. Pada bahasan klien
dengan gangguan mortilitas usus dan eliminasi fekal (anal fistula dan
hemoroid) maka perawat, mengkaji klien yang berhubungan dengan
mortilitas usus dan eliminasi fekal untuk menentukan diagnose
keperawatan klien. Pengkajian dilakukan secara sistematis, akurat,
dan menyeluruh serta saing berhubungan. Pengumpulan data secara
umum mutlak dilakukan seorang perawat dalam pengkajian
keperawatan (Nursalam, 2002). Berikut macam data dalam
pengkajian keperawatan :

1. Data Subjektif
Data yang didapatkan berdasarkan hasil pengkajian perawat pada
klien ataupun orang yang terdekat dengan klien yang sifatnya
tidak dapat diukur dengan jelas karena merupakan suatu
penilaian subjektif.
2. Data Objektif
Data yang didapatkan berdasar hasil pemeriksaan perawat
terhadap klien yang sifatnya dapat diukur seperti pemeriksaan
fisik, pemeriksaan penunjang, dan hasil laboratorium.

Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan yang perlu dikaji adalah riwayat kesehatan


sekarang, masa lalu, dan kesehatan keluarga klien adakah penyakit
yang diturunkan secara genetik atau tidak.

1. Riwayat kesehatan sekarang :


a. Adanya tonjolan pada anus
b. Terjadi nyeri
c. Pendarahan saat BAB
 Anemia
2. Riwayat kesehatan masa lalu :
Apakah klien pernah mengalami hemorid sebelumnya. Apakah klien
mempunyai alergi terhadap suatu obat, lingkungan, binatang, atau
terhadap cuaca. Klien juga ditanyakan apakah pernah menggunakan
obat terutama untuk pengobatan hemoroid sebleumnya.

3. Riwayat kesehatan keluarga :


Perlu ditanyakan pada klien apakah ada riwayat hemoroid dalam
keluarga. Riwayat tersebut akan membantu untuk mengetahui sumber
penyakit klien bila memang ada penyakit serupa yang pernah terjadi
pada keluarga.
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Memperhatikan apakah terdapat tonjolan di daerah anus klien, dan
juga memperhatikan adakah pendarahan yang terjadi di anus. Lihat
juga apakah klien mengalami anemia dengan memperhatikan
konjungtiva anemis, capillary refill, serta perhatikan warna kulit klien.
2. Palpasi
Mempalpasi bagian anal klien, apakah ada benjolan serta apabila di
tekan terasa nyeri yang diperlihatkkan oleh klien.

Pemeriksaan penunjang

1. Anoskopy
Hemoroid internus tidak meninjol keluar. Anoskopy dimasukkan
mengamati keempat kuadran. Penderita posisi litotomi. Anoskop dan
penyumbatnya dimasukan dalam anus sedalam mungkin, penyumbat
diangkat dan penderita disuruh bernafas panjang. Hemoroid interna
terlihat sebagai struktur vaskuler yang menonjol ke dalam lumen,
apabila penderita diminta mengejan sedikit maka ukuran hemoroid
akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.
2. Pemeriksaan proktosigmoidoskopy
Ini perlu dikerjakan karena untuk memastikan keluhan bukan
disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan diangkat tinggi.
Feses diperiksa terhadap adanya darah samar.
Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut menggunakan batasan karateristik ekspresi wajah nyeri


(mis., mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata
berpancar atau tetap satu fokus, meringis) (00132)
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen (00092)
3. Risiko kekurangan volume cairan faktor risikonya dengan
kehilangan cairan melalui rute normal (00028)
4. Risiko kerusakan integritas kulit faktor resikonya dengan faktor
eksternal yaitu lembap (00047)
5. Risiko infeksi faktor resikonya dengan pertahanan tubuh primer
tidak adekuat yaitu gangguan integritas kulit (00004)

Intervensi

Diagnosa Keperawatan NOC NIC

Domain 12 : Kenyamanan Tingkat Nyeri (2102) Manajemen nyeri (1400)


1. Klien mampu melaporkan 1. Melakukan pengkajian
kelas 1 : Kenyamanan Fisik
rentan nyeri dalam skla nyeri komprehensif
Nyeri akut (00132)
normal ( 5 yaitu tidak ada ). yang meliputi lokasi,
Skala nyeri 1 – 5 karakteristik,
2. Ekspresi wajah klien seperti
onset/durasi, frekuensi,
biasa tidak
kualitas, instensitas,
mengekspresikan wajah
atau beratnya nyeri dan
seperti menahan rasa nyeri
faktor pencetus.
3. Klien tidak megerang dan
2. Menggunakan metode
menangis
penialaian yang sesuai
dengan tahapan
perkembang yang
memungkinkan untuk
memonitor perubahan
nyeri dan akan dapat
membantu
mengidentivikasi faktor
pencetus aktual dan
potensial (misalnya.,
catatan perkembangan,
catatan harian.
3. Memonitor kepuasan
klien terhadap
menajemen nyeri dalam
interval yang spesifik.

Teapi Oksigen (3320)


Domain 4 : Aktivitas / Toleransi terhadap aktivitas
1. Memberikan oksigen
Istirahat (0005)
tambahan seperti yang
1. Tidak ada Saturasi oksigen
kelas 4 : Respon
diperintahkan.
yang mengalami deviasi
Kardiovaskular / pulmonal 2. Mengamati tanda-tanda
2. Keseimbangan ventilasi dan
Intoleransi aktivitas (00092) hipoventilasi induksi
perfusi membaik
oksigen.
3. Mengkonsultasi dengan
tenaga kesehatan lain
mengenai penggunaan
oksigen tambahan
selama kegiatan dan
atau tidur.
Domain 11 : Keamanan / Pemulihan pembedahan Perawatan luka (3660)
1. Melakukan reposisi
perlindungan penyembuhan (2304)
1. Tekanan darah sistolik klein setiap dua jam
Kelas 1 : Infeksi
2. Menganjurkan klien
kembali menjadi normal
Risiko infeksi (00004)
2. Tekanan darah diastolik atau anggota keluarga
menjadi normal pada prosedur
3. Melakukan pelaksanaan
perawatan luka
luka pada klien yang 3. Menganjurkan klien
diresepkan dan keluarga untuk
mengenal tanda dan
gejala infeksi
4. Mendokumentasikan
lokasi luka, ukuran dan
tampilan
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Study Kasus
Ny. Adinda berusia 48 tahun MRS RS Dr. Soetomo tanggal 1
Januari 2016. Saat di IGD, klien mengeluh sudah 4 hari berak darah, nyeri
anus saat BAB dan tidak bisa menahan keinginan untuk BAB nya. Klien
juga mengaku bahwa ketika BAB, feses disertai lendir dan timbul gatal
diarea anus. Hasil anamnesa didapat bahwa klien tidak suka
mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan. Hasil pengkajian juga
didapatkan TD : 130/80, RR : 24x/menit, Suhu: 38˚. Setelah dilakukan
pemeriksaan CBC (Complete Blood Count), didapatkan Hemoglobin : 8
gram/dl, Trombosit: 100.000 sel/ul darah, Hematokrit : 36,5 %, Leukosit :
5000 sel/ul darah, Eritrosit : 4,5 jt sel/ul darah.
3.2 Pengkajian Keperawatan
1. Data demografi
Nama : Adinda Umi
Usia : 48 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Sutorejo, Surabaya
Suku bangsa : Jawa
Tanggal MRS : 1 Januari 2016
Tanggal pengkajian : 1 Januari 2016
2. Riwayat kesehatan sekarang/keluhan utama
Klien merasakan nyeri anus yang terasa saat BAB dan sudah 4 hari
berak darah dan tidak bisa menahan keinginan untuk BAB nya. Klien
juga mengatakan saat BAB, feses disertai lendir dan terasa gatal di
area anus.
3. Riwayat kesehatan masa lalu
Klien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga Ny. Adinda tidak ada riwayat penyakit tertentu yang
diturunkan/ditularkan.
5. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan head to toe

1. Wajah dan kulit kepala


Kulit kepala bersih, rambut beruban, wajah tampak pucat dan
lemas.
2. Mata
Fungsi dan bentuk normal, tanpa menggunakan alat bantu
penglihatan, sclera anikterik, konjungtiva anemis.
3. Hidung
Bentuk dan fungsi normal, tidak ada polip dan secret
4. Telinga
Fungsi dan bentuk normal, tidak ada serumen
5. Mulut
Gigi, gusi, dan lidah bersih
6. Leher
Tidak ada pembesaran tyroid maupun vena jugularis
7. Thorax dan Paru
Bentuk dada simetris, paru bergerak cepat, dan bunyi paru ronchi,
frekuensi 18x/menit
8. Jantung
Normal, tidak ada keluhan
9. Abdomen
Bentuk simetris, terlihat adanya nyeri abdomen
10. Ginjal
Normal, tidak ada keluhan
3.3 Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Keperawatan
DS: Konsumsi makanan Nyeri Akut
-Klien mengeluh nyeri rendah serat
anus saat BAB
Feses kecil dan
DO: mengejan selama BAB
-Dari hasil anamnesa
didapatkan bahwa
Penurunan relative
klien tidak suka venous return di daerah
mengkonsumsi sayur- perianal (yang disebut
dengan efek touniquet)
sayuran dan buah-
buahan
Pelebaran dari vena-
vena di dalam pleksus
hemoroidalis

Hemoroid

Kompresi saraf local

Nyeri Akut

DS: Terlalu lama duduk di Resiko kekurangan


toilet (atau saat
-Klien mengeluh sudah volume cairan
membaca)
2 hari berak darah
Penurunan relative
DO:
venous return di daerah
-Hemoglobin : 8
perianal (yang disebut
gram/dl
dengan efek touniquet
-Trombosit: 100.000
sel/ul darah,
Pelebaran dari vena-
-Hematokrit : 36,5 %, vena di dalam pleksus
-Leukosit : 5000 sel/ul hemoroidalis
darah, Eritrosit : 4,5 jt
Hemoroid
sel/ul darah
Peradangan pada
pleksus hemoroidalis

Ruptur vena

Perdarahan anus feses


darah

Anemia

MK: resiko
kekurangan volume
cairan

DS: Kondisi penuaan Resiko kerusakan


-Klien mengaku ketika
integritas kulit
BAB, feses disertai Melemahnya struktur
pendukung dan
lendir dan timbul gatal memfasilitasi prolaps
diarea anus dan tidak
Hemoroid
dapat menahan
keinginan untuk BAB Peradangan pada
nya. pleksus hemoroidalis

DO: Prolaps saat defekasi


-Hasil pengkajian
Mucus dan feses keluar
didapat mukus keluar
saat BAB, TD : MK: Inkontinensia
130/80, RR : Defekasi
24x/menit, Suhu: 38˚.

3.4 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik
2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif
3. Inkontinensia Defekasi berhubungan dengan abnormalitas sfingter
rektal

3.5 Intervensi Keperawatan


Domain 12. Kenyamanan
Kelas 1. Kenyamanan Fisik
Nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera fisik (00132)
NOC NIC
Dalam waktu 1x24 jam Klien Pemberian Analgesik (2210)
1. Menentukan lokasi,
mampu memenuhi kebutuhan
karakteristik, kualitas, dan
cairan secara adekuat dengan
keparahan nyeri, sebelum
outcomes :
Status Kenyamanan Fisik (2010) mengobati klien.
1. Klien mampu 2. Mengkolaborasikan dengan
memposisikan tubuhnya dokter apakah obat, dosis, rute
dengan nyaman pemberian.
2. Klien mampu 3. Memberikan analgesik sesuai
mengaplikasikan relaksasi waktu paruhnya, terutama
otot pada nyeri yang berat.
3. Klien tidak kesulitan
Pengurangan kecemasan (5820)
dalam mengejan saat BAB
1. Menginstruksikan klien untuk
menggunakan teknik
relaksasi.
2. Memberikan aktifitas
pengganti yang bertujuan
untuk mengurangi tekanan.

Domain 2. Nutrisi
Kelas 5. Hidrasi
Risiko Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif (00027)
NOC NIC
Dalam waktu 1x24 jam Klien Pencegahan pendarahan (4010)
1. Memonitor dengan ketat risiko
mampu memenuhi kebutuhan
terjadinya pendarahan pada
cairan secara adekuat dengan
klien
outcomes :
2. Mencacat nilai hemoglobin dan
Kadar Glukosa Darah (2300)
hematokrit sebelum dan
1. Klien mampu meningkatkan
sesudah klien kehilangan darah
kadar hemoglobin menjadi
sesuai indikasi.
normal
Manajemen cairan (4120)
Respon Pengobatan (2301)
1. Memonitor tanda-tanda vital
1. Klien mampu 2. Mempersiapkan pemberian
mempertahankan kadar produk-produk darah (mis, cek
darah yang diharapkan darah dan mempersiapkan
2. Klien mampu menunjukkan
pemasangan infus)
respon perilaku yang 3. Atur ketersediaan
diharapkan

Domain 3. Eliminasi dan Pertukaran


Kelas 2. Fungsi Gastrointestinal
Inkontinensia Defekasi berhubungan dengan abnormalitas sfingter
rektal (00014)
NOC NIC
Dalam waktu 1x24 jam Klien Perawatan inkontinensia saluran
mampu memenuhi kebutuhan cerna (0410)
cairan secara adekuat dengan 1. Mengkaji kejadian dan tipe
outcomes : inkontinesia, frekuensi, dan
Keparahan infeksi (0703) berbagai perubahan dalam
1. Tingkat nyeri pada klien fungsi bowel dan konsistensi
berkurang fekal
2. Instruksikan klien atau
Fungsi gastrointestinal (1015)
keluarga unruk mencatat
1. Tidak ditemukan adanya
output fekal, sesuai
darah pada feses klien
kebutuhan.

Manajemen prolaps rektum


(0490)
1. Dorong klien untuk
menghindari mengejan
ketika BAB, mengangkat
beban, dan berdiri dalam
waktu yang lama.
2. Monitor status prolaps rektal
3. Posisikan klien miring ke kiri
dengan lutut ditekuk ke arah
dada, ketika terjadi prolaps
rektal.
4. Dorong klien untuk
mempertahankan posisi
miring ke samping (lateral)
untuk mengembalikan kolon
ke rektum secara natural.

3.6 Evaluasi
Nyeri Akut berhubungan dengan agens cedera fisik
S = Klien mengatakan sudah tidak nyeri anus saat BAB
O = Klien mulai membiasakan mengkonsumsi buah dan sayur-sayuran
A= Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan.
P= Intervensi diberhentikan.
Risiko Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif
S= Klien mengatakan bahwa sudah tidak berak darah lagi.
O= Klien sudah tidak anemia dan hasil pemeriksaan lengkap darah
kembali dalam batas normal
A= Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan.
P= Intervensi diberhentikan.
Inkontinensia Defekasi berhubungan dengan abnormalitas sfingter
rektal
S = Klien mengatakan sudah tidak BAB disertai lender, sensasi gatal
diarea anus hilang, dan klien dapat mengontrol/menahan keinginannya
untuk BAB
O = Klien mengatakan lendir sudah tidak keluar saat BAB, suhu klien
kembali normal.
A = Laporan subjektif dan objektif memuaskan, kriteria hasil tercapai,
masalah teratasi keseluruhan.
P = Intervensi diberhentikan

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Fistula merupakan suatu saluran sinus yang terjadi antara dua
rongga tubuh atau antara rongga tubuh dengan permukaan tubuh. Anal
fistula merupakan suatu saluran yang berasal dari kanal anus menunjuk
kulit diluar anus atau dari suatu abses pada kanal anus atau area perianal.
Biasanya, hal ini diawali suatu abses. Klasifikasi dari anal fistula adalah
fistula transsphingter, fistula intersphingter, fistula suprasfingter, fistula
ekstrasphingter.
Hemoroid merupakan suatu pelebaran dari vena-vena didalam
pleksus hemoroidalis. Hemoroid mempunyai nama lain, seperti wasir dan
ambeien. Sesuai tampilan klinis, hemoroid dibedakan menjadi hemoroid
interna dan hemoroid eksterna. Hemoroid interna adalah pelebaran vena
pada pleksus hemoroidalis superior di atas garis mukokutan dan ditutupi
oleh mukosa. Hemoroid eksterna merupakan pelebaran dan penonjolan
pleksushemoroid inferior terdapat disebelah distal garis mukokutan di
dalam jaringan di bawah epitel anus.
4.2 Saran
Salah satu terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi anal fistula
adalah dengan melalui operasi. Dokter bedah akan mengeksisi saluran
tersebut dengan membersihkan daerah sekitar, membiarkannya terbuka
agar sembuh melalui granulasi. Salah satu cara untuk mengurangi faktor
penyebab dari anal fistula adalah dengan menasehati klien untuk menjaga
kebersihan, terutama setelah BAB.
Hemoroid adalah kondisi fisiologis dan kerenannya tujuan terapi
bukan untuk menghilangkan pleksus hemoroidal, tetapi untuk
menghilangkan keluhan. Kebanyakan pasien hemoroid derajat pertama
dan kedua dapat ditolong dengan tindakan lokal yang sederhana disertai
nasihat tentang makan. Makanan sebaiknya terdiri atas makanan berserat
tinggi. Makanan ini membuat gumpalan isi usus besar, namun lunak
sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan
secara berlebihan
DAFTAR PUSTAKA

Agus Priyanto, A.S. 2009. Endoskopi Gastrointestinal.Jakarta: Salemba Medika

Dr. Emerson Budiarman Masli, S. 2008. Seputar Anal Fistula

M, I. M. 2014. Fistula Ani. Kepaniteraan Ilmu Penyakit Bedah RS UKI.


Mutaqin Arif, Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika.

http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/majalahilmiahsultanagung/article/download/
10/7 diakses pada tanggal 18 November 2016

http://www.alodokter.com/fistula-ani-penyebab-nyeri-buang-air-besar
diakses pada tanggal 23 November 2016

https://id.wikipedia.org/wiki/Wasir diakses pada tanggal 23 November 2016

Anda mungkin juga menyukai