Anda di halaman 1dari 28

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK PENYIMPANAN BAHAN HASIL PERTANIAN
(Penyimpanan Buah dan Sayur dengan Kontrol Kondisi Temperatur dan RH)

Oleh :

Nama : Abdurrahman Hanif


NPM : 240110160073
Hari, Tanggal Praktikum : Kamis, 9 Mei 2019
Waktu/Shift : 07.30 – 09.30 WIB / A
Co. Ass : Lisa Oktavia Br Napitupulu

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kerusakan bahan pangan telah dimulai sejak bahan pangan tersebut
dipanen. Penyebab utama kerusakan bahan pangan adalah (1) pertumbuhan dan
aktivitas mikroorganisme; (2) Aktivitas enzim dalam bahan pangan; (3) suhu baik
suhu tinggi maupun suhu rendah; (4) udara khususnya oksigen; (5) kadar air dan
kekeringan; (6) cahaya; dan (7) serangga, parasit serta pengerat. Pengawetan
pangan pada dasarnya adalah tindakan untuk memperkecil atau menghilangakan
faktor-faktor perusak tersebut. Setelah dipanen produk hasil pertanian tetap
melakukan fisiologis sehingga dapat disebut sebagai jaringan yang masih hidup.
Adanya aktifitas fisiologis menyebabkan produk pertanian akan terus mengalami
perubahan yang tidak dapat dihentikan, hanya dapat diperlambat sampai batas
tertentu. Tahap akhir dari perubahan pasca panen adalah kelayuan untuk produk
nabati atau pembusukan pada produk hewani. Susut ”losses” kualitas dan
kuantitas produk hasil pertanian terjadi sejak pemanenan hingga dikonsumsi.
Besarnya susut sangat tergantung pada jenis komoditi dan cara penanganannya
selepas panen. Untuk mengurangi susut ini petani/pedagang (1) harus mengetahui
factor biologis dan lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya kerusakan,
(2) menguasai teknik penanganan pasca panen yang dapat menunda kelayuan atau
kebusukan dan menjaga kualitas pada tingkatan tertentu yang mungkin dicapai.
Untuk mengurangi susut yang terjadi setelah pemanenan, pada prinsipnya
dapat dilakukan dengan cara memanipulasi factor biologis atau factor lingkungan
dimana produk pertanian tersebut disimpan. Perbedaan factor biologis komoditi
nabati dengan komoditi hewani menyebabkan cara penanganan keduanya juga
berbeda. Secara umum factor lingkungan yang berpengaruh terhadap kedua
komoditi pertanian adalah sama yaitu : suhu, kelembaban udara, komposisi udara
(CO, CO2, O2), polutan dan cahaya. Faktor-faktor biologis terpenting yang dapat
dihambat pada bahan nabati seperti buah-buahan dan sayuran adalah : respirasi,
produksi etilen, transpirasi, dan faktor morfologis/anatomis, faktor lain yang juga
penting untuk diperhatikan adalah senantiasa menghindarkan komoditi terhadap
suhu atau cahaya yang berlebihan, dan kerusakan patologis atau kerusakan fisik.
Sayuran dan buah adalah salah satu bahan pangan yang banyak digunakan oleh
kebanyakan orang, sehingga kita perlu mengetahui seberapa efektifkah
penyimpanan tersebut, maka dari itu praktikum kali ini dilaksanakan dengan
menggunakan sampel buah pisang.

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah :
1. Mahasiswa dapat mempelajari pengaruh kontrol kondisi temperature dan
RH terhadap mutu bahan hasil pertanian (buah) selama penyimpanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penyimpanan Buah Pisang


Buah memiliki masa simpan yang relatif rendah sehingga buah dikenal
sebagai bahan panganyang cepat rusak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap
kualitas masa simpan buah. Mutu simpan buahsangat erat kaitannya dengan
proses respirasi dan transpirasi selama penanganan dan penyimpanan dimana akan
menyebabkan susut pasca panen seperti susut fisik yang diukur dengan berat;
susut kualitaskarena perubahan ujud (kenampakan), cita rasa, warna atau tekstur
yang menyebabkan bahan pangankurang disukai konsumen; susut nilai gizi yang
berpengaruh terhadap kualitas buah. Mutu simpan buahakan lebih bertahan lama
jika laju respirasi rendah dan transpirasi dapat dicegah dengan
meningkatkankelembaban relatif, menurunkan suhu udara. Pada umumnya
komoditas yang mempunyai umur simpanpendek mempunyai laju respirasi tinggi
atau peka terhadap suhu rendah (Tranggono dan Sutardi, 1990).
Buah pisang yang telah dipanen akan tetap melangsungkan respirasi. Proses
respirasi yang menyebabkan pembusukan ini terjadi karena perubahan-perubahan
kimia dalam buah tomat dari pro-vitamin A menjadi vitamin A, pro-vitamin C-
menjadi Vitamin C, dan dari karbohidrat menjadi gula, yang menghasilkan CO2,
H2O, dan etilen. Akumulasi produk-produk respirasi inilah yang menyebabkan
pembusukan. Respirasi ini tidak dapat dihentikan namun bisa dihambat yaitu
dengan menyimpannya pada suhu dan kelembaban rendah. Penyimpanan suhu
rendah dapat dilakukan secara sederhana dalam lemari es, namun di tempat ini
kelembabannya tinggi. Mengingat barang-barang yang mudah menguap juga
tersimpan di dalam lemari es proses respirasi buah pisang tidak dapat dihambat
dengan sempurna. (Kanara,2009)
Selain respirasi, buah pisang juga masih melakukan transpirasi. Aktivitas
tersebut tidak dibarengi oleh aktivitas fotosintesis sehingga senyawa tertentu
dirombak dan air menguap tanpa ada pasokan baru. Hal tersebut menyebabkan
susut berat pada buah pisang. Susut berat komoditas ini berakibat pada
penampilan komoditas yang semakin lama keriput dan melunak. Oleh karena
kelembaban udara juga harus diperhatikan dalam penyimpanan. Menurut
Tranggono dan Sutardi (1990), mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika
laju respirasi rendah dan transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan
kelembaban relatif dan menurunkan suhu udara.
Ada beberapa macam cara penyimpanan yang dilakukan untuk
mempertahankan kesegaran buah pisang, antara lain yaitu (Liu, 1999):
1. Udara dingin biasanya digunakan pada rumah-rumah penyimpanan, atau
di bawah tanah atau di gudang penyimpanan menggunakan udara dingin alami.
2. Penyimpanan menggunakan lemari pendingin (cold storage) mengontrol
suhu dan kelembaban udara.
3. Penyimpanan dengan kontrolled atmosphere (CA) mengendalikan
konsentrasi oksigen dan karbon dioksida, sebagai tambahan untuk suhu dan
kelembaban.
4. Penyimpanan dengan modified atmosphere (MA) juga mengontrol
konsentrasi oksigen dan karbondioksida, walau tidak sebaik CA, dengan
menggunakan lembar polimer semipermiabel.
Menurut Liu (1999), pengendalian yang baik pada temperatur, kelembaban
dan komposisi udara memaksimalkan umur simpan suatu produk.
Pertumbuhan organisme perusak dapat diperlambat pada suhu penyimpanan
rendah, namun komoditas segar berangsur-angsur kehilangan resistensi alaminya
terhadap pertumbuhan organismeperusak. Oleh karena itu lamanya umur simpan
ditentukan oleh interaksi oleh senensensi alami(kehilangan kualitas), pertumbuhan
organisme perubahan dan kepekaan terhadap cacat suhu dingin(Tranggono dan
Sutardi, 1990).Asas dasar penyimpanan dingin adalah penghambatan respirasi
oleh suhu tersebut (Pantastico, l997).Penyimpanan pada suhu rendah dapat
menghambat kerusakan makanan, antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan
enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Pada pengawetan dengan suhu
rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dan
pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang tertua.Namun dalam
praktikum ini kami hanya menggunakan penyimpanan suhu rendah yaitu
pendinginan.
2.2 Kemasan
Didalam pengemasan bahan pangan terdapat dua macam wadah, yaitu
wadah utama atau wadah yang langsung berhubungan dengan bahan pangan dan
wadah kedua atau wadah yang tidak langsung berhubungan dengan bahan pangan.
Wadah utama harus bersifat non toksik dan inert sehingga tidak terjadi reaksi
kimia yang dapat menyebabkan perubahan warna, flavour dan perubahan lainnya.
Selain itu, untuk wadah utama biasanya diperlukan syarat-syarat tertentu
bergantung pada jenis makanannya, misalnya melindungi makanan dari
kontaminasi, melindungi kandungan air dan lemaknya, mencegah masuknya bau
dan gas, melindungi makanan dari sinar matahari, tahan terhadap tekanan atau
benturan dan transparan (Winarno, 1983).
Melindungi bahan pangan dari kontaminasi berarti melindunginya terhadap
mikroorganisme dan kotoran serta terhadap gigitan serangga atau binatang
pengerat lainnya. Melindungi kandungan airnya berarti bahwa makanan di
dalamnya tidak boleh menyerap air dari atmosfer dan juga tidak boleh berkurang
kadar airnya. Jadi wadahnya harus kedap air. Perlindungan terhadap bau dan gas
dimaksudkan supaya bau atau gas yang tidak diinginkan tidak dapat masuk
melalui wadah tersebut dan jangan sampai merembes keluar melalui wadah.
Wadah yang rusak karena tekanan atau benturan dapat menyebabkan makanan di
dalamnya juga rusak dalam arti berubah bentuknya (Winarno, 1983).
Pengemasan komoditi hortikultura adalah suatu usaha menempatkan
komoditi segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat sehingga mutunya
tetap atau hanya mengalami sedikit penurunan pada saat diterima oleh konsumen
akhir dengan nilai pasar yang tetap tinggi. Dengan pengemasan, komoditi dapat
dilindungi dari kerusakan, benturan mekanis, fisik, kimia dan mikrobiologis
selama pengangkutan, penyimpanan dan pemasaran (Sacharow dan Griffin,
1980).
Menurut Winarno (1983) makanan yang dikemas mempunyai tujuan untuk
mengawetkan makanan, yaitu mempertahankan mutu kesegaran, warnanya yang
tetap, untuk menarik konsumen, memberikan kemudahan penyimpanan dan
distribusi, serta yang lebih penting lagi dapat menekan peluang terjadinya
kontaminasi dari udara, air, dan tanah baik oleh mikroorganisme pembusuk,
mikroorganisme yang dapat membahayakan kesehatan manusia, maupun bahan
kimia yang bersifat merusak atau racun. Beberapa faktor yang penting
diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan adalah sifat bahan pangan tersebut,
keadaan lingkungan dan sifat bahan pengemas. Sifat bahan pangan antara lain
adalah adanya kecendrungan untuk mengeras dalam kadar air dan suhu yang
berbeda-beda, daya tahan terhadap cahaya, oksigen dan mikroorganis
Winarno dan Jennie (1982) mengemukakan bahan pengemas harus tahan
serangan hama atau binatang pengerat dan bagian dalam yang berhubungan
langsung dengan bahan pangan harus tidak berbau, tidak mempunyai rasa serta
tidak beracun. Bahan pengemas tidak boleh bereaksi dengan komoditi.

2.3 Plastik
Bahan kemasan plastik dibuat dan disusun melalui proses yang disebut
polimerisasi dengan menggunakan bahan mentah monomer, yang tersusun
sambung-menyambung menjadi satu dalam bentuk polimer. Dalam plastik juga
terkandung beberapa aditif yang diperlukan untuk memperbaiki sifat-sifat fisiko
kimia plastik itu sendiri. Bahan aditif yang ditambahkan tersebut disebut
komponen nonplastik yang berupa senyawa anorganik atau organik yang memiliki
berat molekul rendah. Bahan aditif dapat berfungsi sebagai pewarna, antioksidan,
penyerap sinar UV, anti lekat dan masih banyak lagi.
Sifat terpenting bahan kemasan yang digunakan meliputi permeabilitas
gas dan uap air, bentuk dan permukaannya. Permeabilitas uap air dan gas, serta
luas permukaan kemasan mempengaruhi jumlah gas yang baik dan luas
permukaan yang kecil menyebabkan masa simpan produk lebih lama. Menurut
Erliza dan Sutedja (1987) plastik dapat dikelompokkan atas dua tipe, yaitu
thermoplastik dan termoset. Thermoplastik adalah plastik yang dapat dilunakkan
berulangkali dengan menggunakan panas, antara lain polietilen, polipropilen,
polistiren dan polivinilklorida. Sedangkan termoset adalah plastic yang tidak
dapat dilunakkan oleh pemanasan, antara lain phenol formaldehid dan urea
formaldehid.
Syarief et al., (1989) membagi plastik menjadi dua berdasarkan sifat-
sifatnya terhadap perubahan suhu, yaitu:
a) termoplastik: meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti perubahan
suhu dan mempunyai sifat dapat balik (reversibel) kepada sifat aslinya,
yaitu kembali mengeras bila didinginkan,
b) termoset: tidak dapat mengikuti perubahan suhu (irreversibel). Bila sekali
pengerasan telah terjadi maka bahan tidak dapat dilunakkan kembali.
Pemanasan yang tinggi tidak akan melunakkan termoset melainkan akan
membentuk arang dan terurai karena sifatnya yang demikian sering
digunakan sebagai tutup ketel, seperti jenis-jenis melamin.
Pada kemasan plastik, perubahan fisiko kimia pada wadah dan
makanannya sebenarnya tidak mungkin dapat dihindari. Industri pangan hanya
mampu menekan laju perubahan itu hingga tingkat minimum sehingga masih
memenuhi syarat konsumen. Banyak ragam kemasan plastik untuk makanan dan
minuman, beberapa contoh misalnya: polietilen, polipropilen, polistiren,
poliamida, polisulfon, poliester, poliuretan, polikarbonat, polivinilklorida,
polifenilinoksida, polivinilasetat, poliakrilonitril dan melamin formaldehid.
Plastik diatas dapat digunakan dalam bentuk lapis tunggal, ganda maupun
komposit, dengan demikian kombinasi dari berbagai ragam plastik dapat
menghasilkan ratusan jenis kemasan.
Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan
dibanding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat,
termoplatis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2, CO2. Sifat
permeabilitas plastik terhadap uap air dan udara menyebabkan plastik mampu
berperan memodifikasi ruang kemas selama penyimpanan (Winarno, 1987). Ryall
dan Lipton (1972) menambahkan bahwa plastik juga merupakan jenis kemasan
yang dapat menarik selera konsumen. Adapun jenis-jenis plastik, diantaranya:

a. polyethylen
Polietilen merupakan film yang lunak, transparan dan fleksibel, mempunyai
kekuatan benturan serta kekuatan sobek yang baik. Dengan pemanasan akan
menjadi lunak dan mencair pada suhu 110OC. Berdasarkan sifat
permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat mekaniknya yang baik,
polietilen
mempunyai ketebalan 0.001 sampai 0.01 inchi, yang banyak digunakan
sebagai pengemas makanan, karena sifatnya yang thermoplastik, polietilen
mudah dibuat kantung dengan derajat kerapatan yang baik (Sacharow dan
Griffin, 1970).
Polietilen dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari gas etilen yang
diperoleh dari hasil samping dari industri minyak dan batubara. Proses
polimerisasi yang dilakukan ada dua macam, yakni pertama dengan
polimerisasi yang dijalankan dalam bejana bertekanan tinggi (1000-3000 atm)
menghasilkan molekul makro dengan banyak percabangan yakni campuran
dari rantai lurus dan bercabang. Cara kedua, polimerisasi dalam bejana
bertekanan rendah (10-40 atm) menghasilkan molekul makro berantai lurus
dan tersusun paralel.
b. Low density polyethylene (LDPE)
Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel
dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60OC sangat resisten
terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan
tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen, sedangkan jenis
plastik HDPE mempunyai sifat lebih kaku, lebih keras, kurang tembus cahaya
dan kurang terasa berlemak.
c. High density polyethylene (HDPE)
Pada polietilen jenis low density terdapat sedikit cabang pada rantai antara
molekulnya yang menyebabkan plastik ini memiliki densitas yang rendah,
sedangkan high density mempunyai jumlah rantai cabang yang lebih sedikit
dibanding jenis low density. Dengan demikian, high density memiliki sifat
bahan yang lebih kuat, keras, buram dan lebih tahan terhadap suhu tinggi.
Ikatan hidrogen antar molekul juga berperan dalam menentukan titik leleh
plastik (Harper, 1975).
d. Polypropilena
Polipropilen sangat mirip dengan polietilen dan sifat-sifat penggunaannya
juga serupa (Brody, 1972). Polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya
tembus uap yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap
suhu tinggi dan cukup mengkilap. Monomer polypropilen diperoleh dengan
pemecahan secara thermal naphtha (distalasi minyak kasar) etilen, propylene
dan homologues yang lebih tinggi dipisahkan dengan distilasi pada
temperatur rendah. Dengan menggunakan katalis Natta Ziegler polypropilen
dapat diperoleh dari propilen (Birley, et al., 1988).
BAB III
METODOLOGI PENGAMATAN DAN PENGUKURAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. Box penyimpanan (kontrol suhu)
2. Timbangan
3. termometer ruangan
4. Hand refraktometer
5. Penetrometer
6. Plastik PP
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah :
1. Pisang.

3.2 Prosedur Percobaan


Prosedur yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah :
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Menghidupkan box penyimpanan modifikasi
3. Menunggu suhu turun hingga suhu yang diinginkan (untuk pisang 14-16)
4. Masukan bahan kedalam box penyimpanan modifikasi. Bahan diberi 2
perlakuan berbeda yaitu tanpa kemasan plastik dan dengan menggunakan
kemasan plastik
5. Menyimpan bahan di suhu ruang sebagai perlakuan kontrol
6. Menyimpan bahan selama 10 hari
7. Mengamati perubahan penampakan fisik (warna), susut bobot selama 2 hari
sekali
8. Mengamati tekstur awal dan akhir penyimpanan dengan menggunakan
penetrometer
9. Mengamati kadar brix awal dan akhir selama penyimpanan dengan
menggunakan hand refraktro
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
4.1 Tabel Hasil Pengamatan
Tabel 1. Pengamatan Suhu dan RH Ruang dan Cooling Selama
Penyimpanan
Box Penyimpanan Ruangan
Pengukuran
1 2 3 Rata SD 1 2 3 Rata SD
Awal RH (%) 60 62 64 62 2 61 59 70 63.3 5.859
(Hari ke-
Suhu 17.8 18.1 18.6 18.2 0.404 25.5 15.3 25.2 22 5.8043
0)
RH (%) 57 56 57 56.7 0.577 61 61 61 61 0
Hari ke-2
Suhu 16.5 16.6 16.7 16.6 0.1 25.5 15.4 25.4 22.1 5.8026
RH (%) 62 62 63 62.3 0.577 62 61 61 61.3 0.577
Hari ke-4
Suhu 24.8 25 15.1 21.6 5.6589 25.4 25.1 25.3 25.3 0.1527
RH (%) 65 65 65 65 0 67 67 67 67 0
Hari ke-6
Suhu 16.7 16.6 16.7 16.7 0.0577 15.1 25 25.1 21.7 5.745
RH (%) 54 59 63 58.7 4.509 56 53 53 54 1.732
Hari ke-8
Suhu 19.7 18.3 17.7 18.6 1.0263 24.4 25 25.1 24.8 0.379
RH (%) 71 92 94 85.7 12.74 96 97 96 96.3 0.577
Hari ke-10
Suhu 17.9 15.2 15.3 16.13 1.53 19.2 23.9 25.1 22.7 3.118

Tabel 2. Pengamatan Bobot


Box Penyimpanan Ruangan
Hari
Ulangan Tanpa Tanpa
Ke- Plastik (gr) Plastik (gr)
Plastik (gr) Plastik (gr)
a 139.11 118.447 210.654 208.269
0
b 149.603 136.024 152.227 194.765
a 136.9 118.37 221.69 207.85
2
b 136.97 135.92 149.8 196.27
a 132.74 118.15 199.4177 205.6034
4
b 139.78 135.61 140.9093 184.86
Lanjutan Tabel 2. Pengamatan Bobot
Box Penyimpanan Ruangan
Hari
Ulangan Tanpa Tanpa
Ke- Plastik (gr) Plastik (gr)
Plastik (gr) Plastik (gr)
a 130.5 121.1 189 295.9
6
b 142.7 137.1 135.6107 191.3
a 128.8 117.88 164.85 163.22
8
b 141.105 135.21 131.44 152.31
a 128.78 115.451 162.63 132.15
10
b 138.92 135.03 124.6467 121.03

Tabel 3. Pengamatan Fisik


Hari Box Penyimpanan Ruangan
Ulangan
Ke- Tanpa Plastik Plastik Tanpa Plastik Plastik

a
0
b

a
2
b

a
4

Lanjutan Tabel 3. Pengamatan Fisik


Hari Box Penyimpanan Rua
Ulangan
Ke- Tanpa Plastik Plastik Tanpa Plastik

6 a
b

a
8
b

a
10

Tabel 4. Pengamatan Tekstur


Tekstur
Hari Box Penyimpanan Ruangan
Ulangan
Ke Tanpa Tanpa
Plastik (gr) Plastik (gr)
Plastik (gr) Plastik (gr)
a 0.5 0.5 0.5 0.5
0
b 0.5 0.5 0.5 0.5
a 0.9 1.4 0.5 Busuk
10
b 1 1.5 1.05 Busuk

Tabel 5. Pengamatan Brix


Brix
Hari Box Penyimpanan Ruangan
Ulangan
Ke Tanpa Tanpa
Plastik (gr) Plastik (gr)
Plastik (gr) Plastik (gr)
a 19 19 19 19
0
b 19 19 19 19
a 20.05 19 17 12
10
b 19 19 19 11.5
4.2 Perhitungan Susut Bobot
Bobot Awal − Bobot Akhir
Perhitungan Susut Bobot = x 100 %
Bobot Awal

4.2.1 Perhitungan Susut Bobot Hari ke-2


Perhitungan Susut Bobot Perlakuan Tanpa Plastik Box Penyimpanan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
139,11− 136,9
= x 100 %
139,11

= 1,5887 %
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
149,603− 136,9
= x 100 %
149,603

= 8,49 %
Perhitungan Susut Bobot Perlakuan Plastik Box Penyimpanan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
118.447 – 118.37
= x 100 %
118.447

= 0.06%
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
136.024− 135.92
= x 100 %
136.024

= 0.076%
Perhitungan Susut Bobot Perlakuan Tanpa Plastik Ruangan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
210.654 – 221.69
= x 100 %
210.654

= -5.24%
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
152.227− 149.8
= x 100 %
152.227

= 1.59%
Perhitungan Susut Bobot Perlakuan Plastik Ruangan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
208.269 – 207.85
= 208.269
x 100 %
= 0.201%
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
194.765− 196.27
= x 100 %
194.765

= -0.77%
4.2.2 Perhitungan Susut Bobot Hari ke-4
Perhitungan Susut Bobot Perlakuan Tanpa Plastik Box Penyimpanan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
136.9− 132.74
= x 100 %
136.9

= 3.038%

Bobot Awal − Bobot Akhir


Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
136.97− 139.78
= x 100 %
136.97

= -2.05%
Perhitungan Susut Bobot Perlakuan Plastik Box Penyimpanan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
118.37 – 118.15
= x 100 %
118.37

= 0.18%
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
135.92− 135.61
= x 100 %
135.92

= 0.23%
Perhitungan Susut Bobot Perlakuan Tanpa Plastik Ruangan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
221.69 – 199.4177
= x 100 %
221.69

= 10.04 %
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
149.8− 140.9093
= x 100 %
149.8

= 5.94%
Perhitungan Susut Bobot Perlakuan Plastik Ruangan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
207.85 – 205.6034
= x 100 %
207.85

= 1.08%
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
196.27− 184.86
= x 100 %
196.27

= 5.8%
4.2.3 Perhitungan Susut Bobot Hari ke-6
Perhitungan Susut Bobot Perlakuan Tanpa Plastik Box Penyimpanan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
132.74− 130.5
= x 100 %
132.74

= 1.69%
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
139.78− 142.7
= x 100 %
139.78

= -2.09 %
Perhitungan Susut Bobot Perlakuan Plastik Box Penyimpanan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
118.15 – 121.1
= x 100 %
118.15

= -2.49%
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
135.61− 137.1
= x 100 %
135.61

= -1.099 %
Perhitungan Susut Bobot Perlakuan Tanpa Plastik Ruangan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
199.4177 – 189
= x 100 %
199.4177

= 5.22%
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
140.9093− 135.6107
= x 100 %
140.9093
= 3.76%
Perhitungan Susut Bobot Tanpa Perlakuan Plastik Ruangan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
205.6034 – 295.9
= x 100 %
205.6034

= -43.92%
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
184.86− 191.3
= x 100 %
184.86

= -3.48%

4.2.4 Perhitungan Susut Bobot Hari ke-8


Perhitungan Susut Bobot Perlakuan Tanpa Plastik Box Penyimpanan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
130.5− 128.8
= x 100 %
130.5

= 1.3%
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
142.7− 141.105
= x 100 %
142.7

= 1.11%
Perhitungan Susut Bobot Perlakuan Plastik Box Penyimpanan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
121.1 – 117.88
= x 100 %
121.1

= 2.658 %
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
137.1− 135.21
= x 100 %
137.1

= 1.378%
Perhitungan Susut Bobot Perlakuan Tanpa Plastik Ruangan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
189 – 164.85
= x 100 %
189

= 12.77%
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
135.6107− 131.44
= x 100 %
135.6107

= 3.075 %
Perhitungan Susut Bobot Tanpa Perlakuan Plastik Ruangan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
295.9 – 163.22
= x 100 %
295.9

= 44.83%
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
191.3− 152.31
= x 100 %
191.3

= 20.38%
4.2.5 Perhitungan Susut Bobot Hari ke-𝟏𝟎
Perhitungan Susut Bobot Perlakuan Tanpa Plastik Box Penyimpanan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
128.8− 128.78
= x 100 %
128.8

= 0.016%
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
141.105− 138.92
= x 100 %
141.105

= 1.548%
Perhitungan Susut Bobot Perlakuan Plastik Box Penyimpanan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
117.88 – 115.451
= x 100 %
117.88

= 2.06%
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
135.21− 135.03
= x 100 %
135.21

= 0.133%
Perhitungan Susut Bobot Perlakuan Tanpa Plastik Ruangan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = Bobot Awal
x 100 %
164.85 – 162.63
= x 100 %
164.85

= 1.346%
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
131.44− 124.6467
= x 100 %
131.44

= 5.168 %
Perhitungan Susut Bobot Tanpa Perlakuan Plastik Ruangan
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (a) = x 100 %
Bobot Awal
163.22 – 132.15
= x 100 %
163.22

= 19.035%
Bobot Awal − Bobot Akhir
Susut Bobot (b) = x 100 %
Bobot Awal
152.31− 121.03
= x 100 %
152.31

= 20.53%

4.3 Grafik

Grafik Susut Bobot terhadap Waktu (Box


Penyimpanan) R² = 0.9339 R² = 0.171
15 R² = 0.1975 R² = 0.1683
TP (A)
10
TP (B)
Susut Bobot (%)

5 P (A)

0 P (B)
0 2 4 6 8 10 12 Linear (TP (A))
-5
Linear (TP (A))
-10 Linear (TP (B))
-15 Linear (P (A))
Wanktu (Hari)
Linear (P (B))

Gambar 1. Grafik Susut Bobot Pisang terhadap Waktu pada Box Penyimpanan
R² = 0.8805
Grafik Susut Bobot terhadap Waktu
R² = 0.9835
(Ruangan) R² = 0.3725
40 R² = 0.7106
TP (A)
20
TP (B)
Susut Bobot (%)

0 P (A)
0 2 4 6 8 10 12
-20 P (B)
Linear (TP (A))
-40
Linear (TP (B))
-60
Linear (P (A))
-80 Linear (P (B))
Wanktu (Hari)

Gambar 2. Grafik Susut Bobot Pisang terhadap Waktu pada Penyimpanan Ruang

Grafik Tekstur terhadap Waktu (Box


Penyimpanan)
1.6 R² = 1
1.4
1.2
Susut Bobot (%)

TP (A)
1
TP (B)
0.8
P (A)
0.6
0.4 P (B)
0.2 Linear (TP (A))
0 Linear (TP (B))
0 2 4 6 8 10 12
Wanktu (Hari)

Gambar 3. Grafik Tekstur Pisang terhadap Waktu pada Box Penyimpanan


Grafik Tekstur terhadap Waktu (Ruangan)
1.2
R² = 1
1
TP (A)
Susut Bobot (%)

0.8
TP (B)
0.6 P (A)
P (B)
0.4
Linear (TP (A))
0.2
Linear (TP (B))
R² = 1
0 Linear (P (B))
0 2 4 6 8 10 12
Wanktu (Hari)

Gambar 4. Grafik Tekstur Pisang terhadap Waktu pada Penyimpanan Ruang

Grafik Brix terhadap Waktu (Box


Penyimpanan)
25
R² = 1
20 TP (A)
Susut Bobot (%)

TP (B)
15 R² = #N/A
P (A)
10
P (B)
5 Linear (TP (A))
R² = 1 Linear (P (A))
0
0 2 4 6 8 10 12 Linear (P (B))
Wanktu (Hari)

Gambar 5. Grafik Derajat Brix Pisang terhadap Waktu pada Box Penyimpanan
Grafik Brix terhadap Waktu (Ruangan)
20
18
R² = 1
16
14
Susut Bobot (%)

12 TP (A)
10 TP (B)
8 P (A)
6
P (B)
4
2 Linear (TP (A))
0
0 2 4 6 8 10 12
Wanktu (Hari)

Gambar 6. Grafik Derajat Brix Pisang terhadap Waktu pada Penyimpanan Ruang
BAB V
PEMBAHASAN

Praktikum kali ini dilakukan pengamatan proses penyimpanan pada pisang,


proses penyimpanan dilakukan di dua tempat yaitu box penyimpanan dan
ruangan, di kedua tempat tersebut pisang dikemas oleh plastik dan tanpa plastik.
Suhu dan RH di box dan ruangan tidak mengalami suhu dan RH yang tidak terlalu
jauh, yaitu berada di rentan RH 56-78 %, dan suhu pada rentan 15-19 oC. Menurut
literatur suhu optimum untuk penyimpanan pisang adalah 14-16 oC, suhu tersebut
akan membuat penyimpanan optimum dan efektif untuk memaksimalkan umur
simpan. Susut bobot pada pisang mengalami penurunan setiap sampel
perlakuannya, baik itu yang disimpan di box ataupun ruangan, namun
perbedaannya apabila pisang yang dikemas di plastik mengalami penurunan yang
cenderung lebih sedikit dari pada tanpa plastik, hal itu disebabkan karena
pertukaran udara di dalam plastik lebih terjaga daripada yang tanpa plastik.
Pengamatan yang dilakukan selanjutnya adalah pengamatan terhadap fisik
dari setiap sampel pisang. Kenampakan fisik adalah bukti dari kerusakan yang
terjadi pada pisang karena berbagai perlakuan yang berbeda yang telah diberikan
pada pisang. Jika diamati secara tampak fisik, sampel yang paling buruk adalah
sampel dari box penyimpanan yang tanpa plastik dan juga sampel ruangan dengan
tanpa plastik pula, yaitu sudah mulai muncul pencoklatan pada hari kedua dan
berangsur memperbanyak warna coklat tersebut di hari ke empat dan seterusnya,
bahkan rata-rata membusuk di hari ke empat hingga hari ke enam, hal itu
disebabkan karena pisang terlalu matang berlebih hingga terjadi pembusukan.
Sampel terbaik diperoleh oleh sampel yang dikemas oleh plastik dan disimpan
pada box penyimpanan, hal itu dibuktikan oleh masih bertahan dalam kualitas
baik pisang yang disimpan di sampel tersebut, yaitu dapat mempertahankan
hingga hari ke 5-6, hal ini menunjukkan bahwa melalui perlakuan ini pematangan
bisa dihambat agar semakin melambat dan memperpanjang umur simpan dari
pisang tersebut. Pada pengamatan tekstur pisang dapat dilihat bahwa terjadi
perubahan kualitas yang drastis dari pisang yang diberi perlakuan, yaitu semua
pisang hampir busuk setelah melalui masa penyimpanan selama sepuluh hari, hal
ini menunjukkan bahwa baiknya pisang langsung dikonsumsi agar kondisi yang
baik dapat menghasilkan gizi yang baik serta rasa yang terbaik dari pisang
tersebut. Pada pengamatan derajat brix dapat dilihat bahwa sampel yang dikemas
plastik dan disimpan di ruangan memiliki nilai brix yang paling kecil, yaitu nilai
total padatan terlarut yang sangat rendah, sementara sampel lainnya tidak
menunjukka perbedaan nilai yang terlalu jauh dari pengamatan awal hingga
pengamatan akhir.
BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah :
1. Penyimpanan bahan makanan merupakan salah satu cara agar menjaga
ketersediaan bahan makanan agar tidak kekurangan saat dibutuhkan;
2. Penyimpanan bahan makanan perlu diperhatikan karena dapat menjaga
karakteristik bahan makanan saat akan digunakan kembali;
3. Bobot pisang mengalami penurunan dikarenakan udara (uap air) masuk
kedalam pori-pori pisang sehingga menambahkan bobot;
4. Perlakuan terbaik adalah dengan mengemas pisang dengan plastik dan
disimpan di box penyimpanan.
5. Pisang yang mengalami pencoklatan adalah pisang yang terlalu matang, dan
akan membusuk jika disimpan terlalu lama.

6.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah sebaiknya menggunakan buah-buahan
selain pisang agar terlihat perbedaan untuk beberapa jenis komoditas buah.
DAFTAR PUSTAKA

Bierley, A.W., R.J. Heat and M.J. Scott, 1988, Plastic Materials Properties and
Aplications. cations. Chapman and Hall Publishing, New York.

Brody. A.L. 1972. Aseptic Packaging of Foods. Food Technology. Aug. 70-74.

Erliza dan Sutedja. 1987. Pengantar Pengemasan. Laboratorium Pengemasan,


Jurusan TIP. IPB. Bogor.

Harper. 1975. Handbook of Plastic and Elastomer. Westing House Electric


Corporation. Baltimore. Maryland.

Kanara, Nahda. 2009. Pengemasan dan penyimpanan buah


tomat.http://agrikanara.blogspot.com/. Diakses tanggal 28 Mei 2019 Pukul
15:44 WIB

Liu, F.W. 1999. Postharvest Handling in Asia 2 Horticultural


Crops.http://www.fftc.agnet.org/library/article/eb465b.html. Diakses
tanggal 28 Mei 2019.

Ryall. A.L. dan Lipton. W.J. 1972. Handling, Transportation and Storage of
Fruits And Vegetables. The The AVI Publishing. Co. Westport.

Sacharow. S. and R.C. Griffin. 1980. Principles of Food Packaging. The AVI
Publishing. Co. Inc. Westport. Connecticut.

Winarno, F.G. 1983. Gizi Pangan, Teknologi dan Konsumsi. Penerbit Gramedia.
Jakarta. Winarno, F.G., Srikandi F. dan Dedi F. 1986. Pengantar Teknologi
Pangan. Penerbit PT. Media. Jakarta.

Winarno, F.G. dan Jennie. 1982. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara
Pencegahannya. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Pantastico, Er. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan


Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika.
(Diterjemahkan oleh Kamariayani; editor Tjitrosoepomo). Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Syarief. 1989. Penyimpanan Biskuit. Available at:


http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/47327/5/BAB%20II
%20Tinjauan%20Pustaka_%20I11aru.pdf. (Diakses pada 28 Mei 2019
pukul 04.00 WIB)

Tranggono dan Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. PAU Pangan
dan Gizi UGM. Yogyakarta
LAMPIRAN
Dokumentasi Praktikum

Gambar 7. Pisang Dalam Kondisi Bagus

Gambar 8. Pisang Dalam Kondisi Bagus

Anda mungkin juga menyukai