PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun
dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang
lain serta mempunyai produktivitas yang tinggi (Barus, 2001). Danau memegang
peranan sangat penting dan potensi untuk dikembangkan dan digunakan untuk
berbagai kepentingan, seperti kepentingan ekonomi, perikanan, irigasi, sumber air
bersih dan pariwisata. Potensi-potensi tersebut akan dapat mensejahterakan
apabila pengelolaan dan pemanfaatannya mempertimbangkan kemampuan
optimal daya dukung ekosistem tersebut. Pemanfatan berlebihan suatu potensi
akan dapat menyebabkan gangguan terhadap potensi lainnya, bahkan dapat
menganggu potensi danau secara keseluruhan (Ginting, 2002).
Danau Ayamaru merupakan salah satu danau yang berada di kabupaten
Maybrat, Provinsi Papua Barat. Danau Ayamaru memiliki mata air yang berasal
dari sungai-sungai kecil yang mengelilingi danau tersebut. Diperkirakan ada 12
sungai sungai kecil yang menjadi inlet untuk Danau Ayamaru. Aktivitas
masyarakat yang ada di dalam Danau Ayamaru saat ini yaitu perikanan, pertanian,
dan pemukiman di kuatirkan dapat mempengaruhi kualitas air. Sehingga kualitas
air di Danau Ayamaru menjadi penting untuk diketahui. Selain faktor fisik kimia
yang ada di perairan, terdapat juga beberapa faktor yang mempengaruhi baik
secara alamiah maupun buatan yang berkaitan dengan penurunan kualitas air.
Faktor fisik yang di lihat di danau ayamaru antar lain suhu, TDS, TSS dan
kekeruhan dan tumbuhan yang tumbuh di danau ayamaru. Sedangkan faktor kimia
yang di uji yaitu pH, COD, DO, pengukuran nitrat, fosfat dan amonia. Faktor
yang dilihat dalam penelitian ini yaitu faktor dari alam maupun buatan manusia
yang mempengaruhi penurunan kualitas air di Danau Ayamaru. Sehingga
sekarang yang menjadi kendala yaitu tentang masuknya bahan pencemar dari
masyarakat di sekitar danau maupun tumbuhan atau gulma yang semakin
berkembang pesat menutupi permukaan Danau Ayamaru.
Oleh karena itu perlu adanya penelitian yang mengungkapkan kualitas air
Danau Ayamaru dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Sehingga dapat di
jadikan bahan acuan maupun pengembangan baik bagi masyarakat yang ada di
1
sekeliling Danau Ayamaru maupun peneliti yang lain untuk membantu
memecahkan masalah yang terjadi di danau tersebut.
2
Diagram alir penellitian di perairan Danau Ayamaru dapat dilihat pada
Gambar 1.
Pemanfaatan:
Perairan Danau Ayamaru
Pertanian
Peternakan
perikanan
Suhu DO
Kecerahan pH
kekeruhan TDS
TSS
Nitrat
Nitrit
Fosfat
Amanonia
Fitoplankton
Analisis
Kualitas air
Danau Ayamaru
1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kualitas air danau meliputi parameter fisik seperti suhu,
kecerahan dan kekeruhan.
2. Mengetahui kualitas air danau meliputi parameter kimia seperti DO, pH,
TDS, TSS, Nitrat, Nitrt, Fosfat, dan Amonia.
3. Mengetahui kulitas air danau meliputi parameter biologi seperti fitoplankton.
3
1.4 Manfaat
Secara Teoritis
Diharapkan bisa menyajikan informasi terbaru tentang kualitas Perairan
Danau Ayamaru serta faktor antopogenik disekitar. Sebagai sumbangan
perkembangan informasi mengenai kualitas air di Danau ayamaru dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya agar dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi
peneliti lainnya yag akan melakukan penelitian lebih lanjut.
Secara Praktis
Bagi masyarakat yang tinggal disekeliling Danau Ayamaru diharapkan
sebagai masukan untuk pemanfaatan sumberdaya yang ada di Danau Ayamaru.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Danau
Ekosistem danau termasuk habitat air tawar yang memiliki perairan tenang
yang dicirikan oleh adanya arus yang sangat lambat sekitar 0,1-1 cm/detik atau
tidak ada arus sama sekali. Oleh karena itu residence time (waktu tinggal) air bias
berlangsung lebih lama.
Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu : danau alami dan danau buatan (Odum, 1994). Danau alami merupakan
danau yang terbentuk sebagai akibat dari kegiatan alamiah, misalnya bencana
alam, kegiatan vulkanik dan kegiatan tektonik. Sedangkan danau buatan adalah
danau yang dibentuk dengan sengaja oleh kegiatan manusia dengan tujuan
tertentu dengan cara membuat bendungan pada daerah dataran rendah.
Umumnya perairan danau selalu menerima masukan air dari daerah
tangkapan air sekitar danau, sehingga perairan danau cenderung menerima bahan-
bahan terlarut yang terangkut bersamaan dengan air yang masuk. Oleh karena itu
konsentrasi zat-zat yang terdapat di danau merupakan resultan dari zat-zat yang
berasal dari aliran air yang masuk (Payne, 1986).
Menurut Goldman dan Horne (1983), berdasarkan nutrien (tingkat
kesuburan) danau diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu : danau eutrofik, danau
oligotrofik dan danau mesotrofik. Danau eutrofik (nutrien tinggi) merupakan
danau yang memiliki perairan yang dangkal, tumbuhan litoral melimpah,
kepadatan plankton lebih tinggi, sering terjadi blooming alga dengan tingkat
penetrasi cahaya matahari umumnya rendah. Sementara itu danau oligotrofik
adalah danau dengan nutrien rendah, biasanya memiliki perairan yang dalam
dengan bagian hipolimnion lebih besar dibandingkan dengan epilimnion.
2.2. Kualitas Air
kualitas air dialam jumlahnya relatif tetap, namum kualitasnya semakin
lama semakin menurun. Kualitas atau jumlah air umumnya dipengaruhi oleh
lingkungan fisik daerah seperti curah hujan, topografi dan jenis batuan, sedangkan
kualitas air sangat di pengaruhi oleh lingkungan sosial seperti kepandatan
penduduk dan kepadatan sosial (Hadi dan Purnomo, 1996 dalam Lutfi, 2006).
5
Air dapat tercemar jika kualitas atau komposisinya baik secara langsung
atau tidak langsung berubah oleh aktivitas manusia sehingga tidak lagi berfungsi
sebagai air minum, keperluan rumah tangga, pertanian, rekreasi atau maksud lain
seperti sebelum terkena pencemaran (Kumar 1977 dalam Salam, 2016).
Kualitas air adalah kandungan mahluk hidup, zat, energi atau komponen
lain yang berbeda dalam air. Kualitas air juga merupakan istilah yang
menggambarkan kesesuaian atau kecocokan air untuk penggunaan tertentu,
misalnya air minum, perikanan, pengairan atau irigasi, industri, rekreasi dan
sebagainya (Azwar dkk, 2013 dalam Salam, 2016). Status mutu air adalah tingkat
kondisi mutu air yang menunjukan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu
sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air
yang ditetapkan sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 82 Tahun 2001.
a. kelas satu (I), air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air munum,
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
b. Kelas dua (II), air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana atau
sarana reksreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk
mengairi pertanian, dan atau peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu
air yang sama dengan kegunaan tersebut.
6
c. Kelas tiga (III), air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanian, dan
atau peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
d. Kelas empat (IV), air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanian dan atau peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
2.3 Parameter Fisika
a. Suhu
Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude), ketinggian
dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan,
dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu berpengaru terhadap proses
fisik, kimia dan biologi pada perairan. Suhu juga sangat berperan mengendalikan
kondisi ekosistem perairan (Effendi, 2003).
Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan vikositas, reaksi kimia,
evaporasi, volatilisasi. Peningkatan suhu juga menyebabkan penurunan kelarutan
gas dalam air, misalnya gas O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainnya ( Haslam, 1995
dalam Effendi 2003). Selain itu, peningkatana suhu juga menyebabkan
peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme air, dan selanjutnya
mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen.
Suhu sangat berperan dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan.
Peningkatan suhu juga menyebabkan terjadinya peningkatana dekomposisi bahan
organik oleh mikroba. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton di
perairan adalah 200C – 300C (Effendi, 2003).
b. Kecerahan
Kecerahan adalah intensitas kegelapan didalam air yang disebabkan oleh
bahan-bahan yang melayang. Kecerahan perairan umumnya disebabkan oleh
adanya partikel-partikel suspense seperti tanah liat lumpur, bahan-bahan organik
terlarut, bakteri, plankton, dan organisme lainnya (Marganof, 2007). Menurut
Ginting (2002) kecerahan merupakan besaran untuk mengetahui sampai
kedalaman berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan suatu perairan.
7
Intensitas cahaya matahari yang masuk ke perairan mempengaruhi
produktivitas. Hasil perubahan energy cahaya matahari menjadi energi kimia
dapat diperoleh melalui proses fotosintesis oleh tumbuhan hijau. Proses
fotosintesa sangat tergantung pada pada intensitas cahaya matahari,konsentrasi
CO2, oksigen terlarut dan temperature perairan (Barus, 2004). Kecerahan sangat
ditentukan oleh partikel-pertikel terlarut dan lumpur.Semakin banyak partikel atau
bahan organic terlarut.
c. Kekeruhan
Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang di tentukan berdasarkan
banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan–bahan yang terdapat
didalam air. Kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik
tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan
anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lainnya (Davis
dan Cornwell, 1991 dalam Effendi, 2003). Effendi (2003) menyatakan bahwa
tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan pada proses
penjernihan.
Kekeruhan adalah suatu ukuran biasanya cahaya di dalam air yang
disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi yang terkandung dalam air.
(Menurut Michael 1994 dalam Wijaya dan Hariyati, 2005) menyatakan bahwa
kekeruhan air disebabkan oleh lumpur, partikel tanah, potongan tanaman atau
fitoplankton.
8
keasaman suatu perairan. sejalan dengan pernyataan tersebut (Mahida, 1986
dalam Effendi, 2003) menyatakan bahwa limbah buangan industri dan rumah
tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan. Nilai derajat keasaman dapat
mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksistas dari usur-unsur renik yang
terdapat di perairan, sebagi contoh H2S yang bersifat toksik banyak ditemui
diperairan tercemar dan perairan dengan nilai derajat keasaman rendah. Air
normal yang memenuhu syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH sekita 6,5-
7,5 (Wardhana, 2004 dalam Ali dkk, 2013). Nilai derahjat keasaman air yang
tidak tercemar biasannya mendekati netral 7 dan memenuhi kehidupan hampir
semua organisme air ( Syofyan dkk, 2011 dalam Ali dkk, 2003).
Perubahan nilai derajat keasaman bisa disebabkan oleh masukan senyawa
organik maupun anorganik kedalam air. Hal ini sesuai dengan pernyataan
(Ginting, 2011 dalam Rizki dkk, 2015) yaitu perubahan derajat keasaman bisa
dipengaruhi oleh adanya senyawa-senyawa yang masuk kedalam lingkungan
perairan.
9
dan banyak ditumbuhi tanaman air pada zona litoral, kebaradaan oksigen terlarut
lebih banyak dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis tumbuhan air.
Menurut Aisyah dan Luki, 2012 dalam Rizki dkk, 2015 menyatakan bahwa
rendahnya konsentrasi oksigen terlarut disebabkan adanya ekomposisi bahan
organik dari tumbuhan air yang telah mati. (Menurut Kristanto, 2002 dalam
Wijaya dan Hariyati, 2005) menyatakan kandungan oksigen terlarut didalam
perairan minimal 5 ppm.
10
e. Amonia
Nitrogen diperairan terdiri dari dua golongan yang berbeda bentuknya yaitu
nitrogen organik dan nitrogen anorganik. (Tebutt, 1994 dalam Effendi, 2003)
menyatakan bahwa, nitrogen organik diperairan adalah nitrogen yang terkait
denagna senyawa organik dalam bentuk protein, asam amino, dan urea.
Sedangkan nitrogen organik adalah nitrogen yang tidak dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh tumbuhan akuatik dan harus mengalami fiksasi terlabih dahulu
menjadi amonia (NH3), amonium (NH4+), nitrit (NO2) dan nitrat (NO3). Nitrogen
amonia, yaitu nitrogen berupa garam-garam amonia, amonium serta amonia bebas
((NH4)2 CO3).
Kadar amonia pada peraitran alami biasany kurang dari 0,1 mg/liter
(McNelly ddk, 1979 dalam Effendi, 2003). Kadar amonia yang tinggi dapat
diindikasikan adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah
domestik, limbah industri, maupun limpasan pupuk pertanian.
Kadar amonia dari hasil pengamatan cukup tinggi yaitu 0,76 – 1,84. Kadar
amonia yang tinggi dapat besifat racun bagi ikan karena mengganggu proses
pengikatn oksigen oleh darah. (menurut jangkaru, 1996 dalam Effendi, 2003)
menyatakn bahwa kadar amonia bebas yang melebihi 0,2 mg/liter bersifat racun
bagi beberapa jenis ikan, selain itu kadar amonia yang tinggi dapat di jadikan
sebagain indikasi adanya pencamaran bahan organik yang berasal dari limbah
domestik dan limpasan pupuk pertanian adapun sumber amonia diperairn adalah
hasil dari pemecahan nitrogen organik berupa tumbuhan dan biota akuatik yang
telah mati.
f. Nitrat
Nitrat adalah bentuk utama nitrogen diperairan alami dan merupakan
nutrient utama bagi pertumbuhan tanaham dan algae. Nitrat sangat mudah larut
dalam air dan bersifat stabil. Nitrat menyebabkan kualitas air menurun,
menurunkan oksigen terlarut, penurunan populasi ikan, bau busuk, rasa tidak
enak.
Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di
perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan
11
nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan belangsung pada
kondisi aerob. Oksidasi amonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri
nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitra dilakukan oleh bakteri
nitrobakter. Kedua jenis bakteri tersebut merupakan bakteri kemotrofik, yaitu
bakteri yang mendapatkan energi dari proses kimiawi. Menurut Effendi (2003)
menyatakan oksidasi nitrit menjadi amonia ditunjukan dalam persamaan (a).
Sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat ditunjukan dalam persamaan (b).
g. Nitrit
Senyawa nitrogen diperairan secara alami berasalh dari metbolisme
arganisme perairan dan dekomposisi bahan-bahan organik oleh bakteri (Boyd,
1979 dalam Indrayani dkk, 2015). Nitogen merupakan bahan dasar penyususn
protein yang diserap oleh tumbuhan air dalam bentuk amonia atau nitrat.
Ketersesiaaan nitrogen mempengaruhi variasi spesies-spesies, kelimpahan serta
kandungan nutrisi hewan dan tumbuhan akuatik (Goldman dan Horne , 1994
dalam Indrayani dkk, 2015).
h. Fosfat
Pada perairan unsur fosfat tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai
elemen, malaiknkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat
dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Fosfor membentuk
kompleks dengan ion besi dan kalsium pada kondisi aerob, bersifat tidak larut,
12
dan mengendap pada sedimen sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh algae
akuatik (Jeffries dan Mills, 1996 dalam Effendi 2003).
Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan
(Dugan, 1972 dalam Effendi, 2003). Karakteristik fosfat sangat berbeda dengan
unsur-unsur utama lain yang merupakan penyusun biosfer karena unsur ini tidak
terdapat di atmosfer. Fosfat juga merupakan unsur esensial bagi tumbuhan tigkat
tinggi di algae, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan
algae akuati serta sangat mempengaruhi tingkat produktifitas perairan
Mahyudin dkk (2015) menyatakan bahwa kandungan fosfat total dalam
perairan alami jarang melebihi 1mg/ liter. Sedangkan kadar fosfat yang
diperkenankan bagi kepentingan air minum adalah 0,2 mg/liter dama bentuk
fosfat (PO4).
Menurut Effendi, (2003) menyatakan sesuai dengan pernyataan berdasarkan
kadar fosfat total, pperairan diklasifikasikan menjadi 3 yaitu perairan dengan
tingkat keseuburan rendah memiliki kadar fosfat total berkisar antara 0 – 0,02
mg/liter. Perairan dengan tingkat kesuburan sedang memiliki kadar fosfat total
berkisar antar 0,02 -0,05 mg/liter. Perairan yang dengan tingkat kesuburan tinggi
memiliki kadar fosfat total berkisar antara 0,05-0,1 mg/liter.
13
pokok tersedia secara alami (Odum, 1993). Kesuburan suatu perairan pada
hakekatnya ditentukan oleh besamya produktivitas primer perairan tersebut.
Sementara itu, yang memegang peranan penting dalam produktivitas primer
adalah fitoplankton sebagai produsen primer (Sachlan, 1982).
Fitoplankton merupakan dasar terciptanya kehidupan di perairan. Tanpa
fitoplankton tidaklah mungkin makhluk hidup lainnya akan hidup, karena dalam
sistem aliran energi, fitoplankton menepati trofik level pertama sebagai produsen
primer. Fitoplankton dapat melakukan fotosintesis karbondioksida dan garam
garam terlarut menjadi bahan-bahan organik dengan bantuan sinar matahari,
sehingga dalam rantai makanan fitoplankton merupakan tropik level pertama
karena fitoplankton merupakaan makanan yang paling pokok tersedia secara
alami.
Kandungan fitoplankton di berbagai perairan menunjukkan adanya
keragaman dalam hal jumlah maupun jenis fitoplankton di setiap area yang
berdekatan meskipun berasal dari massa air yang sama. Pada suatu perairan
sering kali didapatkan kandungan fitoplankton yang sangat melimpah pada suatu
stasiun namun pada stasiun lain kandungan fitoplankton sangat sedikit. Hal ini
disebabkan oleh berbagai macam faktor angin, upwelling, nutrian, suhu, CO2 dan
bahan organik yang larut dalam air.
14
BAB III
METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini berlangsung pada bulan Juli 2019 di Danau Ayamaru,
Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat. Analisis parameter fisik-kimia, dan
biologi air Danau Ayamaru. Penelitian dilakukan pada 3 stasiun dengan
karakteristik yang berbeda. Stasiun 1 yaitu stasiun yang berdekatan dengan
pemukiman. Stasiun 2 yaitu stasiun yang tidak dekat dengan pemukiman namun
masyarakat setempat melakukan aktivitas penangkapan ikan di daerah tersebut.
Stasiun 3 yaitu stasiun yang jauh dari pemukiman dan juga tidak dilakukan
aktivitas penangkapan.
Analisis parameter fisik dilakukan di lokasi penelitian. parameter kimia
dilakukan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Manokwari. Parameter biologi
dilakukan pada Laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Papua.
15
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang di perlukan dalam penelitian dapat dilihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Alat yang digunakan selama penelitian
No. Alat Kegunaan
1. GPS Menentukan titik kordinat
2. Thermometer Mengukur suhu air
3. Secchi disk Mengukur kecerahan perairan
4. DO meter Mengukur oksigen terlarut
5. pH meter Pengukuran pH (Asam-Netral-Basa)
6. TDS Meter Untuk megukur TDS
7. Botol sampel 600 ml Wadah sampel
8. Cool box Wadah penyimpan botol sampel
9 Plankton Net Mengambil sampel fitoplankton
10 Botol sampel Untuk menyimpan sampel fitoplankton
11 Gravimetrik Mengukur TDS dan TSS
12 Vakum Penyedot air pada gravimetric
13 Pipet Titrasi dan campran larutan
14 Gelas ukur Pengukuran dan pencampuran larutan uji
15 Cawan porselin Wadah penampung air uji
16 Kertas Saring Untuk menyaring air uji
17 Timbangan analitik Untuk menimbang kertas saring
18 Inkubator Alat sterilisasi
19 Oven Pengering sampel
20 Spektrofotometri Untuk mengukur nitrat, nitrit, fosfat dan
amonia.
21 Ember Mengambil sampel air plankton
22 Camera digital Untuk dokumentasi
23 Papan lapangan Mencatat data dilapangan
24 Alat tulis Mencatat data hasil pengukuran lapangan
16
13 Amonium Klorida Mereaksikan amonia
14 Kalium Permanganat Mereaksikan nitrat dan nitrit
15 Fenol Mereaksikan amonia
16 Etil Alkohol Mereaksikan amonia
17 Asam Klorida Mereaksikan nitrat
18 Sulfanilamit Mereaksikan nitrat dan nitrit
19 NED Dihidroklorida Mereaksikan nitrit
20 Natrium Nitrit Mereaksikan nitrit
21 Brusin Mereaksikan nitrat
22 Natriun Arsenit Mereaksikan nitrat
23 Asam Sulfat Mereaksikan nitrat dan fosfat
24 Natrium Nitrat Mereaksikan nitrat
25 Asam Askrobat Mereaksikan fosfat
26 Amonium Molibdat Mereaksikan fosfat
27 Kalium Antimonil Tartrat Mereaksikan fosfat
28 Kalium Dihidrogen Fosfat Mereaksikan fosfat
17
a. Prosedur Kerja Lapangan
Metode pengukuran kualitas air dilakukan di setiap titik sampling dengan
melakukan 2 kali pengulangan (minggu pertama dan minggu terakhir bulan Juli).
Parameter yang diukur secara langsun di lapangan parameter fisik dan kimia
adalah sebagai berikut:
Suhu
Prosedur pengukuran suhu dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Siapkan thermometer yang akan di pakai.
2. Kalibrasi termometert kemudian celupkan semua thermometer kedalam badan
air biarkan selama 2-3 menit.
3. Setelah itu catat suhu yang di tunjukan setelah itu angkat termometer. .
Satuan yang digunakan dalam pengukuran ini adalah Celcius (0C).
18
4. Setelah beberapa saat mencelupkan sehingga DO meter menunjukan nilai
yang konstan.
Kekeruhan
Prosedur pengukuran keckeruhan dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Sambungkan turbidimeter dengan sumber listrik.
2. Diamkan selama ± 15 menit.
3. Kalibrasi alat dengan menggunakan larutan standar.
19
4. Setelah mengkalibrasi alat kemudian masukan sampel pada tempat
pengukuran sampel.
5. Sebelum dimasukan sampel dikocok dahulu dan dikeringkan bagian luar
tabung dengan tisue.
6. Tabung ditutup kemudian letakan tabung ditempat yang sudah tersedia pada
alat.
7. Kemudian catat skala satuan unit yang ditunjukan pada layar monitor alat.
Plankton
Teknik pengambilan sampel plankton dilakukan secara pasif, tidak bergerak
dimana pengambilan air sampel dilakukan dengan menimba dan menuangkan air
sampel ke Plankton Net sebanyak 100 Liter, yang kemudian sample diambil
sesuai dengan volume yang diinginkan. Sampel dikumpulkan dengan
menggunakan Plankto Net dengan diameter 30 cm dan panjang jaring 1 m dan
mesh size 20 µm. Sampel air dyang telah disaring dimasukan kedalam botol
polyetilen volume 100 ml. Sampel yang tersaring di dalam wadah kemudian
disimpan dalam botol sampel dan ditambahkan formalin 4% sebanyak 1 ml.
Selanjutnya sampel dibawa ke laboratorium untuk identifikasi.
20
b. Prosedur Kerja Laboratorium
Pengujian analisis laboratium dilakukan untuk mengetahui parameter yang
diukur TDS, TSS, fosfat, nitrat, nitrit, amonia, dan fitoplankton maka dilakukan
uji pengamatan tersebut.
21
Pengukuran Konsentrasi Nitrat Dengan Metode Cadmium Redution
Prosedur pembuatan pereaksi mengacu pada (APHA, 2005 dalam Alianto
dkk, 2009) menyatakan bahwa aquades bebas nitrit dibuat dari 5 mg kalium
permanganat dan kalsium hidroksit. Larutan brusin dibuat dari 1 gr brusin dan
1ml asam sulfat dilarutkan dalam 50ml aquades. Larutan arsenit dibuat dari 0,1
gram asam sulfalamit dan 3ml asam klorida yang dilarutkan dalam 100ml
aquades. Larutas standar nitrat dbuat dari 0,6070 gram natrium nitrat dilarutkan
dalam 100ml aquades. Ukur 5ml sampel air lalu ditambahkan dengan 0,5ml
brusin, 0,05ml natrium arsenit, dan 5ml asam sulfat dan ukur absorbasinya dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 410 Nm untuk menghitung konsentrasi
nitrat dilakukan dengan membuat satu seri larutan standar nitrat nitrogen dengan
konsentrasi 5mg/l sebagai berikut : 0,50; 1,00; 2,00; 5,00; 10,00ml. Setiap larutan
standar diencerkan menjadi 30ml dengan akuade bebas nitrit larutan standar
masing-masing mengandung 0,025; 0,05; 0,10;0,25; 0,50mg NH3-N/L.
Selanjutnya masing-masing diambil 5 ml air lalu ditambahkan dengan 0,5 ml
brusin, 0,05 ml natrium arsenit, dan 5ml asam sulfat dan ukur absorbasinya
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Buat grafik persamaan
regresi larutan standar, sehingga akan diperoleh rumus untuk menentukan
konsentrasi nitrat.
22
Untuk menghilangkan konsentrasi nitrit dilakukan dengan membuat satu
seri larutan standar nitrit nitrogen dengan konsentrasi 0,50 mg/l sebagai berikut:
0,01; 0,02; 0,04; 0,06; 0,08 ml. Setiap larutan standar ini di encerkan menjadi 50
ml dengan akuades bebas nitrit. Larutan standar masing-masing mengandung
0,01; 0,02; 0,05; 0,10; 0,15 mg NH2-N/l. Selanjutnya masing-masing di ambil 10
ml air lalu tambahkan dengan 0,4 ml larutan pewarna dan ukur absorbasinya
dengan sepktrofotometer pada panjang gelombang 543 nm.
23
Akuades yang digunakan adalah akuades ganda atau air bebas ion namun
terlebi dahulu diuji kandungan fosfat. Pembuatan larutan pereaksi mengacu pada
(APHA, 2005 dalam Alianto ddk, 2009) menyatakan larutan asam askorbat dibuat
dari 1,76 gram asam askorbat dilarutkan dalam 100 ml akuades. Larutan amonium
molibdat dibuat dari 20 gr amonium molibdat dilarutkan dalam 500 ml akuades.
Larutan asam sulfat dibuat dari 70 ml asam sulfat dilarutkan dalam 500 ml akuades.
Larutan kalium antimonil tartrat dibuat dari 1,3715 gram kalium antimonil tartrat
dilarutkan dalam 500 ml akuades. Larutan stok fosfat dibuat dari 219,5 mg kalium
dihidrogen fosfat dilarutkan dalam 1000 ml akuades ukur 25 ml sampel air
tambahkan 4 ml pereaksi campuran. Selanjutnya ukur absorbasinya dengan
spektrofotometer pada panjanga gelombang 880 nm. Untuk menghitung konsentrasi
ortofosfat dilakukan dengan membuat satu seri larutan standar fosfat dengan
konsentrasi 1 mg/l sebagai berikut : 1; 5; 10; 25; 50 ml. Setiap larutan standar ini
diencerkan menjadi 50 ml dengan akuades bebas fosfat. Larutan standar masing-
masing mengandung 0,01; 0,05; 0,10; 0,25; 0,50 mg PO4 3-/l. Selanjutnya masing-
masing diambil 25 ml lalu ditambahkan dengan 4 ml pereaksi campuran. Ukur
absorbasinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 880 nm.
Plankton
sampel plankton yang di ambil dilapangan kemudian dibawa ke
laboratorium untuk selanjutnya di indentifikasi. Prosedur kerja di laboratorium
sebagai berikut :
1. sampel plankton yang sudah di ambil dari lapangan, mikroskop, pipet, kaca
preparat, serta kaca penutup disiapkan di meja kerja.
2. Mikroskop di nyalakan sesuai dengan prosedur.
3. Sampel air dibotol, sampel diambil menggunakan pipet, lalu diteteskan
kegelas objek dan ditutup menggunakan gelas penutup.
4. Sampel diamati menggunakan mikroskop mulai dari perbesaran terkecil (4 x
10) untuk melihat bentuk plankton agar lebih jelas, maka dapat digunakan
perbesaran (10 x10) atau (40 x10).
5. Perhatikan ciri dari masing-masing spesies yang ditemukan, sehingga bisa
diketahui penggolongan plankton tersebut (fitoplankton dan zooplankton).
24
6. Semua plankton yang ditemukan digambar, lalu di identifikasi jenisnya
menggunakan buku identifikasi.
kelimpahan fitoplankton dihitung menggunakan persamaan APHA 2012:
𝑎 𝑣 1
N=𝑛 × × ×
𝐴 𝑉𝑐 𝑉
keterangan :
N = kelimpahan plankton (sel L-1)
n = jumlah plankton yang tercacah (sel)
a = luas gelas penutup (mm2)
v = volume air terkonsentrasi (ml)\
A = luas satu lapangan pandang (mm2)
Vc = volume air dibawah gelas penutup (ml)
V = volume air yang disaring (L)
25
Daftar Pustaka
Ali, A. Soemarno, & Purnomo, M. 2013. Kajian Kualitas air dan status mutu air
sungai metro di kecamatan sukun kota malang, jurnal bumi lestari. Vol:13 (2).
269.
Alianto, adiwilga, M.E. Damar, A,. & Harris, E. 2009. Measurement Of Dissolved
Inorganik Nutrient In Euphotik Zone The Banten Bay. Indo. J. Chem. Vol. 9
(2), 218-219.
APHA (American Public Health Association). 1989. Standard Method for the
Examinition of Water and Waste Water. American Public Health
Association. Water Pollution Control Federation. Port City Press. Baltimore,
Mariland.1202 p.
APHA (American Public Health Association). 2012. Standard Methods For The
Examination of Water and Waste Water 22nd Edition. Ohio, AWWA;
WEA. 1496 p.
Barus, T.A, 2004. Pengantar limnologi studi tentang ekosistem sungai dan danau.
Fmipa. Medan.
Effendi, H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan perairan. Kanisius, Yogyakarta.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air Dan Polusi Udara. Pusat Antar Universitas Pangan
dan Gizi. Institute Pertanian Bogor. Bogor.
26
Goldman C. A. & A. J. Horne. 1989. Limnology. Mc. Graw Hill Book Company.
Tokyo.
Indrayani, E., Nitimulyo, K. H., Hadisusanto, S., & Rustandi. 2015. Analisis
kandungan nitrogen , fosfor, dan karbon organik di danau sentani – papua.
Irwan, M. Alianto, Toja,Y.T. 2014. Kondisi Fisik Kimia Air Sungai Yang
Bermuara Diteluk Sawaibu Kabupaten Manokwari. Universitas papua.
Manokwari.
Rizki, A. Yunasfi, & muhtadi, A. 2015. Analisis Kualitas Air Dan Beban
Pencemar di Danau Pondok Lapan Kecmatan Salapian Kabupaten Langkat,
Disertasi. Universitas sumatera utara. Sumatera Utara.
Mahyudi, soemarno & prayogo, T.B. 2015. Analisis Kualitas Air dan Strategi
Pengendalian Pencemaran Air Sungai Metro di Kota Kepanjen Kabupaten
Malang. J-PAL, Vol. 6, No.2, 109-112.
Odum, E.P. 1994. Dasar-dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta. (Penerjemah Tjahjono Samingan).
Payne, A.I. 1986. The Ecology Of Tropikal Lakes and Rivers. Jhon wiley & Sons.
New york.
27
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran
Salmin. 2005. Oksigen Terlarut (do) Dan Kebutuhan Oksigen Biologi (bod)
Sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan
Oseana,Vol. XXX, No 3, 2005 : 21-26. Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI.
Jakarta.
Simanjuntak dan Marohajan. 2012. Kualitas Air Laut Ditinjau Dari Aspek Zat
Hara, Oksigen Terlarut dan pH di Perairan Banggai, Sulawesi Tengah,
Jurmal Ilmu Dan Teknologi Kelautan, Vol. 4,No. 2, Hal. 290-303.
Simon I. 2013. Kadar fosfat, nitrat, dan oksigen terlarutdi perairan pulau talise,
jurnal ilmiah platax, ISSN no. 2303-3589.
Wijaya, T. S., & Hariyati, R. 2005. Struktur Komunitas Fitoplankton Sebagai Bio
Indikator Kualitas Perairan Danau Rawa Pening Kabupaten Semarang
Jawa Tengah. Disertasi. Universitas diponegoro. Semarang.
28