DISUSUN OLEH:
(11-2017-167)
PEMBIMBING:
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. T.H Jenis Kelamin: Laki-laki
Tempat /tanggal lahir : Jakarta, 26 Maret 1963 Suku Bangsa : Jawa
Status Perkawinan : Menikah Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan Pendidikan : S1
Alamat : Kampung Sawah RT 08/RW 10, Kebon
Pala
A. ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis Tanggal: 30 April 2019 Jam : 10.30
Keluhan Utama :
Demam sejak 2 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSPAU Dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan demam sejak 2 hari
SMRS, demam naik turun tidak menentu, sakit kepala (-), pasien mengeluh kalau matanya
terlihat kuning, mual (+) dirasa terus menerus, muntah (-), nyeri perut kanan atas sejak 2 hari
SMRS, nyeri dirasakan terus menerus, nyeri dirasa bertambah apa bila pasien menarik nafas
dalam, nyeri dirasa seperti ditusuk-tusuk, nyeri menjalar hingga ke bahu kanan, nyeri tidak
hilang walau diberi oleh obat maag, nyeri tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. BAB padat,
berwarna pucat, BAK pekat seperti the, riwayat nyeri berkemih disangkal oleh pasien. Pasien
memiliki riwayat kolesterol tinggi sudah 1 tahun belakangan ini. Pasien mengaku memiliki
kebiasaan makan makanan berlemak, merokok, dan jarang berolahraga, dan saat bekerja pasien
Riwayat Keluarga
Umur Keadaan Penyebab
Hubungan Jenis Kelamin
(Tahun) Kesehatan Meninggal
Kakek (ayah) Tidak tahu Laki - laki Meninggal Tidak tahu
Nenek (ayah) Tidak tahu Perempuan Meninggal Tidak tahu
Kakek (ibu) Tidak tahu Laki - laki Meninggal Tidak tahu
Nenek (ibu) Tidak tahu Perempuan Meninggal Tidak tahu
Ayah Tidak tahu Laki - laki Meninggal -
Ibu Tidak tahu Perempuan Meninggal -
Saudara 47 Laki- laki Sehat -
ANAMNESIS SISTEM
Kulit
(-) Bisul (-) Rambut (-) Keringat Malam (-) Lain-lain
(-) Kuku (-) Kuning/Ikterus (-) Sianosis
Kepala
(-) Trauma (-) Sakit Kepala
(-) Sinkop (-) Nyeri pada Sinus
Mata
(-) Nyeri (-) Radang
(-) Sekret (-) Gangguan Penglihatan
(+) Kuning/Ikterus (-) Ketajaman Penglihatan menurun
Telinga
(-) Nyeri (-) Tinitus
(-) Sekret (-) Gangguan Pendengaran
(-) Kehilangan Pendengaran
Hidung
(-) Trauma (-) Gejala Penyumbatan
(-) Nyeri (-) Gangguan Penciuman
(-) Sekret (-) Pilek
(-) Epistaksis
Mulut
(-) Bibir kering (-) Lidah kotor
(-) Gangguan pengecapan (-) Gusi berdarah
(-) Selaput (-) Stomatitis
Tenggorokan
(-) Nyeri Tenggorokan (-) Perubahan Suara
Leher
(-) Benjolan (-) Nyeri Leher
RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Tempat Lahir : (-) Di rumah (+) Rumah Bersalin (-) Rumah sakit
Ditolong oleh : (-) Dokter (+) Bidan (-) Dukun (-) Lain - lain
Riwayat Imunisasi
(+) Hepatitis (+) BCG (+) Campak (+) DPT (+) Polio (+) Tetanus
Riwayat Makanan
Frekuensi / Hari : 3x/ hari
Jumlah / kali : cukup
Variasi / hari : bervariasi
Nafsu makan : baik
Pendidikan
(-) SD (-) SLTP (-) SLTA (-) Sekolah Kejuruan
(-) Akademi (+) Universitas (-) Kursus (-) Tidak sekolah
Kesulitan
Keuangan : tidak ada
Pekerjaan : tidak ada
Keluarga : tidak ada
PEMERIKSAAN JASMANI
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tinggi Badan : 167 cm
Berat Badan : 80 kg
Tekanan Darah : 115/80 mmHg
Nadi : 86 x/ menit
Suhu : 37,10C
Pernafasaan (frekuensi dan tipe) : 19x/ menit, abdominotorakal
Keadaan gizi : Overweight
IMT : 28,77 kg/m2
Sianosis : Tidak ada
Edema umum : Tidak ada
Cara berjalan : Baik
Mobilitas ( aktif / pasif ) : aktif
Umur menurut taksiran pemeriksa : Sesuai umur
Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : wajar/gelisah/tenang/hipoaktif/hiperaktif
Alam Perasaan : biasa/sedih/gembira/cemas/takut/marah
Proses Pikir : wajar/cepat/gangguan waham/fobia/obsesi
Kulit
Warna : Sawo matang Effloresensi : Tidak ada
Jaringan Parut : Tidak ada Pigmentasi : Tidak ada
Pertumbuhan rambut : Merata Pembuluh darah : Tidak ada
Suhu Raba : afebris Lembab/Kering : lembab
Keringat : Umum (-) Turgor : Normal
Setempat (-) Ikterus : Tidak ada
Lapisan Lemak : Normal Edema : Tidak ada
Lain - lain : -
Kepala
Ekspresi wajah : Tenang
Simetri muka : Simetris
Rambut : hitam, merata.
Pembuluh darah temporal : Teraba
Mata
Exophthalamus :- Enopthalamus :-
Kelopak : Normal Lensa : Jernih
Konjungtiva : Anemis (-/-) Visus : Normal
Sklera : Ikterik (+/+) Gerakan Mata : Normal
Lapangan penglihatan : Normal Tekanan bola mata : Normal
Deviatio Konjugate : Tidak ada Nistagmus : Tidak ada
Telinga
Tuli :- Selaput pendengaran : Utuh, intak
Lubang : Lapang Penyumbatan : Tidak ada
Serumen : Sedikit Pendarahan : Tidak ada
Cairan : Tidak ada
Mulut
Bibir : Tidak pucat Tonsil : T1- T1, kripta (-), detritus (-)
Langit-langit : Tidak ada kelainan Bau pernapasan : Tidak ada
Gigi geligi : caries dentis (-) Trismus : Tidak ada
Faring : hiperemis (-) Selaput lendir : normal
Lidah : atrofi (-), kotor (-), fasikulasi (-)
Leher
Tekanan Vena Jugularis (JVP) : 5+3 cmH2O
Kelenjar Tiroid : Tidak teraba membesar
Kelenjar Limfe : Tidak Teraba membesar
Dada
Bentuk : Simetris, sela iga tidak melebar maupun menyempit
Pembuluh darah : Spider nevi (-)
Buah dada :-
Paru
Depan Belakang
Kiri Bentuk dada normal, sela iga Bentuk dada normal, sela iga tidak
tidak melebar, simetris sewaktu melebar, simetris sewaktu statis dan
statis dan dinamis dinamis
Inspeksi
Kanan Bentuk dada normal, sela iga Bentuk dada normal, sela iga tidak
tidak melebar, simetris sewaktu melebar, simetris sewaktu statis dan
statis dan dinamis dinamis
Kiri Benjolan (-), sela iga tidak Benjolan (-), sela iga tidak melebar,
melebar, nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Palpasi
Kanan Benjolan (-), sela iga tidak Benjolan (-), sela iga tidak melebar,
melebar, nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Kiri Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Perkusi Kanan Sonor di seluruh lapang paru Sonor di seluruh lapang paru
Kiri Vesikuler, wheezing (-), ronki (-) Vesikuler, wheezing (-), ronki (-)
Auskultasi
Kanan Vesikuler, wheezing (-), ronki (-) Vesikuler, wheezing (-), ronki (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V di linea midklavikula kiri
Perkusi :
Batas kanan : ICS IV linea sternalis kanan
Batas atas : ICS II linea sternalis kiri
Batas kiri : ICS IV 2 jari medial dari linea axilaris anterior kiri
Auskultasi : Katup Mitral : BJ I>II murni reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Katup Trikuspid : BJ I>II murni reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Katup Aorta : BJ I<II murni reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Katup Pulmonal : BJ I<II murni reguler, Murmur (-), Gallop (-)
Pembuluh Darah
Arteri Temporalis : pulsasi teraba
Arteri Karotis : pulsasi teraba
Arteri Brakhialis : pulsasi teraba
Arteri Radialis : pulsasi teraba
Arteri Femoralis : pulsasi teraba
Arteri Poplitea : pulsasi teraba
Arteri Tibialis Posterior : pulsasi teraba
Arteri Dorsalis Pedis : pulsasi teraba
Perut
Inspeksi : datar, bekas operasi (-), penonjolan masa (-), dilatasi vena (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normoperistaltik
Palpasi
Dinding perut : defans muskular (-), Nyeri tekan (+)
Hati : tidak teraba, nyeri tekan (+),
Limpa : tidak teraba, nyeri tekan (-)
Ginjal : tidak teraba, balotemen (-), CVA (-)
Murphy sign : positif
Perkusi : Timpani pada abdomen, shifting dullness (-), undulasi (-)
Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot
Tonus : Normotonus Normotonus
Massa : Tidak ada Tidak ada
Sendi : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Gerakan : Aktif Aktif
Kekuatan : 5 5
Oedem : Tidak ada Tidak ada
Fungsi ginjal
USG ABDOMEN
Kesan : Edema kandung empedu dengan sludge di dalam lumen gallbladder.
RESUME
Pasien datang ke IGD RSPAU Dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan demam sejak 2 hari
SMRS, demam naik turun tidak menentu, sakit kepala (-), pasien mengeluh kalau matanya
terlihat kuning, mual (+) dirasa terus menerus, muntah (-), nyeri perut kanan atas sejak 2 hari
SMRS, nyeri dirasakan terus menerus, nyeri dirasa bertambah apa bila pasien menarik nafas
dalam, nyeri dirasa seperti ditusuk-tusuk, nyeri menjalar hingga ke bahu kanan, nyeri tidak
hilang walau diberi oleh obat maag, nyeri tidak dipengaruhi oleh perubahan posisi. BAB padat,
berwarna pucat, BAK pekat seperti teh. RPD : hiperkolesterloemia (1 tahun smrs). RPS : Pasien
memiliki kebiasaan makan makanan berlemak, merokok, dan jarang berolahraga, dan saat
18x/menit, suhu 37,1ᵒC, pada mata didapatkan sklera ikterik, pada pemeriksaan abdomen
didapatkan adanya nyeri tekan pada region hipokondrium kanan dan epigastrium, murphy sign
(+).
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan pada hasil USG adanya edema kandung empedu
disertaia adanya sludge. Pada pemeriksaan darah didapatkan adanya leukositosis 27.400mm3.
Diagnosis kerja
diregio hipokondrium kanan yang dirasa terus menerus, murphy sign (+) didapatkan
adanya leukositosis 27400 mm3, serta didapatkan adanya penebalan kantog empedu dan
Diagnosis Banding
Cholangitis
Choledocholithiasis
Pankreatitis akut
Tgl Pemeriksaan
1 – 05 – 2019 T : 135/81 mmHg
P : 93x/menit
R : 20x/menit
S : 36,C
Mual (+), nyeri perut(+),demam (-)
Kesadaran : CM
Mata : Ka -/-, SI +/+
Leher : KGB tak, JVP tdk meningkat
Tho : SNV +/+ Rk +/- wh -/-,
BJ 1 dan 2 sama murni regular. Murmur -, gallop -
Abdomen:datar,BU (+) normoperistaltic,NT(+), normotimpani
Akral hangat : +/+
Kekuatan otot 5/5, 5/5
Terapi
oInfus RL 20 tpm
Laboratorium
oRanitidin 2 x 25 mg/ml iv
Bilirubin total : 313,5
oOndansetron mg/dl
x 4 amp
oLevofloxacin 1 x 750 mg
Bilirubin direct
oFioramol 2x1: 6,2
gr mg/dl
SGPT : 68 u/l
02-4-2019 T : 120/80mmHg
P : 90x/menit
R : 20x/menit
S : 37,0C
Kesadaran : CM
Mual (+), muntah (-) pusing (-), nyeri uluhati (+), nyeri perut
MRI/ERCP
Prognosis :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
2.1.1 Vesica Fellea
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah advokat yang terletak
pada permukaan visceral hepar dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml
empedu. Kandung empedu tertutup seluruhnya oleh peritoneum visceral, tetapi
infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritoneum.
Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian
infundibulum menonjol seperti kantong yang disebut kantong Hartmann.1
Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan
biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan
dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan
dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan
sebagai duktus sistikus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi
kanan duktus hepatikus komunis membentuk duktus koledokus.2
2.1.2 Ductus
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya
mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister, yang memudahkan cairan
empedu masuk kedalam kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya. Saluran
empedu ekstrahepatik terletak didalam ligamentum hepatoduodenale yang batas atasnya
porta hepatis, sedangkan batas bawahnya distal papilla Vater. Bagian hulu saluran empedu
intrahepatik berpangkal dari saluran paling kecil yang disebut kanalikulus empedu yang
meneruskan curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris dan
selanjutnya ke duktus hepatikus di hilus. 1
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang
duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara duktus sistikus.
Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum menembus jaringan pankreas dan
dinding duodenum membentuk papilla Vater yang terletak di sebelah medial dinding
duodenum. Ujung distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi, yang mengatur aliran
empedu ke dalam duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara ditempat yang
sama oleh duktus koledokus di dalam papilla Vater, tetapi dapat juga terpisah. 1
2.1.3 Perdarahan
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a.cystica, cabang a.hepatica kanan. V. cystica
mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan
vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. 2
2.1.4 Pembuluh limfe dan persarafan
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat
collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum
sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju
ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus. 2
Gambar 2a. Kontraksi sfingter Oddi dan pengisian empedu ke kandung empedu. 2b. Relaksasi sfingter Oddi
dan pengosongan kandung empedu.
2.2.4 Komposisi Cairan Empedu
Tabel 1. Komposisi Empedu
Empedu Empedu
Komponen
Hati Kandung Empedu
Air 97,5 gr/dl 92 gr/dl
Garam Empedu 1,1 gr/dl 6 gr/dl
Bilirubin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl
Kolesterol 0,1 gr/dl 0,3 – 0,9 gr/dl
Asam Lemak 0,12 gr/dl 0,3 – 1,2 gr/dl
Lecithin 0,04 gr/dl 0,3 gr/dl
+
Na 145 mEq/L 130 mEq/L
K+ 5 mEq/L 12 mEq/L
++
Ca 5 mEq/L 23 mEq/L
Cl- 100 mEq/L 25 mEq/L
-
HCO3 28 mEq/L 10 mEq/L
Garam empedu, lesitin, dan kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan
empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik. 1
Kolesistitis akut 90% disebabkan batu pada saluran empedu ( kolesistitis kalkulus ). dengan 10%
tanpa adanya batu di saluran empedu (kolesistitis akut non kalkulus). Kolesistisis akut kalkulus
disebabkan obstruksi pada saluran empedu. Sehingga terjadi distensi pada kandung empedu, dan
menyebabkan aliran darah dan drainase limfatik menumpuk secara bersamaan dan
mengakibatkan iskemi mukosal dan nekrosis. Sedangkan mekanisme dari kolesistitis akut non
kalkulus masih belum jelas. konsentrat pada empedu dapat meningkat akibat cedera. Puasa yang
terlalu lama akan mengakibatkan kandung empedu tidak menerima stimulus kolesistokinin
(CCK) untuk pengosongan. Sehingga konsentrasi empedu akan stagnan di lumen. 3, 4
Penelitian oleh Cullen, mengatakan efek endotoxin dapat menyebabkan nekrosis, perdarahan,
4
deposit dan kehilangan mukosa ekstensif, konsisten dengan insult. endotoxin juga
mengganggu kontraktil respon pada CCK, sehingga dapat menyebabkan kandung empedu yang
stasis.
Bagaimana stasis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistisis akut masih belum jelas. Di
perkirakan banyak faktor yang berpengaruh, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol,
lisolestin dan prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh
reaksi inflamasi dan supurasi. Kolesistitis akut akalkulus dapat timbul pada pasien yang dirawat
cukup lama dan mendapat nutrisi secara parenteral, pada sumbatan karena keganasan kandung
empedu, batu di saluran empedu, atau merupakan salah satu komplikasi penyakit lain seperti
demam tifoid dan diabetes melitus. 1, 2
2.3.4 Manifestasi.
Keluhan yang khas untuk pada kolesistisis akut adalah kolik perut disebelah kanan atas atau
epigastrium, nyeri tekan serta demam. Kadang-kadang rasa nyeri menjalar ke pundak atau
skapula kanan dan dapat berlangsung sampai 60 menit tanpa reda. Berat ringannya keluhan
sangat bervariasi, tergantung dari berat inflamasi peradangan untuk terjadi gangren atau perforasi
kantong empedu. 2
Pada pemeriksaan fisik teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda
peritonitis lokal (Murphy’s sign). Ikterus dijumpai pada 20% kasus, umumnya derajat ringan
(bilirubin <4,0 mg/dL). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu saluran
empedu ekstra hepatik. Pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya leukositosis serta
kemungkinan peninggian serum transaminase dan alkali fosfatase. Apabila keluhan nyeri
bertambah hebat disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi
empiema dan perforasi kandung empedu perlu dipertimbangkan. 2
2.3.5 Diagnosis.
Keterlambatan dalam menegakan diagnosis kolistitis akut dapat mengakibatkan tingginya resiko
terkena penyakit dan kematian. Terutama pada intensve care unit (ICU) pasien yang mengindap
kolesistitis akalkulus. Diagnosis harus ditegakan dan di investigasi untuk mencegah
15
kemungkinan yang terburuk. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil dari
pemeriksaan tertentu. Untuk mendiagnosis kolesistitis memerlukan tes laboratorium,
radiography, ultrasonography, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI),
hepatobilliary scintigraphy (HBS), and endoscopy. 6
Pemeriksaan USG bisa membantu memperkuat adanya kolelitiasis dalam kandung empedu dan
bisa menunjukkan penebalan pada dinding kandung empedu, dan cairan peradangan disekitar
empedu. ERCP (endoscopic retrograd cholangiopancreatography) juga dapat dilakukan untuk
melihat anatomi saluran empedu, sekaligus untuk mengangkat batu apabila memungkinkan. 6
Diagnosis yang paling akurat diperoleh dari pemeriksaan skintigrafi hepatobilier, yang
memberikan gambaran dari hati, saluran empedu, kandung empedu dan bagian atas usus halus.
Dalam situasi tinggi kadar heme, seperti hemolisis kronis atau sirosis, bilirubin
tak terkonjugasi dapat hadir dalam empedu dengan konsentrasi lebih tinggi dari
normalnya. Kalsium bilirubinate kemudian dapat membentuk kristal dari larutan dan
akhirnya akan menjadi batu. Seiring waktu, berbagai oksidasi menyebabkan bilirubin
akan membentuk pigmen berwarna hitam pekat, disebut dengan batu empedu pigmen
hitam. 9
2.4.3 Tanda dan Gejala
Penyakit batu empedu dapat diketahui melalui 4 tahap:
a. Keadaan litogenik, di mana kondisi yang memungkinkan untuk terjadinya
pembentukan batu empedu.
b. Batu empedu asimtomatik (silent stones).
c. Batu empedu simtomatik, dengan karakteristik adanya kolik bilier episodik.
d. Komplikasi kolelitiasis.
Tanda dan gejala dari komplikasi batu empedu akibat dari efek yang terjadi di dalam
kandung empedu atau dari batu yang keluar dari kandung empedu.
Batu Empedu Asimtomatik
Batu empedu mungkin dapat ditemukan didalam kantung empedu selama beberapa dekade
tanpa disertai tanda dan gejala dari komplikasinya sendiri. Pada kebanyakan kasus, batu
empedu asimtomatik tidak membutuhkan terapi. 9
Dispepsia yang terjadi ketika megkonsumsi makanan berlemak sering disalah artikan
dengan batu empedu, ketika iritasi lambung atau gastroesophageal reflux merupakan tanda
dan gejala utama. 9
Colic Bilier
Nyeri yang disebut kolik bilier terjadi bila batu empedu atau lumpur berada di duktus
sistikus selama kontraksi kandung empedu, meningkatkan ketegangan dinding kandung
empedu. Dalam kebanyakan kasus, nyeri berlangsung selama 30 sampai 90 menit akibat
dari relaksasi. 11
Kolik bilier episodik, pasien akan melokalisir nyeri pada epigastrium atau kuadran kanan
atas dan mungkin menjalar hingga ke ujung skapula kanan. Rasa sakit mulai postprandially
(biasanya dalam waktu satu jam setelah mengkonsumsi makanan berlemak), biasnaya
berlangsung selama 1-5 jam. Rasa sakit yang dialami konstan dan tidak berkurang dengan
pemberian terapi emesis, antasid, buang air besar, kentut, ataupun perubahan posisi.
Biasanya disertai dengan diaforesis, mual, dan muntah.11
2.4.4 Pemeriksaan Penunjang
Pasien dengan kolelitiasis tanpa komplikasi atau kolik bilier sederhana biasanya memiliki
hasil uji laboratorium normal. Pengujian laboratorium umumnya tidak dilakukan kecuali
kolesistitis menjadi acuan. 12
Batu empedu asimtomatik sering ditemukan secara kebetulan melalui foto polos, sonogram
abdomen, atau CT-Scan untuk pemeriksaan dari proses lainnya. Foto polos ambdomen
memiliki sedikit peran dalam mendiagnosis batu empedu. Kolesterol dan pigmen batu yang
radiopak akan terlihat pada radiografi hanya 10 – 30 % dari kasus, tergantung sejauh mana
proses kalsifikasinya. 12
Pemeriksaan Darah
Pada pasien suspek batu empedu komplikasi, darah rutin dapat dilakukan untuk
menentukan diagnosis banding, fungsi hati, amilase, dan lipase.
Pada kasus koledokolitiasis obstruksi bisanya menghasilkan peningkatan SGOT dan
SGPT, diikuti dengan peningkatan serum bilirubin setiap jamnya. Beningkatan bilirubin
mengindikasikan adanya obstruksi. Hal ini di dapatkan pada 60% pasien dengan
peningkatan serum bilirubin > 3 mg/dL. Bila obstruksi menetap akan mengalami
penurunan vitamin K akibat dari absorbsi empedu. Obstruksi pada ampula Vater akan
memberikan hasil peningkatan serum lipase dan amilase. 12
Ultrasonography (USG)
USG merupakan pemeriksaan utama pada kasus batu empedu; snsitivitas, spesifisitas,
noninvasif, dan murah dapat mendeteksi adanya batu empedu. USG sangat berguna untuk
mendiagnosis kolesistitis akut tanpa komplikasi. Fitus sonografi kolesistitis akut termasuk
penebalan kandung empedu (> 5 mm), cairan pericholecystic, kandung empedu distensi (>
5 cm), dan Murphy sign sonografi. Batu empedu dapat dilihat dengan tampak masa
echogenic. Dapat bergerak bebas dengan perubahan posisi dan membentuk bayangan
akustik. 13
Gambar 4 Garis hyperechoic merupakan tepi batu empedu berkumpul. Acoustic Shadow yang
mudah terlihat. Saluran empedu dapat dilihat di atas vena porta
2.4.5 Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
Pada pasien dengan batu empedu simtomaik, dapat dilakukan dengan terapi intervensi
bedah dan non-bedah.
Penanganan operasi pada batu empedu asimptomatik tanpa komplikasi tidak
dianjurkan. Indikasi kolesistektomi pada batu empedu asimptomatik ialah:10 (21)
- Pasien dengan batu empedu > 2cm
- Pasien dengan kandung empedu yang kalsifikasi yang resikko tinggi keganasan
- Pasien dengan cedera medula spinalis yang berefek ke perut.
Cholecystectomy
Pengangkatan kandung empedu (kolesistektomi) umumnya diindikasikan pada pasien
yang mengalami gejala atau komplikasi batu empedu, kecuali usia pasien dan mahalnya
biaya operasi. Pada beberapa kasus ahli bedah dapat membuat fistula antara saluran
empedu distal dan duodenum sehingga berdekatan (choledochoduodenostomy), sehingga
memungkinkan batu empedu dengan mudah keluar ke dalam usus. 15
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi gelombang elektrosyok meskipun sangat populer beberapa tahun yang lalu,
analisis biaya-manfaat pada saat ini hanya terbatas untuk pasien yang benar-benar telah
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini. Efektifitas ESWL memerlukan terapi adjuvant
asam ursodeoksilat. 16
Diet
Prinsip perawatan dietetik pada penderita batu kandung empedu adalah memberi
istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa sakit, juga untuk memperkecil
kemungkinan batu memasuki duktus sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan
secukupnya untuk memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh.17
Pembatasan kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu
tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang dapat menyebabkan
gangguan pencernaan makanan juga harus dihindarkan. 17
Medikamentosa
Obat disolusi batu empedu dapat dicoba dengan pemberia ursodiol. Agen ini menekan
sekresi kolesterol pada hati dan menghambat penyerapan kolesterol pada usus. Ursodiol
adalah obat yang paling umum digunakan. Kolesterol ini dilarutkan dalam michel dan
bertindak mendispersikan kolesterol ke dalam media air.
2.4.6 Prognosis
Sekita 10 – 15 % pasien mengalami choledocholithiasis. Prognosis bergantung pada
kehadiran dan tingkat keparahan komplikasi. Namun, adanya infeksi dan halangan
disebabkan oleh batu yang berada di dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam
jiwa. Walaupun demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil
yang didapatkan biasanya baik. 9
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, de Jong We. Kolelitiasis. Dalam : Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3.
Jakarta : EGC; 2011.
2. Snell, RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta : EGC; 2006.
3. Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, Noer HMS. Buku ajar ilmu penyakit hati. Ed 1.
Jakarta: CV Sagung Seto; 2012. H 175-7, 184, 603-7
4. Pridady. Kolesistitis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, editor. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jilid I. Ed 5. Jakarta: Interna Publishing; 2010. h 718-20.
5. Bickley LS, Szylagyi PG. Bates’ guide to physical examination and history taking. 8th
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2003.
6. Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas
Kedokteran UKRIDA; 2013. h 194.
7. Nurman A. Batu empedu. Dalam: Sulaiman HA, Akbar NA, Lesmana LA, Noer HMS.
Buku ajar ilmu penyakit hati. Jakarta: Jaya Abadi; 2007. H 161.
8. Gyuton, Arthur C. Hall, Jhon E. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta :
EGC, 2007.
9. Center SA. Diseases of gallbladder and biliary tree,
10. Douglas M. Heuman. 2015. Gallstone (Cholelitiasis). Emedicine Medscape Update, Jan
20, 2015. Diakses pada 18 Mei 2019 melaluli
(http://emedicine.medscape.com/article/175667)
11. Kasper, Dennis L., MD. Et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18 th Edition.
Philadelphia; McGraw-Hill; 2015
12. Gilani SN, Bass G, Leader F, Walsh TN. Collins’s sign : validation of a clinical sign in
cholelithiasis. Ir J Med Sci. Aug 14 2009: Diakses pada tanggal 18 Mei 2019 melalui
http://reference.medscape.com/medline/abstract/19685000
13. Dauer M, Lammert F. Mandatory and optional function test for biliary disorders. Best
Pract Res Clin Gastroenterol. 2009;23(3):441-51. Diakses pada tanggal 18 Mei 2019
melalui http://reference.medscape.com/medline/abstract/19505670
14. [Guidline] Katz DS, Rosen MP, Blake MA, et al; and Expert Panel on Gastrointestinal
Imaging. ACR Appropriateness Criteria right upper quadrant pain. [online publication].
Reston (VA): American College of Radiology (ACR). Diakses pada tanggal 18 Mei 2019
melalui http://www.acr.org/
%7E/media/ACR/Document/AppCriteria/Diagnostic/RightUpperQuadrantPain.pdf
15. Heuman DM, Moore EL, Vlahcevic ZR. Pathogenesis and dissolution of gallstones. In :
Zakim D, Bpyer TD, eds. Hepatology: A Textbook of Liver Disease. 2006. 3 rd ed.
Philadelphia, Pa: WB Saunders; 1996: 376-417.
16. Ghazal AH, Sorour MA, El-Riwini M, El-Bahrawy H. Single step treatment of gall
bladder and bile duct stones: a combined endoscopic-laparoscopic technique. Int J Surg.
Aug 2009;7(4) : 338-46. Diakes pada tanggal 18 Mei 2019 melalui :
http://reference.medscape.com/medline/abstract/19481184
17. Klingensmith ME, Chen LE, Glasgos SC, Goes TA, Spencer J. Biliary Surgery. In:
Washington : Lippincott Williams & Wilkins; 2008.
18. Lesmana, L. Penyakit Batu Empedu. In : Sudoyo B, Alwi I, Simadibrata MK, Seiati S
Editors. Ilmu Penyakit Dalam. 5th edition. Jakarta: interna Publishing; 2009.p. 721-26