Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
nikmat yang telah dilimpahkan kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul ”Dasar Dasar Manajemen”.

Terselesainya makalah ini tidak lepas dari dukungan beberapa pihak yang telah memberikan
kepada kami berupa motivasi, baik materi maupun moril. Oleh karena itu, kami bermaksud
mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pihak yang tak dapat kami sebutkan satu
persatu, semua yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini belum mencapai kesempurnaan, sehingga
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan dari berbagai pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua.

Jatinangor , 25 April 2018

1
DAFTAR ISI

Cover ......................................................................................................................................

Kata Pengantar ....................................................................................................................... 1

Daftar Isi ................................................................................................................................ 2

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang ................................................................................................................. 3

Perumusan Masalah ......................................................................................................... 4

Pembatasan Masalah ........................................................................................................ 4

Maksud dan Tujuan.......................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN

Pengertian Peraturan Daerah............................................................................................ 5

Proses Penyusunan Peraturan Daerah .............................................................................. 6

Mekanisme Pembuatan Perda .......................................................................................... 9

Pembentukan Perda yang Baik ........................................................................................ 9

Mekanisme Pengawasan Perda ........................................................................................ 11

Landasan Konstitusional Perda ........................................................................................ 17

Contoh Peraturan Daerah ................................................................................................. 17

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ...................................................................................................................... 19

Saran ...................................................................................................................................... 20

Daftar Pustaka ........................................................................................................................ 21

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 18 ayat (1) menya-
takan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan
daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan
kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Hal tersebut
diperjelas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal
3 ayat (1) bahwa pemerintahan daerah kabupaten/kota terdiri atas pemerintah daerah kabu-
paten atau kota dan DPRD kabupaten atau kota. Dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasar-
kan asas otonomi dan tugas pembantuan.

Dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 memberikan


hak untuk berkumpul dan berserikat serta kebebasan untuk menyatakan pendapat sebagai
perwujudan dari demokrasi. Demokrasi dalam sebuah negara ditandai oleh beberapa hal, yai-
tu adanya pemilihan umum, kebebasan pers, kebebasan berkumpul dan berserikat, kebebasan
berpendapat dan pelaksanaan hukum.

Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat yang menggunakannya, sebab


dengan prinsip demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi
negara dapat terjamin. Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa
pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai
kehidupannya, termasuk menilai kebijaksanaan negara, karena kebijaksanaan tersebut menen-
tukan kehidupan rakyat. Negara demokrasi dapat diartikan bahwa negara yang diselenggara-
kan berdasarkan kehendak rakyat dan kemauan rakyat atau jika ditinjau dari sudut organisasi,
berarti negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedau-
latan berada di tangan rakyat

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


undangan mengamanatkan pentingnya Program Legislasi Daerah dalam penyusunan pemben-
tukan Peraturan Daerah. Pasal 39 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa
3
Perencanaan penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dilakukan dalam Prolegda Ka-
bupaten/Kota. Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 secara
definitif yang dimaksud dengan Program Legislasi Daerah adalah instrumen perencanaan
program pembentukan peraturan daerah yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistema-
tis.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah yang berkaitan dengan makalah ini antara lain:
1. Bagaimanakah proses pembentukan peraturan daerah?

1.3 Pembatasan Masalah

Adapun pembaasan yang dibahas oleh penulis dalam makalah ini yaitu hanya dalam lingkup
masalah mengenai “ Peraturan Daerah”.

1.4 Maksud dan Tujuan

Adapun maksud penulisan dalam makalah ini yaitu sebagai salah satu tugas pemenuhan
syarat dari mata pelatihan pendidikan legislasi daerah.

Dalam melakukan penulisan makalah ini, hal yang menjadi tujuan penulisan adalah sebagai
berikut:

Secara umum, penulisan makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi kami dan
pembaca tentang Peraturan Daerah.

Secara khusus, penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang pokok-pokok Per-
aturan Daerah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Peraturan Daerah

Sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pemben-


tukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan Daerah (Peraturan
daerah) adalah “peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah”.

Definisi lain tentang Peraturan daerah berdasarkan ketentuan Undang- Undang ten-
tang Pemerintah Daerah adalah “peraturan perundang undangan yang dibentuk bersama oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di Kabu-
paten/Kota”. Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (diperbarui menjadi
UU No.12 Tahun 2008) tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda), Peraturan daerah diben-
tuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Propinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pem-
bantuan serta merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.

Sesuai ketentuan Pasal 12 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pemben-
tukan Peraturan Perundang-undangan, materi muatan Peraturan daerah adalah seluruh materi
muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menam-
pung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan
yang lebih tinggi.

Rancangan Peraturan Daerah dapat berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD), Gubernur atau Bupati/Walikota. Apabila dalam satu kali masa sidang Gubernur atau
Bupati/Walikota dan DPRD menyampaikan rancangan Peraturan daerah dengan materi yang
sama, maka yang dibahas adalah rancangan. Peraturan daerah yang disampaikan oleh DPRD,
sedangkan rancangan Peraturan daerah yang disampaikan oleh Gubernur atau Bu-
pati/Walikota dipergunakan sebagai bahan persandingan. Program penyusunan Peraturan
daerah dilakukan dalam satu Program Legislasi Daerah, sehingga diharapkan tidak terjadi
tumpang tindih dalam penyiapan satu materi Peraturan daerah. Ada berbagai jenis Peraturan
daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kota dan Propinsi antara lain:

1. Pajak Daerah;

5
2. Retribusi Daerah;

3. Tata Ruang Wilayah Daerah;

4. APBD;

5. Rencana Program Jangka

6. Menengah Daerah;

7. Perangkat Daerah;

8. Pemerintahan Desa;

9. Pengaturan umum lainnya.

2.2 Proses Penyusunan Peraturan Daerah

Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah membuat sejumlah peraturan


daerah. Pertaturan daerah tersebut biasa disingkat dengan istilah perda. Perda tersebut bisa
mengatur masalah administrasi, lingkungan hidup, ketertiban, pendidikan, sosial, dan lain-
lain. Perda tersebut pada dasarnya dibuat untuk kepentingan masyarakat. Proses penyusunan
peraturan daerah melalui beberapa tahap. Penyusunan peraturan daerah dimulai dengan pe-
rumusan masalah yang akan diatur dalam perda tersebut. Masalah yang dimaksud adalah ma-
salah-masalah sosial atau publik. Pada umumnya masalah sosial dapat dibedakan menjadi 2
jenis, yaitu sebagai berikut.

a. Masalah sosial yang terjadi karena adanya perilaku dalam masyarakat yang
bermasalah. Misalnya: maraknya perjudian atau beredarnya minuman keras dalam
masyarakat sehingga membuat kehidupan masyarakat terganggu.

b. Masalah sosial yang disebabkan karena aturan hukum yang tidak lagi pro-
porsional dengan keadaan masyarakat. Misalnya, perda tentang retribusi pemeriksaan
kesehatan yang sangat memberatkan masyarakat kecil sehingga peraturan daerah ter-
sebut harus diganti. Pembuatan suatu peraturan, baik peraturan pusat maupun pera-
turan daerah, pada dasarnya hampir sama mulai dari asas-asasnya, materi muatannya
dan sebagainya.

6
Tata cara penyusunan peraturan daerah, antara lain:

a. Pengajuan peraturan daerah

Proses pengajuan peraturan daerah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Pengajuan peraturan daerah dari kepala daerah.

Proses pengajuan peraturan daerah dari kepala daerah, adalah sebagai berikut:

 Konsep rancangan perda disusun oleh dinas/biro/unit kerja yang berkaitan dengan
perda yang akan dibuat.
 Konsep yang telah disusun oleh dinas/biro/unit kerja tersebut diajukan kepada biro
hukum untuk diperiksa secara teknis seperti kesesuaian dengan peraturan perun-
dangan lain dan kesesuaian format perda.
 Biro hukum mengundang dinas/biro/unit kerja yang mengajukan rancangan perda
dan unit kerja lain untuk menyempurnakan konsep itu.
 Biro hukum menyusun penyempurnaan rancangan perda untuk diserahkan kepada
kepala daerah guna diadakan pemeriksaan (dibantu oleh sekretaris daerah).
 Konsep rancangan perda yang telah disetujui kepala daerah berubah menjadi
rancangan perda.
 Rancangan perda disampaikan oleh kepala daerah kepada ketua DPRD disertai nota
pengantar untuk memperoleh persetujuan dewan.

2) Pengajuan peraturan daerah dari DPRD

Proses pengajuan peraturan daerah dari DPRD adalah sebagai berikut:

 Usulan rancangan peraturan daerah dapat diajukan oleh sekurang-kurangnya lima


orang anggota.
 Usulan rancangan peraturan daerah itu disampaikan kepada pimpinan DPRD kemudi-
an dibawa ke Sidang Paripurna DPRD untuk dibahas.
 Pembahasan usulan rancangan peraturan daerah dalam sidang DPRD dilakukan oleh
anggota DPRD dan kepala daerah.
 Pembahasan rancangan peraturan daerah

7
 Pembahasan rancangan peraturan daerah melalui empat tahapan pembicaraan, kecuali
apabila panitia musyawarah menentukan lain. Keempat tahapan pembicaraan tersebut
adalah :

1) Tahap pertama

Tahap pertama dilakukan dalam Sidang Paripurna. Untuk rancangan perda dari kepala
daerah penyampaian dilakukan oleh kepala daerah, sedangkan penyampaian
rancangan perda dari DPRD dilakukan oleh pimpinan rapat gabungan komisi.

2) Tahap kedua

Tahap kedua merupakan tahap pemandangan umum. Untuk rancangan perda dari
kepala daerah, pemandangan umum dilakukan oleh anggota fraksi dan kepala daerah
memberikan jawaban atas pemandangan umum tersebut. Sebaliknya, untuk rancangan
perda dari DPRD maka tahap pemandangan umum dilakukan dengan cara
mendengarkan pendapat kepala daerah dan jawaban pimpinan komisi atas pendapat
kepala daerah.

3) Tahap ketiga

Tahap ketiga merupakan tahap rapat komisi atau gabungan komisi yang disertai oleh
kepala daerah. Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan kesepakatan tentang
rancangan perda antara kepala daerah dan DPRD.

4) Tahap keempat (rapat paripurna)

Tahap empat meliputi pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului
hal-hal berikut :

 Laporan hasil pembicaraan tahap III,


 Pendapat akhir fraksi-fraksi,
 Pemberian kesempatan kepada kepala daerah untuk menyampaikan pen-
dapat/sambutan terhadap pengambilan keputusan.
 Rancangan peraturan daerah yang sudah disetujui DPRD kemudian ditanda-
tangani oleh kepala daerah sehingga terbentuk peraturan daerah.

8
2.3 Mekanisme Pembuatan Perda

Pembuatan Perda dilakukan secara bersama-sama oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan


DPRD Tingkat I dan II.

Mekanisme pembuatannya adalah sebagai berikut:

1. Pertama, Pemerintah daerah tingkat I atau II mengajukan Rancangan Perda kepada


DPRD melalui Sekretaris DPRD I atu II.
2. Kedua, Sekretaris DPRD mengirim Rancangan Perda kepada pimpinan DPRD tingkat
I atau II.
3. Ketiga, Pimpinan DPRD tingkat I atau II mengirimkan Rancangan Perda tersebut
kepada komisi terkait.
4. Keempat, Pimpinan komisi membentuk panitia khusus (pansus) untuk membahas
Rancangan Perda usulan pemerintah atau inisiatif DPRD I atau II.
5. Kelima, Panitia khusus mengadakan dengar pendapat (hearing) dengan elemen-
elemen yang meliputi unsur pemerintah, profesional, pengusaha, partai politik, LSM,
ormas, OKP, tokoh masyarakat, dan unsur lain yang terkait di daerah.
6. Keenam, DPRD tingkat I atau II mengadakan sidang paripurna untuk mendengarkan
pandangan umum dari fraksi-fraksi yang selanjutnya menetapkan Rancangan Perda
menjadi Perda.

2.4 Pembentukan Perda Yang Baik

1. Asas Pembentukan Perda

Pembentukan Perda yang baik harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perun-
dang-undangan sebagai berikut:

a) kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang undangan ha-
rus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b) kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis peraturan perun-
dang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat pembentuk peraturan perundang-
undangan yang berwenang dan dapat dibatalkan atau batal demi hukum bila dibuat
oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

9
c) kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam pembentukan peraturan pe-
rundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat
dengan jenis peraturan perundang-undangan.
d) dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan perundang undangan
harus memperhatikan efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam
masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
e) kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan perundang undangan dibuat
karena memang benarbenar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.
f) kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi per-
syaratan teknis penyusunan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta baha-
sa hukumnya jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai
macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g) keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai
dari perencanaan, persiapan, penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan ter-
buka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan seluas-
luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-
undangan.

Di samping itu materi muatan Perda harus mengandung asas-asas sebagai berikut:

a. asas pengayoman, bahwa setiap materi muatan Perda harus berfungsi memberikan
perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
b. asas kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan perlin-
dungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap
warga Negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
c. asas kebangsaan, bahwa setiap muatan Perda harus mencerminkan sifat dan watak
bangsa Indonesia yang pluralistic (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip nega-
ra kesatuan Republik Indonesia.
d. asas kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkanmusya-
warah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. asas kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan Perda senantiasa memperhatikan
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Perda merupakan bagian
dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.

10
f. asas bhinneka tunggal ika, bahwa setiap materi muatan Perda harus memperhatikan
keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi daerah dan budaya khu-
susnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
g. asas keadilan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
h. asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi muatan Perda
tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, anta-
ra lain agama, suku, ras, golongan, gender atau status sosial.
i. asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan Perda harus dapat
menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
j. asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi muatan Perda ha-
rus mencerminkan keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara kepentingan in-
dividu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
k. asas lain sesuai substansi Perda yang bersangkutan.

Selain asas dan materi muatan di atas, DPRD dan Pemerintah Daerah dalam menetapkan Per-
da harus mempertimbangkan keunggulan lokal /daerah, sehingga mempunyai daya saing da-
lam pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat daerahnya.

Prinsip dalam menetapkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam menunjang Ang-
garan Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah bertujuan untuk meningkatkan kese-
jahteraan masyarakat melalui mekanisme APBD, namun demikian untuk mencapai tujuan
kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat daerah bukan hanya melalui mekanisme tersebut
tetapi juga dengan meningkatkan daya saing dengan memperhatikan potensi dan keunggulan
lokal/daerah, memberikan insentif (kemudahan dalam perijinan, mengurangi beban Pajak
Daerah), sehingga dunia usaha dapat tumbuh dan berkembang di daerahnya dan memberikan
peluang menampung tenaga kerja dan meningkatkan PDRB masyarakat daerahnya.

2.5 Mekanisme Pengawasan Perda

Dalam rangka pemberdayaan otonomi daerah pemerintah pusat berwenang melakukan


pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai amanat
Pasal 217 dan 218 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (UU No.12 Tahun 2008) tentang
Pemerintahan Daerah. Bulan Desember 2005 ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Ta-
hun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan

11
Daerah. Pembinaan dan pengawasandimaksudkan agar kewenangan daerah otonom dalam
menyelenggarakan desentralisasi tidak mengarah kepada kedaulatan.

Di samping Pemda merupakan sub sistem dalam penyelenggaraan pemerintahan


negara, secara implisit pembinaan dan pengawasan terhadap Pemda merupakan bagian inte-
gral dari sistem penyelenggaraan negara, maka harus berjalan sesuai dengan rencana dan ke-
tentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam kerangka NKRI. Peraturan
Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 secara tegas memberikan kewenangan kepada pemerintah
pusat untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintah
Daerah, Menteri dan Pimpinan LPND melakukan pembinaan sesuai dengan kewenangan
masing-masing yang meliputi pemberian pedoman. Bimbingan, pelatihan, arahan dan
pengawasan yang dikoordinasikan kepada Menteri Dalam Negeri. Pemerintah dapat melim-
pahkan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan Kabupaten di daerah sesuai dengan
peraturan perundangundangan. Pembinaan yang dilakukan oleh Gubernur terhadap peraturan
Kabupaten dan Kota dilaporkan kepada Presiden melalui Mendagri dengan tembusan kepada
Departemen/Lembaga Pemerintahan Non Departemen terkait.

Pengawasan Kebijakan Daerah berdasarkan UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang


Pemerintahan Daerah sejalan dengan Pengawasan Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
yang diatur dengan UU Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 34
Tahun 2000. Pengawasan dilakukan secara represif dengan memberikan kewenangan seluas-
luasnya kepada Pemda untuk menetapkan Perda baik yang bersifat limitatif maupun Perda
lain berdasarkan kriteria yang ditetapkan Pemerintah. Karena tidak disertai dengan sanksi da-
lam kedua Undang-Undang tersebut, peluang ini dimanfaatkan oleh Pemerintah Daerah untuk
menetapkan Perda yang berkaitan dengan pendapatan dan membebani dunia usaha dengan
tidak menyampaikan Perda dimaksud kepada Pemerintah Pusat.

Berbeda dengan Pengawasan Kebijakan Daerah yang diatur dalam UU Nomor 22 Ta-
hun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 18 Tahun 1997 sebagaimana telah
diubah dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,
Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah berdasarkan UU Nomor 32 Tahun
2004 dan PP Nomor 79 Tahun 2005 dilakukan secara:

a. preventif, terhadap kebijakan Pemerintah Daerah yang menyangkut Pajak Daerah,


Retribusi Daerah, Tata Ruang Daerah dan APBD;

12
b. represif, terhadap kebijakan berupa Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah
selain yang menyangkut Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Tata Ruang Daerah dan
APBD;
c. fungsional, terhadap pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah;
d. pengawasan legislatif terhadap pelaksanaan kebijakan daerah;
e. pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah oleh masyarakat.

Mengenai jenis-jenis pengawasan dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Pengawasan Preventif Rancangan Perda Propinsi:

a. Rancangan Perda Provinsi tentang Pajak Daerah, Retribusi Daerah, APBD dan Tata
Ruang Wilayah Daerah yang telah disetujui bersama DPRD dan Gubernur sebelum
ditetapkan oleh Gubernur paling lambat 3 (tiga) hari Dalam Negeri untuk dievaluasi.
b. Menteri Dalam Negeri melakukan Evaluasi Rancangan Perda Propinsi tentang Pajak
Daerah, Retribusi Daerah, APBD dan Tata Ruang Wilayah Daerahdalam waktu 15
(lima belas) hari setelah menerimaRancangan Perda Provinsi.
c. Menteri Dalam Negeri dalam melakukan evaluasi Rancangan Perda Pajak Daerah,
Retribusi Daerah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan, sedangkan Rancangan
Perda Tata Ruang Wilayah Daerah berkoordinasi dengan Menteri Pekerjaan Umum
dan Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional.
d. Menteri Dalam Negeri menyampaikan hasil evaluasi kepada Gubernur untuk
melakukan penyempurnaan Rancangan Perda sesuai dengan hasil evaluasi.
e. Gubernur melakukan penyempurnaan bersama dengan DPRD dalam waktu 7 (tujuh)
hari setelah diterima hasil evaluasi.
f. Apabila Gubernur dan DPRD tidak melakukan penyempurnaan dan tetapmenetapkan
menjadi Perda, Menteri Dalam Negeri dapat membatalkan Perda dengan Peraturan
Menteri.
g. Gubernur menetapkan rancangan Perda setelah mendapat persetujuan bersama dari
DPRD sesuai dengan hasil evaluasi menjadi Perda.
h. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah Perda ditetapkan, disampaikan kepada Menteri Da-
lam Negeri.

2. Pengawasan Preventif Rancangan Perda Kabupaten/Kota:

13
a. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tentang Pajak Daerah, Retribusi Dae-
rah, APBD dan Tata Ruang Wilayah Daerah yang telah disetujui bersama DPRD dan
Bupati/Walikota sebelum ditetapkan oleh Bupati/Walikota paling lambat 3 (tiga) hari
disampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.
b. Gubernur melakukan Evaluasi Rancangan Perda Kabupaten/Kota tentang Pajak Dae-
rah, Retribusi Daerah, APBD dan Tata Ruang Wilayah Daerah dalam waktu 15 (lima
belas) hari setelah menerima rancangan Perda Kabupaten/Kota.
c. Gubernur dalam melakukan evaluasi Rancangan Perda Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan; sedangkan Rancangan Perda Tata
Ruang Wilayah Daerah berkoordinasi dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Badan
Koordinasi Tata Ruang Nasional.
d. Gubernur menyampaikan hasil evaluasi kepada Bupati/Walikota untuk melakukan
penyempurnaan Rancangan Perda sesuai dengan hasil evaluasi.
e. Bupati/Walikota melakukan penyempurnaan bersama dengan DPRD dalam waktu 7
(tujuh) hari setelah diterima hasil evaluasi.
f. Apabila Bupati/Walikota dan DPRD tidak melakukan penyempurnaan dan tetap
menetapkan menjadi Perda, Gubernur dapat membatalkan Perda dengan Peraturan
Gubernur.
g. Bupati/Walikota menetapkan rancangan Perda setelah mendapat persetujuan bersama
DPRD sesuai dengan hasil evaluasi menjadi Perda.
h. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah Perda ditetapkan, disampaikan kepada Gubernur
dan Menteri Dalam Negeri.

3. Pengawasan Represif Perda Propinsi, Kabupaten/Kota:

a) Perda disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri paling lama 7 (tujuh) hari setelah
ditetapkan.
b) Pemerintah melakukan pengkajian/klarifikasi terhadap Perda dalam waktu 60 hari.
c) Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perun-
dangundangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan dengan Peraturan Presiden.
d) Apabila Gubernur, Bupati/Walikota keberatan terhadap Pembatalan Perda; Gubernur,
Bupati/Walikota dapat mengajukan keberatan kepada Mahkamah Agung dalam
tenggang waktu 180( seratus delapan puluh) hari setelah pembatalan.

14
4. Pengkajian dan Evaluasi Perda: Rancangan Perda APBD, Pajak Daerah, Retribusi Daerah
dan Tata Ruang Wilayah Daerah dilakukan evaluasi sebagai berikut:

a. Rancangan Perda disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri Dalam Negeri melalui
Biro Hukum Sekretariat Jenderal.
b. Biro Hukum mendistribusikan rancangan Perda kepada komponen terkait di ling-
kungan Departemen Dalam Negeri.
c. komponen terkait melakukan pengkajian dan evaluasi rancangan rancangan Perda
bersama tim yang terdiri dari Biro Hukum, Inspektorat Jenderal dan komponen
terkait.
d. hasil pengkajian dan evaluasi disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Bi-
ro Hukum Sekretariat Jenderal.
e. hasil evaluasi yang telah ditandatangani Menteri Dalam Negeri disampaikan kepada
Gubernur oleh Biro Hukum.

5. Pembatalan Perda yang tidak sesuai dengan hasil evaluasi:

a. Perda yang diterima oleh Biro Hukum disesuaikan dengan hasil evaluasi Menteri.
b. Apabila Perda yang ditetapkan tidak sesuai dengan hasil evaluasi Menteri Dalam
Negeri, Biro Hukum menyiapkan rancangan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang
Pembatalan Perda setelah berkoordinasi dengan komponen terkait (OTDA, BAKD,
PUM, BANGDA).
c. Apabila Perda telah sesuai dengan hasil evaluasi Menteri Dalam Negeri dilakukan
klarifikasi dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari.
d. Apabila hasil klarifikasi Perda bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan
perundangundangan yang lebih tinggi maka Menteri Dalam Negeri menyiapkan
rancangan Peraturan Presiden setelah berkoordinasi dengan instansi terkait dan
menyampaikan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Kabinet.
e. Peraturan Presiden tentang Pembatalan Perdadisampaikan kepada Gubernur oleh
Menteri Dalam Negeri melalui Biro Hukum Sekretariat Jenderal.

6. Perda yang sudah dibatalkan: Sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2012 ada 2.079 Perda
yang dibatalkan yang terdiri dari:

a. Tahun 2002 sebanyak 19 (sembilan belas) Perda


b. Tahun 2003 sebanyak 105 (seratus lima) Perda

15
c. Tahun 2004 sebanyak 236 (dua ratus tiga puluh enam) Perda
d. Tahun 2005 sebanyak 136 (seratus tiga puluh enam) Perda
e. Tahun 2006 sebanyak 117 (seratus tujuh belas) Perda
f. Tahun 2007 sebanyak 60 (enam puluh) Perda.
g. Tahun 2008 sebanyak 229 (dua ratus dua puluh sembilan) Perda
h. Tahun 2009 sebanyak 246 (dua ratus empat puluh enam) Perda
i. Tahun 2010 sebanyak 407 (empat ratus tujuh) Perda
j. Tahun 2011 sebanyak 351 (tiga ratus lima puluh satu) Perda
k. Tahun 2012 sebanyak 173 (seratus tujuh puluh tiga) Perda

7. Pengawasan Represif Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah: Pasal 158 ayat (1) Un-
dang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 (diperbaharui UU No.12 Tahun 2008) tentang
Pemerintah Daerah menyatakan bahwa Pajak Daerah dan retribusi daerah ditetapkan dengan
Undang-Undang yang pelaksanaannya di daerah diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
Sedangkan Pasal 238 ayat (1) UU tersebut menyatakan bahwa semua peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan pemerintahan daerah sepanjang belum diganti dan tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku. Pasal 238 ayat (2) menya-
takan bahwa peraturan pelaksanaan atas Undang-Undang ini ditetapkan selambat-lambatnya
2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini ditetapkan, yaitu sampai dengan 15 Oktober 2006.

Sepanjang Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang baru belum
ditetapkan, ketentuan Pasal 5A ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pe-
rubahan Atas UU Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa dalam hal
Perda bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang undangan yang
lebih tinggi, Pemerintah dapat membatalkan Perda dimaksud. Juga dalam Pasal 25 A ayat (2)
menyatakan bahwa dalam hal Perda bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau pera-
turan perundang-undangan yang lebih tinggi, Pemerintah dapat membatalkan Perda dimak-
sud. Ketentuan di atas ditindak lanjuti dengan ketentuan Pasal 80 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah yang menyatakan bahwa dalam hal
Perda tentang pajak daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan pe-
rundang-undangan yang lebih tinggi, Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri
membatalkan Perda dimaksud. Begitu pula dalam ketentuan Pasal 17 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah yang mengatur bahwa dalam hal
Perda Retribusi Daerah bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perun-

16
dang-undangan yang lebih tinggi Menteri Dalam Negeri dengan pertimbangan Menteri Keu-
angan membatalkan Perda dimaksud.

2.6 Landasan Konstitusional Peraturan Daerah

Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, ‘Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan
yang berbentuk Republik.’ Selanjutnya Pasal 18 ayat (1) UUD 1945 menyatakan,’Negara
Kesatuan Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas ka-
bupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah, yang diatur dengan undang-undang. Artinya, Negara Kesatuan Republik Indonesia
menurut UUD 1945 adalah desentralisasi, bukan sentralisasi sehingga pemerintahan daerah
diadakan dalam kaitan desentralisasi.

Dalam kerangka desentralisasi menurut pasal 1 ayat (5) UUD 1945 Pemerintah daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintah yang oleh Undang-Undang
ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa ben-
tuk negara Indonesua adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang dijalankan
berdasarkan desentralisasi, dengan otonomi yang seluas-luasnya.

Selanjutnya, Pasal 1 ayat (6) UUD 1945 menetapkan,’Pemerintahan daerah berhak


menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan
tugas pembantuan.’ Artinya, Peraturan Daerah (Perda) merupakan sarana legislasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Perda disini adalah aturan daerah dalam arti materiil
(perda in materieele zin) yang bersifat mengikat (legally binding) warga dan penduduk dae-
rah otonom.

2.7 Contoh Peraturan Daerah

Beberapa contoh peraturan daerah yang ada di Indonesia. Setiap pemerintah daerah
memiliki peraturan daerah yang berbeda-beda. Hal tersebut disesuaikan dengan keadaan dae-
rah masing-masing.

a. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan


Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan Pasal 6 Ayat (1) yang berbunyi, “Setiap pe-
jalan kaki yang akan menyeberang jalan harus menggunakan sarana jembatan
penyeberangan (zebra cross)”.

17
b. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 03 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan
Ketertiban, Kebersihan, dan Keindahan Pasal 23 Ayat (1) berbunyi, “Tempat umum,
sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses
belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum dinyatakan
sebagai kawasan tanpa merokok. Pada Pasal 48 ketentuan sanksi pada peraturan yang
sama disebutkan bahwa setiap orang yang melanggar akan dikenakan hukuman denda
Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah)”.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Pe-
rundang-undangan, yang dimaksud dengan Peraturan Daerah (Peraturan daerah) adalah “per-
aturan perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan
persetujuan bersama Kepala Daerah”.

Proses pembentukan Perda terdiri dari 3 (tiga) tahap, yaitu:

1. Proses penyiapan rancangan Perda yang merupakan proses penyusunan dan


perancangan di lingkungan DPRD atau di lingkungan Pemda (dalam hal ini Raperda
usul inisiatif). Proses ini termasuk penyusunan naskah inisiatif (initiatives draft),
naskah akademik (academic draft) dan naskah rancangan Perda (legal draft).
2. Proses mendapatkan persetujuan, yang merupakan pembahasan di DPRD.
3. Proses pengesahan oleh Kepala Daerah dan pengundangan oleh Sekretaris Daerah.

Mekanisme pembuatannya adalah sebagai berikut:

1. Pertama, Pemerintah daerah tingkat I atau II mengajukan Rancangan Perda kepada


DPRD melalui Sekretaris DPRD I atu II.
2. Kedua, Sekretaris DPRD mengirim Rancangan Perda kepada pimpinan DPRD tingkat
I atau II.
3. Ketiga, Pimpinan DPRD tingkat I atau II mengirimkan Rancangan Perda tersebut
kepada komisi terkait.
4. Keempat, Pimpinan komisi membentuk panitia khusus (pansus) untuk membahas
Rancangan Perda usulan pemerintah atau inisiatif DPRD I atau II.
5. Kelima, Panitia khusus mengadakan dengar pendapat (hearing) dengan elemen-elemen
yang meliputi unsur pemerintah, profesional, pengusaha, partai politik, LSM, ormas,
OKP, tokoh masyarakat, dan unsur lain yang terkait di daerah.

19
6. Keenam, DPRD tingkat I atau II mengadakan sidang paripurna untuk mendengarkan
pandangan umum dari fraksi-fraksi yang selanjutnya menetapkan Rancangan Perda
menjadi Perda.

Asas Pembentukan Perda yang baik harus berdasarkan pada asas pembentukan peraturan pe-
rundang-undangan antara lain: kejelasan tujuan, kelembagaan atau organ pembentuk yang
tepat, Kesesuaian antara jenis dan materi muatan, Dapat dilaksanakan, Kedayagunaan dan
kehasilgunaan, Kejelasan rumusan, Keterbukaan.

Di samping itu materi muatan Perda harus mengandung asas-asas antara lain: Asas pengayo-
man, Asas kemanusiaan, Asas Kebangsaan, Asas kekeluargaan, Asas kenusantaraan, Asas
bhineka tunggal ika, Asas keadilan, Asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, Asas
ketertiban dan kepastian hukum, Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan, Asas lain
sesuai substansi Perda yang bersangkutan.

3.2 Saran

Dalam penyusunan peraturan daerah hendaknya memperhatikan situasi dan kondisi daerah
yang bersangkutan, seperti misalnya jika dalam suatu daerah masyarakatnya memiliki kese-
jahteraan yang kurang layak, maka pemerintah setempat harus dapat mengambil suatu ke-
bijakan yang dapat menguntungkan masyarakat tersebut. Jikan hal ini diabaikan pasti akan
menimbulkan ketidakharmonisan antara pemerintah dan masyarakat.

Kemudiaan dalam hal pengawasan jalanya peraturan daerah harus diawasi dengan sebaik-
baiknya agar tidak terjadi penyelewengan dalam menjalankan peraturan yang sudah disepaka-
ti bersama.

20
DAFTAR PUSTAKA

Lihat Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2004-2009

Bambang Yudoyono,Otonomi Daerah, Desentralisasi dan Pengembangan SDM Apa-


ratur Pemda dan Anggota DPRD, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan,200), hlm. 5

Solli Lubis, Asas-asas Hukum Tata Negara,Bandung: Alumni, 1978, hlm.150-151.

Sri Soemantri Martosoewignjo, Pengantar Perbandingan Antara Hukum Tata Negara,


Jakarta: Rajawali, 198, hlm. 52

Moh. Kusnardi & Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Ja-
karta: Sinar Bakti, 1980), hlm. 160.

Lihat Pasal 136 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Lihat Ketentuan Pasal 15 UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-undangan

Srijanti & A. Rahman. Etika Berwarga Negara (ed.2). (Jakarta: Salemba Empat,
2008). hal 106-107

UU No.32 tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah

Bagir Manan, 1993, Perjalanan Historis Pasal 18 UUD 1945 (Perumusan dan Un-
dang-undang Pelaksananya), Unsika, Karawang

UU No. 5 tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah

B. Hestu Cipto Handoyo, Hukum Tata Negara Indonesia, Universitas Atmajaya,


Yogyakarta, 2009, hal183-184

Dahlan Thaib, Teoru Hukum Konstitusi

http://gumilar69.blogspot.com/2013/10/makalah-pembentukan-perda-peraturan.html

21

Anda mungkin juga menyukai