SKENARIO 1
NYERI DADA
Seorang mahasiswa berusia 35 tahun dibawa keluarganya ke instalasi Gawat Darurat
RS dengan keluhan nyeri dada mendadak saat sedang bekerja, nyeri dada dirasakan
seperti ditusuk, menjalalar hingga lengan, keluhan disertai dengan keringat dingin.
Pasien adalah seorang perokok berat dengan obesitas. Pada pemeriksaan fisik tanda
vital didapatkan TD 120/80 mmhg, nadi 80 kali permenit, nafas 28 kali/menit suhu
36,6. Pada pemeriksaan EKG didapatkan adanya kelainan. Hasil pemeriksaan enzim
jantung belum diketahui. Sebagai penatalaksanaan awal dokter memberikan oksigen
dan nitrogliserin sublingual.
STEP 1
1. Obesitas : Penumpukan lemak dalam tubuh yang kesehatan dengan 1 MT > 30
2. Enzim jantung : Mengukur kadar enzim dan protein yang biasanya kreatinin
3. Nitrogen sublingual : Obat anti iskemik untuk menangani syndrome coroner
akut
STEP 2
1. Pasien mengalami nyeri dada, keringat dingin, menjalar kebagian lengan
dihubungkan dengan faktor resikonya? Mekanisme
2. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus tersebut?
3. Bagaimana penatalaksanaan kasus tersebut?
4. Kenapa dokter tersebut memberikan nitrogliseri sublingual?
STEP 3
1. Faktor resiko :
Obesitas – peningkatan lemak darah – asteroklenosis – iskemik jantung .
Merokok – bahan kimia – penurunan O2.
Berkeringat: komponensasi tubuh terhadap O2
Merokok
2
Olahraga berlebih
2. Penegakan diagnosis
Anamnesis
Nyeri dada: Tertusuk
Istirahat menjadi lebih baik atau tidak .
Waktu: Sudah berapa lama
Faktor resiko
RPK: diabetes
RPS: pekerja berat
Lokasi: dibawah mamae
Menjalar / tidak
Pencetus nyeri.
Pemeriksaan fisik
TTV: TD, nafas, suhu
Thorax: inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
PP
EKG
Darah
Radiologi
Pemeriksaan enzim jantung: troponin1, myoglobin, laktat
dehidrogenasi.
Pemeriksaaan atreografii koroner
Test exercise
DD
Angina pectoris stabil: nyeri saat bekerja
Syndrome koroner aukut; infarkl miokard
3. Penatalaksanaan
Sesak nafas: Aspin O2
Adenosinediposhfat
Ngt spray
3
Morfin surfat
Menurunkan f resiko
Medikamentasa: nitrat, betabloker, antiplaktaret, CABG
4. Mekanisme kerja
Memasuki otot pembuluh darah dan dikonveksi menjadi antioksida (NO)
yang menginduksi sintesis CGMP dan vasodilatasi.
Farmakokinetik: waktu penuh
STEP 4
1. Nyeri dada
Obesitas – hiperkalsinema – antiskalosis – iskemik – penurunan o2 – anaerob
– asam laktat- aktivasi rangasang nyeri.
Rokok – nikotin dan TAR mempengaruhi elastisitas pd.
A coronary memperdarahi jantung- mengalami ateroklorosis- iskemia.
Nyeri dada:
Infark miokard: tertekan.
Faktor resiko : HT DM dislipedemia.
2. Nyeri dada
Pleuntik: posterior, tajam, batuk
Non pleuntik: central menyebar
Pericardial: nyeri sterna
Nyeri dada pada penyakit jantung
Nyeri dada saat aktivitas
Suhu
Emosi
Terus menerus
Ringan jika istirahat
Macam macam PJK :
Iskemik
Sistem EKG: ST elevasi peristeminal
4
MIND MAP
ASIMTOMATIK ANGINA
KLASIFIKASI PEKTORIS STABIL STEMI
SIMTOMATIK
SINDROM
KORONARIA NSTEMI
PENYAKIT JANTUNG
AKUT
UAP
KORONER
- ANAMNESIS
PENEGAKAN
- PEMERIKSAAN FISIK
DIAGNOSIS
- PEMERIKSAAN PENUNJANG
SUPORTIF
PENATALAKSANAAN
FARMAKOKINETIK
KOMPLIKASI
5
STEP 5
1. Jelaskan Faktor resiko yang terjadi pada jantung koroner serta
patomekanismenya?
2. Jelaskan Jenis jenis sindrom coroner akut dan perbedaannya?
3. Bagaimana Pembacaan EKG dan interpretasinya sindrom koroner akut?
4. Jelaskan Tata laksana pasien SKA dan mekanismenya kerja obat?
5. Jelaskan Komplikasi SKA yang dapat terjadi?
STEP 6
Belajar mandiri
STEP 7
1. Faktor resiko pada penyakit sindrom koroner akut
Terdapat 2 jenis faktor resiko yang dapa menyebabkan seseorang mengalami
penyakit jantung coroner diantaranya adalah:
b. Usia
Usia memengaruhi risiko dan keparahan PJK. PJK simtomatis
tampaknya lebih banyak pada orang berusia lebih dari 40 tahun.1
c. Jenis Kelamin
Pria memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami serangan jantung pada
usia yang lebih muda, risiko pada wanita menigkat signifikan pada masa
6
menopause, sehingga angka PJK pada wanita setelah menopause dua atau
tiga kali lipat pada usisa yang sama sebelum menopause.1
B. Faktor resiko yang dapat dikenalikan
a. Merokok
Perokok aktif maupun pasif merupakan faktor risiko yang berpengaruh
kuat pada perkembangan PJK. Merokok memperbesar risiko menjadi tiga kali
lipat untuk mengalami serangan jantung pada wanita dan dua kali lipat pada
pria. Kandungan zat racun pada rokok antara lain tar, nikotin, dan karbon
monoksida Rokok akan menyebabkan penurunan kadar oksigen ke jantung,
peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, penurunan kadar kolesterol HDL,
peningkatan penggumpalan darah dan kerusakan endotel pembuluh darah
koroner. Merokok meningkatkan risiko terkena PJK sebanyak 2-6 kali lebih
besar dibandingkan dengan bukan perokok. Rokok menurunkan kadar level
estrogen. Risiko juga sesuai dengan jumlah rokok yang dihisap, dan
penggunaan rokok dengan nikotin rendah dan berfilter tidak menurunkan
risiko. Seseorang yang terkena paparan kronik terhadap rokok meningkatkan
terkena PJK. Nikotin dalam tembakau menyebabkan katekolamin seperti
epineprin, norepineprin dikeluarkan. Hal ini menyebabkan peningkatan dari
denyut jantung, periperal kontriksi dan peningkatan tekanan darah dan
meningkatkan peningkatan kerja jantung, akibatnya terjadi peningkatan
konsumsi oksigen pada miokardium. Nikotin meningkatkan adhesi platelet
yang akan meningkatkan resiko pembentukan emboli. Karbonmonoksida
sebagai produk dari pembakaran pada saat merokok, berpengaruh pada
pengikatan oksigen oleh hemoglobin. Selain itu juga karbon monoksida
merupakan zat kimia yang bersifat iritasi yang menyebabkan injuri pada
bagian endotel pembuluh darah.2
b. Hipertensi
Hipertensi akan meningkatkan beban jantung, sehingga dinding jantung
akan menebal, akibatnya jantung semakin lama semakin membesar, kondisi
7
ini membuat kerja jantung melemah. Tekanan darah dikatakan normal jika
kurang dari 140 mmHg (sistolik) dan 90 mmHg (diastolik). Hipertensi bukan
faktor risiko yang berdiri sendiri. Hipertensi yang disertai dengan kegemukan,
merokok, kadar kolesterol yang tinggi atau penyakit kencing manis akan
meningkatkan risiko serangan jantung beberapa kali. Hipertensi memicu
terjadinya ateroskerosis, dengan merusak endotel dan menyebabkan efek
berbahaya lain pada dinding arteri besar. Semakin tinggi beban kerja jantung,
ditambah dengan tekanan arteri yang meningkat juga dapat menyebabkan
penebalan diding ventrikel kiri, atau disebut dengan hipertropi ventrikel kiri,
yang merupakan penyebab sekaligus penanda kerusakan kardiovaskular.
Hipertropi ventrikel kiri menjadi predisposisi bagi miokardium untuk
mengalami aritmia dan iskemia, serta menjadi kontributor utama terjadinya
gagal jantung, infark miokard dan kematian mendadak.2
c. Obesitas
Obesitas menambah beban ekstra pada jantung memaksa otot jantung
bekerja lebih keras untuk memompa jantung untuk mengantarkan darah ke
jaringan tambahan. Obesitas juga menigkatkan risiko PJK karena sering
berhubungan dengan peningkatan kolestrol serum dan kadar trigliserida,
tekanan darah yang tinggi, dan diabetes.2
d. Diabetes mellitus
kumpulan gejala akibat peningkatan kadar gula darah akibat kekurangan
hormon insulin baik absolut maupun relatif. Pada Diabetes mellitus akan
timbul proses penebalan membran basalis dari kapiler dan pembuluh darah
arteri koronaria, sehingga terjadi penyempitan aliran darah ke jantung.
Penyakit ini dapat dikendalikan dengan menjaga kadar gula darah agar tetap
normal. Faktor yang berperan pada penigkatan ini antara lain peningkatan
frekuensi obesitas dan gaya hidup, adanya diabetes mencerminkan penigkatan
resiko serangan jantung.2
8
f. Dislipidemia
Low Density Lipoprotein (LDL-Cholesterol), atau dikenal dengan sebutan
“kolesterol jahat” karena LDL mempunyai peranan penting dalam
pembentukan plak, jika LDL terlalu banyak menempel di dinding endotel, sel
endotel tersebut akan meregang, lemak akan masuk kedalam darah yang nanti
akan disambut oleh makrofag namun tidak bisa krn lemak banyak berikatan
dengan radikal bebas yang nanti akan terbentuk sel busa yang menyebabkan
ateroskerosis. Dan High Density Lipoprotein (HDL-Cholesterol) atau dikenal
dengan istilah “kolesterol baik” karena HDL mempunyai kemampuan
melepaskan kembali dan mengangkut kolesterol jahat yang berada dalam
darah kembali ke sirkulasi, sehingga tidak terjadi penyumbatan.2
a. Etiologi
Angina pektoris stabil terjadi karena suplai oksigen yang dibawa oleh
aliran darah coroner tidak mencukupi kebutuhan oksigen miokardium.
Hal ini terjadi bila kebutuhan oksigen miokardium meningkat atau
berkurang atau keduanya sehingga terjadi iskemik miokardium. Pada
iskemik miokardium dan hipoksia pada APS terjadi keadaan-keadaan
berikut:
- Peningkatan konsentrasi H dan K pada darah vena yang berada di
daerah iskemik.
- Gangguan dari ventrikel dan disfungsi diastolic dan sistolik, serta
abnormalitas gerakan dinding regional.
- Perubahan dari segmen ST
- Nyeri dada iskemik (angina).1
b. Patomekanisme
Mekanisme timbulnya angina pektoris didasarkan pada
ketidakadekuatan suply oksigen ke sel-sel miokardium yang diakibatkan
karena kekauan arteri dan penyempitan lumen arteri koroner
(aterosklerosis koroner). Tidak diketahui secara pasti apa penyebab
aterosklerosis, namun jelas bahwa tidak ada factor tunggal yang
bertanggungjawab atas perkembangan aterosklerosis. Aterosklerosis
merupakan penyakit arteri koroner yang paling sering ditemukan.
Sewaktu beban kerja suatu jaringan meningkat, maka kebutuhan oksigen
juga meningkat. Apabila kebutuhan meningkat pada jantung yang sehat
maka arteri coroner berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan
oksigen ke otot jantung. Namun apabila arteri koroner mengalami
penyempitan akibat aterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai
respon terhadap peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi
iskemik (kekurangan suplai darah) miokardium. Adanya endotel yang
cedera mengakibatkan hilangnya produksi No (nitrat Oksida) yang
berfungsi untuk menghambat berbagai zat yang reaktif. Dengan tidak
10
adanya fungsi ini dapat menyababkan otot polos berkontraksi dan timbul
spasmus koroner yang memperberat penyempitan lumen karena suplai
oksigen ke miokard berkurang. Penyempitan atau blok ini belum
menimbulkan gejala yang begitu nampak bila belum mencapai 75 %. Bila
penyempitan lebih dari 75 % serta dipicu dengan aktifitas berlebihan
maka suplai darah ke koroner akan berkurang. Sel-sel miokardium
menggunakan glikogen anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi
mereka. Metabolisme ini menghasilkan asam laktat yang menurunkan pH
miokardium dan menimbulkan nyeri. Apabila kenutuhan energy sel-sel
jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot
kembali fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak
menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya asam laktat nyeri pada dada
akan hilang.1
c. Penegakan diagnosis
Anamnesis
Sifat nyeri dada angina pektoris stabil sebagai berikut:
Lokasi : Retrosternal, substernal pada dada
Kualitas nyeri : Nyeri yang tumpul seperti tertindih/berat di dada, rasa
desakan yang kuat dari dalam atau bawah diafragma seperti diremas-
remas atau dada mau pecah
Penjalaran : Leher, rahang, bahu kiri, lengan, jari-jari ulnar,
punggung/pundak kiri
Onset : ±10 menit
Membaik : Istirahat dan pemberian nitrogliserin
Faktor pencetus : Aktivitas fisik dan stress emosional
Manifestasi klinis lain : Keringat dingin dan sesak nafas.3
Pemeriksaan fisik
Tidak ada hal-hal yang khusus/spesifik pada pemeriksaan fisis, sering
didapatkan hasil yang normal pada kebanyakan pasien. Pemeriksaan yang
11
Pemeriksaan penunjang
1. EKG waktu istirahat
Pemeriksaan dikerjakan bila belum dapat dipastikan bahwa nyeri dada
adalah non kardia. Bila angina tida tipikal maka pemeriksaan ini hanya
positif pada 50% pasien. Kelainan EKG yang khas adalah perubahan
segmen ST-T yang sesuai dengan iskemia miokardium.1
2. Foto thoraks
Pemeriksaan ini dapat melihat misalnya adanya kalsifikasi coroner
maupun katup jantung, tanda-tanda lain misalnya pasien menderita gagal
jantung, pericarditis, aneurisma, diseksi, serta kelainan paru. 1
3. EKG waktu aktivitas/latihan
Pasien yang direkomendasikan untuk melakukan pemeriksaan ini
adalah pasien dengan abnormalitas EKG saat istirahat yang perlu
dievaluasi lebih lanjut seperti pasien dengan penyakit jantung coroner
stabil yang mengalami perburukan pada gejala dan pasien post-
revaskularisasi dengan perburukan gejala.3
4. Ekokardiografi
Pemeriksaan ini bermanfaat bagi pasien dengan murmur sistolik untuk
memperlihatkan ada tidaknya stenosis aorta yang signifikan atau
kardiomiopati hipertropik.3
12
d. Diagnosis banding
1. Diseksi Aorta
Diseksi aorta dan perikarditis merupakan penyakit kardiovaskuler non
iskemik yang perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding terhadap
angina pektoris. Diseksi aorta asendens dapat memiliki gejala berupa
nyeri dada substernal sedangkan diseksi aorta desendens umumnya
ditandai dengan nyeri dada posterior di area interskapula. Penjalaran ke
arah pinggang dan panggul dapat terjadi pada diseksi aorta dan
membedakannya dari karakteristik nyeri angina pektoris. Diseksi aorta
sering digambarkan sebagai nyeri dada seperti disayat pisau dan
merupakan nyeri paling berat yang pernah dialami pasien. Pada subtipe
anatomi tertentu yang melibatkan perikardium dan ostium arteri koroner,
diseksi aorta dapat pula disertai instabilitas hemodinamik dan dapat
berujung kematian pada sebagian besar kasus. Pemeriksaan computed
tomography angiography (CTA) merupakan modalitas diagnostik pilihan
pada kasus diseksi aorta.1
2. Perikarditis Akut
Perikarditis akut ditandai dengan nyeri dada retrosternal yang
memberat dengan posisi berbaring dan membaik ketika posisi badan
tegak serta dapat didahului gejala prodromal berupa demam, lemas, dan
mialgia. Perbedaan lain nyeri dada akibat perikarditis dari angina pektoris
adalah sensasinya yang makin memberat saat inspirasi. Pada pemeriksaan
fisik perikarditis akut dapat ditemukan friksi perikardium saat auskultasi
jantung. Elektrokardiogram dapat menunjukkan perubahan depresi
segmen PR dan elevasi segmen ST yang merata hampir di semua
sandapan, sedangkan foto toraks dapat mengungkap adanya efusi
perikardium.1
3. Emboli Paru
Emboli paru biasanya ditandai dengan sesak napas saat istirahat atau
beraktivitas, nyeri dada pleuritik, nyeri dan pembengkakan betis atau
13
paha. Pada kasus emboli paru masif, infark paru yang luas dapat terjadi
dan biasanya disertai dengan hipotensi yang dapat berakibat fatal.
4. Pneumothorax
Lokasi nyeri dada pada pneumothorax biasanya bersesuaian dengan
hemitoraks yang terkena dampak penyakit tersebut dan karakteristiknya
atipikal. Pneumothorax dengan mudah dapat dibedakan dari angina
pektoris dengan adanya beberapa temuan pemeriksaan fisik yang
membantu, seperti penurunan hemithorax saat inspirasi, hiperresonansi
saat perkusi dinding dada, dan penurunan bunyi napas pokok pada
auskultasi.1
5. Pneumonia
Pneumonia biasanya diawali dengan gejala sesak napas yang
menyertai batuk produktif, demam, dan nyeri dada pleuritik. Pada
pemeriksaan fisik pasien dengan pneumonia dapat ditemukan penurunan
bunyi napas pokok serta ronkhi pada hemitoraks yang terinfeksi.1
b. Patomekanisme
Proses aterosklerotik dimulai ketika adaya luka pada sel endotel yang
bersentuhan langsung dengan zat-zat dalam darah. Permukaan sel endotel
yang semula licin menjadi kasar, sehingga zat-zat didalam darah menempel
dan masuk kelapisan dinding arteri. Penumpukan plaque yang semakin
banyak akan membuat lapisan pelindung arteri perlahan-lahan mulai menebal
dan jumlah sel otot bertambah. Setelah beberapa lama jaringan penghubung
yang menutupi daerah itu berubah menjadi jaringan sikatrik, yang
mengurangi elastisitas arteri. Semakin lama semakin banyak plaque yang
terbentuk dan membuat lumen arteri mengecil.1
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara
lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak
kolateral sepanjang waktu.1
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plaque aterosklerosis
mengalami fisura, rupture atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik
memicu trombogenesis sehingga mengakibatkan oklusi arteri koroner. Pada
STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang
dipercaya menjadi alasan pada STEMI memberikan respon terhadap terapi
trombolitik.1
Pada lokasi ruptur plaque, berbagai agonis (kolagen, ADP epinefrin dan
serotonin) memicu aktivasi trombosit, selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Aktifitas
trombosit juga akan memicu terjadinya agregasi platelet dan mengaktifasi
faktor VII dan X sehingga menkonversi protombin menjadi thrombin dan
fibrinogen menjadi fibrin. Pembentukan trombus pada kaskade koagulasi
akan menyebabkan oklusi oleh trombus sehinga menyebabkan aliran darah
berhenti secara mendadak dan mengakibatkan STEMI.1
15
c. Penegakan diagnosis
Anamnesis
Sifat nyeri dada STEMI sebagai berikut:
Lokasi : Retrosternal, substernal, precordial
Kualitas nyeri : Rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir
Penjalaran : Lengan kiri, leher, rahang bawah, gigi, interskapula, perut dan
lengan kanan
Onset : ±20 menit
Membaik : Istirahat dan pemberian nitrat
Faktor pencetus: Aktivitas fisik, stress emosional, udara dingin, sesudah
makan
Gejala yang menyertai : Mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas
dan lemas.3
Pemeriksaan fisik
Seringkali ektremitas pucat disertai keringat dingin, kombinasi nyeri dada
substernal ≥ 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI.
Adanya takikardi dan/atau hipotensi, bradikardi dan/atau hipotensi. Tanda
fisis lain pada disfungsi ventricular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan
intensitas bunyi jantung pertama dan split paradoksial bunyi jantung kedua.3
Pemeriksaan penunjang
1. EKG
Didapatkan gambaran elevasi segmen ST, segmen ST mengalami evolusi
menjadi gelombang Q disebut juga infark miokard gelombang Q,
sedangkan tanpa berkembang elevasi ST disebut infark non Q.3
2. Enzim jantung
- CKMB (Creatinin Kinase Myocardial Band)
16
Meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard, puncak 10-24 jam,
normal 2-4 hari
- CK (Creatinin Kinase)
Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard, puncak 10-36 jam,
normal 3-4 hari
- LDH (Laktat Dehidrogenase)
Meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, puncak 3-6 hari,
normal 8-14 hari
- Mioglobin
Dapat dideteksi 1 ja setelah infark dan mencapai punca dalam 4-8 jam
- Troponin T
Meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard, puncak 10-24 jam,
normal 5-10 hari.3
d. Diagnosis banding
1. Perikarditis Akut
Perikarditis akut ditandai dengan nyeri dada retrosternal yang
memberat dengan posisi berbaring dan membaik ketika posisi badan
tegak serta dapat didahului gejala prodromal berupa demam, lemas, dan
mialgia. Perbedaan lain nyeri dada akibat perikarditis dari angina pektoris
adalah sensasinya yang makin memberat saat inspirasi. Pada pemeriksaan
fisik perikarditis akut dapat ditemukan friksi perikardium saat auskultasi
jantung. Elektrokardiogram dapat menunjukkan perubahan depresi
segmen PR dan elevasi segmen ST yang merata hampir di semua
sandapan, sedangkan foto toraks dapat mengungkap adanya efusi
perikardium.1
2. Emboli Paru
Emboli paru biasanya ditandai dengan sesak napas saat istirahat atau
beraktivitas, nyeri dada pleuritik, nyeri dan pembengkakan betis atau
paha. Pada kasus emboli paru masif, infark paru yang luas dapat terjadi
dan biasanya disertai dengan hipotensi yang dapat berakibat fatal.1
17
c. Pemeriksaan penunjang
1. EKG
Gambaran elektrokardiogram (EKG), secara spesifik berupa deviasi
segmen ST merupakan hal penting vang menentukan risiko pada pasien.
Pada Thrombolysis in Myocardial (TIMI) III Registry, adanya depresi
segmen ST baru sebanyak 0,05 mV merupakan prediktor outcome yang
buruk. Kaul et al. menunjukkan peningkatan risiko outcome yang buruk
meningkat secara progresif dengan memberatnya depresi segmen ST, dan
baik depresi segmen ST maupun perubahan troponin T keduanya
memberikan tambahan informasi prognosis pasien-pasien dengan
NSTEMI.1
BIOMARKER KERUSAKAN MIOKARD
Troponin T atau troponin I merupakan petanda nekrosis miokard yang
lebih disukai, karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional
seperti CK dan CKMB. Pada pasien dengan IMA, peningkatan awal
troponin pada darah perifer setelah 3-4 jam dan dapat menetap sampai 2
minggu. Pada gambar di bawah dapat dilihat kinetik biomarker jantung
seperti mioglobin, CKMB dan troponin.1
Bila resultan sadapan lead 1 (-) dan AVF (-) maka aksis devisiasi kanan
ekstrim. 1
d. Komplek QRS
Kompleks QRS dikatakan normal jika berdurasi 0,08-0,12s yang di tunjukan
dengan 2-3 kotak kecil, dan pada kasus dapat dikatakan normal.
e. Durasi QRS
Normalnya durasi 2-3 kotak kecil, 1 kotak kecil 0,04s dan tinggi tidak lebih
dari 2 kotak.
Pada kasus durasi 3 kotak kecil dan tinggi 1 kotak kecil yang menandakan
normal.
f. Gelobang interfal PR
Normalnya 3-5 kotak kecil.
Pada kasus di dapatkan dalam batas normal karena hasilnya 5 kotak kecil.
g. Segmen ST
Terdapat elevasi setinggi 2 kotak kecil di lead 3.
h. Gelombang T
Normalnya positif di lead1, 2, V3-V6 dan negatif di Avr.
i. Kompleks QRS
Normalnya rS di V1-V2 dan Rs di V5-V6.
Pada kasus di dapatkan normal karena hasilnya didpatkan rS di V1-V2.
Kesimpulan = rhytme sinus dengan frekuensi 60s aksis normal dan terdapat
elevasi segmen ST di lead 3.4
A. Pemeriksaan elektrokardiogram.
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah
kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin
sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R,
serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang
mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9 juga
harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal
nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak
kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang
setiap keluhan angina timbul kembali. Gambaran EKG yang dijumpai pada
pasien dengan keluhan angina cukup bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik,
LBBB (Left Bundle Branch Block) baru/ persangkaan baru, elevasi segmen ST
24
yang persisten (=20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST
dengan atau tanpa inversi gelombang T.
Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan ditemukan pada 2 sadapan yang
bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis STEMI untuk
pria dan perempuan pada sebagian besar sadapan adalah 0,1 mV. Pada sadapan
V1-V3 nilai ambang untuk diagnostik beragam, bergantung pada usia dan jenis
kelamin. Nilai ambang elevasi segmen ST di sadapan V1-3 pada pria usia =40
tahun adalah =0,2 mV, pada pria usia <40 tahun adalah =0,25 mV. Sedangkan
pada perempuan nilai ambang elevasi segmen ST di lead V1-3, tanpa
memandang usia, adalah =0,15 mV. Bagi pria dan wanita, nilai ambang elevasi
segmen ST di sadapan V3R dan V4R adalah =0,05 mV, kecuali pria usia <30
tahun nilai ambang =0,1 mV dianggap lebih tepat. Nilai ambang di sadapan V7-
V9 adalah =0,5 mV.
Depresi segmen ST yang resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan
permukaan tubuh segmen ST elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI kecuali
jika STEMI terjadi di mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA dengan
elevasi segmen ST dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet)
baru/persangkaan baru mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi
reperfusi. Oleh karena itu pasien dengan EKG yang diagnostik untuk STEMI
dapat segera mendapat terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung
tersedia.4
Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG pasien
dengan LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan elevasi segmen ST =1
mm pada sadapan dengan kompleks QRS positif dan depresi segmen ST =1 mm
di V1-V3. Perubahan segmen ST seperti ini disebut sebagai perubahan
konkordan yang mempunyai spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah untuk
diagnosis iskemik akut. Perubahan segmen ST yang diskordan pada sadapan
dengan kompleks QRS negatif mempunyai sensitivitas dan spesifisitas sangat
rendah. Adanya keluhan angina akut dan pemeriksaan EKG tidak ditemukan
elevasi segmen ST yang persisten, diagnosisnya adalah infark miokard dengan
non elevasi segmen ST (NSTEMI) atau Angina Pektoris tidak stabil (APTS/
UAP). Depresi segmen ST yang diagnostik untuk iskemia adalah sebesar =0,05
mV di sadapan V1-V3 dan =0,1 mV di sadapan lainnya. Bersamaan dengan
depresi segmen ST, dapat dijumpai juga elevasi segmen ST yang tidak persisten
(<20menit), dan dapat terdeteksi di >2 sadapan berdekatan. Inversi
gelombang T yang simetris =0,2 mV mempunyai spesifitas tinggi untuk untuk
iskemia akut.4
Semua perubahan EKG yang tidak sesuai dengan kriteria EKG yang diagnostik
dikategorikan sebagai perubahan EKG yang nondiagnostik.4
26
B. Antiplatelet
Daftar pustaka
1. Setiati siti, ilmu penyakit dalam. Jakarta : interna publishing; 2014
2. Isselbacher, kort, j. Harrison prinsip penyakit dalam. Jakarta : EGC; 2014
3. PERKI. Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular. Edisi ke
– 1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Jakarta. 2015.
4. Szar, H. Sistem Kardiovaskular. Edisi 1. Elsevier : Jakarta : 2014
5. Adriana Damayanti, Lisda Amalia, Reza W Sudjud. Characteristics Of
Cardioembolic Stroke Patient In Neurologic Ward. Journal Of Medicine And
Health Characteristic Of Cardioembolic Stroke. Dr. Hasan Sadikin General
Hospital Bandung : Bandung. Vol.2 No.1 February 2018.