Anda di halaman 1dari 58

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH MODEL PROJECT BASED LEARNING BERBASIS STEM


TERHADAP KEMAMPUAN BERFIKIR KREATIF SISWA PADA
MATERI POKOK FLUIDA STATIS DI KELAS XI SMA
NEGERI 4 TEBING TINGGI T.P 2019/2020

Diajukan Untuk Seminar Proposal Penelitian


Dalam Penyusunan Skripsi

Oleh :
Nama : Rika Mawarni
NIM : 4152121038
Program Studi : Pendidikan Fisika

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2019
1

LEMBAR PENGESAHAN
2

DAFTAR ISI
Halaman

LEMBAR PENGESAHAN i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR TABEL v
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Identifikasi Masalah 5
1.3 Batasan Masalah 5
1.4 Rumusan Masalah 6
1.5 Tujuan Penelitihan 6
1.6 Manfaat Penelitihan 6
1.7 Definisi Operasional 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1. Kerangka Teoritis 8
2.1.1. Pengertian Belajar 8
2.1.2. Aktivitas Belajar 9
2.1.3. Hasil Belajar 9
2.1.4 Keterampilan Berfikir Kreaif 12
2.1.5 Model Pembelajaran 16
2.1.6 Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) 18
2.1.7 Penelitian yang Relevan 27
2.1.8 Pembelajaran Konvensional 28
2.1.9 STEM 28
2.1.10 Materi 32
2.2 Kerangka Berfikir 32
2.3 Hipotesis Penelitihan 33
BAB III METODE PENELITTIAN 34
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 34
3

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian 34


3.2.1 Populasi Penelitian 34
3.2.2 Sampel Penelitian 34
3.3 Variabel Penelitian 34
3.4 Jenis dan Desain Penelitian 35
3.4.1 Jenis Penelitian dan Desain Penelitian 35
3.5 Prosedur Penelitian 35
3.6 Teknik Pengumpulan Data 39
3.6.1 Wawancara Guru 39
3.6.2 Tes 39
3.6.3 Dokumentasi 39
3.7 Intrumen 39
3.7.1 Instrumen Tes Hasil Belajar 39
3.7.2 Tes Keterampilan Berpikir Kreatif 54
3.8 Validitas Tes 56
3.8.1 Validitas Isi 56
3.8.2 Validitas Butir Soal 57
3.8.3 Reliabilitas 57
3.8.4 Taraf Kesukaran 58
3.8.5 Daya Pembeda Tes 58
3.9 Teknik Analisis Data 59
3.9.1 Menentukan Mean dan Simpangan Baku 60
3.9.2 Uji Normalitas 60
3.9.3 Uji Homogenitas 61
1.9.4 Uji Hipotesis 62
DAFTAR PUSTAKA 65
4

DAFTAR GAMBAR
Halaman

Gambar 2.1 Tahapan Pembelajaran Project Based Learning 27

Gambar 2.2 Representasi Gambar Momentum 34

Gambar 2.3 Grafik hubungan kecepatan dengan momentum 34

Gambar 2.4 Grafik hubungan massa dengan momentum 34

Gambar 2.5 Representasi diagram momentum 35

Gambar 2.6 Representasi Gambar 37

Gambar 2.7 Representasi diagram impuls 37

Gambar 2.8. Representasi Grafik Impuls 38

Gambar 2.9.Representasi gambar Hubungan Momentum dan impuls 39

Gambar 2.10 Representasi grafik hub.momentum dan impuls 39

Gambar 2.11 Momentum dan impuls 40

Gambar 2.12 Representasi gambar hukum kekekalan momentum 42

Gambar 2.13 Representasi gambar tumbukan lenting sempurna 43

Gambar 2.14. Representasi gambar tumbukan tidak lenting 44

Gambar 2.15 Representasi Gambar Lenting sebagian 46

Gambar 2.16 Representasi Diagram Tumbukan Lenting Sebagian 46

Gambar 2.17 Representasi Diagram Tumbukan Lenting Sebagian 47

Gambar 3.1 Bagan Tahap-tahap Prosedur Penelitihan 53


5

DAFTAR TABEL
Halaman

Tabel 2.1 Aspek dan Indikaor Kemampuan Berfikir Kreaif 15

Tabel 2.2 model pembelajaran PjBL yang sudah pernah dieliti sebelumnya 28

Tabel 2.3 Multirepresentasi Momentum 34

Tabel 2.4 Mutirepresentasi Impuls 36

Tabel 2.5 Multirepresentasi hubungan momentum dan impuls 38

Tabel 2.6 Multirepresentasi hukum kekekalan momentum 41

Tabel 2.7 Multirepresentasi tumbukan lenting sempurna 43

Tabel 2.8 Multirepresentasi tumbukan tidak lenting sama sekali 44

Tabel 2.9 Multirepresentasi tumbukan lenting sebagian 45

Tabel 3.1 Control Group Pretest-Postest Design 50


6

DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi
aspek kehidupan manusia terutama dunia pendidikan yang merupakan usaha
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan adalah usaha untuk
menumbuh kembangkan potensi utama sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas. Pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan bangsa.
Semakin tinggi kualitas pendidikan suatu negara maka pembangunan di negara
tersebut semakin maju.
Seiring dengan kemajuan zaman maka perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi memegang peranan yang sangat besar. Fisika merupakan salah satu
mata pelajaran dari bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dari ilmu Sains yang
sangat berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) pada saat ini. Sani (2018) mengemukakan bahwa Fisika merupakan
cabang sains. Purwanti (2015) menyatakan bahwa Fisika merupakan ilmu
universal yang mendasari perkembangan teknologi modern serta mempunyai
peranan penting dalam berbagai disiplin ilmu dan memajukan daya pikir manusia.
Derlina (2016) menyatakan bahwa kegiatan pembelajaran sains akan bermakna
bila pembelajarannya dilakukan sesuai dengan hakikat sains itu sendiri.
Fisika dipandang penting untuk diajarkan sebagai mata pelajaran tersendiri
dengan beberapa pertimbangan. Pertimbangan tersebut antara lain ialah
memberikan bekal ilmu kepada peserta didik karena dianggap sebagai wahana
untuk menumbuhkan kemampuan berpikir yang berguna untuk memecahkan
masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Pertimbangan lainnya yaitu, membekali
peserta didik pengetahuan, pemahaman dan sejumlah kemampuan yang
dipersyaratkan untuk memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta
mengembangkan ilmu dan teknologi (Bsnp,2006).
Pembelajaran fisika harus diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat
sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh penguasaan yang lebih
mendalam. Oleh sebab itu, dalam pembelajaran fisika menekankan pada
pemberian pengalaman langsung dan berpusat pada siswa. Namun pada umumnya
siswa tidak merasakan keterlibatan bernalar dalam mempelajarinya. Salah satu
2

faktor yang menyebabkan hal tersebut yaitu masih bersifat Teacher Center artinya
pendidikan yang masih berorientasi kepada guru dan bukan kepada siswanya.
Peserta didik diharapkan untuk memiliki keterampilan berpikir, salah
satunya keterampilan berpikir kreatif. Pembelajaran yang dilakukan peserta didik
harus mengembangkan keterampilan berpikir kreatif dalam menyelesaikan suatu
masalah, hal ini menunjukkan bahwa peserta didik yang memiliki pengetahuan
mata pelajaran pokok saja tidak cukup, namun harus dilengkapi dengan
keterampilan berpikir kreatif. Mengingat pentingnya kreativitas bagi keberhasilan
seseorang, memupuk dan melatih kreativitas siswa menjadi agenda tersendiri
dalam kurikulum sekolah. Hal ini sesuai dengan amanat kurikulum yang
menyebutkan bahwa standar kompetensi lulusan siswa SMA pada dimensi
keterampilan yaitu memiliki keterampilan dan bertindak kreatif, produktif, kritis,
mandiri, kolaboratif, dan komunikatif melalui pendekatan ilmiah sesuai dengan
yang dipelajari di satuan pendidikan dan sumber lain secara mandiri (Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan,2016).
Terlihat bahwa aspek kreativitas menjadi hal penting yang perlu
ditanamkan dalam setiap pembelajaran. Berpikir kreatif merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dengan kreativitas. Agar menghasilkan suatu yang kreatif sangat
perlu dalam pembelajaran di sekolah dikembangkan suatu pembelajaran yang
mendukung peningkatan keterampilan berpikir kreatif.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan guru fisika di
SMAN 1 Stabat, diperoleh informasi bahwa murid kurang mampu mengerjakan
soal-soal fisika dan murid kurang aktif pada saat pembelajaran. Metode
pembelajaran yang diberikan guru kurang bervariatif karena didominasi oleh
pembelajaran konvensional yaitu metode ceramah. Aktivitas belajar siswa juga
masih rendah karena siswa dalam belajar fisika cenderung terfokus pada
penjelasan guru kemudian mencatatnya dan hanya mendengarkan apa yang
dijelaskan oleh guru tanpa memberikan respon balik. Selain itu juga selama proses
pembelajaran siswa jarang melakukan percobaan yang dikarenakan fasilitas
laboratorium fisika yang tidak mendukung. Hal tersebut mengakibatkan siswa
kurang aktif dan kreatif, sehingga pelajaran menjadi membosankan. Akibatnya
siswa kurang mampu memahami, menerapkan dan menganalisis konsep fisika
3

dengan baik, sehingga siswa cenderung memusatkan pelajaran kepada guru dan
hal ini yang memicu rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata
pembelajaran fisika.
Rendahnya hasil belajar fisika juga dapat diketahui dari nilai rata – rata
ujian fisika kelas XI pada T.P 201/2020 mencapai rata – rata 65. Nilai ini tidak
seperti yang diharapkan karena nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu
75. Izaak (2016) menyatakan bahwa dalam pembelajaran sains, siswa tidak hanya
mempelajari sejumlah teori dan prinsip, tetapi juga harus menganalisis bagaimana
cara memperoleh fakta dan prinsip tersebut. Pembelajaran memiliki hakikat
perencanaan atau perancangan (desain) sebagai upaya untuk membelajarkan
siswa. Itulah sebabnya dalam belajar, siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru
sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan
sumber belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan
(Istarani,2017).
Kondisi seperti ini harus segera diperbaiki, pembenahan yang dapat
dilakukan guru dalam proses belajar mengajar salah satunya adalah seorang guru
harus mampu memilih model pembelajaran yang digunakan dengan tepat dalam
menyampaikan setiap konsep yang diajarkan. Model pembelajaran adalah seluruh
rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum sedang dan
sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang
digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar
(Istarani,2017). Menurut Agustina (2015) seorang guru harus dapat menciptakan
proses pengajaran yang lebih variatif. Proses pembelajaran tidak hanya
membutuhkan penguasaan terhadap materi/isi pembelajaran tetapi juga
penguasaan terhadap keterampilan-keterampilan, baik itu keterampilan dalam
pemilihan model, strategi, pendekatan, metode, pemilihan media yang digunakan,
ataupun keterampilan dalam pelaksanaan pembelajaran itu sendiri. Kegiatan
belajar mengajar suatu disiplin ilmu mengharuskan guru memiliki model
pembelajaran yang dapat membuat siswa belajar secara aktif, efisien, dan efektif,
serta tercapainya tujuan pembelajaran (Sani,2017).
Penerapan model pembelajaran yang tepat dapat membuat pelajaran fisika
menjadi lebih menyenangkan dan mampu memancing siswa untuk lebih aktif
4

selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Manfaat dari model pembelajaran


yang tepat dapat meningkatkan kemampuan, minat, mempermudah siswa dalam
memahami materi fisika dan akhirnya dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
belajar fisika siswa. Guru sebaiknya mendorong siswa untuk aktif berpikir dengan
menciptakan kondisi pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif berpendapat,
sehingga dapat memberikan hasil belajar yang lebih mendalam. Salah satu model
pembelajaran yang melibatkan peran aktif siswa adalah model pembelajaran
Project Based Learning (PjBL) dengan pendekatan STEM (Science, Technology,
Engingeering, Mathematics) dimana siswa akan mendapatkan pemahaman yang
lebih baik mengenai Sains khususnya Fisika dan akan lebih tertarik apabila siswa
dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Model Project based learning adalah suatu pendekatan pendidikan yang
efektif yang berfokus pada kreatifitas berfikir, pemecahan masalah, dan interaksi
antara siswa dengan kawan sebaya mereka untuk menciptakan dan menggunakan
pengetahuan baru. Model project based learning ini mencangkup kegiatan
penyelesaian masalah, pengambilan keputusan, keterampilan melakukan
investigasi dan keterampilan membuat karya. Siswa harus fokus pada
penyelesaian masalah atau pertanyaan yang memandu mereka untuk memahami
konsep dan prinsip yang terkait dengan proyek (sani,2013). Pembelajaran PjBL
(Project Based Learning) dapat meningkatkan motivasi, dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah, dapat meningkatkan kolaborasi, dapat
meningkatkan keterampilan mengelola sumber, selain itu PjBL dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, keterampilan berpikir
kreatif dan prestasi siswa(made,2014). Dan salah satu cara untuk meningkatkan
kemampuan berfikir kreaif siswa yaitu dengan pendekatan STEM karena cocok
untuk kreativitas, karena pada proses engineering ini adalah proses melatih
kreativitas. Untuk menumbuhkan keterampilan berpikir kreatif, peserta didik
harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan kreativitas dengan berkarya
sebanyak-banyaknya dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang
mampu memberikan peluang sebesar-besarnya untuk peserta didik dapat
mengeksplorasi kreativitasnya yaitu pembelajaran PjBL (Project Based Learning).
5

Pembelajaran PjBL (Project Based Learning) telah diteliti sebelumnya oleh


Krisiani, dkk (2017) menyatakan bahwa penerapan pembelajaran yang dilakukan
berpengaruh terhadap sikap kreaif siswa. Kreativitas siswa dilihat dari aspek
berpikir kreatif sebelum dan setelah dilakukan pembelajaran STEM-project-based
learning mengalami perbedaan signifikan, dan peningkatan kemampuannya
berada pada taraf besar. Pembelajaran PjBL (Project Based Learning) juga telah
diteliti sebelumnya oleh Jauhariyyah, dkk(2017) menyatakan bahwa STEM-PjBL
dapat meningkatkan motivasi, pemahaman materi, kemampuan berpikir kreatif
terhadap siswa.
Berdasarkan permasalahan di atas, penulis ingin melakukan penelitian
yang berjudul “Pengaruh Model Project Based Learning Berbasis STEM
Terhadap Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa Pada Materi Pokok Fluida
Statis Di Kelas XI SMA Negeri 4 Tebing Tinggi T.P 2019/2020” .
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan, identifikasi
masalah penelitian ini yaitu:
1. Guru belum pernah menggunakan model pembelajaran Project Based
Learning dalam proses kegiatan belajar mengajar.
2. Guru belum pernah melaksanakan proses Kegiatan Belajar Mengajar
dengan berbantu STEM .
3. Siswa tidak tertarik dalam pelajaran fisika .
4. Siswa tidak mampu berfikir kreaif .
5. Pembelajaran masih menggunakan model konvensional .

1.3 Batasan Masalah


Mengingat luasnya yang ruang lingkup permasalahan maka masalah dalam
penelitian ini dibatasi hanya pada masalah – masalah berikut:
1. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model
pembelajaran Project Based Learning Berbasis STEM untuk kelas
eksperimen dan pembelajaran konvensional untuk kelas kontrol.
2. Keterampilan berpikir kreatif siswa pada pelajaran fisika.
3. Materi pembelajaran dibatasi hanya pada materi Momentum dan Impuls.
6

1.4 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana keterampilan berpikir kreaif siswa yang diajarkan dengan
menggunakan model pembelajaran Project Based Learning Berbasis
STEM pada materi pokok Fluida Statis di kelas XI SMA Negeri 4 Tebing
Tinggi T.P 2019/2020?
2. Bagaimana keterampilan berpikir kreatif siswa yang diajarkan dengan
menggunakan model pembelajaran konvensional pada materi pokok
Fluida Statis di kelas XI SMA Negeri 4 Tebing Tinggi T.P 2019/2020?
3. Bagaimana pengaruh model pembelajaran Project Based Learning
Berbasis STEM terhadap kemampuan berfikir kreatif siswa pada materi
pokok Fluida Statis di kelas XI SMA Negeri 4 Tebing Tinggi T.P
2019/2020?

1.5 Tujuan Penelitihan


Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang ingin
diperoleh dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui keterampilan berpikir kreaif siswa yang diajarkan dengan
menggunakan model pembelajaran Project Based Learning Berbasis STEM
pada materi pokok Fluida Statis di kelas XI SMA Negeri 4 Tebing Tinggi T.P
2019/2020.
2. Untuk mengetahui keterampilan berpikir kreatif siswa yang diajarkan dengan
menggunakan model pembelajaran konvensional pada materi pokok Fluida
Statis di kelas XI SMA Negeri 4 Tebing Tinggi T.P 2019/2020.
3. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran Project Based Learning
Berbasis STEM terhadap kemampuan berfikir kreatif siswa pada materi
pokok Fluida Statis di kelas XI SMA Negeri 4 Tebing Tinggi T.P 2019/2020.

1.6 Manfaat Penelitihan


Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:
1. Bagi siswa,memudahkan siswa dalam memahami pelajaran fisika
khususnya pada materi pokok Fluida Statis.
7

2. Bagi mahasiswa,sebagai informasi untuk peneliti selanjutnya untuk


melengkapi penelitian demi mengurangi kelemahan penelitian ini.
3. Bagi guru,sebagai alternatif baru dalam menambah pengetahuan secara
teoritis sehingga dalam kegiatan pembelajaran dapat dinyatakan berhasil
dan tercapainya tujuan pembelajaran.

1.7 Definisi Operasional


1. Pembelajaran PjBL (Project Based Learning) menurut Made Wena (2014:
147) antara lain dapat meningkatkan motivasi, dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah, dapat meningkatkan kolaborasi, dapat
meningkatkan keterampilan mengelola sumber, selain itu PjBL dapat
meningkatkan keterampilan berpikir kritis, kreativitas, keterampilan
berpikir kreatif dan prestasi siswa.
2. Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang lazim
dipecahkan dalam pembelajaran sehari-hari yang sudah terbiasa dilakukan
dikelas,sifatnya berpusat pada guru (teacher centered) dan kurang
memperhatikan keseluruhan situasi belajar (Trianto,2010).
3. STEM adalah pembelajaran yang dapat meningkatkan literasi sains,
motivasi, pemahaman materi, kemampuan berpikir kreatif, efektifitas,
pembelajaran bermakna, dan menunjang karir di masa depan.
4. Kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir yang dapat
menciptakan sesuatu ide-ide yang baru dan atau memberi solusi terhadap
sesuatu masalah yang dihadapi. Menurut Guilford ada empat ciri sifat
kreatif : Kelancaran (Fluency), Kelenturan (Fleksibility), Keaslian
(Originality), dan Penguraian (Elaboration).
8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis

2.1.1. Pengertian Belajar


Belajar secara umum di artikan sebagai proses perubahanpada individu
yang terjadi melalui pengalaman dan bukan karena pertumbuhan atau
perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Menurut Sagala
(2017) belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan
tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit
(tersembunyi). Hal ini juga didukung oleh Tanjung (2017) bahwa belajar dapat
terjadi dengan banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja dan
berlangsung sepanjang waktu dan menuju pada suatu perubahan pada diri
pembelajar. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan prilaku tetap berupa
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh
individu dengan lingkungan sebagai sumber belajarnya.
Menurut Fathurrohman (2015) belajar bukan hanya mendorong anak agar
mampu menguasai sejumlah materi pelajaran, melainkan juga bagaimana agar
anak itu memiliki sejumlah kompetensi untuk mampu menghadapi rintangan yang
muncul sesuai dengan perubahan pola kehidupan masyarakat. Belajar dapat
melalui pengalaman langsung dan melalui pengalaman tidak langsung, belajar
melalui pengalaman langsung siswa belajar dengan melakukan sendiri atau
dengan mengalaminya sendiri, apabila siswa belajar dengan cara membaca buku
atau mendengarkan penjelasan dari guru, maka belajar seperti itu disebut belajar
melalui pengalaman tidak langsung (Tanjung,2017).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses
kegiatan usaha yang menimbulkan perubahan perilaku yang relatif permanen
pada diri seseorang sebagai hasil pengalamannya sendiri dan bermanfaat bagi
lingkungannya dan dirinya sendiri. Belajar bertujuan untuk membuat perubahan-
perubahan yang lebih baik daripada sebelumnya. Perubahan-perubahan dalam
kebiasaan, sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan serta pemahaman
dapat diperoleh dari pengalaman belajar yang dialami seseorang untuk mencapai
suatu tujuan pembelajaran.
9

2.1.2. Aktivitas Belajar


Belajar berdasarkan prinsip adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku
melalui serangkaian kegiatan. Belajar tidak dikatakan belajar kalau tidak ada
aktivitas. Aktivitas merupakan prinsip atau asa yang penting di dalam interaksi
belajar dan mengajar.
Aktivitas yang sering diamati selama proses pembelajaran berlangsung
diantaranya yaitu : membaca prosedur,mengajukan pertanyaan,mendengarkan
penjelasan,membuat laporan hasil eksperimen,menggambarkan hasil
eksperimen,memecahkan masalah,dan semangat dan perhatian selama proses
pembelajaran. Jenis-jenis aktivitas belajar,yaitu :
a) Visual Activities,yang termasuk di dalamnya membaca,memperhatikan
gambar dan demonstrasi.
b) Oral Activities, seperti : menyatakan,merumuskan,bertanya,memberi
saran,mengeluarkan pendapat dan mengadakan wawancara.
c) Listening Activities, seperti : mendengarkan uraian,percakapakan diskusi
dan musik.
d) Writing Activities, seperti : menulis,karangan,laporan dan angket.
e) Drawing Activities, seperti : menggambar,membuat grafik, peta konsep
dan diagram.
f) Mental Activities, seperti : menanggapi,mengingat,menganalisis dan
mengambil keputusan.
g) Emotional Activities, seperti : menaruh minat,gembira,bersemangat,tenang
dan gugup.

2.1.3. Hasil Belajar


Hasil belajar melukiskan tingkat (kadar) pencapaian siswa atau
pembelajaran yang ditetapkan. Hasil belajar itu tercermin/terpancar dari
kepribadian siswa berupa perubahan tingkah lakunya setelah mengalami proses
belajar mengajar. Ini berarti, bahwa hasil belajar itu menggambarkan kemampuan
yang dimiliki siswa baik dari dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
Menurut Trianto (2010) hasil belajar yang dicapai meliputi lima kemampuan,
yaitu:
10

a. Kemampuan intelektual, kemampuan yang ditunjukkan oleh siswa tentang


operasi – operasi intelektual yang dapat dilakukan, misalnya kemampuan
mendiskriminasi,konsep konkret dan konsep terdefinisi.
b. Informasi verbal, pengetahuan yang disajikan dalam bentuk proposisi
(gagasan) yang bersifat statis, misalnya fakta,kejadian pribadi dan
generalisasi.
c. Sikap, merupakan pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat dipengaruhi
perilaku seseorang terhadap benda-benda, kejadian-kejadian atau lainnya.
d. Keterampilan motorik, kemampuan yang meliputi kegiatan
fisik,penggabungan motorik dengan keterampilan intelektual.
e. Strategi kognitif, merupakan suatu proses kontrol, yaitu suatu proses
internal yang digunakan siswa untuk memilih dan mengubah cara – cara
memberikan perhatian,belajar,mengingat dan berfikir.

2.1.4. Keterampilan Berfikir Kreaif


2.1.4.1 Definisi Berpikir Kreatif

Keterampilan berpikir adalah keterampilan-keterampilan yang relatif


spesifik dalam memikirkan sesuatu yang diperlukan seseorang untuk memahami
sesuatu informasi berupa gagasan, konsep, teori dan sebagainya. Pengetahuan dan
keterampilan berpikir merupakan suatu kesatuan yang saling menunjang.
Keterampilan berpikir sangat menentukan dalam membangun kepribadian dan
pola tindakan dalam kehidupan setiap insan Indonesia, karena itu pembelajaran
sains perlu diberdayakan untuk mencapai maksud tersebut,26 sedangkan berpikir
kreatif adalah sebuah keniscayaan bagi manusia. Kebutuhan untuk berpikir kreatif
itu tidak terbatas pada masalah-masalah rumit sebagaimana diyakini oleh sebagian
kalangan, tetapi juga merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan sehari-hari.
Kreatif dalam cara berpikir membantu Anda melakukan perubahan unik dalam
seluruh kehidupan Anda. Pemikiran yang kreatif akan menjadi titik tolak yang
membantu Anda meningkatkan mutu kehidupan Anda secara ke seluruhan menuju
tingkatan yang lebih tinggi serta membantu Anda melakukan perubahan dramatis
dalam hubungan Anda dengan orang lain. Kreativitas berpikir menciptakan
pribadi yang mampu menyulap impian menjadi realita.
11

Guru bukan hanya dituntut memiliki pengetahuan, keterampilan mengajar


dengan kompleksitas peranan sesuai dengan tugas dan fungsi yang diembannya,
tetapi juga harus kreatif. Upaya dalam melaksanakan tugasnya meningkatkan
kualitas hasil pendidikan amat tergantung pada kemampuan guru untuk
mengembangkan kreativitasnya.
Kreativitas adalah kemampuan guru dalam meninggalkan gagasan, ide-ide,
hal-hal yang dinilai mapan, rutinitas, using dan beralih untuk menghasilkan atau
memunculkan gagasan, ide-ide, dan tindakan yang baru dan menarik, apakah itu
pemecahan suatu masalah, suatu metode atau alat, suatu objek atau bentuk artistic
yang baru, dan lain-lainnya.
Kreativitas dapat didefinisikan sebagai proses untuk menghasilkan sesuatu
yang baru dari elemen yang ada dengan menyusun kembali elemen tersebut.
Kreativitas terkait dengan tiga komponen utama, yakni: keterampilan berpikir
kreatif, keahlian (pengetahuan teknis, procedural, dan intelektual), dan motivasi.
Keterampilan berpikir kreatif untuk memecahkan sebuah permasalahan ditunjukan
dengan pengajuan ide yang berbeda dengan solusi pada umumnya. Pemikiran
kreatif masing-masing orang akan berbeda dan terkait dengan cara mereka
berpikir dalam melakukan perdekatan terhadap permasalahan. Kemampuan siswa
untuk mengajukan ide kreatif seharusnya dikembangkan dengan meminta mereka
untuk memikirkan ide-ide atau pendapat yang berbeda dari yang diajukan
temannya.
2.1.4.2 Proses Berpikir Kreatif

Untuk mengetahui proses berpikir kreatif, pedoman yang digunakan


adalah proses kreatif yang dikembangkan oleh Wallas karena merupakan salah
satu teori yang paling umum dipakai untuk mengetahui proses berpikir kreatif dari
para penemu maupun pekerja seni yang menyatakan bahwa proses kreatif meliputi
empat tahap yaitu tahap persiapan (preparation), tahap inkubasi (incubation),
tahap iluminasi (illumination) dan tahap verifikasi (verification) .

a. Persiapan (preparation)
12

Pada tahap persiapan, peserta didik mempersiapkan diri untuk


memecahkan masalah dengan cara mengumpulkan data yang relevan dan mencari
pendekatan untuk menyelesaikannya.
b. Inkubasi (incubation)
Pada tahap inkubasi, peserta didik seakan-akan melepaskan diri secara
sementara dari masalah tersebut
c. Iluminasi (illumination)
Pada tahap iluminasi, peserta didik mendapatkan sebuah pemecahan
masalah yang diikuti dengan munculnya inspirasi dan ide-ide yang mengawali dan
mengikuti munculnya inspirasi dari gagasan baru.
d. Verifikasi (verification).
Pada tahap verifikasi, peserta didik menguji dan memeriksa pemecahan
masalah tersebut terhadap realitas. Pada tahap verifikasi ini, peserta didik
memerlukan pemikiran kritis dan konvergen.

Tabel 2.1 Aspek dan Indikaor Kemampuan Berfikir Kreaif

Aspek
Kemampuan Indikator Kemampuan
Perilaku Siswa
Berpikir Berpikir Kreatif
Kreatif
Berpikir Lancar  Mencetuskan banyak a. Mengajukan banyak
gagasan, jawaban, dan pertanyaan
b. Menjawab dengan sejumlah
penyelesaian masalah.
 Memberikan banyak cara jawaban jika ada pertanyaan
c. Mempunyai banyak gagasan
atau saran untuk melakukan
mengenai suatu masalah
berbagai hal d. Bekerja lebih cepat dan
 Selalu memikirkan lebih dari
melakukan banyak daripada
satu jawaban
anak-anak lain
e. Dapat dengan cepat melihat
kesalahan atau kekurangan
pada suatu obyek atau situasi
Berpikir Luwes  Menghasilkan jawaban, a. Memberikan aneka ragam
gagasan, atau pertanyaan penggunaan yang tidak
yang bervariasi lazim terhadap suatu obyek
13

 Dapat melihat suatu masalah b. Memberikan macammacam


dari sudut pandang yang penafsiran (interpretasi)
berbedabeda terhadap suatu gambar,
 Mencari banyak alternatif cerita atau masalah
atau arah yang berbeda-beda c. Menerapkan suatu konsep
 Mampu mengubah cara atau asa dengan cara yang
pendekatan atau pemikiran berbeda beda
d. Memberikan pertimbangan
terhadap situasi, yang
berbeda dari yang
diberikan orang lain
e. /[ Dalam membahas/
mendiskusikan suatu situasi
selalu mempunyai posisi
yang berbeda atau
bertentangan dari mayoritas
kelompok
f. Jika diberikan suatu
masalah biasanya
memikirkan macam-
macam cara yang
berbedabeda untuk
menyelesaikannya
g. Menggolongkan hal-hal
menurut pembagian
(kategori) yang
berbedabeda
h. Mampu mengubah arah
berpikir secara spontan
Berpikir Orisinil  Mampu melahirkan a. Memikirkan masalahmasalah
ungkapan yang baku dan atau hal-hal yang tidak
unik terpikirkan oleh orang lain
 Memikirkan cara-cara tak b. Mempertanyakan caracara
lazim untuk mengungkapkan yang lama dan berusahan
diri memikirkan cara-cara yang
 Mampu membuat kombinasi baru
c. Memilih a-simetris dalam
14

yang tak lazim dari bagian- menggambar atau membuat


bagian atau unsur-unsur disain
d. Memiliki cara berpikir yang
lain dari yang lain
e. Mencari pendekatan yang
baru dari stereotip
f. Setelah membaca atau
mendengarkan
gagasangagasan, bekerja
untuk menemukan
penyelesaian yang baru
g. Lebih senang mensintesis
dari pada menganalisa
Berpikir Elaborasi  Mampu memperkaya atau a. Mencari arti yang lebih
mengembangkan suatu mendalam terhadap
produk atau gagasan jawaban atau pemahaman
 Menambahkan atau masalah dengan melakukan
memperinci detail-detail dari langkahlangkah yang
suatu objek, gagasan atau terperinci
situasi sehingga menjadi b. Mengembangkan atau
lebih menarik. memperkaya gagasan orang
lain
c. Mencoba atau menguji
detil-detil untuk melihat
arah yang akan ditempuh
d. Mempunyai rasa
keindahan yang kuat
sehingga tidak puas dengan
penampilan yang kosong
atau sederhana

2.1.4.3 Indikator Keterampilan Berpikir Kreatif yang Digunakan dalam


Pembelajaran
Indikator keterampilan berpikir kreatif ini disesuaikan dengan karakter
materi pembelajaran .
Indikator-indikator tersebut:
15

a. Memprediksi
b. Menemukan sebab-sebab
c. Menerka akibat dari suatu sebab dan kejadian

2.1.5 Model Pembelajaran


Menurut Istarani (2017) model pembelajaran adalah seluruh rangkaian
penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum sedang dan sesudah
pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang
digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar.
Joyce (2009) juga menyatakan suatu model pengajaran merupakan gambaran
suatu lingkungan pembelajaran, yang juga meliputi prilaku kita sebagai guru saat
model tersebut diterapkan, dimana kesuksesan siswa sangat tergantung pada
kemahiran dan penguasaan seorang guru dalam menerapkan model-model
pembelajaran yang ada pada setiap model pengajaran.Istilah model pembelajaran
mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya,
sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaannya.
Sani (2014)menyatakan bahwa sebuah model pembelajaran terkait dengan
teori pembelajaran tertentu. Berdasarkan teori tersebut dikembangkan tahapan
pembelajaran, sistem sosial, prinsip reaksi, dan sistem pendukung untuk
membantu siswa dalam membangun/mengkontruksi pengetahuannya melalui
interaksi dengan sumver belajar. Model pembelajaran memiliki : (1) sintaks (fase
pembelajaran); (2)sistem sosial; (3) prinsip reaksi; (4) sistem pendukung, dan (5)
dampak, yang digunakan untuk membantu siswa mempelajari jenis-jenis
pengetahuan, sikap, atau keterampilan tertentu.
Sintaks adalah tahapan dalam mengimplementasikan model dalam
kegiatan pembelajaran. Sintaks menunjukkan kegiatan apa saja yang perlu
dilakukan oleh guru dan siswa mulai dari awal pembelajaran sampai kegiatan
akhir. Sistem sosial menggambarkan peran dan hubungan antara guru dengan
siswa dalam aktivitas pembelajaran. Prinsip reaksi merupakan informasi bagi guru
merespons dan menghargai apa yang dilakukan oleh siswa. Sementara itu, sistem
pendukung mendekripsikan kondisi pendukung yang dibutuhkan untuk
mengimplementasikan model pembelajaran. Dampak instruksional merupakan
dampak langsung yang dihasilkan dari materi dan keterampilan berdasarkan
16

aktivitas yang dilakukan. Sementara itu, dampak pengiring merupakan dampak


tidak langsung yang dihasilkan akibat interaksi dengan lingkungan belajar.
Pemilihan model pembelajaran merupakan usaha guru dalam
menyesuaikan berbagai tujuan. Model pembelajaran yang dipilih hendaknya
sesuai dengan indikator mata pelajaran yang akan dipelajari atau dicapai. Tidak
ada suatu model pembelajaran yang dapat merangkum semua tujuan
pembelajaran, jadi tidak ada model pembelajaran yang sempurna dibandingkan
dengan model pembelajaran yang lain.

2.1.6 Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)


2.1.6.1 Pengertian Model Project Based Learning
Model Project based learning adalah suatu pendekatan pendidikan yang
efektif yang berfokus pada kreatifitas berfikir, pemecahan masalah, dan interaksi
antara siswa dengan kawan sebaya mereka untuk menciptakan dan menggunakan
pengetahuan baru. Khususnya ini dilakukan dalam konteks pembelajaran aktif,
dialog ilmiah dengan supervisor yang aktif sebagai peneliti.
Model Project based learning merupakan model pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola pembelajaran dikelas
dengan melibatkan kerja proyek. Sedangkan menurut clegg dan berch melalui
“pembelajaran kerja proyek, kreativitas dan motivasi siswa akan meningkat. Kerja
proyek dapat dipandang sebagai bentuk open-ended contextual activity-based
learning dan merupakan bagian dari proses pembelajaran yang memberikan
penekanan kuat pada pemecahan masalah sebagai suatu usaha kolaboratif yang
dilakukan dalam proses pembelajaran pada priode tertentu (made,2014).
Pendekatan model project based learning ini menciptakan lingkungan
belajar dimana siswa “membangun” pengetahuan mereka sendiri. Guru di model
project based learning benar-benar lebih berfungsi sebagai fasilitator. Dalam
pembelajaran ini benar-benar diutamakan keterlibatan para siswa dalam proses
belajar mengajar, namun tetap berkaitan dengan KD dalam kurikulum.
Model project based learning lebih memfokuskan pada belajar kontekstual
melalui kegiatan yang kompleks. Buck Institute for Education menyatakan bahwa
pembelajaran berbasisi proyek (PjBL) adalah “suatu metode pengajaran sistematis
17

yang melibatkan para siswa dalam mempelajari pengetahuan dan keterampilan


melalui proses yang terstruktur, pengalaman nyata dan teliti Yang Dirancang
Untuk Menghasilkan Produk”. Sedangkan Menurut Guarasa Model pembelajaran
berbasis proyek (PjBL) adalah strategi yang berpusat pada siswa yang mendorong
inisiatif dan memfokuskan siswa pada dunia nyata, dan dapat meningkatkan
motivasi mereka (puranto,2015).
Model project based learning ini mencangkup kegiatan penyelesaian
masalah, pengambilan keputusan, keterampilan melakukan investigasi dan
keterampilan membuat karya. Siswa harus fokus pada penyelesaian masalah atau
pertanyaan yang memandu mereka untuk memahami konsep dan prinsip yang
terkait dengan proyek(sani,2013).
Beragamnya pendapat di atas menunjukkan pembelajaran berbasis proyek
tidak didifinisikan secara statis melainkan dinamis, dimana secara garis besar
pembelajaran berbasis proyek dapat dipandang sebagai suatu metode, model, atau
pendekatan yang berfokus pada konsep dan prinsip inti sebuah disiplin,
mempasilitasi agar siswa terlibat aktif dalam berinvestigasi, memecahkan masalah
dunia nyata, tugaks-tugas bermakna lainya, dan menghasilkan suatu produk nyata
dengan tujuan meningkatkan motivasi, kemampuan berpikir tingkat tinggi,
memahami materi secara menyeluruh, dan meningkatkan keterampilan proses
siswa.
Melalui project based learning, proses inquiry dengan memunculkan
pertanyaan penuntun dan membimbing siswa dalam sebuah proyek kolaboratif
yang mengintegrasi berbagai subjek dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan
terjawab, secara langsung siswa dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus
sebagai prinsip dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya (Daryanto,2014).
Kerja proyek memuat tugas-tugas yang komplek berdasarkan kepada
pertanyaan dan permasalahan (problem) yang sangat menantang, dan menuntut
siswa untuk merancang, memecahkan masalah, membuat keputusan, melakukan
kegiatan investigasi, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja
secara mandiri. Tujuanya adalah agar siswa mempunyai kemandirian dalam
menyelesaikan tugas yang dihadapinya. Model project based learning
18

mengahadapkan siswa pada pembelajaran relevan yang memberikan pengaruh


positif terhadap pengembangan keterampilan berpikir kreatif siswa.
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa model project based
learning adalah pembelajaran yang menitikberatkan pada aktivitas siswa untuk
dapat memahami suatu konsep dengan melakukan investigasi tentang suatu
masalah dan menemukan suatu solusi. Model project based learning juga dapat
diartikan suatu pendekatan pembelajaran yang mempunyai ide-ide baru sebagai
suatu kontek bagi siswa untuk belajar tentang berfikir kreatif dan keterampilan
pemecahan masalah dunia nyata, serta untuk menciptakan sebuah produk dari
hasil pembelajaran yang telah diajarkan.
Mengingat bahwa masing-masing siswa memiliki gaya belajar yang
berbeda, maka pembelajaran berbasis proyek memberikan kesempatan kepada
para siswa untuk menggali materi dengan menggunakan berbagai cara yang
bermakna bagi dirinya dan melakukan eksperimen secara kolaboratif.
Pembelajaran berbasis proyek merupakan investigasi mendalam tentang sebuah
topik dunia nyata (Daryanto,2014).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran berdasarkan
proyek merupakan suatu model pembelajaran yang nyata dan menuntut siswa
untuk lebih meningkatkan kreativitas untuk dapat memahami konsep dan prinsip
dengan investigasi terhadap masalah-masalah yang autentik dan mencari solusi
yang tepat serta diimplementasikan pada produk nyata, sehingga siswa mengalami
sendiri proses dari pembelajaran yang bermakna dengan membangun.

2.1.6.2 Krakteristik project based learning (PjBL)


Menurut Thomas, pembelajaran berbasisi proyek merupakan model
pembelajaran yang inovatif, serta lebih menekankan pada belajar kontekstual,
melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata siswa dan kegiatan tugas-tugas yang
lain, dengan PjBL ini diharapkan nantinya dapat memberikan kesempatan siswa
bekerja secara otonom dalam mengkontruksi pengetahuan merekan sendiri, dan
kemudian menghasilkan produk nyata. Model pembelajaran berbasis proyek
memberi pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi siswa.
19

Buck institute for education menyebutkan beberapa hal terkait dengan


karakteristik project based learning, antara lain:
a) Siswa membuat keputusan dan membuat kerangka kerja,
b) terdapat masalah dan pemecahannya tidak ditentukan sebelumnya.
c) siswa menrancang proses untuk mencapai hasil,
d) siswa bertanggung jawab untuk mendapatkan dan mengelola informasi
yang dikumpulkan
e) siswa melakukan evaluasi secara kontinu,
f) siswa secara teratu melibatkan kembali apa yang mereka kerjakan,
g) hasil akhir berupa produk dan evaluasi kualitasnya,
h) kelas memiliki atmosfir yang memberi toleransi kesalahan dan perubahan
(made,2014).

2.1.6.3 Prinsip-prinsip model project based learning


Sebagai sebuah model pembelajaran, menurut Thomas, pembelajaran
berbasisi proyek mempunyai beberapa prinsip, yaitu a) sentralistis (centrality), b)
pertanyaan pendorong/penuntun (driving question), c) investigasi kontruktif
(contruktive investigation), d) otonom (autonomy), dan e) realistis (made,2014).
1) Prinsip sentralis (centrality).
Model ini merupakan pusat strategi pembelajaran, dimana siswa belajar
konsep utama daru suatu pengetahuan melalui kerja proyek. Oleh karena itu kerja
proyek bukan merupakan praktik tambahan dan aplikasi praktis dari konsep yang
telah dipelajari, melainkan menjadi sentral kegiatan pembelajaran dikelas. Dengan
demikian, kegiatan pembelajaran akan dapat dilaksanakan secara optimal. Dalam
pembelajaran berbasisi proyek, proyek adalah strategi pembelajaran, siswa
mengalami dan belajar konsep-konsep inti suatu disiplin ilmu melalui proyek.
2) Prinsip pertanyaan pendorong/penuntun (driving question)
Bahwa kerja proyek berfokus kepada “pertanyaan atau permasalahan”
yang dapat mendorong siswa untuk berjuang memperoleh konsep atau prinsip
utama suatu bidang tertentu.
3) Prinsip investigasi konstruktif (contructive investigation)
20

Merupakan proses yang mengarah kepada pencapaian tujuan, yang


mengandung kegiatan inkuiri, pembangunan konsep, dan resolusi. Dalam
investigasi memuat proses perancangan, pembuatan keputusan, penemuan
masalah, dipemecahan masalah, diskoveri, dan pembentukan model.
4) Prinsip otonom
Pembelajaran berbasis proyek dapat diartikan sebagai kemandirian siswa
dalam melaksanakan proses pembelajaran, yaitu bebas menentukan pilihanya
sendiri, bekerja dengan minimal supervisi, dan bertanggung jawab. Oleh karena
itu lembaran kerja, petunjuk kerja praktikum, dan sejenisnya bukan merupakan
aplikasi dari prinsip pembelajaran berbasis project based learning. Dalam hal ini
guru hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator untuk mendorong
tumbuhnya kemandirian siswa.
5) Prinsip realitis
Proyek merupakan suatu yang nyata. Project based learning harus dapat
memberikan perasaan realistis kepada siswa, termasuk dalam memilih topik,
tugas, dan peran konteks kerja, kolaborasi kerja, produk, pelanggan, maupun
standar produknya. Pembelajaran berbasisi proyek mengandung tantangan nyata
yang berfokus pada permasalahan yang autentik (bukan simulasi), bukan dibuat-
buat, dan solusinya dapat diimplementasikan dilapangan. Untuk itu, guru harus
mampu merancang proses pembelajaran yang nyata dan hal ini bisa dilakukan
mengajak siswa belajar pada dunia kerja yang sesungguhnya. Jadi, guru harus
mampu menggunakan dunia nyata sebagai suber belajar bagi siswa.

2.1.6.4 Langkah-langkah Pembelajaran Project Based Learning


Project based learning mempunyai langkah-langkah tertentu dalam
pelaksanaanya. Berikut ini langkah-langkah project based learning :
a. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With The Essensial Question)
Pembelajarn dimulai dengan pertanyaan yang asensial yaitu pertanyaan
yang dapat member penugasan kepada siswa untuk melakukan suatu kegiatan.
Topik yang diambil harus relevan, sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai
dengan investigasi mendalam.
b. Mendasain Perencanaan Proyek (Design A Plan Or The Project)
21

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara guru dan siswa agar siswa
“memiliki” proyek yang direncanakan. Perencanaan ini berisi aturan main,
pemilihan aktivitas yang mendukung dalam menjawab pertanyaan asensial,
mengintegrasikan sebagai subyek yang mungkin dan mengetahui alat serta bahan
yang dapat diakses untuk membantu penyelesaian proyek.
c. Menyusun Jadwal (Create A Schedule)
Aktivitas pada tahap ini antara lain : (1) membuat timeline penyelesaian
proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa siswa agar
merencanakan cara yang baru, (4) membimbing siswa ketika mereka membuat
langkah yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta siswa untuk
membuat penjelasan atau alasan tentang pemilihan suatu cara.
d. Memonitor Peserta Siswa Dan Kemajuan Proyek (Monitor The Student
And The Progress Of The Project)
Pengawasan dilakukan oleh guru dengan cara memfasilitasi siswa pada
setiap proses dan berperan sebagai mentor bagi tiap aktivitas siswa. Rubrik yang
merekam seluruh aktivitas siswa yang penting dapat disusun untuk mempermudah
proses monitoring.
e. Menguji Hasil (Assess The Outcome )
Penilaian dilakukan untuk mengukur ketercapaian standar, mengevaluasi
kemajuan masing-masing siswa, memberi umpan balik tingkat pemahaman siswa
yang telah dicapai dan membantu guru untuk menyusun strategi pembelajaran
berikutnya.
f. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate The Experience)
Pada akhirnya proses pembelajaran, guru dan siswa melakukan refleksi
terhadap aktivitas dan hasil proyek yang telah dijalankan. Refleksi dilakukan baik
secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini siswa diminta mengungkapkan
prasaan dan pengalaman selama kegiatan proyek. Guru dan siswa
mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses
pembelajaran sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru untuk
menjawab pertanyaan esensial yang diajukan (kosasih,2014).
22

2.1.6.5 Kelebihan dan Kekurangan model Pembelajaran Project Based


Learning
a. Pembelajaran berbasis proyek dapat meningkatkan motivasi belajar siswa
karena dalam penelitian ini siswa berusaha keras untuk menyelesaikan proyek dan
merasa bersemangat dalam pembelajaran.
b. Lingkungan belajar pembelajaran berbasisi proyek mendorong siswa untuk
memecahkan masalah yang kompleks dan membuat siswa lebih aktif.
c. Keterampilan siswa dalam mencari dalam memperoleh informasi akan
meningkat karena dalam pembelajaran berbasis proyek ini mengharuskan siswa
mempu memperoleh informasi dengan cepat.
d. Adanya kerja kelompok dalam proyek dalam meningkatkan keterampilan
komunikasi siswa dengan siswa lain.

2.1.6.6 Adapun Kekurangan Model Project Based Learning


a. Memerlukan pendalaman materi yang lebih baik sehingga siswa sampai pada
pemikiran untuk bisa berkreasi dan menciptakan sendiri suatu kegiatan ataupun
karya.
b. Memerlukan waktu yang cukup lapang karena berhadapan dengan proses
kegiatan yang cukup kompleks.
c. Memerlukan tambahan sarana dan mungkin juga tambahan biaya
(kosasih,2014).

2.1.6.7 Tahapan Model PjBL (Project Based Learning)


Project Based Learning dilaksanakan untuk menambah pengetahuan serta
serta keterampilan peserta didik yang dapat diperoleh dengan cara membuat
sesuatu karya yang terkait dengan materi jamur. Terdapat tiga tahap dalam
pelaksanakan model Project Based Learning, yaitu :
a. Tahap Perencanan Pembelajaran Proyek
Langkah-langkah dalam merencanakan model Project Based Learning,
yaitu:
1. Merumuskan tujuan pembelajaran atau proyek.
2. Menganalisis krakteristik siswa.
3. Merumuskan strategi pembelajaran.
23

4. Membuat lembar kerja.


5. Merancang kebutuhan sumber belajar.
6. Merancang alat evaluasi.
b. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Proyek
Pada tahap ini siswa dituntut untuk lebih kreatif dalam membuat karya
atau produk. Ada beberapa yang perlu dilakukan, yaitu :
1. Mempersiapkan sumber belajar yang diperluka.
2. Menjelaskan tugas proyek dan gambar kerja.
3. Mengelompokan siswa sesuai dengan tugas masing-masing.
4. Mengerjakan proyek(sani,2013).
24

c. Tahap Evaluasi Pembelajaran Proyek

Tahap evaluasi ini dapat mengetahui seberapa besar tujuan pembelajaran


yang dapat tercapai serta dapat mengetahui efektifitas suatu kegiatan
pembelajaran dan juga untuk menilai kemjuan belajar siswa.
Tahap pembelajaran Project Based Learning secara umum digambarkan sebagai
berikut :

Guru memaparkan topik yang akan dikaji, tujuan belajar, motivasi, dan
kompetensi yang akan dicapai.

Siswa mengidentifikasi permasalahan atau pertanyaan yang terkait dengan


topik. Pertanyaan juga dapat diajukan oleh guru.

Kelompok membuat rencana proyek terkait dengan penyelesaian


permasalahan yang diidentifikasi.

Kelompok membuat proyek atau karya dengan memahami konsep atau


prinsip
yang terkait dengan materi pelajaran.

Guru atau sekolah memfasilitaskan pameran atas pekerjaa/karya yang


dihasilkan oleh siswa.

(sani,2013).

Gambar 2.1 Tahapan Pembelajaran Project Based Learning


25

2.1.7 Penelitian yang Relevan


Implemenasi model pembelajaran Project Based Learing sudah pernah
dieliti sebelumnya oleh penelitih.

Tabel 2.2 model pembelajaran PjBL yang sudah pernah dieliti sebelumnya

No Peneliti Judul Penelitihan Hasil


1 Dian Hardianti, Perbedaan hasil belajar hasil belajar fisika antara
Muhammad Ali, fisika siswa untuk model siswa yang menggunakan
dan Syamsu. pembelajaran berbasis model pembelajaran
proyek dengan model berbasis proyek lebih baik
pembelajaran langsung daripada siswa yang
pada kelas X SMA menggunakan
Negeri 7 Palu pembelajaran
pembelajaran langsung
2 Musyriatul Pengaruh model model pembelajaran
Fikriyah,Indrawati pembelajaran berbasis berbasis proyek (project
, dan Agus Abdul proyek (project based based learning) disertai
Gani learning) disertai media media audio-visual
audio-visual dalam berpengaruh terhadap hasil
pembelajaran fisika di belajar fisika siswa
SMAN 4 Jember
3 Nyoman Penerapan model model pembelajaran
Maliawan, Putu pembelajaran project berbasis proyek (project
Suka Arsa, Ketut based learning untuk based learning) dapat
Udy Ariawan meningkatkan meningkatkan hasil belajar
hasil belajar prakarya dan Prakarya khususnya materi
kewirausahaan (fisika Komponen Elektronika
terapan)

4 Eko Mulyadi Penerapan model project penerapan model PjBL


based learning untuk dalam pembelajaran fisika
meningkatan kinerja dan dapat meningkatkan
prestasi belajar fisika prestasi belajar siswa
26

siswa SMK
5 Made Wirasama Pengaruh model terdapat perbedaan yang
Jagantara, Putu pembelajaran berbasis signifikan hasil belajar
Budi Adnyana, Ni proyek (project based fisika antara siswa yang
Luh Putu Manik learning) terhadap hasil diajarkan dengan model
Widiyanti belajar fisika ditinjau dari pembelajaran berbasis
gaya belajar siswa SMA proyek dan model
pembelajaran langsung

2.1.8 Pembelajaran Konvensional


Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa oleh guru
dalam proses belajar mengajar di kelas. Diakui atau tidak pada zaman modern ini,
sebagian besar guru mengajar menggunkan metodologi mengajar tradisional. Cara
mengajar tersebut otoriter dan berpusat pada guru (Teacher Centered). Kegiatan
pembelajaran berpusat pada guru, sedangkan siswa hanya dijadikan sebagai objek
bukan sebagai subjek. Guru memberikanceramah pada siswa sementara siswa
hanya mendengarkan. Hal tersebut menyebabkan siswa menjadi jenuh sehingga
sulit menerima materi-materi yang diberikan oleh guru. Hal ini menjadikan siswa
tidak berbentuk mengemukakan pendapatnya. Mereka akankesulitan untuk
menemukan dan mengembangkann potensi-potensi yang ada pada dirinya. Siswa
menganggap bahwa guru mengetahui segalanya dan apa yang disampaikan oleh
gurunya adalah besar, bersifat mutlak tidak dapat dibantah. Selain itu, komunikasi
yang terjadi hanya sebatas satu arah, yaitu guru ke siswa. Dengan demikian, guru
kurang dapat memahami bagaimana perkembangan perilaku siswa - siswanya.

2.1.9 STEM
Pendekatan STEM merujuk pada pengintegrasian konsep desain teknologi
dengan konsep sains dan matematika dalam pembelajaran. Quang, dkk. (2015)
menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan STEM dapat memberikan
siswa pengalaman belajar, pembelajaran aktif dan bermakna secara kontekstual.
Becker dan Park (2011) menyatakan bahwa pendekatan STEM memberikan
27

pengaruh yang positif terhadap pembelajaran siswa. Sedangkan Duran dan


Sendag (2012) menyatakan bahwa pendekatan STEM dapat meningkatkan
keterampilan berpikir kritis siswa SMA di sekolah perkotaan, khususnya
kemampuan memberikan alasan induktif dan menarik kesimpulan.

2.1.9.1 Pendidikan STEM


Sebagai komponen dari STEM, sains adalah kajian tentang fenomena alam
yang melibatkan observasi dan pengukuran, sebagai wahana untuk menjelaskan
secara obyektif alam yang selalu berubah. Terdapat beberapa domain utama dari
sains pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yakni fisika, biologi, kimia,
serta ilmu pengetahuan kebumian dan antariksa. Teknologi adalah tentang inovasi-
inovasi manusia yang digunakan untuk memodifikasi alam agar memenuhi
kebutuhan dan keinginan manusia, sehingga membuat kehidupan lebih baik dan
lebih aman. Teknologi-teknologi membuat manusia dapat melakukan perjalanan
secara cepat, berkomunikasi langsung dengan orang di tempat yang berjauhan,
mendapati makanan yang sehat, serta alat-alat keselamatan. Enjiniring
(engineering) adalah pengetahuan dan keterampilan untuk memperoleh dan
mengaplikasikan pengetahuan ilmiah, ekonomi, sosial, serta praktis untuk
mendesain dan mengkonstruksi mesin, peralatan, sistem, material, dan proses
yang bermanfaat bagi manusia secara ekonomis dan ramah lingkungan.
Selanjutnya, matematika adalah ilmu tentang pola-pola dan hubungan-hubungan,
dan menyediakan bahasa bagi teknologi, sains, dan enjiniring.
Pendidikan STEM tidak bermakna hanya penguatan praksis pendidikan
dalam bidang-bidang STEM secara terpisah, melainkan mengembangkan
pendekatan pendidikan yang mengintegrasikan sains, teknonogi, enjiniring, dan
matematika, dengan memfokuskan proses pendidikan pada pemecahan masalah
nyata dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan profesi (National STEM
Education Center, 2014). Dalam konteks pendidikan dasar dan menengah,
Pendidikan STEM bertujuan mengembangkan peserta didik yang yang
mempunyai:

(1) pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk mengidentifikasi masalah dalam


situasi kehidupannya, menjelaskan fenomena alam, mendesain, serta menarik
kesimpulan berdasar bukti mengenai isu-isu terkait STEM;
28

(2) memahami karakteristik fitur-fitur disiplin STEM sebagai bentuk-bentuk


pengetahuan, penyelidikan, serta desain yang digagas manusia;

(3) kesadaran bagaimana disiplin-disiplin STEM membentuk lingkungan


material, intelektual dan kultural,

(4) mau terlibat dalam kajian isu-isu terkait STEM (misalnya efisiensi energi,
kualitas lingkungan, keterbatasan sumberdaya alam) sebagai warga negara
yang konstruktif, peduli, serta reflektif dengan menggunakan gagasan-gagasan
sains, teknologi, enjiniring dan matematika.

Pendidikan STEM memberikan peluang bagi guru untuk memperlihatkan


kepada peserta didik betapa konsep, prinsip, dan teknik dari sains, teknologi,
enjiniring, dan matematika digunakan secara terintegrasi dalam pengembangan
produk, proses, dan sistem yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Oleh karenanya, Reeve (2013) mengadopsi definisi pendidikan STEM sebagai
pendekatan interdisiplin pada pembelajaran, yang di dalamnya peserta didik
menggunakan sains, teknologi, enjiniring, dan matematika dalam konteks nyata
yang mengkoneksikan antara sekolah, dunia kerja, dan dunia global, sehingga
mengembangkan literasi STEM yang memampukan peserta didik bersaing dalam
era ekonomi baru yang berbasis pengetahuan.

2.1.9.2 Urgensi dan Kelayakan Pendidikan STEM di Indonesia

Dewasa ini konsep Pendidikan STEM diadopsi oleh banyak negara sebagai
cetak-biru inovasi pendidikan pendidikan, sehingga muncul sebagai gerakan
global untuk menjembatani kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan
keahlian yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi di Abad ke-21. Biro
Statistika Tenaga Kerja AS pada tahun 2011 menguraikan bahwa di lingkup global
pada satu dekade mendatang struktur lapangan pekerjaan STEM akan meningkat
sebesar 17%, sedangkan lapangan pekerjaan non-STEM hanya meningkat 10%
(Kompas 12 Juli 2015).
Dalam menghadapi era persaingan global, Indonesia pun perlu menyiapkan
sumberdaya manusia yang handal dalam disiplin-disiplin STEM secara kualitas
dan mencukupi secara kuantitas. Sebagaimana dirilis dalam Surat Kabar Kompas
29

(Juli 2015) Indonesia mengalami kendala kesenjangan antara kebutuhan dan


ketersediaan SDM. Merujuk data Badan Pusat Statistik 2010, sumber daya
manusia Indonesia masih didominasi tenaga kera kurang terampil (sebanyak 88
juta), dan diprediksi 2020 akan ada 50% kekurangan tenaga kerja untuk mengisi
lowongan jabatan di struktur lapangan kerja. Namun, jalan untuk mengatasi
persoalan ini bukanlah perkara mudah, sebab tanpa upaya mengembangkan
kemampuan dasar, soft skills (kolaborasi, komunikasi, kreativitas, pemecahan
masalah), dan nilai-nilai prasyarat memasuki profesi STEM pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah, sukar untuk mengharapkan generasi muda yang
bermotivasi dan siap menekuni bidang-bidang STEM.
Kurikulum 2013 yang baru saja diluncurkan tidak akan dapat mengatasi
permasalahan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia Indonesia yang berdaya
siang global, jika tidak secara sistematik menyiapkan mereka mengembangkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dipersyaratkan dunia kerja Abad ke-21,
sebagaimana diwujudkan dalam Pendidikan STEM. Untuk mengatasi hal tersebut
Pendidikan dengan pendekatan STEM bisa menjadi kunci bagi menciptakan
generasi penerus bangsa yang mampu bersaing di kancah global. Oleh sebab itu,
Pendidikan STEM perlu menjadi kerangka-rujukan bagi proses pendidikan di
Indonesia ke depan.
Sebagaimana dinyatakan dalam Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
2013 Jenjang Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (Kemdikbud,
2013), bahwa kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia
agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman,
produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia. Dinyatakan pula
dalam dokumen tersebut bahwa salah satu pola pikir baru yang digunakan sebagai
dasar pengembangan Kurikulum 2013 adalah pola pembelajaran ilmu
pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan
jamak (multidiscipline). Rumusan tujuan dan pola pikir dalam pengembangan
Kurikulum 2013 yang dikemukakan tersebut mengisyaratkan bahwa Kurikulum
2013 memberikan ruang bagi pengembangan dan implementasi pendidikan STEM
dalam konteks implementasi Kurikulum 2013, yang mengutamakan integrasi S, T,
30

E dan M secara multi- dan trans-disiplin serta pengembangan pemikiran kritis,


kreativitas, inovasi, dan kemampuan memecahkan masalah.

2.1.10 Materi

2.2 Kerangka Berfikir


Kerangka berpikir merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel
yang diamati. Dari berbagai teori yang telah dieskspresikan. Berdasarkan teori-
teori yang telah diekspresikan tersebut, selanjutnya dianalisis secara kritis dan
sistematis, sehingga menghasilkan sintesis tentang hubungan variabel tersebut,
selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis (sugiono,2012). Belajar
adalah suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Fakta dilapangan menunjukan rendahnya keaktifan siswa akibat model
pembelajaran yang kurang variatif dan lebih menekankan peda kemampuan
berpikir kritis dari pada berpikir kreatif sehingga kemampuan berpikir kreatif
siswa rendah.
Model Project Based Learning merupakan model pembelajaran yang
memerlukan pendalaman materi utama untuk memfokuskan pada aktivitas siswa
yang berupa pengumpulan informasi baru yang bertujuan menghasilkan kegiatan
atau produk baru yang bermanfaat. Sehingga dapat memacu kemampuan berpikir
kreatif siswa.
Pada penelitian ini, faktor-faktor yang akan diteliti adalah pengaruh model
project based learning terhadap keterampilan berpikir kreatif siswa. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunakan model
project based learning, sedangkan variabel terikatnya adalah keterampilan
berpikir kreatif siswa. Sampel terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol.
31

2.3 Hipotesis Penelitihan


Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka dapat
disusun beberapa hipotesis yang berkaitan dengan masalah penelitia, yakni sebagai
berikut:
a)Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan penggunakan model Project
Based Learning berbasis STEM terhadap kemampuan berfikir kreatif
siswa pada materi pokok momentum dan impuls di kelas X SMAN 1
STABAT T.P 2018/2019.
b)Hα =Ada pengaruh yang signifikan penggunakan model Project Based
Learning berbasis STEM terhadap kemampuan berfikir kreatif siswa pada
materi pokok momentum dan impuls di kelas X SMAN 1 STABAT T.P
2018/2019.
32

BAB III METODE PENELITTIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMAN 1 Stabat yang beralamat di Jl.
Proklamasi No. 3, Kawala Bingai, Stabat, Kab. Langkat. Pelaksanaan dilakukan
pada siswa kelas X Semester II T.P 2018/2019. Materi yang akan di ambil dalam
pengumpulan data adalah Impuls dan Momentum.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi Penelitian


Populasi adalah keseluruhan obyek penelitihan(Arikunto,2013).Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X Semester II T.P 2018/2019yang
terdiri dari enam, kelas yaitu dari kelas X MIA-1 sampai XI MIA-6.

3.2.2 Sampel Penelitian


Sampel merupakan sebagian dari populasi yang dipilih secara representive
artinya karakteristik populasi tercermin dalam sampel yang diambil (Sudjana,
2009).Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas yang dipilih secara acak
dengan teknik Random Sampling, yakni setiap kelas populasi berhak memiliki
kesempatan untuk menjadi sampel penelitian. Sampel di ambil dari populasi yaitu
sebanyak dua kelas. Satu kelas dijadikan sebagai kelas eksperimen diterapkan
model pembelajaran Project Based Learning berbasis STEM dan satu kelas
lainnya diterapkan model pembelajaran konvensional. Kelas X-MIA 1 sebagai
kelas eksperimen yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran
Project Based Learning berbasis STEM dan kelas X-MIA 3 sebagai kelas kontrol
yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

3.3 Variabel Penelitian


Variabel penelitian ini terdiri atas dua jenis yaitu variabel bebas dan
variabel terikat.
1. Variabel bebas yaitu model pembelajaran Project Based Learning berbasis
STEM dan pembelajaran konvensional.
33

2. Variabel terikat yaitu keterampilan berpikir kreatif siswa pada materi poko
Impuls dan Momentum.

3.4 Jenis dan Desain Penelitian

3.4.1 Jenis Penelitian dan Desain Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian quasi experiment, yaitu
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh atau akibat
dari suatu yang ditimbulkan pada subjek yaitu siswa.Pengaruh yang dimaksudkan
adalah keterampilan berpikir kreatif siswa dengan penerapan model pembelajaran
yang telah ditentukan. Penelitian ini melibatkan dua kelas yang diberi perlakukan
berbeda. Satu kelas dijadikan kelas eksperimen dan kelas lainnya dijadikan kelas
kontrol. Desain penelitian yang akan digunakan adalah desain Control Group
Pretest-Postest Design. Desain penelitiann ini ditunjukan pada tabel 3.1
Tabel 3.1Control Group Pretest-Postest Design
KELAS PRETES PERLAKUAN POSTES
Eksperimen O1 X1 O2
Kontrol O1 X2 O2

Keterangan : O1 = Pemberian tes awal (PreTes)


O2 = Pemberian tes akhir (PosTes)
X1 = Perlakuan dengan penerapan model Project Based Learning
berbasis STEM
X2 = Perlakuan dengan pembelajaran konvensional

3.5 Prosedur Penelitian


Adapun prosedur penelitian ddibagi dalam beberapa langkah sebagi
berikut:
1. Tahap Persiapan
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini meliputi persiapan-persiapan
sehubungan dengan pelaksanaann penelitian antara lain :
a. Membuat surat persetujuan dosen pembimbing.
b. Membuat instrumen observasi.
c. Menentukan lokasi, dan waktu observasi
34

d. Konsultasi dengan Kepala Sekolah/wakil kepala sekolah SMAN 1


STABAT untuk memohon izin untuk melakukan penelitian.
e. Melakukan observasi langsung dengan memberikan lembar observasi
keterampilan berpikir kreatif kepada siswa.
f. Melakukan wawancara terhadap guru bidang studi fisika untuk
mengetahui hasil belajar dan keterampilan berpikir kreatif siswa di
SMA Negeri 1 Stabat.
g. Menentukan masalah dan judul.
h. Pencarian pustaka yang relevan.
i. Mengadakan konsultasi dengan dosen pembimbing skripsi.
j. Menyusun instrumen pengumpulan data yang akan digunakan dalam
penelitian, antara lain lembar observasi keterampilan berpikir kreatif
siswa, RPP, LKPD dan lembar penilaian.
k. Memvalidkan tes/instrumen penelitian .

2. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan penelittihan merupakan tahap yang kedua setelah ahap
persiapan, yaitu meliputi :
a. Melaksanakan pretes pada dua kelas sampel untuk mengetahui
pengetahuan awal siswa sebelum diberi perlakuan.
b. Mengelompokan subjek penelitihan menjadi dua kelas yaitu kelas kontrol
dan kelas eksperimen berdasarkan hasil pretest. Kelas yang mendapatkan
nilai rata-rata pretest tinggi dijadikan sebagai kelas kontrol, sedangkan
kelompok yang mendapatkan nilai rata-rata pretest lebih rendah dijadikan
sebagai kelas eksperimen.
c. Memberikan perlakuan pada kelas eksperimen yaitu menggunakan model
Project Based Learning berbasis STEM dan memberikan perlakuan
dengan menggunakan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
d. Mengamati aktivitas siswa pada kelas eksperimen dan pada kelas kontrol
pada saat proses pembelajaran.
e. Memberikan tes akhir (postest) untuk mengetahui keterampilan berpikir
kreatif siswa yaitu mengenai kemampuan dan pemahaman akhir siswa
35

setelah proses pembelajaran pada masing-masing kelas eksperimen dan


kelas kontrol.

3. Tahap Akhir Penelitihan


Langkah-langkah yang akan ditempuh dalam tahap akhir penelitihan
adalah:
a. Mengelolah dan menganalisis data hasil penelitihan dengan mentabulasi
data yang berhubungan dengan data tes kemampuan berfikir kreatif saat
pembelajaran fisika dari dua kelas eksperimen dan kelas kontrol serta
data aktivitas pada kelas eksperimen.
b. Menguji hipotesis penelitihan.
c. Menarik kesimpulan.
36

Langkah-langkah pada setiap tahap dalam prosedur penelitihan dapat


dilihat lebih jelas pada gambar 3.1 berikut ini :

Tahap Persiapan Observasi Awal

Perumusan masalah

Membuat intrumen tes dan non


tes, membuat RPP serta LKPD

Melakukan validasi instrumen tes dan nontes

Tahap Persiapan Kelas Eksperimen :


Pretest Menggunakan model Project
Based Learning berbasis STEM
Pelaksanaan
Pembelajaran
Kelas Kontrol : Menggunakan
Postest
pembelajaran konvensional

Tahap Akhir Analisis data hasil


penelitihan

Menarik kesimpulan

Gambar 3.1 Bagan Tahap-tahap Prosedur Penelitihan


37

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Data merupakan keterangan-keterangan atau bukti-bukti mengenai objek
yang akan diteliti. Dalam upaya memperoleh data yang diperlukan dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan tekni-teknik sebagai berikut :

3.6.1 Wawancara Guru


Penulis melakukan wawancara kepada salah satu guru fisika di SMA
Negeri 1 Kec. Binjai pada hari Senin tanggal 19 Januari 2019. Wawancara berisi
pertanyaan yang diajukan kepada guru untuk mengetahui proses pembelajaran
selama ini di kelas.

3.6.2 Tes
Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis, baik pertanyaan
maupun jawabannya (sudjana,2009). Tes ini peneliti gunakan untuk mengukur
keterampilan berpikir kreatif peserta didik terhadap materi setelah dipelajari. Tes
yang digunakan adalah tes kemampuan kognitif berupa Pretest dan postest .

3.6.3 Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengumpulan data tertulis atau tercetak tentang fakta-
fakta yang akan dijadikan sebagai bukti penelitian dan hasil penelitian
(sudjana,2009). Dokumentasi yang diperlukan dalam penelitian ini adalah daftar
siswa, profil sekolah, dan hal lain yang diperlukan untuk mendukung penelitian.

3.7 Intrumen

3.7.1 Instrumen Tes Hasil Belajar


Instumen yang digunakan untuk mengumpulkan data hasil belajar siswa
adalah tes hasil belajar siswa pada pokok bahasan Impuls dan momentum, yang
terdiri dari 30 soal dalam bentuk pilihan berganda dengan lima opsi (a, b, c, d, dan
e). Diantara kelima pilihan jawaban tersebut terdapat satu jawaban yang benar dan
empat pilihan sebagai pengecoh (distraktor). Sebelum dilakukan penelitian, test
yang disusun terlebih dahulu diuji validitasnya. Adapun kisi-kisi tes hasil belajar
pada penelitian ini dilihat pada tabel 3.2.
38

Tabel 3.2 Tabel spesifikasi materi pokok Momentum dan Impuls


Materi Klasifikasi dan Katergori Jumlah
No C1 C2 C3 C4 C5 C6
Soal
1. Momentum 1 4 3, 4
8
2. Impuls 2, 5 3
14
3. Hubungan momentum 6,7 2
dengan impuls
4. Tumbukan 12 15, 13 4
16
5. Hukum Kekekalan 19 10, 9, 1 17 7
Momentum dan 20 11 8
Penerapannya
Jumlah soal 3 2 4 6 3 2 20

Keterangan :
C1 : Mengingat C4 : Menganalisis
C2 : Memahami C5 : Mengevaluasi
C3 : Mengaplikasikan C6 : Mencipta
Dalam penyusunan tes ini digunakan validasi isi (Content Validity) yaitu
menyesuaikan soal tes dengan berpedoman pada Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dengan materi pokok Momentum dan Impuls. Masing masing soal
diberi skor 1 jika jawaban benar dan skor 0 jika jawaban salah.
Selanjutnya jumlah total skor dari setiap siswa dikonverensikan kedalam
bentuk nilai dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Jumlah total skor
Nilai= x 100
Jumlah Skor
Nilai hasil belajar tersebut ditabulasi dalam kategori ketuntasan belajar
berdasarkan nilai KKM di SMAS St. Petrus Medan. Adapun kriteria ketuntasan
belajar dapat dilihat dalam tabel 3.3 dibawah ini:
Tabel 3.3. Penentuan Nilai Perolehan Hasil belajar
Nilai Tingkat Hasil Belajar
¿ 70 Tidak Tuntas
≥ 70 Tuntas

Setelah menyusun tes, maka langkah selanjutnya adalah uji coba tes
tersebut. Uji coba ini dilakukan untuk mendapatkan alat pengumpul data yang
sahih, handal dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

3.7.2 Tes Keterampilan Berpikir Kreatif


Tes berfikir kreatif dalam penelitian ini berbentuk tes pilihan essai
bertujuan agar siswa dapat mengungkapkan seluruh kemampuannya. Soal dalam
bentuk essai membutuhkan banyak variasi pertanyaan sehingga dapat menggali
konsep dan pola pikir siswa yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Kisi kisi
soal keterampilan berpikir kreatif dapat dilihat pada tabel 3.4 Pedoman penskoran
tes keterampilan berpikir kreatif dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Tes Keterampilan Berpikir Kreatif
No Indikator Kreativitas Nomor Soal Jumlah Soal
1 Kelancaran berpikir (fluency) 1 1
2 Berpikir Luwes (flexibility) 2,4 2
3 Berpikir Orisinalitas 3 1
(originality)
4 Berpikir Merinci (elaboration) 5 1
Jumlah 5 5

Tabel 3.5 Pedoman Penskoran Tes Keterampilan Berpikir Kreatif


N Indikator Sub Indikator Keterangan Skor
o
1 Berpikir Menciptakan/ Tidak menuliskan sama sekali 0
lancar mengajukan Memberikan jawaban yang 1
(fluancy) banyak tidak relevan dengan
pertanyaan pemecahan masalah tetapi
pengungkapan kurang jelas
Memberikan 1 jawaban relevan 2
dengan pemecahan masalah
tetapi pengungkapan kurang
jelas
Memberikan 2 jawaban yang 3
relevan dengan pemecahan
masalah dan pengungkapan
masalah lengkap serta jelas
Memberikan 3 atau lebih 4
jawaban yang relevan dengan
pemecahan masalah dan
pengungkapannya lengkap serta
jelas
2 Berpikir Menghasilkan Tidak menuliskan sama sekali 0
luwes jawaban yang Memberikan 1 jawaban yang 1
(flexibility) bervariasi tidak relevan untuk pemecahan
dengan sudut masalah / jawaban masalah
pandang yang
berbeda Memberikan jawaban hanya 2 2
cara dan terdapat kekeliruan
dalam proses perhitungan
sehingga hasilnya jelas
Memberikan jawaban hanya 3 3
cara, proses perhitungan benar
dan hasilnya benar
Memberikan jawaban hanya 3 4
cara, proses perhitungan benar
dan hasilnya benar
3 Berpikir Mengajukan Tidak menuliskan sama sekali 0
Orisinalitas jawaban yang
(originality asli, atau Menemukan jawaban tidak 1
) memberikan relevan untuk pemecahan
jawaban yang masalah/ jawaban salah
jarang Menemukan jawaban dengan 2
caranya sendiri tetapi tidak
dimunculkan dapat dipahami
orang lain
Menemukan jawaban dengan 3
caranya sendiri, proses
penjelasan sudah tertera tetapi
tidak selesai
Menemukan dengan caranya 4
sendiri dan proses penjelasan
atau keterangannya serta
hasilnya adalah benar
4 Berpikir Mengembangkan Tidak menuliskan sama sekali 0
terperinci , memperinci Memperinci ide yang tidak 1
(elaborasi) detail-detail relevan untuk pemecahan
menambah, masalah/ jawaban salah
memperkaya Terdapat kekeliuran dalam 2
suatu gagasan memperluas situasi tanpa
disertai perincian
Terdapat kekeliuran dalam 3
memperluas situasi dan disertai
perincian yang kurang detail
Memperluas situasi dengan 4
benar dan merincinya detail
bahkan memberikan warna-
warni penulisan yang berbeda
untuk poin yang sangat penting

3.8 Validitas Tes


Validitas tes adalah ketelitian tes untuk dapat memenuhi fungsinya dalam
menggambarkan keadaan aspek yang diukur dengan tepat dan teliti. Penyusunan
tes ini digunakan validitas isi dan validitas butir soal.

3.8.1 Validitas Isi


Validitas isi yaitu menyesuaikan soal tes dengan berpedoman pada
kurikulum dengan materi usaha danxy energi. Validitas isi adalah derajat dimana
sebuah tes mengukur cakupan substansi yang ingin diukur yaitu kesesuaian
indikator dengan soal. Instrumen yang telah disusun kemudian divalisitaskan
kepada ahli (dosen atau guru). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila
mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran
yang diberikan.
3.8.2 Validitas Butir Soal
Pengujian dari validitas ramalan didasarkan atas perhitungan-perhitungan
secara empiris. Validitas butir soal di ujicoba ke siswa-siswa yang sebelumnya
telah mempelajari materi usaha dan energi yang akan diajarkan pada sampel
penelitian. Rumusan kolerasi yang dapat digunakan adalah rumus kolerasi
product moment sebagai berikut :
N Σxy−( Σ y )
r xy =
√[ N ( Σ x ) −( Σ x ) ][ N ( Σ y ) −( Σ y ) ]
2 2 2 2

Dengan :
rxy = koefisien kolerasi antara variabel X dan variabel Y
x = skor nutir soal yang dihitung
y = skor total butir soal
N = banyak sampel

3.8.3 Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel artinya
dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan.
Rumus yang digunakan untuk menentukan koefisien reliabilitas yaitu
menggunakan rumus Kuder-Richardson (KR-20): yaitu:
2
S −∑ pq
R11 = ( )(
n
n−1 S
2 )
Keterangan:
R11 = reliabilitas tes secara keseluruhan
p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q= 1 - p)
∑ pq = jumlah hasil perlakuan antara p dan q
n = jumlah item
S = standar deviasi
Kriteria pengujian validitas adalah setiap item valid apabila r xy >
r tabel ( r tabel diperoleh dari nilai kritis r product moment dengan taraf
signifikn α = 0,05).
Tabel 3.6 Kategori dan Nilai Reliabilitas
Nilai Kategori
0.00 – 0.20 Sangat rendah
0.21 – 0.40 Rendah
0.41 – 0.60 Cukup
0.61 – 0.80 Tinggi
0.81 – 1.00 Sangat tinggi
(Arikunto, 2009).

3.8.4 Taraf Kesukaran


Rumus yang digunakan untuk menentukan tingkat kesukaran tes masing-
masing item tes yaitu:
B
P=
JS
Dengan:
P = indeks kesukaran
B = jumlah siswa yang menjawab benar
JS = jumlah seluruh siswa
Adapun kategori penilaiannya dapat ditunjukkan pada Tabel 3.7 berikut.
Tabel 3.7Kategori dan NilaiTaraf Kesukaran

Nilai Kategori
0 – 0,30 Sukar
0,31 – 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Mudah

3.8.5 Daya Pembeda Tes


Rumus yang digunakan untuk menentukan daya beda masing-masing item
tes dapat dilihat di bawah dan kategori penilaian dapat ditunjukkan pada tabel 3.8.
B A BB
D= − =P A −PB … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … … .(3.4)
J A JB
Dengan :
D = daya pembeda
BA = jumlah benar pada kelompok atas
BB = jumlah benar pada kelompok bawah
JA = jumlah siswa pada kelompok atas
JB = jumlah siswa pada kelompok bawah
Adapun kategori penilaian daya pembeda tes dapat dilihat pada tabel 3.10
berikut ini.
Tabel 3.8 Kategori dan Nilai Daya Pembeda Tes

Nilai Kategori
0,00 – 0,20 Buruk
0,20 – 0,40 Cukup
0,40 – 0,70 Baik
0,70 −¿ 1,00 Baik sekali
(Arikunto, 2009)
Setelah memperoleh hasil validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya
pembeda tes, tentunya peneliti akan memilah item-item soal yang sudah valid dan
reliabel untuk dijadikan sebagai instrumen tes dalam penelitian. Item yang tidak
valid otomatis dibuang sebab sudah terbukti tidak dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur.

3.9 Teknik Analisis Data


Setelah data hasil belajar kedua sampel diperoleh maka dilakukan analisis
data untuk mengetahui perbedaan dua kelompok tersebut. Untuk mengetahui
perbedaan hasil belajar kedua sampel signifikan atau tidak maka dilakukan
analisis statistik. Adapun langkah-langkah analisis statistiknya adalah sebagai
berikut:
1. Menghitung skor mentah untuk tiap kelompok
2. Menentukan nilai rata-rata dan simpangan baku

3.9.1 Menentukan Mean dan Simpangan Baku


1. Menentukan nilai rata-rata digunakan rumus (Sudjana, 2005), berikut:

X=
∑ Xi ..... (3.4)
n
Keterangan:
x = Mean (rata-rata) nilai siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol

∑ xi = Jumlah nilai total siswa

n = Jumlah sampel (siswa)


2. Menentukan simpangan baku (s) digunakan rumus (Sudjana, 2005),
berikut:


2
n ∑ xi 2−( ∑ xi ) ..... (3.5)
s=
n ( n−1 )
Keterangan:
s = Simpangan baku

∑ xi = Jumlah nilai total siswa

3.9.2 Uji Normalitas


Uji normalitas bertujuan untuk melihat sampel berasal dari populasi yang
terdistribusi normal atau tidak, Adapun uji yang digunakan yakni uji Liliefors
(Sudjana, 2001) dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Data X1, X2, …. Xn yang diperoleh dari data yang terkecil hingga data yang
terbesar.
b. Data X1, X2, …. Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, …. Zn dengan rumus:
Xi− X̄
Zi=
S ( x dan s masing – masing merupakan rata-rata dan
simpangan baku sampel)
c. Dengan menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian hitung

peluang F(zi) = P(z


¿ zi )
d. Selanjutnya dihitung proporsi z1,z2, . . . , zn yang lebih kecil atau sama dengan
zi. Jika proporsi dinyatakan dengan S(zi) maka
banyaknya z 1, z 2,... ... . z n yang≤z i
S ( z )=
i n (3-6)

e. Menghitung selisih F(zi) - S(zi) kemudian tentukan harga mutlaknya.


Dengan krteria pengujian:
Jika L0< L maka sampel berdistribusi normal
Jika L0>L maka sampel tidak berdistribusi normal
f. Mengambil harga mutlak yang paling besar dari selisih itu disebut L hitung,
Selanjutnya pada taraf signifikan α = 0,05 dicari harga Ltabel pada daftar
nilai kritis L untuk uji Lilliefors. Kriteria pengujian ini adalah apabila
Lhitung< Ltabel maka berdistribusi normal. (Sudjana, 2005)

3.9.3 Uji Homogenitas


Pemeriksaan uji homogenitas varian bertujuan untuk mengetahui apakah
data sampel memiliki variansi yang homogen atau tidak. Uji homogenitas varians
menggunakan uji F, dengan hipotesis sebagai berikut :
H0 : σ =σ
12 22 kedua populasi mempunyai varians yang sama.
Ha : σ ≠σ
12 22 kedua populasi mempunyai varians yang berbeda.

Pengujian hipotesis (Sudjana, 2012: 225) digunakan rumus:

varians terbesar
Fhit =
varians terkecil (3-7)

Kriteria Pengujian adalah :


Fhit < Ftab1/2 α(v1, v2) , H0 diterima
Fhit > Ftab1/2 α(v1, v2) , H0 ditolak
Dengan :
taraf nyata α = 0,05
v1 = n1-1 dan n1 = ukuran varians terbesar
v2 = n2- 1 dan n2 = ukuran varians terkecil
Jika pengolahan data menunjukkan bahwa Fhitung< Ftabel maka H0 diterima,
dapat diambil kesimpulan bahwa kedua sampel mempunyai varians yang
homogen. Jika pengolahan data menunjukkan bahwa F hitung> Ftabel, maka H0 ditolak
dan terima Ha, dapat diambil kesimpulan bahwa kedua sampel tidak mempunyai
varians yang homogen.

1.9.4 Uji Hipotesis


Pengujian hipotesis dilakukan dengan dua cara yaitu:

3.9.4.1 Uji kesamaan rata-rata pretes


Uji t dua pihak digunakan untuk mengetahui kesamaan kemampuan awal
siswa pada kelas eksperimen dengan siswa pada kelas kontrol. Hipotesis yang
diuji berbentuk:
Ho : μ1 = μ2
Ha : μ1 ≠ μ2
μ1 = adalah skor rata-rata hasil belajar kelas eksperimen
μ2 = adalah skor rata-rata hasil belajar kelas kontrol
Keterangan :
μ1 = μ2 : Kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen sama dengan
kemampuan awal siswa pada kelas kontrol.
μ1 ≠ μ2 : Kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen tidak sama
dengan kemampuan awal siswa pada kelas kontrol.
Bila data penelitian berdistribusi normal dan homogen maka untuk
menguji hipotesis menggunakan uji t dengan rumus , yaitu :
x 1 −x2

t=
S
√ 1 1
+
n1 n 2 (3-8)
Dimana S adalah varians gabungan yang dihitung dengan rumus :
( n1 −1 ) S 12 + ( n2 −1 ) S 22
S2 = n1 +n2 −2

(3-9)
−t 1 <t < t 1
1− α 1− α
Kriteria pengujian adalah : terima Ho jika 2 2 dimana

t 1
1−
2
α
didapat dari daftar distribusi t dengan dk = n 1 + n2 - 2 dan α = 0,05 .
Untuk harga t lainnya HO ditolak.
−t 1 <t < t 1
1− α 1− α
Jika analisis data menunjukkan bahwa 2 2 , maka
hipotesis Ho diterima, berarti kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen sama
dengan kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen. Dan jika analisis data
menunjukkan harga t yang lain, maka H0 ditolak dan terima Ha, berarti
kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen tidak sama dengan kemampuan
awal siswa pada kelas kontrol.

2.9.4.2 Uji kesamaan rata-rata post-test(uji t)


Uji t satu pihak digunakan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran
Project Based Learning terhadap hasil belajar berupa keterampilan berpikir
kreatif siswa pada materi impuls dan momentum. Pengujian ini dilakukan pada
saat pengumpulan data tes akhir (posttest).Hipotesis yang diuji berbentuk :

Ho :
x 1=x 2

Ha :
x 1≠x 2

Keterangan :
H0 :
x 1=x 2 :Hasil belajar siswa berupa keterampilan berpikir kritis pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol sama, berarti tidak ada pengaruh Model
pembelajaran inquiry trainingberbasis collaborative dengan terhadapketerampilan
berpikir kritis siswa.

Ha:
x 1 >x 2 :Hasil belajar siswa berupa keterampilan berpikir kritis pada kelas
eksperimen lebih besar dari kelas kontrol, berarti ada pengaruh Model
pembelajaran Project Based Learning berbasis STEM dengan terhadap
keterampilan berpikir kreatif siswa.
Bila data penelitian berdistribusi normal dan homogen maka untuk menguji
hipotesis menggunakan uji t dengan rumus yaitu :
X́ 1 −X́ 2
t=
(3.10)
S
√ 1 1
+
n1 n2
S adalah varians gabungan yang dihitung dengan rumus :

2 ( n1−1 ) S21 +(n2−1) S 22


S= (3.11)
n1 +n2−2
Keterangan :
t : Distribusi t
X́ 1 : Rata-rata hasil belajar siswa berupa keterampilan berpikir kreatif pada
kelas eksperimen
X́ 2 : Rata-rata hasil belajar siswa berupa keterampilan berpikir kreatif pada
kelas kontrol
n1 : Jumah siswa kelas eksperimen
n2 : Jumlah siswa kelas kontrol
s1 : Varians kelas eksperimen
s2 : Varians kelas kontrol
S2 : Varians gabungan kelas eksperimen dan kontrol
Kriteria pengujiannya adalah : terima Ho, jika t < t1-α dimana t1-α didapat
dari daftar distribusi t dengan peluang 1 – α dan dk = (n 1 + n2 – 2) dan α = 0,05.
Untuk harga t lainnya Ho ditolak.Jika analisis data menunjukkan bahwa t > t1-α
maka hipotesis Ho ditolak dan Ha diterima. Dapat di ambil kesimpulan hasil
belajar siswa berupa keterampilan berpikir kritis pada kelas eksperimen lebih
besar dari pada hasil belajar siswa kelas kontrol, maka model pembelajaran
Project Based Learning berbasis STEM berpengaruh terhadap hasil belajar siswa
berupa keterampilan berfikir kreatif.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, S. A., Lihawa, F., & Abdjul, T. 2016. Penerapan Model Pembelajaran
Inkuiri Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Fisika.
Jurnal Health and Science Gorontalo (2016) 1-6.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta:

Daryanto. 2014. Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum. Yogyakart:


Penerbit Gapa Media.

Derlina., & Nasution, A. L. 2016. Efek Penggunaan Model Pembelajaran Inquiry


Training Berbantuan Media Visual dan Kreativitas terhadap Keterampilan
Proses Sains Siswa. Cakrawala Pendidikan, Juni 2016, Th. XXXV, No. 2.

Fathurrohman, Muhammad. 2015. Model-Model Pembelajaran Inovatif.


Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

Istarani. 2017. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan : Media Persada.

Jauhariyyah,dkk. 2017. Science, Technology, Engineering and Mathematics


Project Based Learning (STEM-PjBL) pada Pembelajaran Sains. Pros.
Seminar Pend. IPA Pascasarjana UM.vol 2.

Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. 2009. Models of Teaching. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.

Kementrian Pendidikan dan kebudayaan.20014.Model Pembelajaran Berbasis


Proyek. Jakarta : Linttas Media .

Kosasih. 2014. Strategi Belajar Dan Pembelajaran. Bandung : Yrama Widya .

Kristanti. 2016. Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Project Based


Learning Model) Pada Pembelajaran Fisika Di SMA. Jurnal
Pembelajaran Fisika, Vol. 5 No. 2.
Made Wena.2014. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontenporer Suatu Tinjauan
Konseptual Oprasional . Jakarta : Bumi Aksara .

Purwanti, S., & Manurung, S. 2015. Analisis Pengaruh Model Pembelajaran


Problem Solving dan Sikap Ilmiah terhadap Hasil Belajar Fisika. Jurnal
Pendidikan Fisika, Vol. 4: 57-62.

Sani, A. R. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk Implementasi Kurikulum 2013.


Jakarta : Bumi Aksara.

Sani, A. R., & Aulia, S. 2018. Upaya Mengatasi Miskonsepsi Siswa dengan
Menggunakan Model Pembelajaran Inquiry Training pada Materi Pokok
Momentum dan Impuls di Kelas X SMA Negeri 3 Binjai T.P
2017/2018.Jurnal Ikatan Alumni Fisika Universitas Negeri Medan, Vol. 4:1-
6.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung : Tarsito.

Sugiono. 2006. Metodelogi Penelitian Administratif. Bandung: Al-Fabeta.

Tanjung, Ratna. 2017. Strategi Belajar Mengajar. Medan : Harapan Cerdas


Medan.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta :


Kencana.

Anda mungkin juga menyukai