Anda di halaman 1dari 10

Kelas Kemampuan Lahan

Definisi

Klasifikasi Kemampuan Tanah adalah penilaian tanah secara sistimatik dan


pengelompokannya dalam beberapa kategori berdasarkan atas sifat-sifat yang merupakan
penghambat bagi penggunaannya. Klasifikasi ini selanjutnya menetapkan jenis usaha tani
yang sesuai dan macam perlakuan yang diperlukan agar dapat dipergunakan untuk
berproduksi dalam jangka waktu yang tidak terbatas.
Tanah dapat digarap adalah sebidang tanah yang sesuai untuk diusahakan bagi usaha
tani tanaman semusim, sedangkan tanah tidak dapat digarap diartikan sebagai sebidang tanah
yang tidak sesuai untuk dipergunakan bagi usaha tani tanaman semusim tetapi sesuai untuk
usaha tani tanaman tahunan atau pohonan.

Kelas Kemampuan I (Warna Hijau)

Tanah kelas satu sesuai untuk segala jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan
tindakan pengawetan tanah yang khusus. Tanahnya datar, dalam, bertekstur halus dan sedang,
mudah diolah dan responsif terhadap pemupukan. Tanah kelas I tidak mempunyai
penghambat atau ancaman kerusakan dan oleh karenanya dapat digarap untuk usaha tani
tanaman semusim dengan aman. Tindakan pemupukan dan usaha-usaha pemeliharaan
struktur yang baik diperlukan untuk menjaga kesuburannya dan mempertinggi produktivitas.

Lahan kelas kemampuan I mempunyai sedikit penghambat yang membatasi


penggunaannya. Lahan kelas I sesuai untuk berbagai penggunaan pertanian, mulai dari
tanaman semusim (dan tanaman pertanian pada umumnya), tanaman rumput, padang
rumputm hutan produksi, dan cagar alam. Tanah-tanah dalam kelas kemampuan I
mempunyai salah satu atau kombinasi sifat dan kualitas sebagai berikut:

(1) terletak pada topografi datar (kemiringan lereng < 3%), (2) kepekaan erosi sangat
rendah sampai rendah, (3) tidak mengalami erosi, (4) mempunyai kedalaman efektif yang
dalam, (5) umumnya berdrainase baik, (6) mudah diolah, (7) kapasitas menahan air baik, (8)
subur atau responsif terhadap pemupukan, (9) tidak terancam banjir, (10) di bawah iklim
setempat yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman umumnya.

Kelas Kemampuan II (Warna Kuning)

Tanah-tanah dalam lahan kelas kemampuan II memiliki beberapa hambatan atau


ancaman kerusakan yang mengurangi pilihan penggunaannya atau mengakibatkannya
memerlukan tindakan konservasi yang sedang. Lahan kelas II memerlukan pengelolaan yang
hati-hati, termasuk di dalamnya tindakan-tindakan konservasi untuk mencegah kerusakan
atau memperbaiki hubungan air dan udara jika tanah diusahakan untuk pertanian tanaman
semusim. Hambatan pada lahan kelas II sedikit, dan tindakan yang diperlukan mudah
diterapkan. Tanah-tanah ini sesuai untuk penggunaan tanaman semusim, tanaman rumput,
padang penggembalaan, hutan produksi dan cagar alam. Hambatan atau ancaman kerusakan
pada lahan kelas II adalah salah satu atau kombinasi dari faktor berikut:

(1) lereng yang landai atau berombak (>3 % – 8 %), (2) kepekaan erosi atau tingkat
erosi sedang, (3) kedalaman efetif sedang (4) struktur tanah dan daya olah kurang baik, (5)
salinitas sedikit sampai sedang atau terdapat garam Natrium yang mudah dihilangkan akan
tetapi besar kemungkinabn timbul kembali, (6) kadang-kadang terkena banjir yang merusak,
(7) kelebihan air dapat diperbaiki dengan drainase, akan tetapi tetap ada sebagai pembatas
yang sedang tingkatannya, atau (8) keadaan iklim agak kurang sesuai bagi tanaman atau
pengelolannya.

Kelas Kemampuan III (Warna Merah)

Tanah-tanah dalam kelas III mempunyai hambatan yang berat yang mengurangi
pilihan pengunaan atau memerlukan tindakan konservasi khusus atau keduanya. Tanah-tanah
dalam lahan kelas III mempunyai pembatas yang lebih berat dari tanah-tanah kelas II dan jika
digunakan bagi tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tindakan konservasi yang
diperlukan biasanya lebih sulit diterapkan dan dipelihara. Lahan kelas III dapat digunakan
untuk tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah, tanaman rumput,
padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan suaka marga satwa. Hambatan yang
terdapat pada tanah dalam lahan kelas III membatasi lama penggunaannya bagi tanaman
semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi pembatas-pembatas tersebut.
Hambatan atau ancaman kerusakan mungkin disebabkan oleh salah satu atau beberapa hal
berikut:

(1) lereng yang agak miring atau bergelombang (>8 – 15%), (2) kepekaan erosi agak
tinggi sampai tinggi atau telah mengalami erosi sedang, (3) selama satu bulan setiap tahun
dilanda banjir selama waktu lebih dari 24 jam, (4) lapisan bawah tanah yang permeabilitasnya
agak cepat, (5) kedalamannya dangkal terhadap batuan, lapisan padas keras (hardpan),
lapisan padas rapuh (fragipan) atau lapisan liat padat (claypan) yang membatasi perakaran
dan kapasitas simpanan air, (6) terlalu basah atau masih terus jenuh air setelah didrainase, (7)
kapasitas menahan air rendah, (8) salinitas atau kandungan natrium sedang,(9) kerikil dan
batuan di permukaan sedang, atau (1) hambatan iklim yang agak besar.

. Kelas kemampuan IV(Warna Biru)

Hambatan dan ancaman kerusakan pada tanah-tanah di dalam lahan kelas IV lebih
besar dari pada tanah-tanah di dalam kelas III, dan pilihan tanaman juga lebih terbatas. Jika
digunakan untuk tanaman semusim diperlukan pengelolaan yang lebih hati-hati dan tindakan
konservasi yang lebih sulit diterapkan dan dipelihara, seperti teras bangku, saluran
bervegatasi dan dam penghambat, disamping tindakan yang dilakukan untuk memelihara
kesuburan dan kondisi fisik tanah. Tanah di dalam kelas IV dapat digunakan untuk tanaman
semusim dan tanaman pertanian dan pada umumnya, tanaman rumput, hutan produksi,
padang penggembalaan, hutan lindung dan cagar alam. Hambatan atau ancaman kerusakan
tanah-tanah di dalam kelas IV disebabkan oleh salah satu atau kombinasi faktor-faktor
berikut:

(1) lereng yang miring atau berbukit (> 15% – 30%), (2) kepekaan erosi yang sangat
tinggi, (3) pengaruh bekas erosi yang agak berat yang telah terjadi,(4) tanahnya dangkal, (5)
kapasitas menahan air yang rendah, (6) selama 2 sampai 5 bulan dalam setahun dilanda banjir
yang lamanya lebih dari 24 jam,(7) kelebihan air bebas dan ancaman penjenuhan atau
penggenangan terus terjadi setelah didrainase (drainase buruk), (8) terdapat banyak kerikil
atau batuan di permukaan tanah,(9) salinitas atau kandungan Natrium yang tinggi
(pengaruhnya hebat), dan/atau (1) keadaan iklim yang kurang menguntungkan.

. Kelas Kemampuan V(Warna Hijau Tua)

Tanah-tanah di dalam lahan kelas V tidak terancam erosi akan tetapi mempunyai
hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilanghkan yang membatasi pilihan pengunaannya
sehingga hanya sesuai untuk tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi atau
hutan lindung dan cagar alam. Tanah-tanah di dalam kelas V mempunyai hambatan yang
membatasi pilihan macam penggunaan dan tanaman, dan menghambat pengolahan tanah bagi
tanaman semusim. Tanah-tanah ini terletak pada topografi datar tetapi tergenang air, selalu
terlanda banjir, atau berbatu-batu (lebih dari 90 % permukaan tanah tertutup kerikil atau
batuan) atau iklim yang kurang sesuai, atau mempunyai kombinasi hambatan tersebut.
Contoh tanah kelas V adalah:

(1) tanah-tanah yang sering dilanda banjir sehingga sulit digunakan untuk penanaman
tanaman semusim secara normal, (2) tanah-tanah datar yang berada di bawah iklim yang
tidak memungknlah produksi tanaman secara normal, (3) tanah datar atau hampir datar yang
> 90% permukaannya tertutup batuan atau kerikil, dan atau
(4) tanah-tanah yang tergenang yang tidak layak didrainase untuk tanaman semusim, tetapi
dapat ditumbuhi rumput atau pohon-pohonan.

Kelas Kemampuan VI (Warna Oranye)

Tanah-tanah dalam lahan kelas VI mempunyai hambatan yang berat yang


menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk pengunaan pertanian. Penggunaannya
terbatas untuk tanaman rumput atau padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung,
atau cagar alam. Tanah-tanah dalam lahan kelas VI mempunyai pembatas atau ancaman
kerusakan yang tidak dapat dihilangkan, berupa salah satu atau kombinasi faktor-faktor
berikut:

(1) terletak pada lereng agak curam (>30% – 45%), (2) telah tererosi berat, (3)
kedalaman tanah sangat dangkal, (4) mengandung garam laut atau Natrium (berpengaruh
hebat), (5) daerah perakaran sangat dangkal, atau (6) iklim yang tidak sesuai. Tanah-tanah
kelas VI yang terletak pada lereng agak curam jika digunakan untuk penggembalaan dan
hutan produksi harus dikelola dengan baik untuk menghindari erosi. Beberapa tanah di dalam
lahan kelas VI yang daerah perakarannya dalam, tetapi terletak pada lereng agak curam dapat
digunakan untuk tanaman semusim dengan tindakan konservasi yang berat seperti,
pembuatan teras bangku yang baik

Kelas Kemampuan VII (Warna Coklat)

Lahan kelas VII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, Jika digunakan untuk padanag
rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha pencegahan erosi yang berat.
Tanah-tanah dalam lahan kelas VII yang dalam dan tidak peka erosi jika digunakan unuk
tanaman pertaniah harus dibuat teras bangku yang ditunjang dengan cara-ceara vegetatif
untuk konserbvasi tanah , disamping yindkan pemupukan. Tanah-tanah kelas VII
mempunuaio bebetapa hambatan atyai ancaman kerusakan yang berat da tidak
dapatdihiangkan seperti

(1) terletak pada lereng yang curam (>45 % – 65%), dan / atau, (2) telah tererosi
sangat berat berupa erosi parit yang sulit diperbaiki.

Kelas kemampuan VIII (Warna Putih)

Lahan kelas VIII tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai untuk
dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat
rekreasi atau cagar alam. Pembatas atau ancaman kerusakan pada lahan kelas VIII dapat
berupa:

(1) terletak pada lereng yuang sangat curam (>65%), atau (2) berbatu atau kerikil
(lebih dari 90% volume tanah terdiri dari batu atau kerikil atau lebih dari 90% permukaan
lahan tertutup batuan), dan (3) kapasitas menahan air sangat rendah. Contoh lahan kelas VIII
adalah puncak gunung, tanah mati, batu terungkap, dan pantai pasir

Kemampuan Lahan dslsm Tingkat Subkelas


Subkelas adalah pembagian lebih lanjut dari kelas berdasar atas jenis faktor
penghambat yang sama. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan kedalam empat jenis,
yaitu: bahaya erosi (e), genangan air (w), penghambat terhadap perakaran tanaman (s), dan
iklim (c).
Subkelas (e) erosi, terdapat pada lahan dimana erosi merupaaakan problema utama.
Kepekaan erosi dan erosi-erosi yang elah terjadi merupakan pentunjuk untuk penempatan
dalam subkelas ini.
Subkelaw (w) kelebihan air, terdapat pada lahan dimana kelebihan air faktor
penghambat utama. Drainase yang buruk, air tanah yang tinggi, bahaya banjir merupakan
faktor-faktor yang digunakan untuk penentuan subkelas ini.
Subkelas (s) penghambat terhadap perakaran tanaman, meliputi anah yang dngkal,
banyak batu-batuank daya memegang air yang rendahyang sulit diperbaiki, garam dan Na
yang tinggi.
Subkelas (c) iklim, terdiri dari lahan dimana iklim (suhu dan curah hujan) merupakan
penghambat uatama.
Jenis-jenis faktor penghambat ini ditulis dibelakang angka kelas sebagai berilut: IIIe,
IIw, IVs dan sebagainya masing-masing menyatakan tanah kelas III disebabkan oleh faktor
erosi (e), tanah kelas II yang disebabkan oleh faktor air (w), dan tanah kelas IV disebabkan
oleh faktor perakaran tanaman (s).

Evaluasi Kesesuaian Lahan


Evaluasi kesesuian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan
untuk penggunaan tertentu (Sitorus, 1998). Menurut Husein (1981), evaluasi lahan adalah
usaha untuk mengelompokkan tanah-tanah tertentu sesuai dengan kebutuhan tanaman. Kelas
kesesuian lahan untuk suatu areal dapat berbeda tergantung dari penggunaan lahan yang
sedang dipertimbangkan.

Selanjutnya Sitorus (1998) menyatakan bahwa evaluasi lahan pada hakekatnya


merupakan proses pendugaan potensi sumber daya lahan untuk berbagai kegunaan dengan
cara membandingkan persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan dengan
sifat sumber daya yang ada pada lahan tersebut. Fungsi kegiatan evaluasi lahan adalah
memberikan pengertian tentang hubungan antara kondisi lahan dengan penggunaannya serta
memberikan kepada perencana berbagai perbandingan dan alternatif pilihan penggunaan
yang dapat diharapkan berhasil.

FAO (1976) dalam Djaenuddin dkk (1994) menyatakan bahwa evaluasi lahan dapat
dibedakan atas a) pendekatan dua tahap yaitu tahapan pertama berdasarkan evaluasi lahan
secara fisik atau bersifat kualitatif kemudian diikuti dengan tahapan kedua berdasarkan
analisis ekonomi dan sosial, b) pendekatan paralel dimana evaluasi lahan baik secara fisik
maupun ekonomi dilaksanakan secara bersamaan.

Tanah

Menurut Arsyad (1985), tanah mempunyai dua fungsi utama yaitu (1) sebagai sumber
unsur hara bagi tumbuhan dan (2) sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar, air
tanah tersimpan dan tempat unsur-unsur hara dan air ditambahkan. Kedua fungsi tersebut
akan habis atau hilang disebabkan kerusakan tanah. Hilangnya fungsi pertama dapat
diperbaharui dengan mengadakan pemupukan, tetapi hilangnya fungsi kedua tidak mudah
diperbaharui.

Iklim
Iklim sangat berpengaruh terhadap usaha pertanian dan kadang-kadang merupakan
faktor penghambat utama disamping faktor-faktor lainnya. Iklim dapat berpengaruh terhadap
tanah, tanaman dan terhadap hama dan penyakit tanaman (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1985).

Sandy (1977) menyatakan bahwa unsur-unsur iklim yang berpengaruh terhadap


penggunaan tanah adalah suhu dan curah hujan. Suhu (tenperatur) sangat ditentukan oleh
perbedaan tinggi tempat, sedangkan curah hujan sangat ditentukan oleh intensitas dan
distribusinya.

Topografi

Ketinggian di atas permukaan laut, panjang dan derajat kemiringan lereng, posisi
bentang lahan mudah diukur dan dinilai sangat penting dalam evaluasi lahan. Faktor-faktor
topografi berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap kualitas tanah. Faktor ini
berpengaruh berpengaruh terhadap kemungkinan bahaya erosi atau mudah tidaknya
diusahakan demikian pula didalam program mekanisme pertanian (Sitorus, 1989).

Vegetasi

Salah satu unsur lahan yang dapat berkembang secara alami atau sebagai hasil dari
aktifitas manusia adalah vegetasi baik pada masa lalu atau masa kini. Vegetasi dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui potensi lahan atau kesesuaian lahan bagi suatu
penggunaan tertentu melalui adanya tanaman-tanaman sebagai indikator (Sitorus, 1989).

Sosial Ekonomi

Menurut Sitorus (1989), ada 3 masalah utama dalam menggunakan data sosial
ekonomi utnuk evaluasi lahan yaitu : (1) pengevaluasian mungkin tidak mengetahui secara
tepat nomenklatur dan konsep ekonomi, (2) data ekonomi yang tersedia pada umumnya
didasarkan atas kerangka yang berbeda dari informasi-informasi lainnya, (3) faktor-faktor
ekonomi yang selalu berubah-ubah. Dengan alasan-alasan di atas sebagian besar sistem
evaluasi lahan mencoba menghindari pertimbangan faktor sosial dalam pengevaluasian lahan.

Metode Pendekatan Dalam Evaluasi Lahan

Ada tiga metode pendekatan yang digunakan dalam evaluasi kesesuaian lahan yaitu
dengan pendekatan pembatas, parametrik dan kombinasi pendekatan pembatas dan
parametrik.

Pendekatan Pembatas

Pendekatan pembatas adalah suatu cara untuk menyatakan kondisi lahan atau
karakteristik lahan pada tingkat kelas, dimana metode inimembagi lahan berdasarkan jumlah
dan intensitas pembatas lahan. Pembatas lahan adalah penyimpangan dari kondisi optimal
karakteristik dan kualitas lahan yang memberikan pengaruh buruk untuk berbagai
penggunaan lahan (Sys et al., 1991).

Metode ini membagi tingkat pembatas suatu lahan ke dalam empat tingkatan, sebagai
berikut :
a. 0 (tanpa pembatas), digolongkan ke dalam S1
b. 1 (pembatas ringan), digolongkan ke dalam S1
c. 2 (pembatas sedang), digolongkan ke dalam S2
d. 3 (pembatas berat), digolongkan ke dalam S3
e. 4 (pembatas sangat berat), digolongkan ke dalam kelas N1 dan N2

Pendekatan Parametrik

Pendekatan parametrik dalam evaluasi kesesuaian lahan adalah pemberian nilai pada
tingkat pembatas yang berbeda pada sifat lahan, dalam skala normal diberi nilai maksimum
100 hingga nilai minimum 0. Nilai 100 diberikan jika sifat lahan optimal untuk tipe
penggunaan lahan yang dipertimbangkan (Sys et al., 1991).

Pendekatan parametrik mempunyai berbagai keuntungan yaitu kriteria yang dapat


dikuantifikasikan dan dapat dipilih sehingga memungkinkan data yang obyektif; keandalan,
kemampuan untuk direproduksikan dan ketepatannya tinggi. Masalah yang mungkin timbul
dalam pendekatan parametrik ialah dalam hal pemilihan sifat, penarikan batas-batas kelas,
waktu yang diperlukan untuk mengkuantifikasikan sifat serta kenyataan bahwa masing-
masing klasifikasi hanya diperuntukkan bagi penggunaan lahan tertentu (Sitorus, 1998)

Kombinasi Pendekatan Pembatas dan Parametrik

Kombinasi pendekatan parametrik dan pendekatan pembatas sering digunakan untuk


menentukan kelas kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu. Penentuan kelas
kesesuaiannya dilakukan dengan cara memberi bobot atau harkat berdasarkan nilai kesetaraan
tertentu dan menentukan tingkat pembatas lahan yang dicirikan oleh bobot terkecil (Sys et al.,
1991).

Kriteria Penilaian Kelas Kesesuain Lahan

Indeks Lahan Nilai Tingkat Kelas Kesesuaian

atau Iklim Ekivalensi Pembatas Lahan


> 75 100 – 85 Tidak ada S1

50 – 75 85 – 60 Ringan S2

25 – 50 60 – 40 Sedang S3
12 – 25 40 – 25 Berat N1

< 12 < 25 Sangat Berat N2

Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk


penggunaan tertentu. Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan penilaian pengelompokan
suatu kawasan tertentu. Klasifikasi kesesuaian lahan merupakan penilaian dan
pengelompokan suatu kawasan tertentu dari lahan dalam hubungannya dengan penggunaan
yang dipertimbangkan (FAO, 1976) dalam Sitorus (1998).Struktur dari kesesuaian lahan
menurut metode FAO (1976) yang terdiri dari empat kategori yaitu :

(1) Ordo : menunjukkan jenis/macam kesesuaian atau keadaan kesesuaian secara


umum.
(2) Kelas : menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.

(3) Sub-kelas : menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan di
dalam kelas.
(4) Unit : menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan dalam
pengelolaan di dalam sub-kelas.

Ordo

Tingkat ini menunjukkan apakah lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaan
tertentu. Oleh karena itu ordo kesesuaian lahan dibagi dua, yaitu :

a. Ordo S : Sesuai

Lahan yang termasuk ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan untuk suatu
penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau dengan sedikit resiko kerusakan terhadap
sumber daya lahannya. Keuntungan yang diharapkan dari hasil pemanfaatan lahan ini
akan melebihi masukan yang diberikan.

b. Ordo N : Tidak Sesuai

Lahan yang termasuk ordo ini mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah
suatu penggunaan secara lestari.

Kelas

Ada tiga kelas dari ordo tanah yang sesuai dan dua kelas untuk ordo tidak sesuai,
yaitu :
Kelas S1 : Sangat Sesuai

Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan secara
lestari atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti dan tidak berpengaruh
secara nyata terhadap produksinya serta tidak akan menaikkan masukan dari apa
yang telah biasa diberikan.

Kelas S2 : Cukup Sesuai

Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk suatu penggunaan


yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas dan keuntungan sehingga
akan meningkatkan masukan yang diperlukan.

Kelas S3 : Sesuai Marjinal

Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas yang sangat berat untuk suatu


penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau
keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan.

Kelas N1 : Tidak Sesuai pada saat ini

Lahan yang mempunyai pembatas yang lebih berat, tetapi masih mungkin
diatasi.

Kelas N2 : Tidak Sesuai selamanya

Lahan yang mempunyai pembatas yang permanen, mencegah segala


kemungkinan penggunaan lahan.

Sub Kelas

Sub kelas kesesuaian lahan menggambatkan jenis faktor pembatas. Sub kelas
ditunjukkan oleh huruf jenis pembatas yang ditempatkan sesudah simbol S2, S3, atau N
sedangkan S1 tidak mempunyai sub kelas karena tidak mempunyai faktor pembatas.

Beberapa jenis pembatas yang menentukan sub kelas kesesuaian lahan, yaitu :

a. Pembatas iklim (c)


b. Pembatas topografi (t)
c. Pembatas kebasahan
d. Pembatas faktor fisik tanah (s)
e. Pembatas faktor kesuburan tanah (f)
f. Pembatas salinitas dan alkalinitas (n

Anda mungkin juga menyukai