Anda di halaman 1dari 47

EFEKTIFITAS PENDIDIKAN KESEHATAN

MENGGUNAKAN PERMAINAN ULAR TANGGA TERHADAP


PERUBAHAN PERILAKU TENTANG KESEHATAN GIGI
DAN MULUT ANAK USIA SEKOLAH DASAR

Layly Nur Hariadi


10617060

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


INSTITUT ILMU KESEHATAN
BHAKTI WIYATA KEDIRI
2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak usia sekolah yaitu anak dengan rentang usia 6-12 tahun merupakan

kategori usia yang beresiko mengalami masalah pada gigi dan mulut, pada usia 6-

8 tahun merupakan usia dimana gigi susu mulai berganti menjadi gigi permanen

disebut juga masa gigi campuran sehingga perlu dilakukan pendidikan atau

edukasi tentang kesehatan gigi dan mulut dalam upaya meningkatkan

pengetahuan mereka dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut untuk mencegah

1
terjadinya kerusakan gigi.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 oleh

Kementrian Kesehatan RI menunjukkan prevalensi nasional masalah gigi dan

mulut adalah sebesar 25,9% dengan spesifikasi anak yang mengalami masalah

kesehatan gigi dan mulut.

Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) provinsi Kalimantan Barat

tahun 2013 yang di rangkum dalam rekapitulasi pada 14 Kabupaten/Kota di

provinsi Kalimantan Barat didapatkan hasil bahwa penduduk yang bermasalah

pada gigi dan mulut mencakup semua kategori usia sebanyak 20,6% dengan

spesifikasi anak yang mengalami masalah gigi dan mulut di Kalimantan Barat

3
usia 5-9 tahun sebesar 63,5% dan usia 10-14 tahun sebesar 32,1%.

2
Adapun data lain didapatkan dari hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS)

2013 oleh Kementrian Kesehatan RI didapatkan bahwa penduduk Indonesia yang

berperilaku benar menyikat gigi pada saat setelah makan pagi dan sebelum tidur

malam di dapatkan sebesar 2,3%, sedangkan yang berperilaku salah dalam

4
menggosok gigi yaitu pada mandi pagi maupun mandi sore sebesar 76,6%.

Secara umum, perilaku kesehatan gigi pada usia ini lebih kooperatif dari pada

kelompok usia yang lebih muda dan kelompok usia ini juga dianggap sudah

mandiri dalam kegiatan menyikat gigi. Usia sekolah dasar juga merupakan usia

yang tepat untuk melatih kemampuan motorik anak termasuk salah satu nya

menyikat gigi.

Berdasarkan teori perkembangan kognitif dari piaget, kemampuan intelektual

anak usia 6-12 sudah cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai

kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya. Kelas IV

SD adalah siswa dengan rentang usia rata-rata 9-10 tahun, dimana pada kelompok

usia ini minat belajar siswa cukup tinggi, didukung oleh ingatan anak yang kuat

serta kemampuan dalam menangkap dan memahami materi yang diberikan.

Dalam perubahan perilaku, terdapat tiga domain penting meliputi

pengetahuan, sikap, dan tindakan. Perilaku mulai terbentuk dari pengetahuan atau

ranah domain kognitif. Subjek atau individu mengetahui adanya rangsangan yang

berupa materi atau objek di luar dirinya, kemudian terbentuk pengetahuan baru

3
yang akan menstimulus tanggapan batin seseorang untuk mengaplikasikan sebuah

sikap terhadap objek yang diketahuinya tersebut. Dengan adanya stimulus tersebut

juga akan merangsang terjadinya perubahan tindakan. Tetapi untuk melakukan

sebuah tindakan, tanpa adanya stimulus pengetahuan dan sikap juga dapat

dilakukan, namun perilaku yang dilandasi dengan dasar pengetahuan akan lebih

6
langgeng dibandingkan yang tanpa dilandasi pengetahuan.

Salah satu stimulus yang dapat digunakan dalam pemberian pendidikan

7
kesehatan anak adalah dengan metode permainan. Anak usia sekolah memiliki

koordinasi dan intelektual untuk berinteraksi dengan anak lain seusia mereka.

Selain meningkatkan pengetahuan, bermain juga dapat melatih anak dalam

bekerja sama dan melatih anak dalam mengenal sebuah peraturan untuk melatih

8
kedisiplinan anak.

Dengan berkembangnya zaman, maka dikembangkan pula sebuah permainan

9
yang disebut dengan Alat Permainan Edukatif. Permainan ular tangga dipilih

sebagai media pendidikan kesehatan dalam meningkatkan pengetahuan siswa

tentang kesehatan gigi dan mulut karena media simulasi ular tangga masuk dalam

salah satu kategori permainan edukatif memenuhi kriteria-kriteria dalam

7, 8
permaianan edukatif.

Ada beberapa penelitian mengatakan tentang keefektifan dari Permainan Ular

Tangga. Penelitian yang dilakukan Hamdalah (2013) yang berjudul “Efektivitas

Media Cerita Bergambar dan Ular Tangga dalam Pendidikan Kesehatn Gigi dan

4
Mulut Siswa SDN 2 Patrang Kabupaten Jember” menunjukkan bahwa efektivitas

permainan ular tangga lebih tinggi daripada media cerita bergambar dalam

mempersepsikan pengetahuan, sikap, dan praktik tentang kesehatan gigi dan

mulut.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Purnanindya (2013) yang berjudul

“Pengembangan Permainan Edukasi Ular Tangga Sebagai Media Pembelajaran

TIK untuk Siswa Kelas 3 SD Negeri Pujokusuman 2 Yogyakarta” juga

menunjukkan bahwa media permainan ular tangga sebagai media pembelajaran

TIK yang telah dibuat layak digunaka untuk siswa Sekolah Dasar.

Berdasarkan studi pendahulu yang dilakukan peneliti menggunakan

Permainan Ular Tangga dengan 32 sampel siswa di SD Al-AZHAR Pontianak

didapatkan hasil bahwa 100% siswa mengatakan bahwa mereka mengetahui

tentang permainan ular tangga, 100% siswa juga mengatakan tidak pernah belajar

menggunakan permainan ular tangga di sekolah, 100% siswa menyetujui jika

permainan ular tangga digunakan sebagai media belajar, 97% siswa mengatakan

bahwa gambar dan warna dalam permainan ular tangga ini menarik, kemudian

97% siswa mengatakan bahwa pesan yang disampaikan dalam permainan ular

tangga ini bermanfaat.

Dari studi pendahulu tersebut dapat disimpulkan bahwa media Permainan Ular

Tangga dinyatakan efektif dan bisa dijadikan sebagai media pembelajaran dalam

penelitian tersebut. Oleh karena itu, Ular Tangga dipilih sebagai media edukasi

dengan harapan meningkatkan minat belajar anak sekolah dasar tentang kesehatan

5
gigi dan mulut dan menjadi media edukasi yang baru dan menarik bagi anak

sekolah dasar.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui efektifitas edukasi dengan media permainan ular tangga

terhadap pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut pada siswa SDN 03

Singkawang Tengah.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui perbedaan pengetahuan siswa tentang kesehatan gigi dan mulut di

SDN 03 Singkawang Tengah sebelum dan sesudah diberikan edukasi dengan

media permainan ular tangga pada kelompok eksperimen.

b. Mengetahui perbedaan pengetahuan siswa tentang kesehatan gigi dan mulut di

SDN 03 Singkawang Tengah sesudah diberikan pretest dan posttest pada

kelompok kontrol. 


C. Manfaat

1. Bagi Sekolah


Adapun manfaat bagi sekolah di SDN 03 Singkawang Tengah dari hasil

penelitian ini yaitu diharapkan dapat menjadi bahan media edukasi yang baru

untuk melakukan promosi kesehatan tentang kesehatan gigi dan mulut di

lingkungan sekolah. 


2. Bagi Fakultas


Sebagai bahan literatur perpustakaan yang dapat dijadikan referensi dan

6
penelitan ini dapat dilanjutkan mahasiswa khususnya Fakultas Kedokteran

Gigi Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri mengenai promosi

kesehatan khususnya tentang pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada anak

sekolah dasar. 


3. Bagi Peneliti


Sebagai aplikasi nyata untuk menerapkan berbagai ilmu pengetahuan yang

telah diperoleh selama masa perkuliahan dan untuk mendapatkan pengalaman

secara langsung dalam melakukan penelitian, dibidang promosi 
kesehatan

di sekolah khususnya pengetahuan kesehatan gigi dan mulut pada anak

sekolah dasar.

D. Rumusan Masalah

Apakah edukasi dengan media permainan ular tangga efektif meningkatkan

pengetahuan siswa SDN 03 Singkawang Tengah tentang kesehatan gigi dan

mulut.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anak Sekolah Dasar

I. Pengertian Anak Sekolah Dasar


Anak adalah seorang lelaki atau perempuan yang belum dewasa atau belum

mengalami masa pubertas. Menurut psikologi, anak adalah periode perkembangan

yang merentang dari masa bayi hingga usia lima atau enam tahun, periode ini

biasanya disebut dengan periode prasekolah, kemudian berkembang setara dengan

tahun sekolah dasar (Wibowo, 2015).

Menurut Kemenkes dalam Wibowo (2015) anak dapat dibagi menjadi

beberapa kelompok. Adapun kelompok anak adalah sebagai berikut:

1. Bayi adalah sekolompok penduduk yang berusia < 1 tahun (0 tahun) atau

penduduk yang belum merayakan ulang tahunnya yang pertama (0 – 11

bulan) 


2. Bawah tiga tahun (Balita) adalah sekolompok penduduk yang berusia < 3

tahun (0 – 2 tahun) atau penduduk yang belum merayakan ulang tahunnya

yang ketiga (0 – 35 bulan) 


3. Bawah lima tahun (Balita) adalah sekelompok penduduk yang berusia < 5

tahun (0 – 4 tahun) atau penduduk yang belum merayakan ulang tahunnya

yang kelima (0 – 59 bulan) 


4. Anak pra sekolah adalah sekelompok penduduk yang berusia 5-6 tahun 


5. Anak usia sekolah SD atau seingkat adalah sekelompok penduduk yang

8
berusia 7-12 tahun 
Menurut Depkes RI dalam Rizki (2013), anak

Sekolah Dasar 
berada pada kelompok pra remaja (7-12 tahun) yang

mengikuti pendidikan di Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah. Anak

sekolah dasar dalam hal ini adalah semua anak yang masih terdaftar duduk

di bangku sekolah dasar mulai dari kelas 1 (satu) hingga kelas 6 (enam),

baik di Sekolah Dasar Negeri, Sekolah Dasar swasta, maupun Madrasah

Ibtidaiyah.

II. Kemampuan Berpikir Anak Sekolah Dasar
Anak

Usia Sekolah Dasar (6/7 – 11/12 tahun) berada dalam periode perkembangan

berpikir konkret. Dikatakan periode berpikir konkret, karena pada periode ini anak

hanya mampu berpikir dengan logika untuk memecahkan persoalan-persoalan

yang bersifat konkret atau nyata saja, yaitu dengan cara mengamati atau

melakukan sesuatu yang berkaitan dengan pemecahan persoalan-persoalan itu.

Berpikir secara operasional konkret dapat dipandang sebagai tipe awal berpikir

ilmiah.

Pada tahap operasional konkret siswa mulai untuk dapat memandang “dunia”

secara objektif dan berorientasi secara konseptual. Dalam memahami suatu

konsep, anak sangat terikat kepada proses mengalami sendiri, artinya anak mudah

memahami konsep kalau pengertian konsep itu dapat diamati anak, atau

melakukan sesuatu yang berkaitan dengan konsep itu. Oleh karena itu, anak hanya

mampu menyeesaikan masalah-masalah yang divisualkan, dan sangat sulit bagi

anak untuk memahami masalah-masalah yang bersifat verbal (M.Sumantri, 2016)

9
B. Konsep perilaku

I. Pengertian Perilaku


Menurut Suryani (2003) dalam Susilo (2011), perilaku adalah aksi dari

individu terhadap reaksi dari hubungan dengan lingkungannya. Dengan perkataan

lain, perilaku baru terjadi bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan

reaksi. Sesuatu tersebut disebut rangsangan, jadi suatu rangsangan tertentu akan

menghasilkan reaksi berupa perilaku tertentu.

Perilaku dilihat dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup yakni

tumbuh – tumbuhan, binatang, dan manusia itu mempunyai perilaku, karena

mereka mempunyai aktivitas masing – masing. Dengan demikian, maka yang

dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah suatu tindakan atau

aktivitas dari manusia sendiri seperti berbicara, menagis tertawa, bekerja dan lain

sebagainya. Kalau disimpulkan perilaku manusia adalah semua kegiatan atau

aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung maupun seacara tidak

langsung (Notoatmodjo, 2003 diacu Suryani, 2003).

1. Skinner (1938) yang diacu oleh Notoatmodjo (2003) menegaskan bahwa

perilaku itu merupakan suatu respon atau reaksi orang terhadap rangsangan

atau stimulus dari luar. Oleh karena itu teori Skinner ini disebut teori S-O-R

(Stimulus- Organisme-Respons). Skinner membedakan teorinya menjadi

dua repons, yaitu : Respondent respons atau reflexise respons, yaitu

response yang ditimbulkan oleh stimulus tertentu, misalnya cahaya

menyilaukan menyebabkan mata tertutup, gerak lutut bila lutut kena palu,

10
menarik jari bila jari kena api dan sebagainya. Stimulus seperti ini disebut

juga eliciting stimulation, tidak lain karena stimulus itu merangsang

timbulnya respon – respon yang tetap. Respondent respon ini meliputi

perilaku emosional, misalnya mendengar berita gembira menjadi

bersemangat, mendengar berita musibah menjadi sedih.

2. Operant respons atau instrumental respons, yakni timbulnya respons diikuti

oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing

stimulation atau reinforcer (penguat). Hal ini dikarenakan perangsang itu

memperkuat respon, misalnya seseorang staf mengerjakan pekerjaan dengan

baik (dari respon tugas yang telah diberikan sebelumnya), maka dari itu

sebagai imbalannya petugas tersebut mendapatkan reward atau hadiah.

Dengan demikian, petugas tersebut akan lebih baik lagi ketika

melaksanakan tugas berikutnya.

Berbagai bentuk respons terhadap stimulus, maka perilaku dibedakan

menjadi dua yaitu perilaku yang tidak tampak / terselubung (covert behavior)dan

perilaku yang tampak (overt behavior). Perilaku yang dimaksud dengan tidak

tampak ialah berpikir, tanggapan, sikap, persepsi, Emosi, pengetahuan dan lain –

lain. Perilaku yang tampak antara lain berjalan, berpakaian, dan sebagainya.

II. Perkembangan Manusia, Bakat, dan Proses Belajar


Situasi seseorang juga mempengaruhi perilaku, dengan demikian sangat

penting untuk mempelajari yang dialami seseorang meliputi bakat dan proses

belajar.

11
1. Perkembangan


Perkembangan yang dialami seseorang ditinjau dari psikologi dibagi menjadi 5

macam :

a Perkembangan fisik 
Keadaan fisik dapat membedakan perilaku

seseorang, misalnya perilaku bayi akan berbeda dengan anak – anak dan

orang dewasa bahkan orang tua. Perkembangan fisik yang normal juga

berbeda dengan yang tidak normal perilakunya. Berbagai perilaku yang

dapat membentuk orang menjadi lebih berani, ada pula yang penakut. 


b Perkembangan motorik
Fungsi motorik bayi dan anak – anak balita, jelas

sangat berbeda dengan mereka yang sudah dewasa. Bayi sangat tergantung

pada orang yang mengasuhnya, demikian juga anak – anak namun kualitas

ketergantungannya sangat berbeda karena anak balita sudah dapat belajar

untuk mandiri. Bagi yang menderita penyakit tertentu seperti polio,

perilakunya akan menghindari banyak kerja yang memerlukan otot

dibanding dengan yang normal. 


c Perkembangan emosional
Perkembangan pada perilaku bayi, anak balita

dan orang dewasa tentu juga berbeda. Demikian pula yang mempunyai

pengalaman hidup 
serba kecukupan dan manja akan berbeda perilakunya

dengan pengalaman hidup yang serba kekurangan dan harus mencukupi

keperluannya sendiri. Seseorang yang di dalam hidupnya selalu kurang

bahagia, mungkin cenderung menunjukkan perilaku suka murung.

d Perkembangan kepribadian
Kepribadian adalah sesuatu yang dimiliki

12
pada setiap orang yang dapat membedakan ciri orang satu dengan yang

lainnya. Perkembangan kepribadian juga dapat menentukan bentuk perilaku

seseorang. 


e Perkembangan mental
Mental jiwa berhubungan dengan kemampuan dan

juga kecerdasan. Jiwa dapat berkembang dengan dipengaruhi oleh

pengalaman hidup dan dapat mempengaruhi pula bentuk perilaku

seseorang. 


2. Bakat


Bakat atau pembawaannya seseorang dapat membentuk perilaku yang berbeda

antara satu orang dengan orang lainnya, misalnya bakat seniman, bakat

cendekiawan dalam bidang tertentu. Pada dasarnya bakat merupakan potensi yang

dapat menentukan perilaku seseorang. Ada orang yang berbakat berbuat jahat dan

ada pula bakat yang menyebabkan orang suka berbuat sosial pada orang lain dan

sebagainya. 


3. Proses belajar


Proses belajar atau pengalaman belajar seseorang juga menentukan bentuk

perilaku orang. Seseorang yang berpendidikan tinggi umumnya 
memiliki

perilaku jauh berbeda dengan seseorang yang berpendidikan rendah. Bahkan

proses belajar sebagai pengalaman hidup, dapat merubah atau memperbaiki

perilaku orang dari suka berbuat jahat menjadi suka berbuat baik.

13
III. Tingkatan Perilaku


Benyamin Bloom (1908) dalam Notoatmodjo (2010), seorang ahli psikologi

pendidikan membedakan tiga area, wilayah, ranah atau domain perilaku ini, yakni

kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Kemudian

ahli pendidikan di Indonesia, ke tiga domain ini diterjemahkan kedalam cipta

(kognitif), rasa (afektif), dan karsa (psikomotor), atau peri cipta, peri rasa, peri

tindak.

Berdasarkan pembagian domain Bloom ini, dikembangkan menjadi tiga

ranah perilaku sebagai berikut :

1. Pengetahuan (Knowledge)


Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang

terhadap objek melalui indera yang dimilinya (mata, hidung, telinga, dan

sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatiandan persepsi

terhadap objek. Secara garis besar telah dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu

a Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori

yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk

mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat

menggunakan pertanyan – pertanyaan. 


b Memahami (comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar

14
tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi

orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang

objek yang diketahui tersebut. 


c Aplikasi(application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah

memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau

mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

d Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk

menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara

komponen – komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek

yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai

pada tingkat analisis adalah apabila seseorang tersebut telah dapat

membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram

(bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. 


e Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang

untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari

komponen – komponen pengetahuan yang dimiliki. 


f Evaluasi(evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang

untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap sesuatu objek

tertentu. 


2. Sikap (Attitude)


15
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,

yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang –

tidak senang, setuju – tidak setuju, baik – tidak baik, dan sebagainya).
Menurut

Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2010), sikap itu terdiri dari tiga komponen

pokok, yaitu :

1. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya,


bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang 
terhadap

objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya 
bagaimana

penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang 
tersebut terhadap

objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap adalah


merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. 


4. Tindakan atau praktik (Practice)
Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak

(praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk

terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau

sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3

tingkatan menurut kualitasnya, yaitu :

a Praktik terpimpin (guided response) 
Apabila subjek atau seseorang telah

melakukan sesuatu masih 
tergantung pada tuntunan atau menggunakan

panduan. 


b Praktik secara mekanisme (mechanism) 
Apabila subjek atau seseorang

telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis maka

16
disebut praktik atau tindakan mekanis. 


c Adopsi(adoption)
Adopsi adalah tindakan atau praktik yang sudah

berkembang. 


IV. Proses Pembentukan Perilaku


Perilaku manusia sebagian terbesar ialah berupa perilaku yang dibentuk dan

perilaku yang di pelajari. Berkaitan dengan hal tersebut maka salah satu persoalan

ialah bagaimana cara membentuk perilaku sesuai dengan yang di harapkan.

1. Cara pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan
Salah

satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan kondisioning atau

kebiasaan. Suatu cara dengan membiasakan diri untuk berperilaku seperti

yang diharapkan, sehingga akan terbentuk perilaku yang di inginkan.

Misalnya dibiasakan bangun pagi atau menggosok gigi sebelum tidur,

mengucapkan terima kasih bila diberi sesuatu oleh orang lain,

membiasakan diri untuk datang tidak terlambat dikantor dan sebagainya

(Suryani, 2003 dari Notoatmodjo, 2003).
Metode tersebut berdasarkan

atas teori belajar kondisioning baik yang dikemukakan oleh Pavlov maupun

Thorndike dan Skinner terdapat yang seratus persen sama, namun para ahli

tersebut mempunyai dasar pandangan yang tidak jauh berbeda satu dengan

yang lainnya. Teori Kodisioning Paplov dikenal dengan kondisioning

klasik, sedangkan kondisioning Thorndike dan Skinner dikenal dengan

kondisioning Skinner sebagai kondisioning operan.

2. Pembentukan perilaku dengan pengertian (Insight)
Pembentukan perilaku

17
juga dapat ditempuh dengan metode pengertian. Misal datang kuliah jangan

sampai terlambat, karena hal tersebut dapat mengganggu teman – teman

yang lain. Bila naik motor harus pakai helm, karena helm tersebut untuk

keamanan diri dan masih banyak contoh lainnya yang menggambarkan hal

tersebut. Metode experimen Thorn like dalam belajar yang dipentingkan

adalah soal latihan. 


3. Pembentukan perilaku dengan menggunakan model
Pembentukan

perilaku dapat juga dilakukan dengan menggunakan model atau contoh.

Misalnya orang bicara bahwa orang tua sebagai contoh anak – anaknya,

pemimpin sebagai panutan yang dipimpinnya. Tindakan tersebut

merupakan pembentukan perilaku menggunakan model. Metode tersebut

berdasarkan teori belajar sosial (Sosial learning theory) atau Observasi

learning theory (Bandura, 1977). 


V. Teori Perilaku


Perilaku manusia itu didorong oleh motif tertentu sehingga manusia sering

berperilaku.

1. Teori Naluri (Instinct Theory) 
Teori yang dikemukakan oleh McDougall

sebagai pelopor dari psikologi sosial. Menurut McDaugall perilaku

seseorang itu disebabkan oleh karena naluri, dan McDaugall mengajukan

suatu daftar naluri. Naluri merupakan suatu perilaku yang innate, perilaku

yang bawaan, dan naluri akan mengalami perubahan - perubahan karena

18
sebuah pengalaman. Pendapat dari McDaugall ini mendapat tanggapan

dari F. Allport yang mengatakan bahwa perilaku manusia disebabkan oleh

berbagai faktor, termasuk orang – orang yang ada disekitarnya dengan

perilakunya. 


2. Teori Dorongan (Drive Theory)
Drive theory ini bertitik tolak pada

pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan – dorongan atau

drive tertentu. Dorongan tersebut sangat berkaitan dengan kebutuhan –

kebutuhan organisme yang mendorong organisme untuk berperilaku. Bila

organisme itu mempunyai kebutuhan, dan organisme ingin memenuhi

kebutuhannya, maka akan terjadi pengurangan atau reduksi dari dorongan

– dorongan tersebut. Dengan demikian, menurut Hull teori ini disebut teori

drive reduction. 


3. Teori insentif (incentive theory)
Dengan adanya teori insentif ini akan

mendorong organisme berbuat atau berperilaku. Reinforcement positif

adalah berkaitan dengan hadiah yang mendorong dalam berbuat,

sedangkan reinforcement negatif merupakan 
suatu reinforcement yang

akan dapat menghambat dalam organisme berperilaku. Perilaku timbul

karena adanya insentif atau reinforcement.

4. Teori atribusi ini yang akan mejelaskan tentang sebab – sebab perilaku orang.

Apakah teori perilaku itu disebabkan oleh diposisi internal (misalnya

motif, sikap, dan sebagainya) atau karena faktor keadaan eksternal. Teori

atribusi ini dikemukakan oleh Fritz Heider yang menyangkut lapangan

19
psikologi sosial. Pada dasarnya perilaku manusia itu dapat atribusi

internal, tetapi juga dapat atribusi eksternal.

C. Konsep stimulasi bermain

I. Pengertian Stimulasi


Mursinto (2002) dalam Rahardjo (2014), stimulasi adalah perangsangan dan

latihan – latihan terhadap kepandaian anak yang datangnya dari lingkungan luar

anak. Stimulasi ini dapat dilakukan oleh orang tua, anggota keluarga atau orang

dewasa lain di sekitar anak. Menurut Soetjiningsih (1995) dalam Rahardjo (2014),

stimulasi adalah perangsangan yang datangnya dari lingkungan di luar individu

anak. Anak yang lebih banyak mendapatkan stimulasi cenderung lebih cepat

berkembang. Stimulasi yang diberikan secara berulang – ulang dan terus –

menerus pada setiap aspek perkembangan anak, berarti anak telah memberikan

kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.

Stimulasi merupakan bagian dari kebutuhan dasar anak yaitu asah. Dengan

mengasah kemampuan anak secara terus – menerus, kemampuan anak akan

semakin meningkat. Pemberian stimulus dapat dilakukan dengan cara latihan dan

bermain.


II. Prinsip Stimulasi

Stimulasi yang diberikan pada anak, harus menggunakan prinsip sebagai berikut :

1. Sebagai ungkapan rasa cinta dan sayang, bermain bersama anak sambil

menikmati kebahagiaan bersama anak.

20
2. Bertahap dan berkelanjutan, serta mencakup 4 bidang kemampuan

perkembangan anak (motorik kasar, motorik halus, bahasa dan personal

social). 


3. Dimulai dari tahapan perkembangan yang telah dicapai anak. 


4. Dilakukan dengan wajar, tanpa paksaan, hukuman atau bentakan. 


5. Anak selalu diberi pujian. 


6. Alat bantu stimulasi (jika perlu) dicari yang sederhana, tidak berbahaya,


dan mudah didapat. 


7. Suasana dibuat menyenangkan dan bervariasi. 


III. Fungsi Bermain Sebagai Stimulasi pada Anak


Wong (1995) dalam Rahardjo (2014), menjelaskan fungsi bermain sebagai

berikut :


1. Perkembangan sensorik motorik

Perkembangan sensori motor ini didukung oleh stimulasi visual, stimulasi

pendengaran, stimulasi taktil (sentuhan) dan stimulasi kinetik. Stimulasi visual

merupakan stimulasi awal yang penting pada tahappermulaan perkembangan

anak. Anak akan meningkatkan perhatiannya pada lingkungan sekitar melalui

penglihatannya.

Stimulus pendengaran (stimulus auditif) sangat penting untuk perkembangan

bahasa anak. Memberikan sentuhan (stimulus taktil) yang mencukupi pada anak

akan memberikan kasih sayang yang diperlukan oleh anak. Stimulus ini

21
memberikan rasa aman dan percaya diri, sehingga anak akan lebih responsif dan

berkembang. Stimulus kinetik akan membantu anak untuk mengenal lingkungan

yang berbeda.

2. Perkembangan kognitif (intelektual)


Anak belajar mengenal warna, bentuk atau ukuran, tekstur dari berbagai

macam objek, angka dan benda. Anak juga mulai belajar untuk merangkai kata,

berpikir abstrak, dan memahammi hubungan ruang seperti naik, turun, dibawah

dan terbuka. 


3. Sosialisasi
Sejak awal masa anak –anak, anak telah menunjukkan

ketertarikan dan kesenangan terhadap orang lain, terutama terhadap ibu. 


4. Kreativitas
Situasi yang lebih menguntungkan atau menyenangkan untuk

berkreasi dari pada bermain, dengan begitu anak – anak dapat

bereksperimen dan mencoba ide – idenya. 


5. Kesadaran diri
Metode aktivitas bermain, anak akan menyadari bahwa

dirinya berbeda dengan yang laindan memahammi dirinya sendiri. Anak

belajar untuk memahami kelemahan dan kemampuannya dibandingkan

dengan anak yang lain. Pada saat tersebut anak sudah mulai melepaskan

diri dari orang tuanya. 


6. Nilai – nilai moral
Anak mulai belajar tentang perilaku yang benar dan

yang salah dari lingkungan rumah maupun sekolah. Pada saat mengenal

lingkungan anak akan berinteraksi dengan memberikan makna pada

latihan moral. Mereka mulai belajar menaati aturan. 


22
7. Nilai terapeutik
Bermain dapat mengurangi tekanan atau stres dari

lingkungan, anak dapat mengekspresikan emosi dan ketidakpuasan atau

situasi sosial serta rasa takutnya yang tidak dapat diekspresikan di dunia

nyata.

Stimulus yang diberikan pada anak melalui aktivitas bermain, memiliki tujuan

untuk :

1. Melatih dan mengevaluasi reflek – reflek fisiologis. 


2. Melatih koordinasi antara mata dan tangan serta mata dan telinga. 


3. Melatih untuk mencari objek yang tidak kelihatan. 


4. Melatih sumber asal suara. 


5. Melatih kepekaan perabaan. 


VI. Faktor yang Mempengaruhi Stimulasi Bermain Anak

1. Tahap perkembangan anak 
Aktivitas bermain yang tepat dilakukan

anak, yaitu sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak.

Permainan anak usia bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan

perkembangan anak usia sekolah. Demikian juga sebaliknya karena pada

dasarnya permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan

anak. Dengan demikian, orang tua dan perawat harus mengetahui dan

memberikan jenis permainan yang tepat untuk setiap tahapan pertumbuhan

dan perkembangan anak. 


2. Status kesehatan anak
Kebutuhan bermain pada anak sama halnya

dengan kebutuhan bekerja pada orang dewasa. Pada saat kondisi anak

23
sedang menurun atau anak 
terkena sakit, bahkan dirumah sakit, orang

tua dan perawat harus jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan

anak sesuai prinsip bermain pada anak yang sedang dirawat di rumah

sakit.

3. Jenis kelamin anak
Ada beberapa pandangan tentang konsep gender

dalam kaitannya dengan permainan anak. Dalam melaksanakan aktivitas

bermain tidak membedakan jenis kelamin laki – laki atau perempuan

untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi, kreativitas, perilaku anak

dan kemampuan sosial anak. Akan tetapi, ada pendapat lain yang meyakini

bahwa permainan adalah salah satu alat untuk membantu anak mengenal

identitas diri sehingga sebagian alat permainan anak perempuan tidak

dianjurkan untuk digunakan oleh anak laki – laki. Hal ini dilatar belakangi

oleh alasan adanya tuntutan perilaku yang berbeda antara laki – laki dan

perempuan, serta hal ini dipelajari melalui media permainan. Sesuai

dengan teori dari Hurlock (1998) bahwa anak laki – laki biasanya kurang

memperhatikan dan tidak bertanggung jawab terhadap pakaian dan barang

– barang miliknya, sedangkan anak perempuan kebalikannya dari anak

laki – laki yaitu cenderung lebih rajin, mudah diatur, berperasaan, dan

perilakunya lebih lembut. 


4. Lingkungan yang mendukung
Terselenggaranya aktivitas bermain yang

baik untuk perkembangan anak salah satunya dipengaruhi oleh nilai moral,

budaya, dan lingkungan fisik rumah. Fasilitas bermain tidak harus yang

dibeli ditoko atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat

24
menstimulus imajinasi dan kreatifitas 
anak. Permainan tradisional yang

dibuat sendiri atau berasal dari benda – benda sekitar kehidupan anak akan

lebih merangsang anak lebih kreatif. Keyakinan keluarga tentang moral

dan budaya juga mempengaruhi bagaimana anak dididik melalui

permainan. Sementara lingkungan fisik sekitar rumah lebih banyak

mempengaruhi ruang gerak anak untuk melakukan aktivitas fisik dan

motorik.

5. Alat dan jenis permainan yang cocok
Orang tua harus bijaksana dalam

memberikan alat permainan untuk anak. Pilih sesuai dengan tahapan

tumbuh kembang anak. Permainan membantu anak untuk meningkatkan

kemampuan dalam mengenal norma dan aturan serta interaksi sosial

dengan orang lain.

D. Peran Bermain Dalam Perkembangan Anak

Mengatasi pengalaman traumatik, coping terhadap frustrasi. Mempraktikkan

dan melakukan konsolidasi konsep – konsep serta keterampilan yang telah

dipelajari sebelumnya.
Meningkatkan berpikir abstrak, belajar dalam kaitan

ZPD (zone of proximal development), pengaturan diri.

Memunculkan fleksibilitas perilaku dan berpikir, imajinasi dan narasi.
Tetap

membuat anak terjaga pada tingkat optimal dengan menambah stimulasi.

Meningkatkan kemampuan untuk memahami berbagai tingkatan makna.

I. Jenis Permainan


25
1. Berdasarkan isi permainan :

a Social affective play
Permainan ini memberikan hubungan interpersonal

yang menyenangkan pada orang lain. 


b Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat

menimbulkan rasa senang pada anak yang mengasyikkan, misalnya

bermain tanah. 


c Skill play
Permainan ini meningkatkan keterampilan anak, khususnya

motorik halus dan kasar. 


d Games atau permainan
Jenis permainan yang memakai alat bantu dan

menggunakan perhitungan atau skor. 


e Unoccupied behaviour
Permainan ini menggunakan situasi atau objek

yang ada dilingkungan sekitar sebagai alat permainan. 


f Dramatic play
Permainan ini menggunakan metode memainkan peran

sebagai orang lain. 


2. Berdasarkan karakter sosial

a Onlooker play 
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati

temannya yang sedang bermain, tanpa ada insiatif untuk ikut berpartisipasi

dalam permainan. 


b Solitary play
Pada permainan ini anak tampak berada dalam kelompok

permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang

dimilikinya. Alat permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang

digunakan temannya, tidak ada kerja sama, ataupun komunikasi dengan

teman sepermainan. 


26
c Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat

permainan yang sama. Permainan parallel play menjadikan anak dengan

anak yang 
lain tidak terjadi kontak satu sama lain, sehingga antara anak

satu dengan anak yang lain tidak ada sosialisasi satu sama lain.

d Associative play 
Pada permainan ini, sudah terjadi komunikasi antara

satu anak dengan anak yang lain. Proses permainan Associative play, tidak

terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin permainan, dan

tujuan permainan tidak jelas. 


e Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas

pada permainan ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. 


E. Ular Tangga

I. Pengertian Permainan Ular Tangga

Ular tangga adalah permainan yang menggunakan dadu untuk menentukan

berapa langkah yang harus dijalani bidak. Permainan ini dalam kategori “board

game” atau permainan papan sejenis dengan permainan monopoli halma, ludo,

dan sebagainya. Papan berua petak- petak yang terdiri dari baris dan 10 kolom

dengan nomor 1-100, serta bergambar ular dan tangga (Husna, 2009).

Nining Sriningsih dalam bukunya (2009) menjelaskan bahwa Permainan

ular tangga dapat diberikan untuk anak usia 5-6 tahun dalam rangka menstimulasi

berbagai bidang pengembangan seperti kognitif, bahasa, dan social. Keterampilan

berbahasa yang dapat distimulasi melalui permainan ini misalnya kosakata naik-

27
turun, maju-mundur, keatas ke bawah dan lainsebagainya. Keterampilan social

yang dilatih dalam permainan ini diantaranya kemauan mengikuti dan mematuhi

aturan permainan, bermain secara bergiliran. Keterampilan kognitif- matematika

yang terstimulai yaitu menyebutkan urutan bilangan, mengenal lambing dan

konsep bilangan.

Menurut Ratnaningsih (2014) meyimpulkan bahwa permainan ular tangga

merupakan jenis permainan papan yang memiliki petak berjumlah 100, terbagi

dalam 10 baris dan 10 kolom. Permainan ular tangga memiliki peraturan yang

sederhana sehingga anak-anak mudah memainkannya.

Permainan ular tangga ini memilik tujuan untuk memberikan motivasi

belajar kepada peserta didik agar senantiasa mempelajari atau mengulang kembali

materi-materi yang telah dipelajari sebelumnya. Kemudian peserta didik akan

diuji melalui permainan ular tangga tesebut sehingga dengan mengulang materi

menjadi lebih menyenangkan dan tidak memberatkan bagi peserta didik (Rosela,

2016).

II. Manfaat Permainan Ular Tangga


Menurut Andang Ismail dalam Riva (2012), pada umumnya permainan yang

digunakan dalam pembelajaran memiliki beberapa manfaat, yaitu:

1. Memberikan ilmu pengetahuan kepada anak melalui proses


pembelajaran bermain sambal belajar. 


2. Merangsang pengembangan daya pikir, daya cipta, dan bahasa agar

28

mampu menumbuhkan sikap, mental, serta akhlak yang baik. 


3. Meciptakan lingkungan bermain yang menarik, memberikan rasa 
aman

dan menyenangkan. 


4. Meningkatkan kualitas pembelajaran anak dalam perkembangan 
fisik-

motorik, bahasa, intelektual, moral, social, maupun emosional. 


Selain terkait dengan pembelajaran Riva (2012) mengatakan bahwa,


permainan juga terkait dengan perkembangan siswa, antara lain:

1. Melatih kemampuan motorik 


2. Melatih konsentrasi 


3. Kemampuan sosialisasi meningkat (termasuk berkompetisi) 


4. Melatih keterampilan berbahasa 


5. Menambah wawasan 


6. Mengembangkan kemampuan untuk problem solving 


7. Mengembangkan jiwa kepemimpinan 


8. Mengembangkan pengetahuan tentang norma dan nilai 


9. Meningkatkan rasa percaya diri 
Berkaitan dengan hal tersebut tujuan

dari permainan ular tangga 
sebagai media pembelajaran adalah agar

siswa belajar secara menyenangkan. Selain itu juga dapat melatih siswa

tentang bagaimana bersikap jujur dan mengerti dengan peraturan

permainan tersebut (Riva, 2012).

Berdasarkan manfaat permainan ular tangga diatas, Ratnaningsih (2014)

menyimpulkan bahwa pada dasarnya manfaat permainan ular tangga tersebut

29
berguna untuk meningkatkan perkembangan fisik- motorik, bahasa, intelektual,

moral, social, maupun emosional siswa, sehingga permainan ular tangga dapat

menjadi media pembelajaran yang menyenangkan dan mengembangkan sikap

siswa mengenai peraturan.

III. Langkah-Langkah Bermain Ular Tangga


Dalam permainan ular tangga, tentunya memiliki peraturan atau langkah-

langkah permainan yang harus diikuti selama permainan berlangsung. Faizal

(2010) menjelaskan beberapa aturan atau langkah- langkah dalam permainan ular

tangga, yaitu:

1. Semua pemain memulai permainan dari petak nomor 1. 


2. Terdapat beberapa jumlah ular dan tangga pada petak tertentu pada papan

permainan. 


3. Terdapat satu buah dadu dan beberapa bidak. Jumlah bidak yang

digunakan sesuai dengan jumlah pemain.

4. Panjang ular dan tangga bermacam-macam ada yang pendek ada yang

panjang. 


5. Ular dapat memindahkan bidak pemain mundur beberapa petak,

sedangkan tangga dapat memindahkan bidak pemain maju beberapa petak.

6. Untuk menentukan siapa yang mendapat giliran pertama, biasanya

didasarkan nilai tertinggi dari hasil pelemparan dadu oleh setiap pemain

pada awal permainan. 


7. Pada saat gilirannya, pemain melempar dadu dan dapat memajukan

30
bidaknya beberapa petak sesuai angka hasil lemparan dadu. 


8. Bila pemain mendapat angka 6 dari hasil pelemparan dadu, maka pemain

tersebut mendapat giliran sekali lagi untuk melempar dadu dan

memajukan bidaknya sesuai angka yang diperoleh dari pelemparan dadu

terakhir. 


9. Jika bidak pemain berakhir pada petak yang mengandung kaki tangga,

maka bidak tersebut berhak maju beberapa petak sampai pada petak yang

ditunjuk oleh puncak dari tangga tersebut. 


F. Kebersihan Gigi dan Mulut

I. Pengertian Kebersihan Gigi dan Mulut


Menurut Effendi dalam Hartini (2009) kebersihan merupakan salah satu

syarat dalam kehidupan manusia untuk hidup sehat. Setiap manusia diwajibkan

untuk menjaga kebersihan dalam kehidupan karena kebersihan merupakan

sebagian dari pada iman. Peranan kebersihan sangat besar artinya dalam

kehidupan manusia. Kebersihan bukan hanya sekedar bagian dari pada iman,

tetapi yang lebih penting lagi betapa besarnya peranan kebersihan bagi kesehatan.

Berbagai penyakit dapat dicegah dengan kebersihan.

Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2012) gigi merupakan tulang

keras dan kecil-kecil berwarna putih yang tumbuh tersusun berakar di dalam gusi

dan kegunaannya untuk mengunyah atau menggigit. Penyakit gigi yang sering

terjadi pada umumnya disebabkan oleh kebersihan gigi yag kurang, sehingga

menyebabkan kerusakan gigi dan gusi. Penyakit-penyakit yang sering dijumpai

31
seperti gigi berlbang (Caries Dentis), karang gigi (Calculus). Caries Dentis atau

karies gigi adalah gigi berlubang yang terjadi karena adanya kerusakan pada

lapisan luar gigi (email) yang disebabkan kuman dan sisa makanan yang

menempel lama pada gigi. Gigi berlubang mengakibatkan sulit bicara dan

mengunyah, gigi keropos dan hilang Widowati (2013).

Hal- hal yang lain dapat dilakukan untuk memelihara kebersihan gigi

antara lain: menggosok gigi secara benar dan teratur setelah makan memakai sikat

gigi sendiri, menghindari makanan yang merusak gigi, serta makan makanan yang

berserat, memeriksa kesehatan gigi berkala setiap 6 bulan sekali (Adam, 2010).

Menurut Manson dan Elley dalam Mawardiyanti (2012) Kebersihan

rongga mulut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya karies

gigi. Penelitian secara epidemiologi mengenai karies gigi dan penyakit

periodontal, diperlukan suatu metode dan kriteria untuk mengetahui status

kesehatan gigi seseorang atau masyarakat.

Kebersihan gigi dan mulut disebut juga Oral Hygiene. Kebersihan gigi dan

mulut tersebut didefinisikan oleh Dorlan dalam Mawardiyanti (2012) yang

merupakan suatu pemeliharaan kebersihan dan hygiene struktur gigi dan mulut

melalui sikat gigi, stimulasi jaringan, pemijatan gusi, hidroterapi, dan prsedur lain

yang berfungsi untuk mempertahankan gigi dan kesehatan mulut.

Agar kesehatan mulut dan gigi selalu terjaga, sebagai pencegahannya

adalah dengan perawatan yang benar. Menjaga kebersihan gigi merupakan

langkah awal untukmewujudkan gigi yang sehat. Menurut Sadatoen Soerjohardjo

32
dalam Kurniastuti (2015), menjaga kebersihan gigi harus senantiasa dilakukan

agar gigi tetap sehat, maka 4 hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:

1. Cara menggunakannya, gigi harus digunakan untuk hal-hal yang

sesuai. Jangan digunakan untuk membuka tutup botol, jangan untuk

memecah biji-bijian yang keras. Ini bukan berarti bahwa gigi-gigi

harus dipakai untuk makan makanan yang lembek saja. Namun gigi-

gigi harus dilatih dengan memamah makanan yang agak keras. Misal

dengan menyeling-nyeling makanan dengan bangsa kacang-kacangan,

jagung, dan lain-lain.

2. Makanan yang dimakan, yaitu makanan yang manis-manis 
misalnya

permen pada umumnya tidak baik untuk kesehatan gigi. Setelah makan

makanan yang manis maka aka nada sisa permen yang menempel pada

gigi. Lapisan gula ini bila tidak segera dihilangkan, akan menjadi

tempat pertumbuhan yang subur bagi kuman. 


3. Bila makanan tidak atau kurang megandung kalsium dan phosphor,

maka pertumbuhan gigi akan terganggu. Bukan itu saja, kekurangan

akan vitamin D pun akan mengakibatkan gangguan pada pembentukan

gigi-gigi (dan penulangan pada umumnya). Kekurangan kalsium dan

phosphor juga akan menyebabkan gigi rapuh atau lemah. 


4. Makanan yang panas-panas juga dpaat merusak gigi. Kecuali itu,

mengunyah pun tidak dapat sempurna. Suatu kebiasaan yang sering

kita lihat ialah setelah makan makanan yang serba panas, kemudian

minum minuman yang dingin. Email gigi yang tadinya berkemang

33
karena panasnya makanan, akan mengerut karena terkena minuman

yang dingin. Bila hal seperti ini sering terjadi, maka email akan retak

dan gigi akan lebih mudah rusak. 



II. Cara Memelihara Kebersihan Gigi dan Mulut

Untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut, yakni menyikat gigi dengan

pasta gigi yang mengandung fluoride pada pagi dan malam hari, menjauhi

camilan setelah menyikat gigi pada malam hari, serta mengurangi makanan manis

dan lengket. Selain itu juga sangat dianjurkan agar banyak mengkonsumsi buah

dan sayur karena makanan berserat bisa menjadi pembersih alami (self cleansing)

pada gigi, membiasakan berkumur-kumur setelah makan sesuatu, berkumur

dengan anti septik setelah menggosok gigi dimana hal ini baik digunakan secara

tepat, menggunakan dentalfos agar sisa makanan yang tersangkut di interdental

dapat keluar, dan memeriksakan gigi ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali (Hartini,

2009).

III. Cara Menyikat Gigi dengan Benar


Membiasakan menyikat gigi sejak usia dini merupakan hal yang penting.

Pada umumnya anak dapat menyikat gigi tanpa pengawasan orang tuanya mulai

umur 9 tahun, akan tetapi sampai umut 14 tahun sebaiknya orang tua harus

memeriksa kegiatan anak waktu menyikat gigi dan mengetahui perkembangan

menyikat gigi anaknya. Cara menyikat gigi yang benar adalah:

1. Menyiapkan sikat gigi dan pasta yang mengandung Flour yang

merupakan salah satu zat yang dapat menambah kekuatan pada gigi.

34
Banyaknya pasta kurang lebih sebesar kacang tanah (1/2 cm) 


2. Berkumur-kumur dengan air bersih sebelum menyikat gigi 


3. Seluruh permukaan gigi disikat dengan gerakan maju-mundur pendek-

pendek atau memutar selama ± 2 menit (sedikitnya 8 kali 
gerakan

setiap 3 permukaan gigi) 


4. Berikan perhatian khusus pada daerah pertemuan antara gigi dan gusi.

5. Lakukan hal yang sama pada semua gigi atas bagian dalam. Ulangi

gerakan yang sama untuk permukaan bagian luar dan dalam semua

gigi atas dan bawah. 


6. Untuk permukaan bagian dalam gigi rahang bawah depan, miringkan

sikat gigi. Kemudian bersihkan gigi dengan gerakan sikat yang benar.

7. Bersihkan permukaan kunyah dari gigi atas dan bawah dengan

gerakan-gerakan pendek dan lembut maju-mundur berulang-ulang. 


8. Sikatlah lidah dan langit-langit dengan gerakan maju-mundur dan

berulang-ulang (Kemenkes RI, 2012). 


35
BAB I II

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

ANAK

PENGETAHUAN

METODE MEDIA

STIMULASI PERMAINAN
BERMAIN ULAR TANGGA

KEMAMPUAN PENGETAHUAN
BERPIKIR KESEHATAN GIGI
ANAK DAN MULUT

PERUBAHAN SIKAP

PERUBAHAN
PERILAKU

36
B. Hipotesis

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis alternative atau

hipotesis kerja (H1) yaitu:

1. Ada perbedaan yang bermakna antara pengetahuan siswa tentang

kesehatan gigi dan mulut di SDN 03 Singkawang Tengah sebelum diberi

edukasi dengan media permainan ular tangga. 


2. Ada perbedaan yang bermakna antara pengetahuan siswa tentang

kesehatan gigi dan mulut di SDN 03 Singkawang Tengah sesudah diberi

edukasi dengan media permainan ular tangga. 


37
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Pengertian kuantitatif tersebut

pada umumnya dilakukan pada populasi atau sampel tertentu. Proses penelitian

yang dilakukan bersifat deduktif dimana untuk menjawab rumusan masalah

digunakan konsep atau teori sehingga dapat dirumuskan secara hipotesis.

Hipotesis tersebut kemudian diuji dengan pengumpulan data lapangan, untuk

mengumpulkan data digunakan instrument penelitian. Data yang telah terkumpul

kemudian dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan statistic deskriptif

atau inferensial sehingga dapat disimpulkan hipotesis yang dirumuskan terbukti

atau tidak.

Desain Penelitian yang penulis gunakan adalah desain penelitian True

Experiment Design. True experiment mempunyai ciri khusus yaitu sampel yang

digunakan baik kelompok kontrol maupun eksperimen diambil secara acak dari

suatu populasi. Beberapa desain true experimental terbagi atas : Posstest-Only

Control Design, Pretest-Posttest Control Group Design dan The Solomon Four-

Group Design.

38
Peneliti akan mengambil desain Pretest-Posttest Control Group Design,

dengan menggunakan desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol

memiliki karakteristik yang sama, karena diambil secara acak (random) dari

populasi yang homogen pula.

Dalam desain ini kedua kelompok diberi tes awal (pretest) dengan tes yang

sama. Kemudian kelompok eksperimen diberi perlakuan khusus, sedangkan

kelompok control diberi perlakuan seperti biasanya. Setelah diberi perlakuan

kedua kelempok dites dengan tes yang sama sebagai tes akhir (posttest) hasil

kedua tes akhir dibandingkan, demikian juga antara hasil tes awal dengan tes

akhir pada masing-masing kelompok.
Desain penelitian yang digunakan adalah:

Desain Pretest-Posttest Control Group

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

Kelompok O1 X O2

Eksperimen (R)

Kelompok O3 O4

Kontrol (R)

Keterangan :

R = kelompok eksperimen dan kelompok control siswa SD yang diambil secara

random.

39
O1 dan O3 = kelompok eksperimen dan kelompok control sama-sama diberikan

pretest untuk mengetahui pengetahuan anak tentang kesehatan gigi dan mulut

X = treatment, yaitu perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan

simulasi permainan ular tangga pada kelompok eksperimen.

O2 = posttest pada kelompok eksperimen setelah diberi pembelajaran

pembelajaran dengan menggunakan simulasi permainan ular tangga pada

kelompok eksperimen.

O4 = 
posttest pada kelompok control yang tidak diberi metode pembelajaran

dengan menggunakan simulasi permainan ular tangga pada kelompok eksperimen.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di SDN 03 Singkawang Tengah, pada tanggal 27 mei

2016 selama 5 hari.

C. Populasi, Sample, dan Teknik Sampling

1. Populasi

Menurut Suyanto, dkk (2014), Populasi atau disebut dengan istilah universe

atau universum atau keseluruhan, adalah sekelompok individu atau obyek yang

memiliki karakteristik yang sama, yang mungkin diselidiki/diamati. Populasi pada

penelitian ini adalah seluruh siswa/i Kelas IV SDN 03 Singkawang Tengah kelas

IV-A dan kelas IV-B.

40
2. Sample

Menurut Darmadi (2011: 46) “Sampling adalah proses pemilihan sejumlah

individu suatu peelitian sedemikian rupa sehingga indiviu-individu tersebut

merupakan perwakilan kelompok yang lebih besar pada nama orang dipilih”.

Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini seluruh siswa Siswa/i Kelas IV

SDN 03 Singkawang Tengah dengan kelas IV-A dan kelas IV-B.

Satu kelas dijadikan kelompok eksperimen dan satu sekolah dijadikan

kelompok kontrol. Kelompok eksperimen yaitu kelas IV-A berjumlah 26 orang,

sedangkan kelompok kontrol yaitu kelas IV-B berjumlah 24 orang.

3. Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang

yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih sebagai anggota

sampel. Teknik probability sampling ini ada bermacam-macam yaitu simple

random sampling, proportionate stratified random sampling, disproportionate

stratified random, sampling area (cluster) sampling (Sugiyono, 2010: 120).

Prosedur pengambilan sampel adalah dengan cara undian. Alasan

menggunakan undian adalah bagi peneliti cukup sederhana dan memungkinkan

ketidakadilan dapat dihindari. Sampel diundi dari populasi kelas IV-A untuk

diambil sebagai sampel kelompok eksperimen, dan dari populasi kelas IV-B untuk

diambil sebagai sampel kelompok terikat.

41
D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau nilai dari orang, obyek, atau

kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2014). Dalam

penelitian ini ditetapkan variable penelitian sebagai berikut:

a. Variabel Bebas
 dalam penelitian ini adalah perlakuan intervensi Media

Permaianan Ular Tangga kesehatan gigi dan mulut.

b. Variabel Terikat dalam penelitian ini adalah pengetahuan siswa/i sebelum

dan sesudah intervensi tentang kesehatan gigi dan mulut.

42
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Tabel 1 Definisi Operasional

Definisi
No Variabel Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional
1 Pengetahuan Pengetahuan siswa Wawancara Kuesioner 1. Baik, jika skor Ordinal
siswa terhadap tidak Pre-test Pretest ≥ 52,25 dan
tehadap kebersihan gigi dan langsung Kurang Baik, jika
kebersihan mulut sebelum skor Pretest ≤ 52,25
gigi dan diberi edukasi, (Kelompok
mulut sesuai dengan isi Eksperimen)
sebelum tiap-tiap kotak 2. Baik, jika skor
diberi yang berisi gambar Posttest ≥ 89,25
edukasi dan pesan tentang dan kurang baik,
dengan gigi dan mulut jika skor Posttest ≤
media seperti 89,25. (Kelompok
permainan pemeriksaan, Eksperimen)
ular tangga waktu,penggunaan,
dan cara menjaga
kebersihan gigi dan
mulut dengan
bernar dalam
permainan ular
tangga yang akan
diberikan
2. Pengetahuan Pengetahuan siswa Wawancara Kuesioner 1. Baik, jika skor Ordinal
siswa terhadap tidak Post-test Pretest ≥ 52,25 dan
tehadap kebersihan gigi dan langsung Kurang baik, jika
kebersihan mulut sesudah skor ≤ 52,25
gigi dan diberi edukasi, (Kelompok
mulut sesuai dengan isi kontrol)
sesudah tiap-tiap kotak 2. Baik, jika skor
diberi yang berisi gambar Posttest ≥ 55,25
edukasi dan pesan tentang dan kurang baik,
dengan gigi dan mulut jika skor ≤ 55,25
media seperti (Kelompok
permainan pemeriksaan, kontrol)
ular tangga waktu,penggunaan,
dan cara menjaga
kebersihan gigi dan
mulut dengan
bernar dalam
permainan ular
tangga yang telah
diberikan 43
F. Instrument Penelitian

a. Kuesioner


Kuesioner yang dibuat merupakan kuesioner untuk mengukur pengetahuan

tentang kebersihan gigi dan mulut sebelum dan sesudah di berikan intervensi.

b. Permainan Ular Tangga
Media

Permainan Ular Tangga adalah Permainan Ular Tangga “Edukasi Kebersihan

Gigi dan Mulut”. Setelah dilakukan post-test, media ini dapat disimpan kembali.

Media Permainan Ular Tangga ini digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan

serta informasi mengenai kesehatanan gigi dan mulut di dalam penelitian ini.

Permainan Ular Tangga ini bernama “Ular Tangga Gigi dan Mulut”. Isi dari

permaianan ini terdiri dari pesan verbal dan Nonverbal yang berbentuk visual.

Media visual-verbal adalah media visual yang memuat pesan verbal (pesan

linguistic berbentuk tulisan). Media visual non-verbal adalah media visual yang

memuat pesan non-verbal yakni berupa symbol-simbol visual atau unsur-unsur

grafis, seperti gambar (sketsa, lukisan dan foto), grafik, diagram, bagan dan peta.

Pesan verbal dan non verbal dibuat berdasarkan perlakuan dan akibat positif

dan negatif dari pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut. Pesan verbal dan

nonverbal tersebut dibuat sedemikian rupa untuk menimbulkan minat dari sasaran

pendidikan, serta menarik perhatian dari penerima pesan untuk membacanya.

Selain itu juga dibuat untuk membantu penerima pesan mudah menerima

informasi dan merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan tersebut

44
kepada orang lain.

G. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data mencangkup jenis data yang akan dikumpulkan,

penjelasan, dan alasam pemakaian suatu teknik peng-umpulan data sesuai dengan

kebutuhan data dalam penelitian. Dengan adanya pengumpulan data, suatu

penelitian dapat dikatakan akurat. Pengumpulan data tersebut dapat dilakukan

dengan teknik pengumpulan data.

Sugiyono (2015, hlm. 308) mengatakan, “Teknik pengumpulan data me-

rupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari

penelitian adalah mendapatkan data”. Maka dapat disimpulkan bahwa, teknik

pengumpulan data digunakan untuk memudahkan penulis dalam mengumpulkan

data penelitian, agar data tersebut dapat terkumpul dengan baik.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik-teknik pengumpulan data

sebagai berikut:

a. Studi Pustaka merupakan proses menelaah buku-buku untuk memperoleh

informasi mengenai materi serta teori-teori yang relevan dan berhubungan

dengan pembelajaran. Adapun buku-buku yang penulis telaah adalah buku

tentang keterampilan membaca, buku tentang teks laporan hasil observasi,

dan buku tentang model contexstual teaching learning.

b. Observasi. Teknik observasi digunakan untuk mengetahui keadaan atau

kondisi yang akan dijadikan tempat penelitian.

45
c. Tes. Dalam penelitian ini penulis melakukan tes, berupa pretes dan postes

dengan bentuk tes berupa soal. Teknik ini dilakukan untuk mengetahui

kemampuan peserta didik.

Teknik pengumpulan data dengan lembar kuesioner pre-test dan post-test.

Prosedur pengumpulan data pada kegiatan penelitian untuk kelompok perlakuan

dengan Permainan Ular Tangga, dan tanpa perlakuan pada kelompok kontrol

selama 5 hari. Hari pertama kelompok kontrol dan eksperimen di berikan pre-test.

Dalam memberikan promosi kesehatan, peneliti membagi jumlah sampel menjadi

2 (Dua) kelompok, namun mendapat perlakuan dan rentang waktu yang sama

yakni 3 (Tiga) hari. Pada hari ke-2, ke-3, dan ke-4 kelompok eksperimen

diberikan intervensi, sedangkan kelompok kontrol tidak diberi intervensi.

Kemudian pada hari ke-5 kelompok kontrol dan eksperimen diberikan post-test

dan dimulai pada waktu bersamaan.

H. Pengolahan Analisis data

Penelitian menggunakan analisis univariat dan analisis bivariat dengan

menggunakan uji Wilcoxon dan uji Mann-Whitney.

46
I. Kerangka Kerja

Observasi Sekolah Dasar


yang Akan Diteliti

Melakukan Studi Pustaka

Mengambil sample dengan


teknik random sampling

Pengumpulan Data

Pre test

Pengetahuan siswa sebelum dan sesudah diberi edukasi


dengan media permainan ular tangga tentang kebersihan
gigi dan mulut

Intervensi

Pemberian Media Permaianan Ular Tangga


pada kelompok eksperiment.

Post test

Pengetahuan siswa sesudah diberi edukasi dengan media


permainan ular tangga tentang kebersihan gigi dan mulut
pada kelompok eksperimen dan tidak diberi intervensi
pada kelompok kontrol

Pengolahan Analisis data

47

Anda mungkin juga menyukai