Anda di halaman 1dari 11

Perbedaan Bubuk Cokelat Alami dan Dutch-process (menggunakan alkali)

Bubuk cokelat alami (tanpa alkali) merupakan biji cokelat murni panggang yang
telah buang kebanyakan lemaknya lalu di giling menjadi bubuk halus. Bubuk
cokelat ini merupakan bentuk padat dari biji cokelat sehingga memiliki rasa yang
pahit dan kuat. Selain memiliki rasa yang pahit, bubuk cokelat alami ini juga
memliki rasa yang asam dikarenakan biji cokelat memiliki karakter rasa yang
sama. Bubuk cokelat alami yang baik akan mempertahankan rasa asli dari biji
cokelat.
Dutch-process atau bubuk cokelat yang diproses menggunakan alkali merupakan
bubuk cokelat yang diproses menggunakan bahan kimia (yang aman) untuk
mengurangi tingkat keasaman dan kuat nya rasa dari bubuk cokelat alami. Karena
menggunakan bahan kimia, bubuk cokelat ini mengubah rasa dan membuat warna
bubuk menjadi lebih gelap.

Mengenal Proses Pembuatan


Coklat
Oleh: Elvira Syamsir (Kulinologi Indonesia, Februari 2011)
Sadarkah anda, bahwa coklat merupakan pangan yang unik? Coba perhatikan,
bentuknya yang padat pada suhu ruang akan segera leleh menjadi bentuk cairan
lembut begitu masuk ke dalam mulut. Hal ini ternyata terkait dengan karakteristik
lemak coklat (cocoa butter) yang berbentuk padat pada suhu dibawah 25oC dan
mencair pada suhu tubuh. Selain itu, coklat juga mempunyai rasa manis yang
disukai oleh banyak orang.
DARI BIJI COKLAT
Coklat berasal dari biji buah coklat (cacao bean). Tanaman coklat (Theobroma
cacao) dibagi dalam tiga kelompok besar yaitu jenis Criollo, Forastero dan
Trinitario. Criollo menghasilkan biji kakao dengan aroma yang sangat kuat tanpa
rasa pahit, tetapi sensitif terhadap perubahan iklim dan serangan hama penyakit
dengan jumlah produksi relatif rendah. Berbeda dengan criollo, forastero lebih
tahan perubahan iklim dan serangan hama, jumlah produksinya relatif besar tetapi
bijinya memiliki aroma yang lemah dengan rasa yang pahit. Biji kakao Indonesia
sendiri sebagian besar masuk dalam jenis Trinitario yang merupakan hasil
persilangan dari Criollo dan Forastero dengan sifat yang mirip dengan Criollo.

Buah kakao berbentuk bulat panjang (panjang sekitar 15 – 25 cm dan lebar 7 – 10


cm) dengan kulit yang relatif tebal (10 – 15 mm). Warnanya yang hijau pada saat
masih muda berganti menjadi kuning, oranye, merah atau ungu ketika masak,
walaupun pada beberapa varietas warnanya tetap hijau ketika buah masak. Pulp
atau daging buah menutupi 20 – 40 buah biji kakao. Pada buah yang masak, pulp
memiliki konsistensi lunak dan berlendir dengan rasa yang manis dan warna putih
seperti susu. Biji kakao sendiri berbentuk oval pipih. Panjang biji sekitar 2 cm
dengan lebar sekitar 1 cm dan berat ± 1 gram jika dikeringkan.

Tanaman coklat mulanya tumbuh liar di hutan hujan tropis Amerika. Adalah
masyarakat kuno di Amerika Tengah dan Mexico, termasuk diantaranya bangsa
Maya dan Aztec, yang menemukan rahasia keistimewaan biji kakao ini lebih dari
2000 tahun yang lalu. Pada masa itu, hancuran biji coklat disangrai dan dicampur
dengan jagung dan berbagai rempah diantaranya paprika, vanilla atau kayu manis
lalu ditambah air untuk menghasilkan minuman rempah coklat yang berbusa.

Memasuki akhir abad ke-15, coklat bertransformasi menjadi resep baru. Cortez
yang memimpin ekspedisi ke Aztec, kembali ke Spanyol dengan membawa biji
kakao sekaligus dengan resep pembuatan minumannya. Di Eropa, minuman ini
menjadi populer setelah formula minuman diubah: rempah dihilangkan dan diganti
dengan gula.

Jika awalnya coklat diperlakukan sebagai barang mewah, maka penemuan teknik
pemisahan lemak coklat dan teknik pembuatan coklat bubuk pada awal abad ke-19
telah menyebabkan coklat berkembang sebagai komoditas pangan. Selanjutnya,
inovasi produk coklat terus berkembang sejalan dengan makin berkembangnya
pemahaman mengenai karakteristik coklat.

PEMBUATAN COKLAT

Proses pembuatan coklat melibatkan berbagai tahapan proses, seperti tampak pada
Gambar 1. Untuk memperoleh coklat dengan hasil terbaik, buah kakao dipanen
dalam kondisi masak sempurna. Buah dipotong dan ditumpuk dengan hati-hati, lalu
dibelah dan diambil bijinya. Di tingkat petani, biji coklat difermentasi dan
dikeringkan sebelum dikirim ke pabrik coklat untuk pengolahan lebih lanjut.
Persiapan Biji Coklat (Cocoa Bean)

Biji ditumpuk di lantai atau wadah (keranjang bambu, kotak kayu) dan difermentasi
selama 2 – 8 hari. Secara periodik, dilakukan pengadukan biji agar oksigen yang
dibutuhkan untuk proses fermentasi bisa masuk dan tersebar merata diseluruh
tumpukan biji. Selama fermentasi, suhu biji naik menjadi 45 - 50°C yang
mematikan biji (menghentikan germinasi) dan meningkatkan keasaman biji. Selain
itu juga terjadi pembentukan warna dan flavor serta degradasi parsial komponen
penyebab rasa pahit dan kelat. Pulp yang menempel pada biji coklat terdekomposisi
secara enzimatis menjadi cairan yang larut air. Fermentasi dikatakan sempurna jika
warna biji kakao berubah dari warna terang menjadi coklat gelap yang homogen
dan biji mudah dipisah dari kulit bijinya.
Setelah fermentasi selesai, biji dikeringkan hingga kadar air mencapai 6 – 8%.
Proses pengeringan bisa dilakukan dengan cara penjemuran atau menggunakan
oven pengering (55 – 66oC). Di beberapa negara, termasuk Indonesia, dilakukan
pencucian biji sebelum dikeringkan. Walaupun akan memperbaiki penampakan
biji, tetapi pencucian yang berlebihan beresiko untuk meningkatkan kerapuhan biji.

Biji kakao kering dibagi dalam beberapa kelas mutu, seperti tampak pada Tabel 1.
Mutu terbaik adalah biji yang masuk dalam kategori kelas mutu A.

Pembuatan Pasta Coklat (Cocoa Liquor)

Pembuatan pasta coklat melibatkan tahapan proses pembersihan biji, pemisahan


kulit dan penyangraian. Pembersihan ditujukan untuk mengeluarkan pengotor yang
mungkin terbawa, seperti pasir, batu, partikel-partikel tanaman dan sebagainya.
Keberadaan pengotor ini tidak diinginkan. Jika pengotor yang keras hanya potensial
untuk merusak peralatan proses, maka pengotor organik juga bisa merusak flavor
coklat selama proses penyangraian.

Proses penyangraian biji coklat dilakukan pada suhu maksimal 150oC, selama 10 –
35 menit, tergantung dari tujuan akhir penggunaan biji. Biji yang akan diolah
menjadi coklat (chocolate), membutuhkan proses sangrai yang lebih intensif
dibandingkan dengan biji yang akan diolah untuk menjadi coklat bubuk (cocoa
powder). Apapun metode penyangraian yang dipilih, proses tidak boleh
menghanguskan kulit karena akan merusak flavor. Selama proses penyangraian,
kadar air biji turun menjadi sekitar 2% dan terjadi pembentukan flavor coklat. Biji
akan berwarna lebih gelap dengan tekstur yang lebih rapuh dan kulit menjadi lebih
mudah dipisah dari daging biji (nib). Penyangraian juga akan mempermudah proses
ekstraksi lemak. Selain itu, panas selama penyangraian juga berperan untuk
membunuh kontaminan yang mungkin terikut dari tahapan sebelumnya.

Biji yang telah disangrai secepatnya didinginkan untuk mencegah pemanasan yang
berlebihan. Biji selanjutnya dihancurkan dan dipisahkan dari kulit ari dan
lembaganya dengan menggunakan teknik hembusan udara (menampi secara
mekanis). Keberadaan kulit ari dan lembaga tidak diinginkan karena akan merusak
flavor dan karakteristik produk olahan coklat.
Setelah penyangraian, biji coklat (nib) mengalami proses penggilingan
(pelumatan). Proses ini dilakukan secara bertingkat sebanyak 2 – 3 tahap untuk
memperoleh pasta coklat (cocoa liquor atau cocoa mass) dengan tingkat kehalusan
tertentu.

Pada pembuatan pasta coklat, kadang juga dilakukan proses alkalisasi sebelum
proses penggilingan. Tujuan proses alkalisasi adalah untuk melembutkan flavor
dengan menetralkan sebagian asam-asam bebas, juga untuk memperbaiki warna,
daya basah (wettability) dan dispersibilitas coklat bubuk (cocoa powder) sehingga
mencegah pembentukan endapan dalam minuman coklat. Pada proses alkalisasi,
nib sangrai direndam dalam larutan alkali encer (konsentrasi 2 – 2.5%) pada suhu
75 – 100oC lalu dinetralkan untuk selanjutnya dikeringkan sampai kadar air
menjadi 2%, atau di adon (kneading). Proses ini menyebabkan penggembungan pati
dan menghasilkan massa coklat dengan struktur sel berbentuk sponge dan porous.

Pembuatan Coklat Bubuk (Cocoa Powder) dan Lemak Coklat (Cocoa Butter)

Untuk memperoleh coklat bubuk, maka sebagian lemak coklat (cocoa butter) yang
ada di dalam pasta coklat harus dikeluarkan. Proses pengeluaran lemak dilakukan
dengan mengepress pasta menggunakan pengepress (hidraulik atau mekanis) pada
tekanan 400 – 500 bar dan suhu 90 – 100oC.

Lemak coklat panas dilewatkan ke filter press untuk memisahkannya dari kotoran
yang mungkin terbawa, untuk selanjutnya dicetak dan didinginkan. Lemak coklat
ini digunakan oleh industri coklat.

Bungkil biji hasil dari pengepressan dihaluskan dengan menggunakan alat


penghalus (breaker) dan diayak untuk memperoleh ukuran partikel bubuk yang
seragam. Kadar lemak didalam coklat bubuk berkisar antara 10 – 22%. Bubuk
coklat dengan kadar lemak yang lebih tinggi biasanya memiliki warna yang lebih
gelap dan flavor yang lebih ringan. Coklat bubuk ini digunakan dalam berbagai
produk pangan, misalnya untuk membuat minuman coklat, inggridient untuk cake,
puding, ice cream dan sebagainya.

Pembuatan Coklat (Chocolate)


Coklat (chocolate) dibuat dengan menggunakan pasta coklat, yang ditambahkan
dengan sukrosa, lemak coklat, dengan atau tanpa susu dan bahan-bahan lain
(flavoring agent, kacang-kacangan, pasta kopi, dan sebagainya). Bahan-bahan ini
dicampur dalam sebuah mixer atau paster, sehingga dihasilkan pasta coklat yang
kental yang selanjutnya mengalami proses pelembutan (refining) dengan mesin tipe
roll sampai diperoleh massa coklat dengan tekstur yang halus (ukuran partikel
kurang dari 20 µm).

Massa coklat hasil dari refining berbentuk bubuk dan kering pada suhu ruang
dengan flavor yang asam. Untuk memperbaiki konsistensi tekstur dan flavornya,
maka massa coklat kadang-kadang diperam selama 24 jam pada suhu hangat (45 –
50oC) sebelum masuk ketahapan proses penghalusan (conching). Proses
pemeraman ini dikenal dengan sistem dutch, kadang dilakukan untuk membuat
coklat bubuk.

Proses penghalusan (conching) adalah proses pencampuran untuk menghasilkan


coklat dengan flavor yang baik dan tekstur yang halus. Biasanya dilakukan dua
tahap, proses dilakukan pada suhu 80oC selama 24 – 96 jam. Adonan coklat
dihaluskan terus-menerus dan lesitin ditambahkan pada akhir conching untuk
mengurangi kekentalan coklat. Pada tahapan ini, air dan senyawa pengganggu
flavor menguap, lemak kakao akan menyelimuti partikel coklat, gula dan susu
secara sempurna sehingga memberikan sensasi tekstur yang halus.

Lemak coklat memiliki beberapa bentuk polimorfik dan proses pendinginan yang
dilakukan akan sangat mempengaruhi bentuk kristalnya. Jika pemadatan
(kristalisasi) coklat cair dilakukan dengan proses pendinginan yang tidak terkontrol,
akan dihasilkan coklat padat dengan tekstur yang bergranula dan spot-spot warna
kelabu dipermukaan.

Tempering merupakan tahapan proses berikutnya, yang dilakukan untuk


memperoleh coklat yang stabil, karena akan menghasilkan kristal-kristal lemak
berukuran kecil dengan titik leleh yang tinggi. Adonan lemak cair didinginkan dari
50oC menjadi 18oC dalam waktu 10 menit dengan pengadukan konstan. Adonan
lalu didiamkan di suhu dingin selama sekitar 10 menit untuk membentuk lemak
coklat dengan kristal tipe ẞ yang bersifat stabil. Suhu selanjutnya dinaikkan
menjadi 29 – 31oC, dalam waktu 5 menit. Proses ini bisa bervariasi, tergantung
komposisi bahan yang digunakan.
Sebelum pencetakan, suhu coklat cair dijaga pada 30 – 32oC untuk dibawa ke
wadah-wadah pencetakan. Selanjutnya, dilakukan pendinginan lambat untuk
memadatkan coklat dan coklat dikeluarkan dari cetakan setelah suhu mencapai
10oC. proses pendinginan terkontrol akan menghasilkan coklat padat dengan kristal
lemak yang halus dan struktur yang stabil terhadap panas, terlihat dari sifat lelehnya
yang baik dan permukaan yang mengkilap.

JENIS-JENIS COKLAT

Jenis coklat yang dihasilkan sangat bervariasi, tergantung pada berapa banyak pasta
dan lemak coklat yang digunakan serta apa saja inggridien lain yang ditambahkan.
Perbedaan formulasi bahan yang digunakan ini menyebabkan perbedaan tidak
hanya dalam flavor dan rasa, tetapi juga perbedaan perilakunya terhadap panas dan
air sehingga menyebabkan perbedaan dalam pemanfaatannya.

• Couverture
Jenis coklat terbaik, coklat ini sangat murni dengan persentase lemak kakao-nya
yang tinggi sehingga menghasilkan flavor yang sangat baik. Biasanya digunakan
untuk pembuatan produk coklat buatan tangan. Sebelum digunakan coklat jenis ini
di-temper (dilelehkan) terlebih dahulu.

• Plain atau baking chocolate


Coklat dengan rasa khas coklat (plain). Produk ini dibuat dari pasta coklat yang
didinginkan dan dikeraskan, tanpa penambahan gula. Terutama digunakan sebagai
inggridien atau sebagai garnish.

• Semi-sweet dan sweet chocolate


Coklat ini memiliki rasa manis. Juga digunakan sebagai inggridien. Berbeda dengan
coklat yang plain, semi-sweet chocolate memiliki ekstra lemak coklat dan mendapat
tambahan gula. dalam resep is also used primarily in recipes. Sweet cooking
chocolate sama dengan semi-sweet, hanya kandungan gulanya lebih banyak.

• Milk chocolate
Coklat susu, dibuat dengan menggunakan pasta coklat dengan penambahan lemak
coklat, gula, susu dan vanila. Merupakan jenis coklat yang paling populer, biasa
dikonsumsi langsung (eating chocolate). Coklat jenis ini tidak cocok dijadikan
inggridien kue. Selain kandungan cokelatnya relatif sedikit, cokelat ini mudah
hangus bila dilelehkan.

• Cocoa powder
Bubuk coklat, dibuat dari pasta coklat yang sebagian besar lemaknya telah
dikeluarkan. Produk ini sangat mudah menyerap uap air dan bau dari produk lain
sehingga harus dijaga di tempat kering, dingin dan tertutup rapat. Coklat bubuk
dibedakan lagi menjadi coklat bubuk yang rendah lemak (sebagian besar lemaknya
telah dihilangkan); coklat bubuk dengan kadar lemak sedang (kandungan lemak
sekitar 10 – 22%) ; coklat bubuk untuk minuman atau sarapan (kadar lemak coklat
diatas 22%, biasanya digunakan dalam pembuatan susu bubuk coklat); dan coklat
bubuk yang diproses dengan teknik Dutch.

• White chocolate
Coklat putih, merupakan campuran lemak coklat, gula, susu dan vanilla. Tidak
mengandung massa (solid) coklat, flavor dihasilkan dari lemak coklat. Selain
dikonsumsi langsung juga digunakan untuk dekorasi. Cokelat ini terbuat dari lemak
cokelat, gula, dan vanili. Ia tak mengandung cokelat padat. Karena mudah hangus,
ada baiknya dimasak atau dilelehkan dengan hati-hati.

• Produk coklat lain seperti berbagai jenis kembang gula coklat.

PENYIMPANAN PRODUK COKLAT

Semua produk coklat, mulai dari kakao (mentah) sampai produk olahannya
disimpan ditempat dingin, kering dan dengan sirkulasi udara ruangan yang baik,
terlindungi dari cahaya dan bahan-bahan berbau tajam. Suhu 10 – 12oC dengan
kelembaban 55 – 65% adalah kondisi ruang penyimpanan coklat yang ideal.

Coklat yang disimpan pada kondisi penyimpanan yang tidak tepat akan memiliki
warna permukaan yang kusam keabuan. Pembentukan spot-spot gula (sugar bloom)
disebabkan oleh penyimpanan coklat pada kelembaban tinggi (RH diatas 75%) atau
karena terjadinya penumpukan uap air, yang menyebabkan partikel gula berukuran
kecil yang ada di permukaan mencair dan kemudian membentuk kristal berukuran
besar ketika terjadi proses evaporasi. Spot-spot lemak (fat bloom) terjadi pada
kondisi suhu penyimpanan diatas 30oC dan berfluktuasi mengakibatkan lemak
mencair lalu mengkristal kembali dengan ukuran yang lebih besar. Fat bloom juga
mungkin terjadi karena proses tempering dan pendinginan yang tidak tepat.
Chocolate Bloom

Saat membuka sebungkus cokelat bar atau sekotak permen cokelat, pernahkah
Anda menemukan cokelat tersebut tidak mengkilap lagi? Atau bahkan terkadang
muncul bintik-bintik berwarna putih atau kecokelatan di permukaan cokelat
tersebut? Meskipun cokelat tersebut terlihat rusak dan tak layak, tetapi nyatanya
cokelat tersebut masih aman untuk dikonsumsi. Sebenarnya apa yang terjadi dengan
cokelat tersebut? Jawabnya adalah cokelat tersebut mengalami proses yang disebut
‘bloom’. Ada dua tipe ‘bloom’ pada cokelat, yakni sugar bloom dan fat bloom, dan
keduanya disebabkan karena hal yang berbeda. Apapun jenis ‘bloom’-nya, tampilan
cokelat tersebut menjadi tidak menarik, permukaannya terlihat belang dan samar.
Jika fat bloom terjadi, maka sudah bisa dipastikan bahwa struktur cokelat telah
berubah dari bentuk awal ketika dibentuk.

Sugar Bloom
Cokelat tersusun dari biji kakao yang digiling dan gula, terkadang juga ada
campuran vanili dan lesitin. Kita tidak bisa melihat kristal gula dalam cokelat, tetapi
kristal-kristal gula tersebut ada, hanya saja terlalu kecil untuk dilihat. Ketika air -
baik sengaja atau tidak- kontak dengan cokelat, maka air tersebut akan melarutkan
gula dalam cokelat, menyebabkan kristal gula naik ke permukaan cokelat. Hasilnya,
kristal-kristal gula kecil berwarna keputihan muncul ketika cokelat mengeras dan
memberikan penampilan berpasir/ berdebu pada permukaan cokelat.

Sugar bloom dapat terjadi karena beberapa hal. Yang paling sederhana adalah
ketika air tidak sengaja masuk/tumpah kedalam cokelat, atau ketika cokelat kontak
dengan atau ditempatkan pada wadah yang basah. Sugar bloom juga terjadi ketika
kita mengeluarkan cokelat dari lemari pendingin ke dalam ruangan terbuka.
Perpindahan dari suhu dingin ke suhu ruang menyebabkan kondensasi air
dipermukaan cokelat dan cokelat tampak seperti berkeringat (munculnya titik-titik
air diseluruh permukaan cokelat). Air tersebut bisa masuk kedalam cokelat, dan
menyebabkan sugar bloom.

Cara terbaik untuk menghindari sugar bloom adalah dengan menyimpan cokelat
pada ruang dengan kelembapan rendah dan suhu yang stabil. Jika cokelat dalam
keadaan dingin (misalnya setelah disimpan dalam refrigerator) kemudian
dikeluarkan, sebaiknya cokelat tersebut dilapisi/ dilindungi sehingga membuat
cokelat tersebut hangat secara perlahan dan sirkulasi air dapat diminimalkan.

Fat Bloom
Berbeda dengan sugar bloom, terjadinya fat bloom tidak sesederhana sugar bloom.
Selain lebih kompleks, terkadang juga agak sulit untuk menemukan penyebab
utama dari fat bloom ini. Sesuai dengan namanya, ‘bloom’ tersebut terjadi karena
lemak, lemak yang secara alami ada pada biji kakao (cocoa butter). Ketika cocoa
butter mengeras, terbentuklah kristal lemak di dalam cokelat. Beberapa dari kristal
tersebut bentuknya tidak stabil dan dapat berubah. Proses tempering, pada
pembuatan cokelat digunakan untuk memastikan terbentuknya kristal yang stabil
ketika cokelat mengeras. Fat bloom terjadi karena interaksi beberapa jenis/tipe dari
kristal tersebut atau karena proses tempering yang tidak sempurna.

Jika cokelat tidak mengalami proses tempering, kristal cocoa butter yang tidak
stabil akan terbentuk, yakni kristal Beta Prime dan Alpha. Setelah cocoa butter
mengeras, bentuk yang tidak stabil ini perlahan akan berubah bentuk menjadi
bentuk Beta yang stabil. Kristal Beta yang berbentuk stabil ini kemudian yang
tampak sebagai ‘bloom’ dipermukaan cokelat.
Ketika cokelat disimpan dalam ruang dengan suhu yang fluktuatif dan mendekati
titik leleh dari kristal Beta yang stabil, maka 2 tipe lain dari fat bloom mungkin
dapat terbentuk. Yang pertama adalah ketika kristal Beta meleleh. Ketika kristal
Beta kembali mengkristal, kristal Beta ini mengkristal dengan lambat, hal ini
membuat kristal terbentuk sangat luas dari aslinya, dan kristal yang besar ini
menggantikan posisi cocoa butter di permukaan cokelat. Tipe kedua dari bloom
terjadi ketika kristal telah melunak sebelum meleleh. Ketika cocoa butter sedikit
meleleh, cocoa butter berpindah ke permukaan kemudian bersatu dengan cocoa
butter, dan ketika dingin akan tampak bintik-bintik yang kemudian disebut fat
bloom.

Fat bloom juga dapat terjadi pada cocoa powder. Karena cocoa powder
mengandung 12-20% cocoa butter, maka dalam proses produksinya cocoa powder
juga harus melalui proses tempering. Proses tempering yang tidak tepat pada
produksi cocoa butter dan suhu produksi yang fluktuatif dapat menyebabkan
bleaching dan clumping (penggumpalan) pada cocoa powder.

Dapat disimpulkan penyebab terjadinya fat bloom antara lain karena tidak
tercukupinya proses kristalisasi selama proses tempering, proses pencampuran
flavor yang tidak homogen pada chocolate coating, rekristalisasi tanpa proses
tempering yang tepat, perbedaan suhu antara bagian dalam dan luar cokelat, proses
pendinginan yang kurang tepat, perpindahan lemak (fat migration), sentuhan (fat
bloom), dan kondisi penyimpanan yang tidak sesuai (seperti suhu dan kelembapan
yang tidak tepat) (Afoakwa, 2010). K-12

Anda mungkin juga menyukai