PENGERTIAN
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis, bila proses
ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia
juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya. (Saiffudin, 2001). Asfiksia
Neonatorum merypakan salah satu kondisi dimana bayi tidak dapat bernapas secara
spontan dan tidak teratur segera setelah laihr ( Betz dan Sowden, 2002).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. (Sarwono, 2007). Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi
yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
(Manuaba, 2008). Asfiksia Neonatus adalah suatua keadaan bayi baru lahir yang tidak
segera bernafas secara spontan dan teratur setelah dilahirkan. (Mochtar, 2008). Asfiksia
neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur dalam satu menit setelah lahir (Mansjoer, 2009). Asfiksia berarti hipoksia yang
progesif, penimbunan dan asidosis bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat
mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi
organ fital lainnya (Prawirohardjo, 2010).
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan dimanan kegagalan nafas secara spontan
dan teratur segera setelah lahir. Perubahan-perybahan yang terjadi pasa asfiksia antara
lain hipoksia, hipervapma, dan asidosis metabolik (Muslihatun, 2011). Asfiksia pada bayi
baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas
secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi,
2013). Menurut AAP asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh kurangnya O2
pada udara respirasi, yang ditandai dengan:
1. Asidosis (pH <7,0) pada darah arteri umbilikalis
2. .Nilai APGAR setelah menit ke-5 tetep 0-3.
3. Menifestasi neurologis (kejang, hipotoni, koma atau hipoksik iskemia ensefalopati).
4. Gangguan multiorgan sistem.
(Prambudi, 2013).
B. ETIOLOGI
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan
melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran
plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga gangguan
pada aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia
(Parer, 2008). Faktor-faktor yang dapat menimbulkan gawat janin (asfiksia) antara lain :
1. Faktor ibu
a. Preeklampsia dan eklampsia
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus lama atau partus macet
d. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat
3. Faktor bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi
vakum, ekstraksi forsep).
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
(DepKes RI, 2009).
C. PATOFISIOLOGI
Gangguan suplai darah teroksigenasi melalui vena umbilical dapat terjadi pada saat
antepartum, intrapartum, dan pascapartum saat tali pusat dipotong. Hal ini diikuti oleh
serangkaian kejadian yang dapat diperkirakan ketika asfiksia bertambah berat.
1. Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini dimaksudkan untuk
mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala dijalan lahir atau
bila paru tidak mengembang karena suatu hal, aktivitas singkat ini akan diikuti oleh
henti nafas komplit yang disebut apnea primer.
2. Setelah waktu singkat-lama asfiksia tidak dikaji dalam situasi klinis karena
dilakukan tindakan resusitasi yang sesuai usaha bernafas otomatis dimulai. Hal ini
hanya akan membantu dalam waktu singkat, kemudian jika paru tidak
mengembang, secara bertahap terjadi penurunan kekuatan dan frekuensi
pernafasan. Selanjutnya bayi akan memasuki periode apnea terminal. Kecuali jika
dilakukan resusitasi yang tepat, pemulihan dari keadaan terminal ini tidak akan
terjadi.
3. Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan akhirnya turun di bawah 100
kali/menit. Frekuensi jantung mungkin sedikit meningkat saat bayi bernafas
terengah-engah tetapi bersama dengan menurun dan hentinya nafas terengah-engah
bayi, frekuensi jantung terus berkurang. Keadaan asam-basa semakin memburuk,
metabolism selular gagal, jantungpun berhenti. Keadaan ini akan terjadi dalam
waktu cukup lama.
4. Selama apnea primer, tekanan darah meningkat bersama dengan pelepasan
ketokolamin dan zat kimia stress lainnya. Walupun demikian, tekanan darah yang
terkait erat dengan frekuensi jantung, mengalami penurunan tajam selama apnea
terminal.
5. Terjadi penurunan pH yang hamper linier sejak awitan asfiksia. Apnea primer dan
apnea terminal mungkin tidak selalu dapat dibedakan. Pada umumnya bradikardi
berat dan kondisi syok memburuk apnea terminal.
Pada penderita asfiksia telah dikemukakan bahwa gangguan pertukaran gas serta
transport 02 akan menyebabkan berkurangnya penyediaan 02 dan kesulitan pengeluaran
C02. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan tergantung dari berat dan
lamanya asfiksia fungsi tadi dapat reversibel atau menetap, sehingga menimbulkan
komplikasi, gejala sisa, atau kematian penderita.
Pada tingkat permulaan, gangguan ambilan 02 dan pengeluaran C02 tubuh ini
mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Apabila keadaan tersebut berlangsung
terus, maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh. Asam
organik yang terbentuk akibat metabolisme ini menyebabkan terjadinya keseimbangan
asam basa berupa asidosis metabolik. Keadaan ni akan menganggu fungsi organ tubuh,
sehingga mungkin terjadi penurunan sirkulasi kardiovaskuler yang ditandai oleh
penurunan tekanan darah dan frekwensi denyut jantung.
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin muncul pada asfiksia neonatus antara lain:
1. Edema otak dan pendrahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berkelanjutan sehingga terjadi renjatan neonatus sehingga aliran darah ke otak
menurun. Keadaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat
terjadinya edema otak, dan pendarahan otak
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia. Keadaan
ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya yang disertai dengan
perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke
organ seperti mesentrium atau ginjal. Hal ini yang menyebabkan terjadinya
hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang yang menyebabkan
pengeluaran urine sedikit
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan prtukarn gas
dan transportasi sehingga penderita kekurangan persediaan dan kesulitan
pengeluaran hal ini dapat menyebabkan kejang pada bayi tersebut karena disfungsi
jaringan efektif.
4. Koma
Apabila pada bayi asfiksia berat tidak segera ditangani akan menyebabkan
koma karena beberapa hal diantaranya hipokemia dan pendarahan otak.
(Muslimatun, 2011).
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah .
Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :
a. Hb (normal 15-19 gr%), biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun
karena O2 dalam darah sedikit.
b. Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x 10 gr/ct) karena bayi
preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
c. Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct).
d. Distrosfiks pada bayi preterm dengan pos asfiksi cenderung turun karena sering
terjadi hipoglikemi.
2. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :
a. pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun terjadi asidosis metabolik.
b. pCO2 (normal 35 – 45 mmHg). Kadar pCO2 pada bayi post asfiksia cenderung
naik sering terjadi hiperapnea.
c. pO2 (normal 75-100 mmHg). Kadar pO2 bayi post asfiksia cenderung turun
karena terjadi hipoksia progresif.
d. HCO3 (normal 24-28 mEq/L)
3. Urine
Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :
a. Natrium (normal 134-150 mEq/L)
b. Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)
c. Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)
4. Foto thorax
Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada bayi baru lahir dengan asfiksia nonatorum:
1. Pemantantauan golongan darah, denyut nadi, funsi dan sistem jantung dan baru
dengan melakukan resusitasi memberikan yang cukup serta memantau perkusi
jaringan tiap 2 sampai 4 jam.
2. Mempertahankan jalan napas agar tetap kuat atau baik sehingga proses oksigenasi
cukup agar sirkulasi darah tetap baik (Hidayat, 2008)
Cara mengatasi asfiksia sebagai berikut:
1. Asfiksia ringan (7-9)
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat.
b. Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada mulut kemudian hidung.
c. Bersihakan badan dan tali pusat.
d. Lakukan observasi TTV, pantau APGAR SCORE dan masukan kedalam
inkubator.
2. Asfiksia sedang (4-6)
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat.
b. Letakan bayi pada meja resusitasi.
c. Bersihkan jalan napas bayi.
d. Berikan 2 liter permenit, bila berhasil teruskan perawatan selanjutnya.
e. Bila belum berhasil angsang pernapasan dengan menepuk, nepuk telapak kaki,
bila tidak berhasil juga pasang penlon masker di pompa box permenit.
f. Bila bayi sedah bernapas tapi masih cyanosis, beriakn terapi natrium dikarbonat
7,5 % sebanyak 6 cc,dektros 40% sebanyak 4 cc disuntikan melalui vena
umbilikalis, masukan perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya pendarah
intrakranial karena perubahan pH darah mendadak.
3. Asfiksia berat (1-3)
a. Bayi dibungkus dengan kain hangat.
b. Letakan bayi pada meja resusitasi.
c. Bersihkan jalan napas bayi sambil pompa melalui ambubag.
d. Beriakan 4-5 liter permenit.
e. Bila tidak berhasil lakukan pemasangan ETT (endo cranial tube).
f. Bersihakan jalan napas melalui ETT.
g. Bila bayi sedah bernapas tapi masih cyanosis, beriakn terapi natrium dikarbonat
7,5 % sebanyak 6 cc,dektros 40% sebanyak 4 cc disuntikan melalui vena
umbilikalis, masukan perlahan-lahan untuk mencegah terjadinya pendarah
intrakranial karena perubahan pH darah mendadak.
( Prawirohardjo, 2010)
Pengobatan :
1. Epinefrin, dengan indikasi :
a. Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi
adekuat dan kompresi dada belun ada respon.
b. Sistotik. Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg /
kgBB). Cara : i.v atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
2. Volume Ekspander, dengan indikasi :
a. Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada
respon dengan resueitasi.
b. Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai
dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak
memberikan respons yang adekuat.
Jenis Cairan :
1) Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml
/ kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan
respon klinis.
2) Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
3. Bikarbonat, dengan indikasi :
a. Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahiryang mendapatkan resusitasi. Diberikan
bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
b. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia Harus
disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.
Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).
Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan secara
i.v dengan kecepaten min 2 menit.
Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari bikarbonat
merusak furgsi miokardium dan otak.
4. Nalokson.
Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan depresi
pernapasan. Dengan Indikasi:
a. Depresi psmapa$an pada bayi bam lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4
jam sebelurn pmsalinan.
b. Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
c. Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai pemakai
obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-tiba pada sebagian
bayi.
Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)
Cara : i.v endotrakheal atau bila perfusi baik diberikan i.m atau s.c.
Betz, C. L., & Sowden, L. A. (2002). Buku saku keperawatan pediatric. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Program kesehatan ibu, bayi baru lahir dan Anak
HSP- Health Service Program. Jakarta: Depkes RI
Hidayat.A. aziz Alimul .(2008). Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan
kebidanan. Jakarta : Salemba Medika.
Mansjoer A.2009. Resusitasi Jantung Paru. Dalam: Sudoyo, Aru W., dkk ,2009. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kelima, Cetakan Kedua. Jakarta: Interna
Publishing,
Manuaba I.B.G .(2008). Gawat Darurat Obstetri Ginekologi dan Obstetri Ginekologi
sosial untuk profesi Bidan. Jakarta: EGC
Muslihatun,wati nur .(2011). Asuhan Neonatus bayi dan balita.Yogyakarta : Fitra
Maya
Mochtar, Rustam. (2008). Sinopsis obstetri : obstetri operatif, obstetri sosial, jilid2.
Jakarta: EGC.
Prambudi, R. 2013. Prosedur Tindakan Neonatusi. dalam. Neonatologi Praktis.
Cetakan Pertama . Bandar Lampung : Anugrah Utama Raharja..
Prawiryoharyo Jarwono.(2010). Buku Ajar Asuhan kesehatan Maternal dan Neonatal
Jakarta :YPB.SP
Saifuddin, BA, dkk. . (2001) . Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta. YBPSP.
Sarwono Prawiroharjo. (2007) .Buku Acuan Nasional Pelayanan Kes Maternal &
Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
LAPORAN PENDAHULUAN
ASFIKSIA
Tugas Praktik Klinik Stase Keperawatan Anak
DISUSUN OLEH :
KHITTOH MUALLIMAH
P1337420215001