Anda di halaman 1dari 22

TATA BAHASA FUNGSIONAL

A. PENGERTIAN
Tata Bahasa Fungsional (Functional Grammar) adalah nama sekumpulan teori linguistik
yang secara umum dapat digolongkan ke dalam linguistik fungsional (linguistic
functionalism), termasuk di dalamnya functional discourse grammar yang dikembangkan
oleh linguis Belanda Simon Dik dan systemic functional grammar yang dikembangkan oleh
linguis Inggris Michael A. K. Halliday.
Secara umum, tata hahasa fungsional adalah teori yang menjelaskan susunan bahasa
alamiah dari segi penggunaannya (fungsionalitasnya). Tata bahasa fungsional memusatkan
perhatiannya pada bagaimana para pemakai bahasa memilih dan menggunakan
bentuk/susunan kata, frasa, atau kalimat tertentu dalam menyampaikan makna yang mereka
inginkan. Pilihan yang mereka gunakan itu tentu tidak hanya mempertimbangkan bentuk saja,
tapi juga hal-hal kontekstual lain. Pengembangan teori ini memusatkan perhatiannya pada
tiga hal yang saling berkait, yaitu (1) fungsionalitas bahasa alamiah, (2) fungsionalitas relasi
yang terjadi pada berbagai tingkatan susunan tata bahasa, dan (3) sasaran yang ingin dicapai,
yaitu keterpakaian teori ini sebagai alat analisis atas berbagai aspek bahasa dan pemakaian
bahasa.
B. SEJARAH DAN ALIRAN LINGUISTIK
Dalam buku Linguistik Umum karangan Abdul Chaer menjelaskan tentang sejarah dan
aliran linguistik yang akan kami laporkan pada laporan bacaan ini. Bab 8 ini terdiri dari 4
subbab, yakni (1) linguitik tradisional, (2) linguistik strukturalis, (3) linguistik
transformasional, dan (4) tentang linguistik di Indonesia. Tetapi, yang akan dijelaskan hanya
3 subbab, yakni (1) linguistik tradisional, (2) linguistik strukturalis, dan (3) linguistik
transformasional.
1. Linguistik Tradisional
Pada subbab linguistic tradisional ini akan dilaporkan 5 sub subbab, yakni (a)
linguistic zaman Yunani, (b) zaman Romawi, (c) zaman pertengahan, (d) zaman
reinans, dan (e) menjelang lahirnya linguistik modern.

1
a. Linguistik Zaman Yunani
Studi bahasa pada zaman ini mempunyai sejarah yang panjang, kurang lebih dari
abad ke-5 SM sampai abad ke-2 M. masalah pokok yang dihadapi oleh para linguis
pada zaman ini adalah (1) pertentangan antara fisis dan nomos, dan (2) pertentangan
antara analogi dan anomali. Para filsuf Yunani mempertanyakan, apakah bahasa itu
bersifat alami (fisis) atau bersifat konvensi (nomos). Bersifat alami maksudnya
bahasa itu mempunyai hubungan asal usul, sumber dalam sumber dalam prinsip abadi
dan tudak dapat diganti diluar manusia itu sendiri. Oleh karena itu tidak dapat ditolak,
dan dalam bidang semantik kelompok yang menganut paham ini adalah kaum
naturalis, berpendapat bahwa setiap kata mempunyai hubungan dengan benda yang
ditunjuknya. Sebaliknya kaum konvensional berpendapat bahwa bahasa bersifat
konvensi. Artinya, makna kata itu diperoleh dari hasil tradisi atau kebiasaan yang
mempunyai kemungkinan bisa berubah.
Pertentangan analogi dan anomali menyangkut masalah bahasa itu sesuatu yang
teratur atau tidak teratur. Kaum analogi, antara lain Plato dan Aristoteles, berpendapat
bahwa bahasa itu bersifat teratur. Karena adanya keteraturan itulah orang dapat
menyusun tata bahasa. Sebaliknya, kelompok anomali berpandapat bahwa bahasa itu
tidak teratur. Jika bahasa itu taratur, mengapa bentuk jamak bahasa inggris child
menjadi children bukannya childs; mengapa bentuk past tense dari
write menjadi wrote, dan bukannya writed? Dari keterangan tersebut tampak bahwa
kaum anomali sejalan dengan kaum naturalis, dan kaum analogi dengan kaum
konvensional.
1) Kaum Sophis
Kaum atau kelompok Sophis ini muncul pada abad ke-5 SM. Mereka
dikenal dalam studi bahasa, antara lain, karena :
a) Mereka melakukan kerja secara empiris.
b) Mereka melakukan kerja secara pasti dengan menggunakan ukuran-
ukuran tertentu.
c) Mereka sangat mementingkan bidang retorika dalam studi bahasa.
d) Mereka membedakan tipe-tipe kalimat berdasarkan isi dan makna.

2
2) Plato (429-347 SM)
Plato yang hidup sebelum abad Masehi itu, dalam studi bahasa terkenal,
antara lain, karena :
a) Dia memperdebatkan analogi dan anomali dalam bukunya Dialoogi.
Juga mengemukakan masalah bahasa alamiah dan bahasa
konvensional.
b) Dia menyodorkan batasan bahasa yang bunyinya kira-kira bahasa
adalah pernyataan pikiran manusia dengan perantaraan onomata dan
rhemata.
c) Dialah orang yang pertama kali membedakan kata dalam onoma dan
rhema.
3) Aristoteles (384-322 SM)
Aristoteles adalah seorang murid Plato. Dalam studi bahasa dia terkenal
karena :
a) Dia menambahkan satu kelas kata lagi atas pembagian yang dibuat
gurunya, Plato, yaitu dengan syndesmoi. Jadi, menurut Aristoteles ada tiga
macam kelas kata, yaitu onoma, rhema, dan syndesmoi. Syndesmoi adalah
kata-kata yang lebih banyak bertugas dalam hubungan sintaksis.
Syndesmoi itu lebih kurang sama dengan kelas preposisi dan konjungsi
yang kita kenal sekarang.
b) Dia membedakan jenis kelamin kata (atau gender) menjadi tiga, yaitu
maskulin, feminine, dan neutron.
Aristoteles selalu bertolak dari logika. Dia memberikan pengertian,
definisi, konsep, makna, dan sebagainya selalu berdasarkan logika.
4) Kaum Stoik
Kaum stoic adalah ahli filsafat yang berkembang pada permulaan abad ke-
4 SM. Dalam studi bahasa kaum stoik terkenal karena:
a) Mereka membedakan studi bahasa secara logika dan studi bahasa secara
tata bahasa.
b) Mereka menciptakan istilah-istilah khusus untuk studi bahasa.

3
c) Mereka membedakan tiga komponen utama dari studi bahasa, yaitu (a)
tanda, symbol, sign, atau semainon, (b) makna, apa yang disebut
semainomen, atau lekton, (3) hal-hal di luar bahasa, yakni benda atau
situasi.
d) Mereka membedakan legein, yaitu bunyi yang merupakan bagian dari
fonologi tetapi tidak bermakna, dan propheretal yaitu ucapan bunyi bahasa
yang mengandung makna.
e) Mereka membagi jenis kata menjadi empat, yaitu kata benda, kata kerja,
syndesmoi, dan arthoron, yaitu kata-kata yang menyatakan jenis kelamin
dan jumlah.
f) Mereka membedakan adanya kata kerja komplet dan kata kerja tak
komplet, serta kata kerja aktif dan kata kerja pasif.
5) Kaum Alexandrian
Kaum ini menganut paham analogi dalam studi bahasa. Oleh karena itulah
dari mereka kita mewarisi sebuah buku tata bahasa yang disebut Tata Bahasa
Dionysius Thax. Buku ini lahir lebih kurang tahun 100 SM dan diterjemahkan
kedqalam bahasa latin oleh Remmius Palaemon pada permulaan abad pertama
masehi dengan judul Ars Grammatika. Buku inilah yang kemudian dijadikan
model dalam penyusunan buku tata bahasa Eropa lainnya.
Sejaman dengan sarjana- sarjana Yunani di atas, di India pada tahun 400
SM. Panini, seorang sarjana hindu, telah menyusun kurang lebih 4000
pemerian tentang struktur bahasa sansekerta dengan prinsip-prinsip dan
gagasan yang masih dipakai dalam linguistik modern.
b. Zaman Romawi
Aliran Varro dan “De Lingua Latina”ini muncul pada zaman Romawi Kuno.
Dalam buku De Lingua, aliran ini memperdebatkan masalah anomali dan analogi
seperti zaman Stoik di Yunani. Buku ini di bagi dalam bidang-bidang etimologi,
morfologi, dan sintaksis.

4
1) Varro dan “De Lingua Latina”
Dalam buku de De Lingua Latina yang terdiri dari 25 jilid, Varro masih
juga memperdebatkan masalah analogi dan anomaly seperti pada zaman stoic
di Yunani. Buku ini dibagi dalam bidang etimologi, morfologi, dan sintaksis.
Etimologi adalah cabang linguistik yang menyelidiki asal usul kata beserta
artinya. Dalam bidang ini Varro mencatat adanya perubahan bunyi yang
terjadi dari zaman ke zaman, dan perubahan makna kata. Kelemahan Varro
dalam bidang etimologi ini adalah dia menganggap kata-kata Latin dan
Yunani yang berbentuk sama adalah pinjaman langsung.
Morfologi adalah cabang linguistik yang mempelajari kata dan
pembentukannya. Menurut Varro kata adalah bagian dari ucapan yang tidak
dapat dipisahkan lagi, dan merupakan bentuk minimum. Menurut Varro dalam
bahasa latin ada kata-kata yang terjadi secara analogi dan ada juga yang
terjadi secara anomali. Varro membagi kelas kata Latin dalm empat bagian,
yaitu (1) kata benda, (2) kata kerja, (3) partisipel, dan (4) adverbium.
a) Kata benda, termasuk kata sifat, yakni kata yang disebut berinfleski kasus.
b) Kata kerja, yakni kata yang membuat pernyataan, yang berinfleksi “tense”.
c) Partisipel, kata yang menghubungkan (dalam sintaksis kata benda dan kata
kerja), yang berinfleksi kasus dan “tense”.
d) Adverbium, yakni kata yang mendukung (anggota bawahan dari kata
kerja), yang tidak berinfleksi.
Tentang kasus dalam bahasa Yunani ada lima buah, maka dalam bahasa
Latin menurut Varro adalah enam buah, yaitu (1)nominativus, yaitu bentuk
primer atau pokok, (2) genetivus, yaitu bentuk yang menyatakan kepunyaan,
(3) dativus, yaitu bentuk yang menyatakan menerima, (4) akusativus, yaitu
bentuk yan menyatakan objek, (5) vokativus, yaitu bentuk sebagai sapaan atau
panggilan, dan (6) ablativus, yaitu bentuk yan menyatakan asal. Varro
membedakan adanya dua macam deklinasi, yaitu deklinasi naturalis dan
deklinasi voluntaris.
2) Institutiones Grammatice atau Tata Bahasa Priscia

5
Dalam sejarah studi bahasa, buku tata bahasa Priscia ini, yang terdiri dari 18
jilid dianggap sangan penting, karena :
a) Merupakan buku tata bahasa latin yang paling lengkap yang dituturkan
oleh pembicara aslinya.
b) Teori-teori tata bahasanya merupakan tonggak-tonggak utama
pembicaraan bahasa secara tradisional.
c. Zaman Pertengahan
Studi bahasa pada zaman pertengahan di Eropa mendapat perhatian penuh
terutama oleh para filsuf skolastik dan bahasa latin menjadi lingua franca, karena
dipakai sebagai bahasa gereja, bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan. Dari
zaman pertengahan ini yang berperan adalah Kaum Modistae, tata bahasa spekulativa,
dan Petrus Hispanus.
Kaum Modistae masih membicarakan pertentengan antara fisis dan nomos,
analogi dan anomali. Kaum ini menerima konsep analogi karena menurut
merekabahasa itu bersifat reguler dan universal. Mereka juga memperhatikan aspek
semantiksebagai dasar penyebutan definisi-definisi bentuk bahasa, mereka juga
mencari sumber makna. Maka, berkembanglah bidang etimologi pada zaman ini.
Tata Bahasa SpekulativaI, merupakan hasil integrasi deskripsi gramatikal bahasa
latin kedalam filsafat skolastik. Menurut Tata Bahasa Spekulativa, kata tidak secara
langsung mewakili alam dari segala benda yang ditunjuk. Kata hanya mewakili hal
adanya benda itu dalam berbagai cara, modus, substansi, aksi, kualitas
Petrus Hispanus. Beliau pernah menjadi Paus pada tahun 1276 – 1277, dengan
gelar Paus Johannes XXI. Bukunya berjudul Summulae Logicales. Peranannya dalam
bidang linguistik adalah:
1) Dia telah memasukan psikologi dalam analisis makna bahasa. Dia juga
membedakan antara signifikasi utama dan konsignifikasi, yaitu pembedaan
pengertian yang dikandung pada bentuk akar dan pengertian yang dikandung
oleh imbuhan.
2) Dia telah membedakan nomen atas dua macam, yaitu nomen Substantivum
dan Adjectivum

6
3) Dia juga telah membedakan Partes Orationes atas categorematic dan
Syntategorematic. Categorematic adalah semua bentuk yang dapat menjadi
subjek atau predikat. Sedangkan Syntategorematic adalah semua bentuk tutur
lainnya.
d. Zaman Reinans
Zaman Reinans dianggap sebagai zaman pembukaan abad pemikiran modern.
Dalam sejarah studi bahasa ada dua dal pada zaman reinans yang menonjol yang
perlu dicatat, yaitu selain menguasai bahasa latin, sarjana-sarjana pada waktu itu juga
menguasai bahasa Yunani, bahasa Ibrani, dan bahasa Arab dan selain bahasa Yunani,
Latin, dan Arab, bahasa-bahasa Eropa lainnya juga mendapat perhatian dalam bentuk
pembahasan, penyusunan tata bahasa, dan malah juga perbandingan
e. Menjelang Lahirnya Linguistik Modern
sejak wal buku ini sudah meyebut-nyebut bahwa Ferdinand de Saussure dianggap
sebagai bapak linguistic modern dengan masa berakhirnya zaman reinans ada satu
tonggak yang sangat penting dalam sejarah studi bahasa. Tonggak yang dianggap
sangat penting itu adalah dinyatakannya adanya hubungan kekerabatan antara bahasa
Sansekerta dengan bahasa-bahasa Yunani, Latin, dan bahasa-bahasa Jerman lainnya.
Hal tersebut dikemukakan oleh Sir William Jones dari East India Company di
hadapan The Royal Asiatic Society di Kalkuta pada tahun 1786. Pernyataan Sir
William Jones itu telah membuka babak baru sejarah linguistik, yakni dengan
berkembangnya studi linguistik bandingan atau linguistik historis komparatif, serta
studi mengenai hakikat bahasa secara linguistik terlepas dari masalah filsafat Yunani
Kuno.
2. Linguistik Strukturalis
Pada sub bab ini akan dilaporkan 7 sub subbab, yakni (a) Ferdinand de Saussure,
(b) aliran praha, (c) aliran glosematik, (d) aliran firthiian, (e) linguistik sistemik, (f)
Leonard Bloomfield dan strukturalis Amerika, dan (g) Aliran tagmemik.
a. Ferdinand de Saussure
Ferdinand de Saussure dilahirkan di Swiss sebagai anak pengungsi
Perancis pada tanggal 26 November 1857. Perintis aliran struktur ini kuliah di
Leipzig, dan kemudian di Universitas Paris. Beliau dianggap sebagai Bapak

7
Linguistik Modern berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam
bukunya Course de Linguistique Generale yang disusun dan diterbitkan oleh
Charles Bally dan Albert Sechehay tahun 1915 berdasarkan catatan kuliah
selama De Saussure member kuliah di Universitas Jenewa tahun 1906-1911.
Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai kosep telaah
sinkronik dan diakronik, perbedaan lengue dan parole, perbedaan significant
dan signifie, dan hubungan sintagmatik dan paradigmatik.
Telaah sinkronik dan diakronik. Ferdinand De Saussure membedakan
telaah bahasa secara sinkronik dan diakronik. Yamg dimaksud telaah secara
sinkronik adalah mempelajari suatu bahasa pada suatu kurun waktu tertentu
saja. Sedangkan telaah bahasa secara diakronik adalah jauh lebih sukar
daripada telaah bahasa secara sinkronik.
La langue dan La Parole. Ferdinand De Saussure membedakan adanya apa
yang disebut La Langue dan La Parole. Yang dimaksud dengan La Langue
adalah keseluruhan system tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi
verbal antara para anggota suatu masyarakat bahasa, sifatnya abstrak.
Sedangkan yang dimaksud dengan la parole adalah pemakaian atau realisasi
langue oleh masing-masing anggota masyarakat bahasa, sifatnya konkret
karena parole itu tidak lain daripada realitas fisis yang berbeda dari orang
yang satu dengan orang yang lain. Dalam hal ini yang menjadi obyek
linguistik adalah langue, yang tentu saja dilakukan melalui parole, karena
parole itulah yang merupakan wujud bahasa yang konkret, yang dapat diamati
dan diteliti.
Signifiant dan signifie. Ferdinand De Saussure mengemukakan teori
bahwa setiap tanda atau tanda linguistik dibentuk oleh dua buah komponen
yang tak terpisahkan yaitu komponen Signifiant dan Signifie. Yang dimaksud
signifiant adalah citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam
pikiran kita. Sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada
dalam pikiran kita.
Hubungan sintagmatik dan paradigmatik. Ferdinand De Saussure
membedakan adanya dua macam hubungan, yaitu hubungan sintagmatik dan

8
paradigmatic. Yang dimaksud hubungan sintagmatik adalah hubungan antara
unsure-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara
berurutan, bersifat linear. Hubungan sintagmatik ini terdapat pada tataran
fonologi, morfologi, dan sintaksis. Sedangkan hubungan paradigmatik adalah
hubungan antara unsure-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan
unsure-unsur sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang bersangkutan.
b. Aliran Praha
Aliran praha terbentuk pada tahun 1926 atas prakarsa salah seorang
tokohnya, yaitu Vilem Mathesius (1882-1945). Dalam bidang fonologi aliran
praha inilah yang pertama-tama membedakan dengan tegas akan fonetik dan
fonologi. Struktur bunyi dijelaskan dengan memakai kontras atau oposisi.
Ukuran untuk menentukan apakah bunyi-bunyi tidak menimbulkan perbedaan
makna adalah tidak distingtif. Perbedaan bunyi yang tidak menimbulkan
perbedaan makna adalah tidak distingtif.
Dalam bidang fonologi aliran praha ini juga memperkenalkan dan
mengembangkan suatu istilah yang disebut morfonologi , bidang yang
meneliti perubahan-perubahan fonologis yang terjadi sebagai akibat hubungan
morfem dengan morfem.
Dalam bidang sintaksis Villem Mathesius mencoba menelaah kalimat
melalui pendekatan fungsional. Menurut pendekatan ini kalimat dapat dilihat
dari struktur formalnya, dan juga dari struktur informasinya yang terdapat
dalam kalimat yang bersangkuta. Struktur formal menyangkut unsure-unsur
gramatikal kalimat tersebut, yaitu subjek dan prediket gramatikalnya.
Sednagkan struktur informasi menyangkut situasi factual pada waktu kalimat
itu dihasilkan. Struktur informasi menyangkut unsure tema dan rema. Yang
dimaksud unsur tema adalah apa yang dibicarakan, sedangkan rema adalah
apa yang dikatakan mengenai tema.
c. Aliran Glosematik
Aliran inilahir di Denmark. Tokohnya antara lain adalah, Loise Hjemslev
(1899 – 1965), yang meneruskan ajaran Ferdinad de Saussure. Namanya
menjadi terkenal karena usahanyauntuk membuat ilmu bahasa menjadi ilmu

9
yang berdiri sendiri, bebas dari ilmu lain, dengan peralatan, metodologis, dan
terminologis sendiri.
Sejalan dengan pendapat de Saussure, Hjemslev menganggap bahasa itu
mengandung dua segi, yaitu segi ekspresi dan segi isi. Masing-masing segi
mengandung forma dan substansi, sehingga diperoleh forma ekspresi,
substansi ekspresi, forma isi dan substansi isi. Pembedaan forma dari
substansi berlaku untuk semua hal yang ditelaah secara ilmiah. Sedangkan
pembedaan ekspresi dari isi hanya berlaku sebagai telaah bahasa saja.
d. Aliran Firthian
John R. Firth (1890 – 1960) guru besar pada Universitas London sangat
terkenal karena teorinya mengenai fonologi prosodi. Karena itulah, aliran
yang dikembangkannya ini disebut Aliran Prosodi. Fonologi Prosodi adalah
suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Fonologi Prosodi terdiri
dari stuan-satuan fonematis dan satuan prosodi. Satuan fonematis berupa
unsur-unsur segmental, yaitu konsonan dan vocal, sedangkan satuan prosodi
berupa ciri atau sifat struktur yang lebih panjang daripada suatu segmen
tunggal. Ada tiga macam Prosodi, yaitu; (1) Prosodi yang menyangkut
gabungan fonem: struktur kata, struktur suku kata, gabungan konsonan, dan
gabungan vocal. (2) prosodi yang terbentuk oleh sendi atau jeda; (3) prosodi
yang realisasi fonetisnya melampaui satuan yang lebih besardaripada fonem
suprasegmental. Firth berpandapat bahwa, telaah bahasa harus memperhatikan
komponen sosiologis. Tiap tutur kata harus dikaji dalam konteks situasinya,
yaitu orang-orang yang berperan dalam masyarakat, kata-kata yang mereka
ungkapkan, dan hal-hal lain yang berhubungan.
e. Linguistik Sistemik
Nama aliran linguistik sistemik tidak dapat dilepaskan dari nama M.A.K
Halliday, yaitu salah seorang murid Firth yang mengembangkan teori Firth
mengenai bahasa, khususnya yang berkaitan dengan segi kemasyarakatan
bahasa. Sebagai enerus Firth, maka teori yang dikembangkan oleh Halliday
dikenal dengan Neo-Firthian Linguistic atau Scale Category Linguistic.
Pandangan beliau tentang systemic linguistics(SL) adalah :

10
Pertama, SL memberikan perhatian penuh pada segi kemasyarakatan
bahasa, terutama mengenai fungsi kemasyarakatan bahasa dan bagaimana
fungsi kemasyarakatan itu terlaksana dalam bahasa.
Kedua, SL memandang bahasa sebagai “pelaksana”. SL mengakui
pentingnya perbedaan langue dari parole(seperti yang dikemukakan Ferdinand
de Saussure). Parole merupakan perilaku kebahasaan yang sebenarnya,
sedangkan langue adalah jajaran pikiran yang dapat dipilih oleh seorang
penutur bahasa.
Ketiga, SL lebih mengutamakan pemerian ciri-ciri bahasa tertentu beserta
variasi-variasinya, tidak atau kurang tertarik pada semestaan bahasa.
Keempat, SL mengenal adanya gradasi atau kontinum. Batas butir-butir
bahasa seringkali tidak jelas. Misalnya saja bentuk yang gramatika dan yang
tidak gramatikal.
f. Leonard Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Nama Bloomfield (1877 – 1949) jadi sangat terkenal karena bukunya yang
berjudul Language, terbit pertama kali tahun 1933, selalu dikaitkan dengan
aliran struktural Amerika. Istilah struktural sebenarnya dapat dikenakan
kepada semua aliran linguistik, sebab semua aliran linguistik pasti berusaha
menjelaskan seluk beluk bahasa berdasarkan strukturnya.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan berkembangnya aliran ini, salah
satunya adalah; pada masa itu para ahli linguistik di Amerika menghadapi
masalah yang sama, yaitu banyak sekali bahasa Indian di Amerika yang belum
diperikan. Faktor lain adalah, karena Bloomfield bersikap menolak mentalistik
sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu di Amerika yaitu
filsafat behaviorisme.
Satu hal yang menarik dan merupakan ciri aliran struturalis Amerika ini
adalah cara kerja mereka yang sangat menekankan pentingnya data yang
objektif untuk memerikan suatu bahasa, dan pendekatannya bersifat
Empirik.Aliran Bloomfield disebut aliran Taksonomi, karena bermula dari
gagasan Bloomfield sendiri. Disebut aliran Taksonomi karena aliran ini
menganalisis kalimat.

11
g. Aliran Tagmemik
Aliran tagmemik dipelopori oleh Kenneth L. Pike. dia adalah seorang
tokoh dari Summer Institute of Linguistics, yang mewarisi pandangan-
pandangan Bloomfield, sehingga aliran ini juga bersifat strukturalis, tetapi
juga antropologis. Menurut Aliran ini satuan dasar dari sintaksis adalh
tagmem (kata ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti susunan).
Yang dimaksud dengan tagmem adalah korelasi antara fungsi gramatikal
atau slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling
dipertukarkan untuk mengisi slot tersebut. Misalnya, dalam kalimat Pena itu
berada di atas meja: bentuk pena itu mengisi fungsi subjek, dan tagmem
subjeknya dinyatakan dengan pena itu. Menurut Pike satuan dasar sintaksis
tidak dapat dinyatakan dengan fungsi-fungsi saja, seperti
subjek+prediket+objek, dan tidak dapat dinyatakan dengan deretan bentuk-
bentuk saja, seperti frase benda+frase kerja+frase benda, melainkan harus
diungkapkan bersamaan dalam deretan rumus seperti :
S:FN + P:FV + O:FN
Dalam perkembangan selanjutnya malah kedua unsur tagmem itu, yaitu
fungsi dan bentuk perlu ditambah pula dengan unsur peran dan kohesi yang
membentuk jalinan yang erat. Dengan demikian satuan dasar sintaksis itu,
yaitu tagmem, merupakan suatu sistem sel empat kisi.
Fungsi kategori
peran kohesi

3. Linguistik Transformasional dan aliran-aliran sesudahnya


Pada sub bab ini akan dilaporkan 4 sub subba, yakni (a)tata bahasa transformasi,
(b) semantik generative, (c) tata bahasa kasus, dan (d) tata bahasa relasional.
a. Tata Bahasa Tarnsformasi
Dapat dikatakan tata bahasa transformasi lahir dengan terbitnya buku Noam
Chomsky yang berjudul Syntatic Struture pada tahun 1957, yang kemudian
dikembangkan karena adanya kritik dan saran dari berbagai pihak. Nama yang
dikembangkan untuk model tata bahasa yang dikembangkan olek Chomsky

12
adalah Transformational Generative Grammar. Menurut Chomsky salah satu
tujuan dari penelitian bahasa adalah untuk menyusun tata bahasa dari bahasa
tersebut. Bahasa dapat dianggap sebagai kumpulan kalimat yang terdiri dari
deretan bunyi yang mempunyai makna. Maka, tugas tata bahasa haruslah dapat
menggambarkan hubungan bunyi dan arti dalam bentuk kaidah-kaidah yangtepat
dan jelas. Menurut Chomsky, adalah merupakan teori dari bahasa itu sendiri dan
tata bahasa itu harus memenuhi dua syarat, yaitu :
Pertama, kalimat yang dihasilkan oleh tata bahasa itu harus dapat diterima
oleh pemakai bahasa tersebut, sebagai kalimat yang wajar dan tidak dibuat-buat.
Kedua, tata bahasa tersebut harus berbentuk sedemikian rupa, sehingga satuan
atau istilah yang digunakan tidak berdasarkan pada gejala bahasa tertentu saja,
dan semuanya ini harus sejajar dengan teori lingustik itu sendiri. Sejalan dengan
konsep langue dan parole dari de Saussure, maka Chomsky membedakan adanya
kemampuan (competence) dan perbuatan bahasa (performance). Kemampuan
adalah pengetahuan yang dimiliki pemakai bahasa mengenai bahasanya
sedangkan perbuatan berbahasa adalah pemakaian bahasa itu sendiri dalam
keadaan yang sebenarnya.
Tata bahasa ini terdiri dari tiga komponen, yakni komponen sintaksis,
semantik, dan fonologis. Hubungan antara ketiga komponen adalah input pada
komponen semantik adalah output dari subkomponen sintaksis yang disebut
subkomponen dasar. Sedangkan input pada komponen fonologis merupakan
output dari subkomponen sintaksis yang disebut subkomponen transfromasi.
Komponen sintaksis merupakan “sentral” dari tata bahasa, karena komponen
inilah yang menentukan arti kalimat dan komponen ini pulalah yang
menggambarkan aspek kreativitas bahasa. Untaian awal atau input awal
mengalami kaidah pencabangan, untuk kemudian mengalami kaidah-kaidah
subkategorisasi. Kaidah-kaidah subkategori ini menghasilkan pola-pola kalimat
dasar dan deskripsi struktur untuk setiap kalimat yang disebut penanda frase dasar.
Leksikon merupakan daftar morfem beserta keterangan yang diperlukan untuk
penafsiran semantik, sintaksis, dan fonologi. Kaidah Transformasi mengubah
struktur batin yang dihasilkan oleh kaidah-kaidah kategori menjadi struktur batin.

13
Karena struktur batin ini telah memiliki unsur yang diperlukan untuk interpretasi
semantik dan fonologis, maka kalimat yang berbeda artinya, akan mempunyai
struktur batin yang berbeda pula. Perbedaan arti biasanya tercermin di dalam
perbedaan morfem, urutan morfem, dan jumlah morfem yang digunakan. Ada
kalimat yang jumlah morfemnya sama, bunyi dan urutannya sama, tetapi
mempunyai arti berbeda. Kalimat-kalimat yang meragukan itu, tentu memiliki
struktur dalam yang berbeda.
b. Semantik Generatif
Menurut teori generative semantik, struktur semantik dan struktur sintaksis
bersifat homogen, dan untuk menghubungkan kedua struktur itu cukup hanya
dengan kaidah transformasi saja. Struktur semantik itu serupa dengan struktur
logika, berupa ikatan tidak berkala antara prediket dengan seperangkat argument
dalam suatu preposisi.

Pred. Arg1 Arg2

Minum nenek kopi

Menurut teori semantik generatif, argument adalah segala sesuatu yang


dibicarakan, sedangkan prediket itu semua yang menunjukkan hubungan,
perbuatan, sifat, kenaggotaan, dan sebagainya. Jadi, dalam menganalisis sebuah
kalimat, teori ini berusaha mengabstraksikan prediketnya dan menentukan
argumen-argumennya.
c. Tata Bahasa Kasus
Tata bahasa kasus pertama kali diperkenalkan oleh Charles J. Fillmore dalam
karangannya berjudul “The Case for Case” tahun 1968 yang dimuat dalam buku
Bach, E dan R. Harms Universal in Linguistic Theory.

14
Dalam karangannya yang terbit itu Fillmore membagi kalimat atas modalitas,
yang bisa berupa unsure negasi, kala, aspek, dan adverbia dan peroposisi, yang
terdiri dari sebuah verba disertai dengan sejumlah kasus.

Modalitas Preposisi

Negasi

Kala Verba kasus1 kasus 2 kasus 3

Aspek

Adverbial

Kasus tersebut dibatasi atas kasus agent, experience, object, means, source,
goal, dan referential. Agent adalah pelaku perbuatan. Experience adalah yang
mengalami peristiwa psikologis. Object adalah sesuatu yang dikenai perbuatan.
Source adalah keadaan, tempat, atau waktu yang sudah. Goal adalah keadaan,
tempat, atau waktu yang kemudian. Sedangkan referensial adalah acuan.
d. Tata bahasa relasional
Tata bahasa relasinonal muncul pada tahun 1970-an sebagai tantangan
terhadap beberapa asumsi yang paling mendasar dari teori sintaksis yang
dirancangkan oleh aliran tata bahasa tranfromasi. Tata bahasa relasional berusaha
mencari kaidah kesemestaan bahasa. Menurut tata bahasa relasional, setiap
struktur klausa terdiri dari jaringan relasional yang melibatkan tiga macam
maujud.
1) Sepernagkat simpai yang menampilkan elemen-elemen di dalam suatu
struktur.
2) Sepernagkat tanda relasional yang merupakan nama relasi gramatikal yang
disandang oleh elemen-elemen itu dalam hubungannya dengan elemen
lain.

15
3) Seperangkat “coordinates” yang dipakai untuk menunjukkan pada tataran
yang manakah elemen-elemen itu menyandang relasi gramatikal tertentu
terhadap elemen yang lain.
C. GAGASAN DAN PANDANGAN LINGUSITIK FUNGSIONAL
Linguistik fungsional dipelopori oleh Roman Jakobson dan Andre Martinet,
kehadirannya sangat berarti dalam upaya menjembatani kesenjangan (gap) antara
linguistik struktural Amerika dan Eropa. Linguistik struktural (Eropa) banyak
dipengaruhi oleh gagasan fungsi-fungsi linguistik yang menjadi ciri khas aliran Praha.
Trubeckoj terkenal mengembangkan metode-metode deskripsi fonologi, maka R.
Jakobson terkenal karena telah menyatakan dengan pasti pentingnya fonologi diakronis
yang mengkaji kembali dikotomi-dikotomi F. de Saussure antara lain dikotomi yang
memisahkan dengan tegas sinkronis dan diakronis.
Andre Martinet banyak mengembangkan teori-teori aliran Praha. Dengan tulisannya
tentang netralisasi dan segmentasi. Pikiran-pikirannya telah memperkaya dan
mengembangkan studi linguistik, terutama fonologi deskriptif, fonologi diakronis,
sintaksis, dan linguistik umum, disamping ia menerapkan metode dan linguistik modern
dengan menaruh perhatian yang luar biasa pada kenyataan bahasa aktual.
Gagasan Jakobson merupakan pengembangan dari pemikiran-pemikiran aliran Praha.
Selain fungsi linguistik sebagai ciri khas sekolah Praha, ia juga menyoroti fungsi-fungsi
unsur tertentu dan fungsi-fungsi aktivitas linguistik itu sendiri. Jakobson memandang
suatu tindak linguistik dari enam sudut, yaitu (1) dalam hubungan dengan pembicara, (2)
pendengar, (3) konteks, (4) kontak, (5) kode, dan (6) pesan. Sehingga ia menemukan
enam fungsi, yaitu:
1. Ekspresif, berpusat pada pembicara, yang ditujukan oleh interjeksi-interjeksi;
2. Konatif, berpusat pada pendengar, yang ditujukan oleh vokatif dan imperative;
3. Denotative, berpusat pada konteks, yang ditujukan oleh pernyataan-pernyataan
faktual, dalam pelaku ketiga, dan dalam suasana hati indikatif;
4. Phatic, berpusat pada kontak, yang ditujukan oleh adanya jalur yang tidak terputus
antara pembicara dan pendengar. Misalnya, dalam pembicaraan melalui telefon,
kata-kata ‘hello, ya..ya…, heeh’ yang dipergunakan untuk membuat jelas bahwa
seseorang masih mendengarkan dan menunjukan jalur percakapan tidak terputus;

16
5. Metalinguistik, berpusat pada kode; yang berupa bahasa pengantar ilmu
pengetahuan, biasanya berisi rumus-rumus atau lambang-lambang tertentu;
6. Puitis, berpusat pada pesan.
Selanjutnya gagasan dan pandangan Jakobson lain adalah telaah tentang aphasia dan
bahasa kanak-kanak. Aphasia yang dimaksud adalah gejala kehilangan kemampuan
menggunakan bahasa lisan baik sebagian maupun seluruhnya, sebagai akibat
perkembangan yang salah. Gangguan afasik dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni:
1. Similarity disorders, yang mempengaruhi seleksi dan subtitusi item, dengan
stabilitas kmbinasi dan konsstektur yang bersifat relative.
2. Contiguity disorders, yang seleksi dan subtitusinya secara relative normal
sedangkan kombinasi rusak dan tidak gramatikal, urutan kata kacau, hilangnya
infleksi dan preposisi, konjungsi, dan sebagainya
Jakobson juga menekankan pentingnya korelasi-korelasi fonologis sebagai seuntai
perbedaan-perbedaan arti yang terpisah. Menurut buku Jakobson dan Halle
Fundamentals of Language, 1956, menyatakan ciri-ciri expressive, configurative, dan
distinctive:
1. Expressive, meletakan tekanan pada bagian ujaran yang berbeda atau pada
ujaran yang berbeda; menyarankan sikap emosi pembicara;
2. Configurative, menandai bagian ujaran ke dalam satuan-satuan gramatikal,
dengan memisahkan ciri kulminatif satu persatu, atau dengan memisahkan
membatasinya (ciri-ciri demarkatif);
3. Distinctive, bertindak untuk memperinci satuan-satuan linguistik, dimana ciri-ciri
itu terjadi secara serempak dalam untaian, yang berujud fonem. Fonem-fonem
dirangkaikan ke dalam urutan; pola dasar urutan serupa itu berujud suku kata.
Dalam setiap suku kata terdapat bagian yang lebih nyaring yang berupa puncak.
Bila puncak itu berisi dua fonem atau lebih, maka salah satu daripadanya adalah
puncak fonem atau puncak suku kata.
Tokoh lain dalam linguistik fungsional adalah Andre Maertinet, ia
juga mengembangkan teori-teori Sekolah Praha. Pikiran-pikiran Martinet mengenai
fonologi deskriptif, fonologi diakronis, sintaksis, dan linguistik umum merupakan
sumbangan pemikiran bagi linguistik modern. Fonologi sebagai fonetik fungsional harus

17
berdasarkan fakta-fakta dasar atau mengetahui fungsi-fungsi perbedaan bunyi bahasa
sebagaimana mestinya.
Martinet mencurahkan perhatian pada fonologi diakronis, dengan mencoba membuat
deskripsi murni, dimana fonologisasi dan defonologisasi direkam, disertai keterangan
tentang perubahan-perubahan menurut prinsip-prinsip umum. Kriterium interpretasi dasar
diberikan oleh dua unsur yang berlawanan: (1) efisiensi dalam komunikasi, dan (2)
tendensi pada upaya yang minimum. Ia juga menyatakan analisis fonem ke dalam ciri-ciri
distingtif mengungkapkan adanya korelasi-korelasi, dimana sebuah fonem yang
terintegrasi dalam untaian korelatif akan menjadi stabil. Ia telah mengembangkan
gagasan artikulasi rangkap yang menarik. Ucapan bahasa pertama-tama melalui suatu
artikulasi dalam monem-monem yang berupa unit-unit dasar gramatis yang oleh para
linguis Amerika disebut morphem. Sejumlah ujaran yang tak terbatas dapat
diidentifikasikan oleh monem-monem yang terbatas jumlahnya. Setiap artikulasi
melibatkan ekspresi dan isi. Monem adalah satuan dwimuka: ekpresi dan isi. Bagi
Martinet, konsep dasar analisis fonologi yaitu fonem sedangkan bagi Jakobson yaitu ciri
distingtif.
Martinet juga menerapkan wawasan fungsionalnya pada sintaksis, dan telah
mensintesakan teori-teorinya itu dalam tulisan-tulisan yang ringkas dan seimbang:
Elements of General Linguistics, dan A Functional View of Language. Didalam karya
tersebut dirumuskan dengan jelas perbedaan antara (i) fonem fungsional, seperti preposisi,
kasus akhiran, yang konetif dan centrifugal yang menunjukkan adanya hubungan diantara
satu unsur dengan bagian ujaran; dan (ii) fonem pengubah, seperti satuan gramatikal
artikel yang centripetal; nilai tunggal atau jamak dan unsur-unsur yang dibutuhkan.
Martinet juga menggarisbawahi fungsi sintaksis sebagai gagasan yang sentral.
Gagasannya ini berupa kelanjutan wawasan fungsional yang telah disarankan oleh
Sekolah Praha. Fungsi-fungsi bahasa dan fungsi-fungsi unsur linguistik sebagai suatu
sistem unsur-unsur atau struktur unsur-unsur, dipelajari untuk menjelaskan perbedaan
bahasa dengan sistem tanda buatan yang mungkin distrukturkan dalam suatu cara yang
sama tetapi tak dapat memiliki fungsi-fungsi yang sama seperti bahasa. Bagaimanapun
pandangan struktural itu dapat dirujukkan kembali dengan pandangan fungsional,
meskipun hal itu bagi Martinet adalah pelengkap logisnya. Pilihan nama fungsional

18
sebagai pengganti struktural, menunjukkan bahwa aspek fungsional adalah paling
membuka pikiran, dan bahwa hal itu tidak mesti dipelajari secara terpisah dari yang lain.
D. KEUNGGULAN LINGUISTIK FUNGSIONAL
Pada khasanah kebahasaan, bila memahami gagasan dan pandangan linguistik
Fungsional, maka aliran ini sangat mempengaruhi tata bahasa dalam khasanah
perkembangan linguistic sebelumnya, sekaligus membuka cakrawala baru agar aspek
fungsional menjadi pertimbangan penelitian bahasa. Dengan menelurkan istilah
fungsional, praktis landasan yang digunakan dalam melihat bahasa berdasarkan fungsi,
khususnya tataran fonologi, morfem, dan sintaksis. Keunggulan aliran ini adalah kita
dapat mengetahui bahwa setiap fonem (bunyi) itu memiliki fungsi, sehingga dapat,
membedakan arti. Setiap monem (istilah Martinet) yang diartikulasikan memiliki isi dan
ekspresi, dengan begitu dapat dilihat fungsinya. Kemudian pada tataran yang lebih besar
yaitu sintaksis, aliran ini menekankan pada fungsi preposisi dan struktur kalimat,
maksudnya unsur linguistik dalam sebuah kalimat dapat dijelaskan dengan merujuk pada
fungsi sehingga ditemukan pemahaman logis yang utuh. Jadi, aliran ini telah berhasil
melihat setiap komponen bahasa berdasarkan fungsi dan menginspirasi gagasan adanya
relasi antara struktur dan fungsi bahasa.
Sementara dalam dunia sastra, gagasan Jakobson tentang enam fungsi bahasa menjadi
pijakan dalam menelaah karya sastra. Idenya tersebut melahirkan istilah model
komunikasi sastra, yang memusatkan pada pesan yang terkandung dalam karya sastra.
Model ini banyak diadopsi untuk menggali fungsi bahasa dalam wacana baik wacana
ilmiah maupun non ilmiah, sastra maupun non sastra.
E. KELEMAHAN LINGUISTIK FUNGSIONAL
Dalam kebahasaan, aliran ini tentunya memiliki beberapa titik lemah,diantaranya
gagasan fungsional tidak menyentuh secara mendalam komponen fungsional untuk
menentukan makna dalam penelitian bahasa, seperti pada tataran sintaksis hanya
menyebutkan adanya fungsi dalam setiap struktur bahasa, namun tidak menjelaskan
terminologi apa saja yang tercakup di dalamnya. Selanjutnya, bagaimana menyusun
kalimat yang benar berdasarkan fungsi pun tidak jelas. Demikian halnya pada tataran
fonologi dan morfologi. Jadi, kelemahan aliran ini adalah tidak mampu menguraikan
fungsi unsur linguistik lebih rinci, khsususnya . pada tataran sintaksis. Dalam struktur

19
kalimat, gagasan aliran ini tidak menjelaskan komponen apa saja yang tercakup dalam
aspek fungsional pada kalimat. Sebagaimana kita ketahui ada fungsi lain dalam kalimat
yaitu fungsi semantis dan fungsi pragmatis.
Sementara dalam dunia sastra, fungsi bahasa yang dinyatakan oleh Jakobson, ketika
diterapkan dalam menganalisis karya sastra memiliki kekurangan. Model komunikasi
sastra Jakobson tidak memperhatikan potensi kebahasaan yang lain. Model mengabaikan
relevansi sosial budaya. Padahal, sosial budaya memainkan peranan penting dalam
memahami makna bahasa, terlebih dalam karya sastra karena di dalamnya melibatkan
aspek sosio cultural yang sangat kental. Mengacu pada model komunikasi sastra, karya
sastra hanya bertumpu pada pesan yang disampaikan, padahal pemahaman karya sastra
sangat tergantung pada pemahaman pembaca. Adanya unsur keterkaitan intertektualitas
dan intratekstualitas dalam memahami karya sastra perlu diperhatikan, karena setiap
karya sastra tidak ada yang berdiri sendiri.
F. APLIKASI LINGUISTIK FUNGSIONAL DALAM BAHASA INDONESIA
Lalu, bagaimana aplikasi aliran ini dalam bahasa Indonesia? Ketika berbicara fungsi
maka kita harus memahami konsep fungsi dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.
Bisa jadi konsep yang ditawarkan oleh aliran ini tidak dapat diserap dalam semua bentuk,
struktur dan fungsi sesungguhnya dalam bahasa Indonesia. Sebagian kita dapat
memperhatikan contoh berikut ini:
Fonologi Morfologi Sintaksis
<baku> /b/, /a/, /k/, /u/ Me + tulis Letusan Gunung Merapi itu telah
<saku> /p/, /a/, /k/, /u/ Pe + tulis menewaskan 200 orang.

1. Jika dilihat dari contoh fonologi, penggunaan fonem /b/ pada kata <baku> dan /p/
pada <paku> tidak mempunyai makna. Namun karena diposisikan bersama
sebagai pasangan minimal (minimal pairs), dimana keduanya daerah artikulasi
yang sama yakni bilabial, maka penggunaan fonem /b/ dan /p/ menjadi memiliki
fungsi pembeda makna.
2. Dari aspek morfologi dapat dilihat contoh penggunaan awalan Me- dan Pe-.
Awalan me-tulis dan pe-tulis memiliki fungsi pembeda. Me-tulis menjadi
‘menulis’ sebagai kata kerja dan pe-tulis menjadi ‘penulis’. Penggunaan morfem

20
bebas atau kata dasar yang sama namun didahului oleh morfem terikat yang
berbeda maka fungsinya pun menjadi berbeda.
3. Dari tataran sintaksis, kalimat tersebut memiliki struktur yang benar. Jika
disegmentasikan kalimat itu menjadi /letusan gunung Merapi/, /menewaskan/, dan
/200 orang/. Pemenggalan struktur kalimat dilakukan berdasarkan fungsi masing-
masing unsur.
Kemudian penerapan fungsi bahasa menurut Jakobson dapat kita aplikasikan dalam
analisis wacana baik berupa teks maupun non-teks. Penerapan aliran fungsional dalam
bahasa Indonesia tidak sepenuhnya dapat diterima. Selain adanya konsep bahasa yang
berbeda, namun juga sulit mencari padanan istilah dalam bahasa Indonesia. Namun
demikian aliran ini sangat mempengaruhi dalam perkembangan tata bahasa bahasa
Indonesia. Dengan mengenal fungsional maka kita mengetahui fungsi bahasa bukan
hanya sebagai sistem ‘langue’ (istilah Sassure), tetapi juga dalam bentuk tuturan ‘parole’.
Dalam ranah kesusasteraan, enam fungsi bahasa dapat dimanfaatkan untuk menelaah
karya sastra. Model komunikasi sastra yang lebih dikenal dengan model komunikasi
Jakobson dapat digunakan dalam kajian, puisi, novel, drama, dan hal lain yang
menggunakan bahasa. Jadi, sebagai pijakan awal dalam mengkaji bahasa baik dalam
sastra mapun linguistik, enam fungsi bahasa dapat diterapkan dalam analisis bahasa
Indonesia. Kendati demikian, sangat diperlukan adanya pengembangan konsep dan
gagasan yang dapat menjawab problematika kebahasaan secara tuntas.

21
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta.


http://aimar-azz.blogspot.co.id/2011/01/linguistik-fungsional-dalam-bahasa.html
https://equshay.wordpress.com/2011/01/29/apa-itu-tata-bahasa-fungsional-functional-grammar/

22

Anda mungkin juga menyukai