Anda di halaman 1dari 13

6

SISTIM HUKUM DI INDONESIA


Anna Haroen Atmodirono
Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

PENDAHULUAN
Ada suatu azas yang berbunyi “Nullum delictum nulla poena sine praevia lege
poenali” yang artinya : peristiwa pidana tidak ada dan tidak akan dijatuhkan pidana
terhadap pelakunya, jika ketentuan pidana dalam undang-undang tidak ada terlebih
dahulu.
Sesuai dengan bunyi azas nullum delictum diatas, maka setiap warga negara
Indonesia (termasuk dokter) seyogyanya mengetahui bagaimana peraturan hukum yang
berlaku di Indonesia, sehingga dengan demikian dia dapat mengetahui tindakan apa
yang dilarang menurut hukum dan apa sanksinya. Sebab tanpa mengetahui hal-hal
tersebut diatas, dia akan berbuat sekehendak hatinya karena tidak mengetahui bahwa hal
tersebut secara yuridis (hukum) dilarang dan ada sanksinya (akibat hukumnya).
Demikian pula halnya dengan dokter yang tunduk kepada hukum yang berlaku
di Indonesia, seharusnya mengetahui tentang hukum yang berlaku di Indonesia supaya
mengerti sejauh mana jangkauan hukum tersebut terhadap profesi kedokteran, apa hak
dan kewajiban pasien serta hak dan kewajiban dokter dalam merawat pasien, serta hak
dan kewajiban dokter dalam memberikan bantuannya kepada pihak
penyidik/pengadilan.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka pengertian tentang sistim hukum
di Indonesia perlu diberikan kepada mahasiswa Fakultas Kedokteran dengan harapan
bila mereka telah menyelesaikan pendidikannya dan terjun ke masyarakat dapat
bertindak lebih berhati-hati didalam menjalankan tugas sesuai dengan profesinya.

PENGERTIAN TENTANG HUKUM.


Apakah hukum itu?
Hukum ialah: keseluruhan kaidah-kaidah (norma-norma) mengenai tingkah laku
manusia dalam masyarakat yang disusun menurut kemauan pembuat undang-
undang.
Siapakah pembuat undang-undang?
Yaitu segolongan orang yang didalam sebuah negara berkuasa memaksakan
kehendaknya dan bertindak sebagai wakil masyarakat yang teratur.

Catatan: Peraturan yang mengikat dan dijadikan Undang-undang itu harus disesuaikan
dengan kaidah-kaidah tersebut diatas dan kalau kaidah tersebut tidak ditaati maka
pemerintah (karena berkuasa) wajib memberikan hukuman atas dasar pelanggaran
peraturan itu.

PEMBAGIAN HUKUM DI INDONESIA.


Hukum di Indonesia terdiri atas:
1. Hukum Publik (hukum umum)
2. Hukum Perdata (hukum privat)

Sistem Hukum di Indonesia


7

Hukum Publik terdiri atas:


1. Hukum Pidana:
 Hukum Pidana Sipil
 Hukum Pidana Militer
 Hukum Pidana Fiskal
2. Hukum Tata Usaha
3. Hukum Tata Negara
Hukum Perdata terdiri atas:
1. Hukum Sipil:
 Hukum pribadi
 Hukum keluarga
 Hukum harta kekayaan
 Hukum waris
2. Hukum dagang.

Apakah hukum Publik itu?


Yaitu hukum yang mengatur hubungan antara:
1. Pemerintah dengan masyarakat
2. Pemerintah dengan pemerintah
3. Pemerintah dengan orang-orang yang berada dibawah kekuasaannya.
Contoh hukum Publik:
 Pemerintah membutuhkan uang untuk menunaikan tugasnya, karena itu rakyat harus
membayar pajak.
 Pemerintah membutuhkan sebidang tanah untuk kepentingan umum, dalam hal ini
hak milik dari yang bersangkutan dicabut dan diganti dengan uang.
 Seseorang melakukan tindak pidana pembunuhan. Karena perbuatan tersebut secara
hukum dilarang, maka si pelaku tindak pidana dijatuhi pidana (hukuman) atas dasar
peraturan hukum pidana.

Apakah hukum perdata itu?


Yaitu hukum yang mengatur hubungan antara:
1. Seseorang dengan orang lain
2. Seseorang dengan negara dan bagian-bagiannya yang bertindak sebagai orang
lain.

Contoh hukum perdata:


 Negara atau bagian dari negara mempunyai pabrik semen dan menjual hasilnya
kepada orang biasa.
 Negara merugikan orang biasa dengan peraturan khusus, misalnya hak cabut yang
disalahgunakan. Dalam hal ini negara diwajibkan mengganti kerugian.

Bagian-bagian dari hukum sipil:


1. Hukum pribadi:
Yaitu hukum yang memberikan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan usia
dan kecakapan seseorang untuk berbuat hukum dan tentang tempat kediaman
seseorang.

Sistem Hukum di Indonesia


8

2. Hukum keluarga:
Yaitu hukum yang mengatur hubungan dan perpisahan antara suami dan istri.
Misalnya: tentang perkawinan, kekuasaan orang tua, perwalian, perwakilan,
pemutusan perkawinan, kewajiban memberi nafkah, dll.
3. Hukum harta kekayaan:
Yaitu hukum yang berisikan peraturan-peraturan mengenai akibat dari hubungan-
hubungan antara seseorang dengan orang lain mengenai harta kekayaan.
Misalnya: Suatu perikatan\hubungan antara seseorang dengan orang lain sehingga
keduanya terikat pada suatu peraturan, misalnya kesediaan seseorang
dokter untuk mengobati pasiennya dan kesediaan pasien untuk
diobati/dirawat oleh dokter tersebut dengan honorarium yang telah
disetujui bersama.
4. Hukum waris:
Yaitu hukum yang mengatur peralihan harta kekayaan setelah seseorang meninggal
dunia.

Catatan:
Hingga saat ini undang-undang yang telah dibukukan dalam bentuk Kitab
Undang-undang ialah:
1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
2. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
3. Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Kepailitan (KUHD dan Kepailitan).
Namun demikian, berhubung ketiga kitab undang-undang tersebut merupakan
terjemahan dari Kitab Undang-undang dari negeri Belanda (Wetboek van Strafrecht)
yang tadinya berasal dari Prancis (Code Penal untuk KUHP, 1886). Maka Pemerintah
Republik Indonesia memberi tugas kepada Badan pembinaan Hukum Nasional untuk
menyusun Kitab Undang-undang yang sesuai dengan keadaan di Indonesia dan dapat
dipergunakan untuk jangka waktu yang lama.

HUKUM PIDANA DI INDONESIA.


Seperti telah diuraikan diatas, hukum pidana terdiri atas:
1. Hukum Pidana Sipil: Yaitu hukum yang berlaku untuk semua warga masyarakat,
kecuali anggota TNI.
2. Hukum Pidana Militer: Yaitu hukum Pidana yang berlaku untuk anggota TNI atau
mereka yang disamakan dengan anggota TNI.
3. Hukum Pidana Fiskal: Yaitu hukum pidana yang berlaku bagi mereka yang
melanggar peraturan dalam bidang keuangan. (misalnya :
pajak).

HUKUM PIDANA SIPIL.


Dibawah ini hanya akan diuraikan mengenai Hukum Pidana Sipil yang berlaku di
Indonesia.

Kapan seseorang dapat dipidana ?


Seseorang dapat dipidana apabila ia melakukan Delik. Delik adalah perbuatan
melawan hukum yang diancam dengan pidana oleh Undang-undang dan dilakukan
dengan salah oleh orang yang dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya.

Sistem Hukum di Indonesia


9

Unsur-unsur delik, yaitu:


1. Adanya perbuatan
2. Perbuatan itu melawan hukum
3. Perbuatan itu diancam dengan pidana (hukuman) oleh Undang-undang.
4. Perbuatan itu dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.
Contoh :
Pembunuhan, penipuan, malpractice dll, yang dilakukan oleh orang yang mampu
bertanggung jawab.

Jenis delik menurut berat ringannya perbuatan:


1. Kejahatan
2. Pelanggaran.
Kejahatan:
Yaitu perbuatan yang merupakan bahaya besar bagi kepentingan umum. Hal ini
diatur didalam Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Pasal 104 –
488).
Pelanggaran:
Yaitu perbuatan yang tidak terlalu merupakan bahaya bagi kepentingan umum.
Hal ini diatur didalam Buku Ketiga Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Pasal
489 – 569).

Jenis delik menurut cara penuntutannya:


1. Delik biasa
2. Delik aduan.
Delik biasa:
Dalam suatu peristiwa pidana, si pelaku delik (biasa) akan dituntut tanpa
menuggu pengaduan dari orang yang merasa dirugikan, disamping itu
penuntutannya tidak dapat ditarik kembali.
Misalnya: - pembunuhan,
- pencurian,
- pemerkosaan dll.
Delik aduan:
Dalam peristiwa pidana ini, penyidik hanya dapat mengajukan tuntutan
berdasarkan pengaduan dari orang yang merasa dirugikan dan penuntutannya
dapat dicabut kembali atas permintaan orang yang mengadu dalam waktu 3
bulan sejak hari memasukkan pengaduannya.
Tenggang waktu memasukkan pengaduan ialah; 6 bulan sejak peristiwa didengar
atau dilihat oleh si pengadu yang tinggal di Indonesia, dan 9 bulan jika dia
berada diluar Indonesia.
Contohnya:
- perzinahan
- pencurian oleh anggota keluarga,
- pembocoran rahasia kedokteran/jabatan.

Jenis delik menurut kepentingan yang dibahayakan (kepentingan hukum dari


pada individu, masyarakat atau negara), yaitu :

Sistem Hukum di Indonesia


10

1. Delik terhadap jiwa, raga dan kesehatan


2. Delik terhadap kebebasan diri
3. Delik terhadap kehormatan
4. Delik terhadap harta
5. Delik terhadap kesusilaan
6. Delik terhadap pemalsuan
7. Delik terhadap negara
8. Delik terhadap Kepala Negara.

Masing-masing golongan tersebut masih dapat dibagi dalam delik-delik tertentu, yaitu:
1. Pembunuhan
2. Penganiayaan
3. Pencurian
4. Penghinaan.

Alasan pemaaf dan alasan pembenar dalam peristiwa pidana.


Pada umumnya barang siapa yang melakukan tindak pidana akan dijatuhi pidana
berdasarkan peraturan yang tertera didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP). Namun ada pelaku tindak pidana yang dikurangi atau dibebaskan dari tuntutan
pidana berdasarkan alasan tertentu yaitu seperti yang diatur didalam:
1. Pasal 44 KUHP, yang berbunyi:
(1) Barangsiapa melakukan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan
kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal, tidak boleh di
pidana.
(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggung jawabkan kepadanya karena kurang
sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal, maka hakim boleh memerintahkan untuk
memasukkan dia kerumah sakit jiwa selama 1 tahun untuk diperiksa.

Catatan: Dalam pasal ini perlu diperhatikan bahwa antara delik yang dilakukan dan
penyakit yang diderita harus ada kaitan yang erat.
Misalnya:
seorang penderita kleptomani yang selalu mempunyai keinginan untuk memiliki
benda milik orang lain, dibebaskan dari tuntutan pidana dalam kasus yang telah
dilakukan olehnya, dengan syarat bahwa ada visun et repertum psikiatri yang
meyatakan bahwa dia benar-benar sakit. Akan tetapi dia tidak dapat dibebaskan
dari tuntutan pidana apabila dia telah melakukan tindak pidana pembunuhan,
karena perbuatan tersebut tidak ada hubungannya sama sekali dengan penyakit
yang dideritanya.

2. Pasal 45 KUHP, yang berbunyi:


Jika seseorang yang belum dewasa dituntut karena melakukan tindak pidana ketika
umurnya belum cukup 16 tahun, hakim boleh memerintahkan supaya yang bersalah itu
dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemeliharanya, dengan tidak dikenakan
pidana, atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada Pemerintah tanpa
dijatuhi pidana yaitu bila perbuatan tersebut masuk bagian kejahatan atau salah satu
pelanggaran yang diterangkan dalam pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503, 505, 514, 517,
519, 526, 531, 532, 536 dan 540 serta tindak pidana itu dilakukannya sebelum lewat 2
tahun sesudah keputusan yang terdahulu yang menyalahkan dia melakukan salah satu
pelanggaran itu atau suatu kejahatan menjadi tetap atau memidana anak yang bersalah itu.

Sistem Hukum di Indonesia


11

Catatan:
► Ada dua syarat yang harus dipenuhi oleh pasal ini ialah:
a. Waktu dituntut, orang tersebut harus belum dewasa (belum berumur 21 tahun
dan belum kawin. Jika umurnya belum 21 tahun tetapi sudah kawin atau
belum bercerai, maka dianggap sudah dewasa.
b. Tuntutan mengenai peristiwa pidana yang telah dilakukan oleh orang
tersebut pada waktu sebelum ia berumur 16 tahun.
► Jika kedua syarat dipenuhi, maka hakim dapat memutuskan salah satu dari tiga
kemungkinan antara lain:
a. Anak tersebut dikembalikan kepada orang tua atau walinya, tanpa dijatuhi
pidana.
b. Anak tersebut dijadikan anak Negara, artinya tidak dijatuhi pidana, tetapi
diserahkan kepada rumah pendidikan anak-anak nakal untuk mendapat
pendidikan dari negara sampai anak tersebut berumur 18 tahun. Hal ini
hanya dapat dilakukan bila anak tersebut telah berbuat suatu kejahatan atau
pelanggaran yang tersebut dalam pasal ini dan sebagai residive.
c. Anak tersebut dijatuhi hukuman seperti biasa. Dalam hal ini ancaman pidana
dikurangi sepertiganya. Jika kejahatan itu diancam dengan pidana mati atau
seumur hidup, maka ia dijatuhi pidana penjara paling lama 15 tahun.

3. Pasal 48 KUHP, yang berbunyi:


Barangsiapa yang melakukan tindak pidana karena pengaruh daya paksa, tidak dapat
dipidana

Contohnya: Seorang dokter yang terpaksa membocorkan rahasia


kedokteran/jabatan dengan cara memberitahu penyakit pasiennya
kepada majikan pasien tersebut, demi kepentingan umum (misalnya
supir bus yang mengidap hipertensi).

4. Pasal 49 KUHP, yang berbunyi:


(1) Barangsiapa melakukan perbuatan, yang terpaksa dilakukannya untuk
mempertahankan dirinya atau diri orang lain, mempertahankan kehormatan atau harta
benda sendiri atau kepunyaan orang lain, dari pada serangan yang melawan hak dan
mengancam dengan segera pada saat itu juga, tidak boleh dipidana.
(2) Melampaui batas pertahanan yang sangat perlu, jika perbuatan itu dengan sekonyong-
konyong dilakukan karena perasaan tergoncang dengan segera pada saat itu juga, tidak
boleh dihukum.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pasal ini ialah:


a. Harus ada serangan yang melawan hukum.
b. Serangan yang melawan hukum itu mengancam keselamatan jiwanya pada saat
itu juga.
c. Serangan tersebut ditujukan kepada diri sendiri atau orang lain.
d. Perlawanan yang diberikan itu berupa perbuatan yang nyata dan bahaya itu
memang tidak bisa dihindarkan denga hanya berteriak minta tolong.
e. Serangan itu datangnya dengan tiba-tiba dan mengancam keselamatan calon
korban. Dalam keadaan demikian calon korban boleh melawan dengan segera,
tanpa menunggu sampai kena pukul lebih dahulu.
f. Perlawanan itu dilakukan dengan senjata yang sesuai dengan yang
dipergunakan oleh si penyerang. (misalnya seseorang tidak dibenarkan

Sistem Hukum di Indonesia


12

menembak sampai mati seorang pencuri, apabila dengan sebuah pukulan saja
dapat membuat sipencuri menyerah karena dia tidak bersenjata, atau si pencuri
terus memberikan perlawanan meskipun sebetulnya perlawanan itu tidak perlu).
Contohnya:
Seorang dokter yang ditodong di kamar tempat praktek, tidak akan dipidana
karena melakukan pembelaan terpaksa, walaupun si penodong mengalami luka.

5. Pasal 50 KUHP, yang berbunyi:


Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan Undang-undang, tidak
dipidana.

Contoh:
 Seorang dokter menjadi saksi/ahli dan membuka rahasia jabatan pasiennya
dimuka sidang pengadilan dengan seijin hakim, tidak dapat dipidana, karena dia
melaksanakan ketentuan Undang-undang yang mewajibkan dokter untuk
menjadi saksi/ahli apabila dikehendaki oleh pihak pengadilan.
 Seorang dokter yang melaporkan kelahiran, penyakit menular dan kematian,
tidak dapata dipidana karena hal itu memang merupakan suatu kewajiban
baginya.

6. Pasal 51 KUHP, yang berbunyi:


(1) Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang
diberikan oleh penguasa yang berwenang, tidak dipidana.
(2) Perintah jabatan tanpa wewenang, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika
yang diperintah dengan itikad baik mengira bahwa perintah itu diberikan dengan
wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan pekerjaannya.

Contohnya :
 Seorang dokter yang menjadi saksi/ahli didepan sidang pengadilan, tidak dapat
dipidana walaupun dia membuka rahasia jabatan pasiennya, apabila tindakan itu
dilakukan atas perintah hakim yang memang mempunyai wewenang untuk itu.
 Seorang dokter yang melakukan bedah jenazah dan membuat visum et repertum,
tidak dapat dipidana karena tindakan itu dilakukan atas permintaan penyidik
yang memang mempunyai wewenang untuk itu.

Hal-hal yang memperberat Pidana.


Disamping adanya beberapa alasan pemaaf, ada beberapa hal yang dapat
memperberat pidana bagi seseorang yang melakukan tindak pidana, yaitu :
1. Gabungan peristiwa pidana.
Yaitu perbuatan melawan hukum yang dilakukan beberapa kali oleh seseorang dan
sama sekali belum pernah diajukan kemuka sidang pengadilan.
2. Pengulangan perbuatan (residice).
Yaitu pengulangan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang setelah dia keluar dari
rumah tahanan negara (rutan).
3. Sifat Pegawai Negeri.
Yaitu tindak pidana yang dilakukan oleh seorang Pegawai Negeri dengan jalan
melanggar kewajiban atau pada waktu melakukan perbuatan itu dia menggunakan
kekuasaan, kesempatan atau alat yang diperoleh karena jabatannya.

Sistem Hukum di Indonesia


13

Turut serta dalam peristiwa pidana.


Di dalam suatu peristiwa pidana, selain si pelaku, kadang-kadang dijumpai
pula orang-orang yang turut serta dalam peristiwa pidana tersebut. Hal ini perlu
diperiksa/diselidiki untuk menentukan sampai dimana si pelaku tindak pidana harus
bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukannya dan seberapa berat pidana yang
dijatuhkan kepadanya.
Mereka yang terlibat dalam suatu perkara pidana ialah:
1. Si pembuat delik
2. Orang yang turut serta berbuat delik
3. Orang yang menyuruh berbuat delik
4. Orang yang menghasut
5. Orang yang membantu berbuat delik.
Contoh:
Seorang dokter yang membuat surat kematian palsu untuk membantu mendapatkan
santunan asuransi, maka selain dituduh membuat surat palsu, dokter tersebut juga
dituduh membantu berbuat delik.
Kalau dokter tersebut membuat surat kematian palsu dengan harapan untuk
mendapatkan bagian dari santunan asuransi yang dimaksud, maka dokter tersebut
dapat dikategorikan sebagai peserta dalam tindak pidana tersebut.
Kalau dokter tersebut tidak tahu bahwa surat kematian tersebut dipergunakan untuk
tujuan yang tidak baik dan ia tidak melihat jenazahnya pada waktu membuat surat
kematian tersebut, maka dia dapat dituntut karena tindakannya yang kurang hati-
hati/lalai.

Delik percobaan.
Disamping delik yang sudah selesai dilakukan, ada pula delik yang tidak sampai selesai
dilakukan. Dalam hal ini delik tersebut dinamakan delik percobaan.
Unsur-unsur delik percobaan yaitu:
1. Pelaku delik mempunyai niat hendak menyelesaikan perbuatannya.
2. Ada awal/permualaan dari perbuatan tersebut
3. Pelaksanaan tersebut tidak selesai bukan karena kehendak sipelaku.

HUKUM ACARA DI INDONESIA.


Hukum acara ialah:
Semua peraturan mengenai perselisihan antara dua orang warga negara atau lebih,
beserta cara-cara penyelesaiannya.
Hukum acara terdiri atas:
1. Hukum acara pidana.
2. Hukum acara perdata.

Hukum acara pidana.


Peraturan mengenai hukum acara pidana diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana yang disingkat dengan KUHAP dan mulai berlaku sejak
tanggal 1 Januari 1982.

Sistem Hukum di Indonesia


14

Contoh isi KUHAP:


Pasal 1 no. 28:
Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna
kepentingan pemeriksaan
Pasal 6 ayat (1):
Penyidik adalah :
a. Pejabat polisi negara Republik Indonesia.
b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-
undang
Pasal 120 ayat:
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau
orang yang memiliki keahlian khusus.
(2) Ahli tersebut mengangkat sumpah atau mengucap janji dimuka penyidik bahwa ia
akan memberi keterangan menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya, kecuali bila
disebabkan oleh harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang mewajibkan
ia menyimpan rahasia, dapat menolak untuk memberikan keterangan yang diminta.
Pasal 170 ayat:
(1) Mereka yang karena perkerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi
keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.

Hukum acara perdata.


Peraturan mengenai hukum acara perdata yang dipergunakan untuk
menyelesaikan perkara perdata, diatur didalam Reglemen Indonesia Baru yang disingkat
RIB.
Berhubung Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata masih belum selesai
penyusunannya, maka pihak pengadilan agama dan pengadilan perdata masih
mempergunakan RIB dalam menyelesaikan perkara-perkara perdata.
Contoh isi pasal-pasal dalam RIB:
► Pasal 70:
Setiap orang yang dipanggil untuk memberi bantuan kepada justisi sebagai orang ahli atau
sebagai dokter, wajib datang memberi bantuan itu.

► Pasal 140:
(1).Jika saksi dipanggil demikian itu tidak datang pada hari yang ditentukan, maka ia dihukum
oleh pengadilan negeri, membayar segala biaya yang dikeluarkan dengan sia-sia itu.
(2).Ia harus dipanggil lagi dengan biaya sendiri.

Penggunaan KUHAP dan RIB.


 KUHAP: Dipergunakan untuk menyelesaikan perkara pidana oleh Pengadilan
Negeri (Peradilan Pidana).
 RIB: Dipergunakan untuk menyelesaikan perkara perdata oleh :
a. Peradilan Perdata Pengadilan Negeri
b. Pengadilan Agama.
Kasus-kasus yang diselesaikan pada:
1. Peradilan pidana:
Menyelesaaikan semua perkara pelanggaran dan kejahatan.

Sistem Hukum di Indonesia


15

2. Peradilan perdata:
Menyelesaikan perkara-perkara:
 Percerainan
 Perikatan
 Warisan dan sejenisnya.
3. Peradilan agama:
Menyelesaikan perkara-perkara:
 Perkawinan
 Perceraian
 Warisan.

SISTIM PIDANA DI INDONESIA.


“Thou art to be hanged, not for having stolen the horse, but in order that other
horses may not be stolen “ (Henry Burnet)
( Anda akan digantung bukan karena mencuri kuda, melainkan agar kuda-
kuda yang lain tidak akan dicuri).
Kalimat diatas diucapkan oleh seorang hakim Inggris, ketika dia menjatuhkan
vonis terhadap seorang pencuri kuda. Dari isi kalimat tersebut kita dapat mengambil
suatu kesimpulan bahwa pidana itu bukan hanya sekedar membuat jera pelakunya,
melainkan juga merupakan pelajaran bagi orang lain agar tidak meniru perbuatan
terdakwa dan untuk mencegah terulangnya peristiwa pidana yang serupa.

Apakah pidana itu ?


Pidana ialah:
Reaksi atas delik yang berujud suatu nestapa/siksaan yang dijatuhkan oleh negara
kepada pembuat delik. (nestapa ini bukanlah tujuan terakhir yang dicita-citakan
oleh masyarakat, melainkan suatu tujuan yang terdekat).
Mengapa negara menjatuhkan pidana?
Sehubungan dengan pertanyaan ini, ada beberapa pendapat yang perlu kita ketahui,
yaitu:
1. Pendapat E. Kant (Jerman), yang menyatakan bahwa pidana adalah suatu
pembalasan, berdasar atas pepatah kuno yang berbunyi “Barang siapa membunuh,
harus dibunuh”. Pendapat ini dinamakan “teori pembalasan”.
2. Feuerbach (Jerman), mengatakan bahwa pidana harus membuat orang takut untuk
melakukan kejahatan. Pendapat ini biasa disebut “Teori membuat takut”.
3. Pujangga yang lain berpendapat bahwa pidana itu bermaksud pula untuk
memperbaiki akhlak orang yang telah melakukan kejahatan. Pendapat ini disebut
“Teori memperbaiki”.
4. Pujangga yang lain lagi berpendapat bahwa dasar dari penjatuhan pidana ialah
“pembalasan”, tetapi tujuan yang lain (pencegahan, membuat takut,
mempertahankan tata tertib kehidupan bersama dan memperbaiki akhlak orang yang
telah melakukan kejahatan) tidak boleh diabaikan. Pendapat ini disebut sebagai
“Teori gabungan”.

Indonesia menganut teori gabungan minus “pembalasan”. Tindakan menjatuhkan pidana


bukanlah suatu pembalasan, melainkan merupakan prevensi khusus agar tidak terjadi
tindak pidana.

Sistem Hukum di Indonesia


16

Bahkan dalam banyak hal pidana dijatuhkan dengan tujuan:


1. Untuk melindungi warga masyarakat agar supaya kepentingannya tidak
dilanggar secara tidak sah oleh warga-warga lain.
2. Untuk memelihara tertib hukum agar selalu ditaati oleh warganya.
3. Untuk memperbaiki tabiat si pembuat delik.

Jenis pidana di Indonesia.


Berdasarkan pasal 10 KUHP:
Pidana terdiri dari:
a. Pidan pokok:
1. Pidana mati
2. Pidana penjara
3. Pidana kurungan
4. Pidana denda
5. Pidana tutupan (UU No.20/1946)
b. Pidana Tambahan:
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan beberapa barang yang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim.
Catatan: Pidana pokok biasanya berdiri sendiri, sedangkan pidana tambahan
dijatuhkan bersama-sama dengan pidana pokok, kecuali dalam tindak pidana
tertentu dimana dua pidana pokok dijatuhkan bersama-sama. Misalnya pidana
penjara ditambah dengan pidana denda.
Contoh:
Undang-undang Republik Indonesia No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika.
Pasal 39, ayat (4):
Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakan dalam hal:
a. Menjalankan Praktek dokter dan diberikan melalui suntikan.
b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat melalui suntikan atau
c. Menjalankan tugas ditempat terpencil yang tidak ada apotek.

Pidana mati.
Di Indonesia, peraturan tentang pidana mati ini semula tercantum didalam
pasal 11 KUHP, yang berbunyi: Pidana mati dijalankan oleh Algojo ditempat
gantungan dengan menjeratkan tali yang terikat ditiang gantungan pada leher
terpidana, kemudian menjatuhkan papan tempat terpidana berdiri.
Catatan: Berdasarkan pertimbangan bahwa tata cara pelaksanaan pidana mati
tersebut tidak sesuai lagi dengan perkembangan kemajuan keadaan serta
jiwa revolusi Indonesia. Maka dengan penetapan Presiden Republik
Indonesia No. 2 tahun 1964, pelaksanaan pidana mati dijatuhkan oleh
pengadilan dilingkungan peradilan umum atau peradilan militer, dilakukan
dengan ditembak sampai mati

Pidana penjara.
Pasal 12 KUHP, berbunyi:
(1) Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.
(2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima
belas tahun.
(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk 20 tahun berturut-turut
dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana

Sistem Hukum di Indonesia


17

seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu, begitu juga dalam hal batas
lima belas tahun dilampaui sebab tambahan pidana karena pembarengan, pengulangan
atau karena ditentukan pasal 52.
(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua tahun.

Pidana kurungan.
Pasal 18 KUHP, berbunyi :
(1) Pidana kurungan paling sedikit satu hari dan paling lama satu tahun.
(2) Jika ada pemberatan pidana yang disebabkan karena pembarengan atau pengulangan atau
karena ketentuan pasal 52, pidana kurungan dapat ditambah menjadi saru tahun empat bulan.
(3) Pidana kurungan sekali-kali tidak boleh lebih dari satu tahun empat bulan.

Beda antara pidana kurungan dan pidana penjara.


 Pidana kurungan dijatuhkan kepada orang yang melakukan pelanggaran,
sedangkan pidana penjara dijatuhkan kepada orang yang melakukan kejahatan.
 Pidana kurungan paling lama satu tahun, sedangkan pidana penjara paling lama
seumur hidup.
 Orang yang dijatuhi pidana kurungan mendapat tugas yang lebih ringan dari
pada orang yang dijatuhi pidana penjara.
 Orang yang dijatuhi pidana kurungan tidak dapat dipindahkan ketempat lain
tanpa persetujuannya, sedangkan orang yang dijatuhi pidana penjara dapat
dipindahkan tanpa persetujuannya.
 Orang yang dijatuhi pidana kurungan dapat memperbaiki keadaan dengan
biaya sendiri, sedangkan orang yang dijatuhi pidana penjara tidak dapat.

Pidana denda.
a. Undang-undang tidak menentukan berapa jumlah maksimum denda, tetapi
jumlah minimunnya ditentukan yaitu dua puluh lima rupiah.
b. Tidak ditentukan dengan tegas, siapa yang harus membayar.
c. Jika denda tidak dibayar, maka dapat diganti dengan pidana kurungan.
d. Lamanya pidana kurungan pengganti denda, ditentukan dalam putusan.
Minimun pidana kurungan pengganti denda adalah satu hari dan maksimum
enam bulan, yang dapat dinaikkan menjadi delapan bulan dalam hal
pembarengan, pengulangan dan seperti apa yang ditentukan dalam pasal 52 dan
53 bis ( pasal 30 ayat (5) ).
e. Terpidana mempunyai hak untuk membebaskan dirinya dari pidana kurungan
pengganti dengan jalan membayar dendanya.

Pidana tambahan.
Pidana tambahan yaitu pidana yang pada umumnya dijatuhkan bersama-sama
dengan pidana pokok.

Beda antara antara tambahan dan pidana pokok.


 Pidana tambahan hanya dapat ditambahkan pada pidana pokok, sedangkan
pidana pokok dapat berdiri sendiri.
 Pidana tambahan mulai berlaku pada hari putusan hakin dapat dijalankan,
sedangkan pidana pokok dijalankan pada saat putusan hakim dijatuhkan.

Sistem Hukum di Indonesia


18

Sehubungan dengan tujuan penjatuhan pidana antara lain ialah untuk memperbaiki
tabiat si pelaku delik, maka ada dua peraturan tentang pidana, yaitu:
1. Pelepasan bersyarat, yaitu:
Apabila terpidana dapat membuktikan bahwa selama dalam rumah tahanan negara
(Rutan) dia insyaf akan kesalahannya dan selalu berkelakuan baik, maka setelah
menjalani pidana selama waktu tertentu ia dapat dilepaskan dengan perjanjian
sebagai berikut:
Kalau ia menepati janjinya, ia akan bebas untuk seterusnya, akan tetapi apabila
ia mengulangi perbuatannya, maka ia harus kembali ke Rutan dan menjalani
pidananya sampai habis.
2. Pidana bersyarat, yaitu:
Pelaksanaan pidana ditangguhkan, dengan syarat pidana tersebut akan dihapus bila
si pelaku delik dalam waktu yang telah ditentukan (masa percobaan) tidak
melakukan delik.

Misalnya: pidana penjara 6 bulan dengan masa percobaan satu tahun.


Artinya:
Pidana yang selama 6 bulan tidak usah dijalani dan selama satu tahun terpidana
harus berusaha untuk tidak melakukan suatu tindak pidana. Sebab apabila dalam
masa percobaan dia melakukan tindak pidana, maka pidana yang 6 bulan harus
dijalani, ditambah dengan pidana atas perbuatan yang dilakukan selama dalam
masa percobaan.

DAFTAR PUSTAKA

Admodirono, A.H, 2001 Etik dan Hukum di Bidang Kesehatan, Penerbit Komite Etik
Rumah Sakit, RSU. Dr. Soetomo Surabaya
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Sistem Hukum di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai