Bab II
Bab II
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Ciri mata niaga sangat beraneka ragam dan dapat dikelompokkan menjadi enam
parameter, yaitu keutuhan atau mutu, tahap pengolahan, kesiapan angkut, ukuran barang,
berat jenis dan nilai barang
C. Sarana
Secara alami banyak cara untuk melakukan pergerakan, namun tuntutan masyarakat
modern membuat manusia merancang alat yang mempermudah pergerakan. Dengan fungsi
pokok perangkutan sebagai sarana memindahkan orang dan/atau barang yang harus
menjamin keselamatan memerlukan penerapan teknologi yang tepat.
Menurut Warpani (1990) teknologi perangkutan yang tepat harus memenuhi syarat
berikut :
1. Menjamin muatan tidak rusak akibat cara pengangkutan yang tidak tepat.
2. Menjaga agar penggunaan tenaga yang diperlukan untuk mempercepat atau
memperlambat berada pada kecepatan yang wajar.
3. Melindungi muatan dari kerusakan akibat suhu, tekanan udara, kelembaban dll.
D. Prasarana
Jalan sebagai komponen sistem perangkutan yang paling pokok haruslah ada
sebelum adanya sarana transportasi. Hal ini menjamin bahwa setiap sistem perangkutan
harus dapat mengangkut muatan dan membongkarnya lagi pada akhir perjalanan.
Adanya kemungkinan dibutuhkannya lebih dari satu moda dalam satu perjalanan
maka perlu adanya terminal sebagai prasarana untuk mengakomodasi kebutuhan pergantian
moda tersebut.
E. Organisasi
Kegiatan perangkutan terwujud ketika terjadi orang atau kendaraan dari tempat asal
menuju tempat tujuan. Dalam hal ini barang atau orang yang menjadi muatan merupakan
obyek perangkutan. Untuk menjamin perangkutan berjalan lancar, aman dan nyaman
diperlukan organisasi perangkutan. Hal ini seiring semakin kompleksnya masalah
transportasi dengan berkembangnya sarana dan prasarana transportasi.
7
Pergerakan orang dan barang yang disebut arus lalu lintas (traffic flow) merupakan
konsekuensi gabungan dari aktivitas lahan (permintaan) dan kemampuan sistem
transportasi mengatasi masalah arus lalu lintas/penawaran (Khisty, 2003). Penduduk serta
kegiatannya merupakan pembangkit pergerakan (Trip Generation) yang paling signifikan.
Kebutuhan manusia untuk dapat melakukan kegiatan di tempat tujuan berupa satu
tata guna lahan tertentu menimbulkan arus pergerakan baik oleh manusia itu sendiri, barang
maupun kendaraan yang memerlukan suatu jaringan transportasi. Potensi tata guna lahan
adalah ukuran skala aktivitas ekonomi yang terjadi pada suatu lahan tertentu dengan
kemampuannya membangkitkan lalu lintas. Dalam suatu wilayah, kebutuhan akan
pergerakan ini berkaitan dengan sistem aktivitas pada wilayah tersebut.
Permasalahan transportasi bisa muncul karena adanya perubahan land use akibat
adanya pusat kegiatan baru. Solusi untuk masalah tersebut dapat mencakup beberapa
tindakan, diantaranya pengelolaan lalu lintas lokal (Local Traffic Management), pembuatan
jalan baru, pengadaan sarana transportasi atau peninjauan terhadap perencanaan land use
(Harnen, 1996). Salah satu yang bisa diterapkan adalah Land Use-Transport System, setiap
komponen tidak berhubungan langsung namun perubahan pada salah satu komponen (Land
Use) akan menyebabkan perubahan pada komponen lain (lalu lintas).
Penggambaran jaringan transportasi ini juga merupakan suatu cara yang mudah untuk
menyusun informasi mengenai karakteristik dari berbagai sarana tetap dan arus lalu lintas
yang dilayani. Sehingga jaringan berfungsi untuk menerangkan keseluruhan karakteristik
sistem seperti biaya, sarana dan prasarananya (Tamin, 1997).
PERGERAKAN
KENDARAAN
SISTEM
INSTITUSI
Organisasi
Peraturan
Keuangan
2.3.1 Kecepatan
Kecepatan didefinisikan sebagai suatu laju pergerakan seperti jarak dibagi waktu.
Faktor yang mempengaruhi kecepatan adalah hambatan (delay), yang terdiri dari hambatan
tetap dan hambatan bergerak. Alamsyah (2005) mengklasifikasikan kecepatan sebagai
berikut:
10
(2.2)
dimana : t’ = waktu berhenti karena gangguan lalu lintas
2.3.2 Kepadatan
Kepadatan didefinisikan sebagai jumlah kendaraan persatuan panjang jalan. Secara
sederhana kepadatan menunjukan tingkat kemudahan untuk bergerak, seperti pindah lajur
atau memilih kecepatan yang diinginkan (Alamsyah, 2005). Kepadatan dapat dihitung
sebagai berikut:
11
n 1
k atau k (2.3)
1 s
dimana : k = kepadatan lalu lintas (kendaraan/hari)
n = jumlah kendaraan pada lintasan sepanjang l (kendaraan)
l = panjang lintasan (km)
s = jarak antara
2.3.3 Volume
Volume adalah jumlah kendaraan yang melalui satu titik yang tetap pada jalan dalam
suatu satuan waktu. Volume lalu lintas merupakan penjabaran dari kebutuhan lalu lintas dan
kebutuhan terhadap pengguna jalan raya, biasanya berubah-ubah menurut kuantitas dan
menunjukkan berbagai macam variabel. Volume dan arus adalah dua ukuran yang berbeda,
volume adalah jumlah sebenarnya dari kendaraan yang diamati selama rentang waktu
tertentu, sedangkan arus adalah jumlah kendaraan melalui satu titik kurang dari satu jam
namun diekuivalenkan ke tingkat rata-rata per jam (Khisty, 2003).
Fluktuasi volume lalu lintas dipengaruhi faktor sosial ekonomi yang terkait sifat
kegiatan angkutan dan maksud perjalanan serta faktor yang berhubungan dengan musim,
cuaca dan periode waktu (siang/malam). Faktor-faktor tersebut mempengaruhi
terbentuknya variasi volume lalu lintas dari waktu ke waktu. Menurut Alik (2005) volume
lalu lintas mempunyai nama khusus berdasarkan bagaimana data tersebut diperoleh.
a) Lalu lintas harian rata-rata (Average Daily Traffic).
Total volume lalu lintas rata-rata harian berdasarkan pengumpulan data selama x hari,
dengan ketentuan 1 < x < 365.
b) Lalu lintas harian rata-rata tahunan (Average Annual Daily Traffic)
Total volume rata-rata harian dengan pengumpulan data lebih dari 365 hari.
c) Average Annual Weekday Traffic (AAWT)
Volume rata-rata harian selama hari kerja berdasarkan pengumpulan data > 365 hari.
d) Volume jam puncak (Maximum Annual Hourly Traffic)
Volume tiap jam yang terbesar untuk suatu tahun tertentu.
Sedangkan yang dipakai dalam analisis adalah Volume jam puncak (Maximum
Annual Hourly Traffic)
12
Sedangkan klasifikasi tipe jalan yang dipakai sebagai acuan penentuan kapasitas
dasar dipengaruhi oleh jumlah jalur yang tersedia dan jumlah arah yang diijinkan. Tabel 2.4
menampilkan penentuan tipe jalan berdasarkan jumlah jalur dan arah.:
karena karakteristik geometrik tidak sering berubah dan jarak antar simpang utama tidak
berdekatan. Perubahan kecil pada geometrik (perubahan lebar < 0,5 m) tidak perlu
dipermasalahkan, namun perubahan kelandaian harus benar-benar diperhatikan.
2.5.1 Kapasitas Jalan
Menurut MKJI 1997 kapasitas jalan adalah jumlah lalu lintas kendaraan maksimum
yang dapat ditampung pada ruas jalan selama kondisi tertentu (desain geometri),
lingkungan dan komposisi lalu lintas yang dapat ditentukan dalam satuan masa penumpang
(smp/jam). Faktor-faktor yang berpengaruh pada kapasitas ruas jalan diantaranya adalah
tipe jalan, lebar jalan dan bahu jalan, hambatan samping dan pemisahan arah.
A. Kapasitas Jalan Luar Kota
1) Tipe jalan
Tipe jalan mempengaruhi kapasitas dasar jalan sebelum dikalikan dengan faktor
penyesuaian. Tabel 2.5-2.6 menampilkan kapasitas dasar jalan luar kota sesuai dengan
tipe jalan dan kondisi medan :
Tabel 2.5. Kapasitas Dasar (Co) Jalan Luar Kota 4 Lajur 2 Arah
Kapasitas Dasar
No Tipe Jalan/Tipe Alinyemen (Total 2 arah)
smp/jam/lajur
1 Empat Lajur Terbagi
- Datar 1900
- Bukit 1850
- Gunung 1800
2 Empat Lajur Tak Terbagi
- Datar 1700
- Bukit 1650
- Gunung 1600
Sumber: MKJI 1997
Tabel 2.6. Kapasitas Dasar (Co) Jalan Luar Kota 2 Lajur 2 Arah
Kapasitas Dasar
Tipe Jalan/Tipe
No (Total 2 arah)
Alinyemen
smp/jam/lajur
1Dua lajur Tak terbagi
- Datar 3100
- Bukit 3000
- Gunung 2900
Sumber: MKJI 1997
2) Lebar Efektif
16
Lebar efektif jalan akan mempengaruhi kapasitas jalan, semakin lebar jalur efektif yang
bisa dimanfaatkan semakin besar pula kapasitasnya. Faktor penyesuaian lebar
perkerasan jalan (FCw) ditentukan sesuai Tabel 2.7 sebagai berikut:
Tabel 2.7. Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Lebar Perkerasan Jalan (FCW)
Tabel 2.8. Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Kelas Hambatan Samping (FCSF)
FCSF
Kelas Hambatan
Tipe Jalan Lebar Bahu
Samping
< 0.5 m 1m 1.5 m >2 m
4/2 D Sangat Rendah 0,99 1,00 1,01 1,03
Rendah 0,96 0,97 0,99 1,01
17
Apabila sudah diketahui karakteristik suatu jalan, penentuan kapasitas bisa dilakukan
dengan mengalikan kapasitas dasar terhadap faktor–faktor penyesuaian kapasitas sesuai
keadaan ruas jalan tersebut. Persamaan untuk menghitung besarnya kapasitas jalan adalah
sebagai berikut.
Dimana :
C : Kapasitas aktual (smp/jam)
CO : Kapasitas dasar (smp/jam)
FCW : Faktor penyesuaian lebar jalan
FCSP : Faktor arah (hanya untuk undivided road)
FCSF : Hambatan samping dan faktor penyesuaian bahu/kerb jalan
B. Kapasitas Jalan Perkotaan
1) Tipe jalan
Tipe jalan mempengaruhi kapasitas dasar jalan sebelum dikalikan dengan faktor
penyesuaian. Tabel 2.10 menampilkan kapasitas dasar untuk jalan perkotaan
18
Lebar bahu jalan dan hambatan akibat aktivitas samping jalan merupakan faktor yang
mempengaruhi kapasitas ruas jalan. Semakin tinggi aktivitas samping suatu ruas jalan
maka potensial menurunkan kapasitas jalan. Tabel 2.12 menampilkan faktor penyesuaian
kapasitas akibat kelas hambatan samping dan lebar bahu jalan.
Tabel 2.12. Faktor Penyesuaian Kapasitas Akibat Kelas Hambatan Samping (FCSF)
Dimana :
C : Kapasitas aktual (smp/jam)
CO : Kapasitas dasar (smp/jam)
FCW : Faktor penyesuaian lebar jalan
FCSP : Faktor arah (hanya untuk undivided road)
21
2) Lebar Efektif
22
Lebar efektif jalan akan mempengaruhi kecepatan arus bebas ruas jalan, semakin lebar
jalur efektif yang bisa dimanfaatkan akan menambah nilaikecepatan arus bebas dasar.
Begitu juga sebaliknya bila lebar efektifnya kecil akan mengurangi nilai kecepatan arus
bebas dasar. Faktor penyesuaian kecepatan akibat lebar perkerasan jalan (FVw)
ditentukan sesuai Tabel 2.16.
Tabel 2.16. Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Lebar Lajur (FVW)
menampilkan faktor penyesuaian kapasitas akibat kelas hambatan samping dan lebar
bahu jalan.
Tabel 2.17. Faktor Penyesuaian Kecepatan Arus Bebas Akibat Hambatan Samping
dan Bahu Jalan (FFVSF)
Kecepatan arus bebas ditentukan setelah diketahui kecepatan arus bebas dasar dan
faktor penyesuaian kecepatan sesuai Tabel 2.10-2.14. Kecepatan arus bebas kendaraan
ringan telah dipilih sebagai kriteria dasar untuk penilaian kinerja segmen jalan. Menurut
MKJI 1997 persamaan untuk penentuan arus bebas mempunyai bentuk umum sebagai
berikut.
Gambar 2.3 Kecepatan Sebagai Fungsi Dari Derajat Kejenuhan Pada Jalan 2/2 UD
Dimana :
VCR : volume/capacity ratio
26
Terdapat enam batasan lingkup penentuan tingkat pelayanan yang didasarkan pada
nilai VCR. Tabel 2.19 menampilkan batas lingkup dan karakteristik umum untuk setiap
tingkat pelayanan jalan.
Tujuan pengaturan lalu lintas pada simpang adalah untuk menjaga keselamatan
dengan memberikan petunjuk yang jelas dan terarah. Data arus lalu lintas tiap pendekat
menentukan pengaturan yang tepat untuk simpang, Penentuan tipe pengaturan simpang
berdasarkan arus ditampilkan pada Gambar 2.5.
mengijinkan terjadinya konflik antar arus yang berlawanan dan dipisahkan dengan fase
tersendiri.
Sedangkan pada simpang tidak bersinyal konversi menjadi lebih sederhana lagi
karena pada simpang tak bersinyal hanya tipe terdapat satu tipe pendekat yaitu tipe
terlawan. Faktor emp kendaraan pada simpang berdasarkan rekomendasi MKJI 1997
ditampilkan pada tabel 2.21.
Namun untuk menentukan kapasitas simpang perlu diketahui nilai beberapa variabel
penyusunnya terlebih dahulu. Langkah-langkah yang dilakukan sebelum penentuan
kapasitas simpang bersinyal adalah sebagai berikut.
1) Penentuan Faktor Koreksi Arus Jenuh
Arus Jenuh Dasar (S0)
Merupakan besarnya keberangkatan antrian dalam suatu pendekatan selama kondisi
ideal (smp/jam hijau). Perhitungan arus jenuh dasar untuk pendekat terlindung (P)
adalah (MKJI, 1997) :
SO = 600 x We, dimana (We = lebar efektif) (2.9)
Untuk pendekat tipe terlawan (O), nilai SO ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif
pendekat (We) dan arus lalu lintas belok kanan pada pendekat tersebut (QRT) dan juga
pendekat terlawan (QRTO).
Adanya tanjakan atau turunan pada pendekat simpang akan mempengaruhi waktu
untuk bermanuver saat lalmpu lalu lintas menyala hijau. Faktor koreksi arus jenuh
akibat kelandaian ditampilkan pada Gambar 2.6.
Faktor Koreksi Arus Jenuh Akibat Kegiatan Parkir Dekat Lengan Simpang (FP)
Adanya penyempitan baik akibat geometrik maupun karena adanya parkir di dekat
simpang mempengaruhi arus jenuh simpang. Dengan lebar masuk pendekat yang
berkurang pada jarak kurang dari 80 meter dari simpang akan mereduksi narus jenuh
simpang. Faktor koreksi akibat bkegiatan parkir atau penyempitan pendekat
ditentukan dari grafik 2.7.
Gambar 2.7. Faktor Penyesuaian Kapasitas Simpang Untuk Pengaruh Parkir dan
Lajur Belok Kiri yang Pendek (FP)
Dimana :
LEV, LAV = jarak dari garis henti ke titik konflik masing-masing untuk kendaraan
berangkat dan datang (m)
IEV = panjang kendaraan yang berangkat (m)
34
VEV, VAV = kecepatan masing-masing untuk kendaraan yang berangkat dan yang
datang (m/det)
Waktu hilang (LTI) merupakan jumlah semua periode antar hijau dalam siklus yang
lengkap (det). Waktu hilang dapat juga diperoleh dari beda antara waktu siklus
dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase yang berurutan.
LTI = ( Merahsemua kuning ) = IG (2.14)
Waktu siklus sebelum penyesuaian (Cua)
Cua = (1,5 x LTI +5)/(1-IFR) (2.15)
Waktu Hijau (g)
Gi = (Cua – LTI) x Pri (2.16)
Waktu siklus yang disesuaiakan sebagai berikut.
C= g LTI
4) Penentuan Rasio Arus/Rasio Arus Jenuh
Sesuai MKJI 1997 penentuan rasio arus berguna untuk menentukan waktu hijau agar
terdistribusi merata untukl semua simpang.
Rasio Arus (FR) ditentukan dengan persamaan sebagai berikut.
FR = Q/S (2.17)
Rasio arus simpang (IFR) ditentukan dengan persamaan sebagai berikut.
IFR = (FRcrit ) (2.18)
Dimana FRcrit merupakan rasio arus kritis (tertinggi) pada masing-masing fase
Rasio Fase (PR), ditentukan dengan persamaan sebagai berikut.
PR = FRcrit/IFR (2.19)
C. Panjang Antrian
Menurut MKJI 1997 panjang antrian (QL) merupakan jumlah rata-rata antrian smp
pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau
sebelumnya (NQ1) ditambah dengan jumlah smp yang datang selama fase merah (NQ2).
NQ = NQ1 + NQ2 (2.21)
Dengan :
8 x ( DS 0,5)
NQ1 = 0,25 x C x ( DS 1 (DS 1) 2 (2.22)
C
1 GR Q
NQ2 = c x x (2.23)
1 GR DS 3600
NQmax 20
QL = (2.24)
Wmasuk
D. Kendaraan Terhenti
Laju henti (NS) merupakan jumlah rata-rata berhenti per smp (termasuk berhenti
berulang dalam antrian) untuk tiap pendekat simpang. Perkalian antara arus per jam (Q)
terhadap NS akan menghasilkan jumlah kendaraaan terhenti (NSV). Persamaan untuk
menghitung variabel terkait kendaraan terhenti sesuai MKJI 1997 adalah sebagai
berikut.
NQ
NS = 0,9 x x 3600 (2.25)
Q XC
NSTOT =
N sv
(2.27)
Q tot
E. Tundaan
Tundaan adalah waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang
apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui simpang. MKJI 1997 memberikan persamaan
untuk menghitung tundaan pada simpang sebagai berikut.
37
2. Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari persamaan
berikut.
0,5 x (1 GR ) 2 NQ1 x 3600
DTj = c x (2.29)
(1 GR x DS) C
Dimana :
DTj = tundaan lalu lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp)
GR = rasio hijau (g/c)
DS = derajat kejenuhan
C = kapasitas (smp/jam)
NQ1 = jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya.
3. Tundaan geometrik rata-rata pada suatu pendekatan j dapat diperkirakan sebagai
berikut.
DGj = (1- PSV) x PT x 6 + (PSV x 4) (2.30)
Dimana :
DGj = tundaan geometrik rata-rata pada pendekat j (det/smp)
PSV = rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat
PT = rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat
4. Tundaan rata-rata simpang total sebagai indikator tingkat pelayanan simpang dihitung
dengan membagi total tundaan semua pendekat dengan arus lalu lintas total (QTOT).
D = DTOT/QTOT (2.31)
Dimana :
DTOT = ∑ tundaan semua pendekat
QTOT = ∑ arus lalu lintas semua pendekat
38
Analisis lalu lintas akibat diversi dilakukan dengan menganalisis hasil survey asal tujuan
serta membandingkan rata-rata waktu perjalanan antara rute jalan eksisting dengan rute
jalan lingkar selatan. Hasil perbandingan waktu tempuh diplotkan pada kurva diversi
(diversion curve) yang ditampilkan pada Gambar 2.9.
y = a + bx
Vn = V0 + b (x)
dengan pengertian,
SA = Simpangan baku percepatan (m/s2)
SA max = Simpangan baku percepatan maksimum (m/2)
(tipikal/default= 0.75)
a 0 ,a 1 = Koefisien parameter (tipikal/default α0= 5.140 ; α1 =8.164)
V = Volume kendaraan (smp/jam)
C = Kapasitas jalan (smp/jam)
R t
………………………. (2.37)
RR t 1
( m / km)
L1
Turunan rata-rata ruas jalan dapat dihitung berdasarkan data alinyemen
vertical dengan rumus berikut :
R
F t
………………………... (2.38)
FR t 1
(m / km)
L
Apabila data pengukuran tanjakan dan turunan tidak tersedia dapat
digunakan nilai tipikal (default) sebagai berikut:
Tabe1 2.25. Alinemen Vertical yang Direkomendasikan di Berbagai Medan Jalan
2.39)
dengan pengertian,
α = Konstanta
β1..β12 = KoefLSien-kce6sien parameter
VR = Kecepetan rata-rata
AR = Percepatan rata-rata
SA = Simpangan baku percepatan
44
RR = Tanjakan rata-rata
FR = Turunan rata-rata
DTR = Derajat tikungan rata-rata
BK = Berat kendaraan
Apabila data pengukuran derajat tingkungan untuk suatu ruas
jalan tidak tersedia dapat digunakan nilai tipikal (default) Tabel
2.26. dan berat kendaraan dapat dilihat pada Tabel 2.27.
Tabel 2.26. Nilai Tipikal Derajat Tikungan
No. Kondisi Medan Derajat tikungan [o/km]
1. Datar 15
2. Bukit 115
3. Pegunungan 200
Sumber : Puslitbang Prasarana Transportasi
Tabe1 2.27. Berat Jenis Kendaraan
Jenis kendaraan Nilai minimum (ton) Nilai maksimiun (ton)
Sedan 1,3 1,5
Utility 1,5 2,0
Bus Kecil 3,0 4,0
Bus Besar 9,0 12,0
Truk Ringan 3,5 6,0
Truk Sedang 10,0 15,0
Truk Berat 15,0 25,0
Sumber : Puslitbang Prasarana Transportasi, Balitbang Kimpraswil
45
Tabel 2.28. Nilai Konstanta & Koefisien Paramater Model Konsumsi BBM
KPOi
Jenis kendaraan JPOi (km) OHOi (liter/km)
(liter)
Sedan 2000 3,5 2,8 x 10-6
Utiliti 2000 3,5 2,8 x 10-6
Bus Kecil 2000 6 2,1 x 10-6
Bus Besar 2000 12 2,1 x 10-6
Truk Ringan 2000 6 2,1 x 10-6
Truk Sedang 2000 12 2,1 x 10-6
Truk Berat 2000 24 2,1 x 10-6
Sumber : Puslitbang Prasarana Transportasi, Balitbang Kimpraswil
Biaya Konsumsi Suku Cadang (BP)
Biaya konsumsi suku cadang adalah biaya yang dibutuhkan untuk
konsumsi suku cadang kendaraan dalam pengoperasian suatu jenis
kendaraan per kilometer jarak tempuh. Satuannya Rupiah per
kilometer. Biaya konsumsi suku cadang untuk setiap jenis kendaraan
dihitung berdasarkan persamaan berikut :
Bpi = Pi x HKBi /1000000 ………………………. (2.43)
dengan pengertian,
BPi = Biaya pemeliharaan kendaraan jenis kendaraan i,
(Rp/km)
HKBi = Harga kendaraan baru rata-rata untuk jenis
kendaraan i, (RP)
Pi = Nilai relatif biaya suku cadang terhadap harga
kendaraan baru jenis i
I = Jenis kendaraan
Untuk mengetahui besarnya biaya suku cadang, dibutuhkan variabel
kerataan jalan (kekasaran permukaan jalan) dan harga kendaraan baru.
Data kekasaran permukaan jalan dapat diperoleh dari hasil
pengukuran dengan menggunakan Alat Pengukur Kerataan
Permukaan Jalan dengan satuan basil pengukuran meter per kilometer
[IRI] atau dari data sekunder sedangkan harga kendaraan baru dapat
diperoleh melalui survai harga suatu kendaraan baru jenis tertentu
48
δ1 δ2 δ3
Sedan -0,01471 0,01489 - -
Utiliti 0,01905 0,01489 - -
Bus Kecil 0,02400 0,02500 0,003500 0,000670
Bus Besar 0,10153 - 0,000963 0,000244
Truk Ringan 0,02400 002500 0,003500 0,000670
Truk Sedang 0095835 - 0 001738 0,000184
Truk Berat 0,158350 - 0,002560 0,000280
Sumber : Puslitbang prasarana Transportasi, Balitbang Kimpraswil
1
Variabel yang dibutuhkan untuk mengetahui konsumsi ban yaitu:
-Kekasaran
Data kerataan permukaan jalan yang diperlukan dalam satuan hasil
pengukuran meter per kilometer [IRI].
-Tanjakan dan turunan
Perhitungan nilai tanjakan + turunan (TT) merupakan
Penjumlahan nilai tanjakan rata-rata (FR) dan nilai turunan rata-rata
(RR).
TT = FR + [RR] ……………….. (2.49)
Apabila data pengukuran tanjakan + turunan tidak tersedia dapat
digunakan nilai tipikal (default) seperti pada Tabe1 2.33.
Tabel 2.33 Nilai Tipikal Tanjakan & Turunan
Kondisi medan TT (m/km)
Datar 5
Bukit 25
Pegunungan 45
Sumber : Puslitbang prasarana Transportasi, Balitbang Kimpraswil
-Derajat tikungan
Apabila data pengukuran derajat tikungan untuk suatu ruas jalan
tidak tersedia dapat digunakan nilai tipikal (default) seperti pada
Tabe1 2.34.
Tabel 2.34 Nilai Tipikal Derajat Tikungan pada Berbagai Medan Jalan
Kondisi medan Derajat tikungan [o/km]
Datar 15
Bukit 115
52
Pegunungan 200
Sumber : Puslitbang prasarana Transportasi, Balitbang Kimpraswil
Dengan menjumlahkan variabel-variabel diatas maka didapatkan
biaya tidak tetap kendaraan.
b. Biaya Tetap
Biaya tetap terdiri dari biaya biaya bunga dan biaya asuransi.
Biaya Tetap = Biaya Bunga + Biaya Asuransi ………… (2.50)
Biaya Bunga
Menurut Road User Cost Model (1991) besarnya biaya bunga
modal per kendaraan per 1000 km ditentukan oleh persamaan berikut;
Bunga modal = 0,22 % x harga kendaraan baru. ……..... (2.51)
Biaya Asuransi
Biaya asuransi pada penelitian ini menggunakan metode Astra
Credit Company yang menjual kendaraan secara kredit. Perhitungan
asuransi ini dapat dihitung berdasarkan keadaan kendaraan dan harga
kendaraan.
….... (2.52)
jalan luar kota menuntut pola penanganan yang berbeda untuk tiap masalah yang
timbul.
Menurut (Tamin, 1997), kinerja jaringan akan terpengaruh oleh perubahan
permintaan dan sediaan di daerah kajian, dimana sisi permintaan akan meningkat
sesuai dengan intensitas lahan yang dibangun. Tanpa kawasan pengembangan,
permintaan akan tetap meningkat sesuai dengan intensitas lahan apa adanya. Situasi
tersebut merupakan perbandingan dalam masalah memacu pada kriteria evaluasi yang
meliputi VCR dari setiap ruas jalan, selanjutnya akan menentukan jenis penanganan
untuk ruas jalan dan persimpangan dalam daerah pengaruh. Tabel 2.35 menunjukkan
jenis penanganan pada permasalahan transportasi ruas jalan.
Tabel 2.35. Penanganan Masalah Pada Ruas Jalan
Nilai VCR Penanganan masalah
0,6 - 0,8 Manajemen lalu lintas
Pemanfaatan fasilitas ruang jalan yang ada
- Pemanfaatan lebar jalan secara efektif
- Kelengkapan marka dan rambu jalan yang memadai serta
seragam sehingga ruas jalan tersebut dapat dimanfaatkan
dengan optimal dari segi kapasitas maupun keamanan lalu lintas.
> 0,8 Peningkatan ruas jalan
Perubahan fisik ruas jalan yang berupa pelebaran atau penambahan
jalur jalan sehingga kapasitas ruas jalan tersebut dapat ditingkatkan
secara berarti.
>>> 0,8 Pembangunan jalan baru
Penanganan ini dilakukan apabila pelebaran jalan atau penambahan
lajur sudah tidak memungkinkan
Sumber : Tamin
1. Penanganan lampu lalu lintas baru, penanganan ini dilakukan bagi persimpangan
tanpa lampu lalu lintas yang telah memiliki arus lalu lintas yang telah memiliki
arus lalu lintas dari kaki persimpangan atau ruas jalan yang menuju persimpangan,
dan arus ini cukup tinggi, sehingga titik konfliknya cukup berat dan kompleks.
2. Pengaturan kembali waktu lampu lalu lintas, penanganan ini dilakukan apabila fase
dan waktu yang ada sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi volume lalu lintasnya,
yang antara lain ditunjukkan dengan tingginya nilai VCR ruas jalan yang menuju
persimpangan. Pendekatan ini didasarkan pada besarnya nilai VCR ruas jalan yang
sudah mendekati 0,8.
3. Perbaikan geometrik persimpangan, penanganan ini meliputi pelebaran dan
penambahan lajur kaki persimpangan, pelebaran radius sudut tikungan,
pemasangan pulau lalu lintas. Penanganan ini dilakukan bila nilai VCR ruas jalan
yang menuju persimpangan sudah lebih besar dari pada 0,8.
4. Persimpangan tidak sebidang (grade-separate junction), penanganan ini diterapkan
pada ruas jalan kelas arteri dengan kondisi lalu lintas di kaki persimpangannya
atau VCR ruas jalan yang menuju persimpangan tersebut tidak bisa diatasi lagi
dengan penanganan pada nomor 3 dan 4.