Anda di halaman 1dari 13

INDIKATOR KESUBURAN TANAH

Vicky Maria Yosefa


1514150004
Pendidikan Fisika
Falultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Indonesia
vickymariayosefa@yahoo.co.id

LATAR BELAKANG
Tanah menjadi salah satu bagian penting dari tubuh alam, yang menempati
sebagian besar dataran bumi ini. Tanah bermanfaat banyak bagi makhluk hidup
salah satunya bagi manusia dan hewan, karena tanah dimanfaatkan sebagai tempat
bercocok tanam dan sebagai tempat tinggal. Tanah yang memiliki tingkat
kesuburan yang tinggi akan menghasilkan kulitas tanaman yang baik. Untuk
menentukan apakah tanah tersebut berkualitas atau tidak, ada beberapa indikator
yang dapat digunakan. Salah satu diantaranya adalah suhu dan kelembaban tanah.
Suhu dan kelembaban tanah merupakan salah satu ciri dari tanah yang subur, selain
itu perbedaan ekosistem akan menyebabkan perbedaan kondisi alam tiap-tiap
daerah. Untuk itu selain suhu dan kelembaban ada indikator lain yang dapat
dijadikan referensi sebagai penentu apakah tanah tersebut dalam keadaan subur atau
tercemar, indikator tersebut adalah keberadaan beberapa mikroorganisme tanah.
Mikroorganisme tanah merupakan faktor penting dalam ekosistem tanah, karena
berpengaruh terhadap siklus dan ketersediaan hara tanaman serta stabilitas struktur
tanah (Paul dan Clark, 1989), seperti arthropoda tanah dan cacing tanah.
Arthropoda tanah merupakan bagian dari biodiversitas tanah yang berperan penting
dalam perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Peranan arthropoda tanah
dalam ekosistem adalah sebagai polinator, dekomposer, predator (pengendali
hayati), parasitoid (pengendali hayati), hingga sebagai bioindikator bagi suatu
ekosisitem (Ardillah dkk., 2014). Sedangkan peranan cacing tanah sangat penting
dalam proses dekomposisi bahan organik tanah. Bersama-sama mikroba tanah
lainnya terutama bakteri, cacing tanah ikut berperan dalam siklus biogeokimia.

1
Cacing tanah memakan serasah daun dan materi tumbuhan yang mati lainnya,
dengan demikian materi tersebut terurai dan hancur (Schwert, 1990). Dan hal ini
baik bagi kualitas tanah, karena cacing tanah juga berperan dalam menurunkan
rasio C/N bahan organik, dan mengubah nitrogen tidak tersedia menjadi nitrogen
tersedia setelah dikeluarkan berupa kotoran (kascing) (Parmelee et al, 1990).
Keberadaan kedua hewan ini dapat membantu atau sebagai indikator bahwa sebuah
tanah tidak tercemar, sehingga tanaman yang dihasilkan pun lebih berkualitas.

METODE
Metode yang digunakan adalah studi literatur terhadap 10 jurnal yang
membahas tentang arthropoda tanah dan cacing tanah sebagai mikroorganisme
tanah yang membantu pertumbuhan tanaman berkualitas dan indikator dari
kesuburan tanah.

HASIL dan PEMBAHASAN


Berdasarkan dari 10 jurnal yang saya kaji, suhu tanah merupakan faktor fisika
tanah yang sangat menentukan tingkat keanekaragaman jenis fauna tanah, suhu
tanah sangat menentukan proses terjadinya dekomposisi bahan organik tanah. Pada
lokasi penelitian didapatkan suhu rata-rata 22oC dimana suhu tersebut sesuai
dengan kehidupan makrofauna tanah. Suhu tanah sangat terkait erat dengan
kelembaban tanah. Jenis-jenis fauna tanah memiliki variasi suhu yang berbeda
dalam mempertahankan tubuhnya. Suhu 10-20oC dengan rata-rata 15oC tidak sama
pengaruhnya terhadap hewan tanah bila di bandingkan dengan lingkungan bersuhu
konstan 15oC, laju tersebut menghasilkan pertumbuhan yang lebih cepat pada
sebagian fauna tanah. Selain suhu ada pH tanah sangat penting dalam ekologi fauna
tanah karena keberadaan dan kepadatan fauna tanah sangat tergantung pada pH
tanah. Pada lokasi penelitian didapatkan rata pH 5-6 dimana pH tersebut kurang
sesuai dengan kehidupan makrofauna tanah. Pengukuran pH tanah sangat penting
dalam ekologi hewan tanah karena keberadaan dan kepadatan hewan tanah sangat
bergantung pada pH tanah itu sendiri. Handayanto menjelaskan bahwa sebagian
besar fauna tanah menyukai pH berkisar 6-7 karena ketersediaan unsur hara yang
cukup tinggi. Kondisi pH tanah yang terlalu asam dan basa dapat menggangu

2
kehidupan fauna tanah. Jenis Makrofauna Tanah yang diketemukan di kawasan
perkebunan coklat kecamatan Kalibaru kabupaten Banyuwangi diantaranya adalah
Tachyta angulata, Cryptocercus garciei, Lymnea rubigenosa, Odontoponera
denticulata, Sigmoria trimaculata, Pirata piratichus, Sitena sp., Grillus sp.,
Scolopendra gigantea, Forficula auricularia, Hydrochara soror, Leptocarisa
aculata, Trigoniulus corallinus, Odontomanchus sp., Lumbricus rubellus ,
Phyllopaga sp., Componatus arogans, Geophilus sp., Gryllotalpa grillotalpa,
Ploiaria sp. Hewan-hewan ini membantu (Nurrohman, E. 2015)
Kemudian pada permukaan tanah di resort Cisarua Taman Nasional Gunung
Gede Pangrango, Jawa Barat menunjukkan bahwa terdapat beberapa jenis
arthropoda tanah diantaranya Ordo Diptera (famili Muscidae dan Drosophilla) dan
Ordo Hymenoptera (famili Formicidae). Kedua jenis arthropoda ini memiliki
kelimpahan yang tertinggi dari keempat lokasi penelitian yaitu ladang pertanian,
hutan sekunder, tepian sungai, dan hutan primer. Jumlah individu yang di temukan
dari keempat lokasi penelitian mencakup 6 Ordo, 18 Famili, 199 individu. Lihat
gambar dibawah ini.

Gambar 1

3
Gambar 2
Pada gambar 2, dapat disimpulkan bahwa dari keempat titik yang diteliti,
dominasi dari arthropoda pada keempat titik yang diteliti sangat kecil, karena batas
indikator hewan tersebut dibilang mendominasi apabila mencapai nilai 0.5 di setiap
daerahnya. Keanekaragaman, kekayaan, dan kemerataan insekta tanah ini
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dalam penelitian ini faktor lingkungan yang
diukur adalah temperatur tanah, pH tanah, ketebalan serasah, temperatur udara,
kelembaban tanah dan kelembaban udara. Temperatur tanah adalah salah satu
faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme
tanah, sehingga suhu tanah akan sangat menentukan tingkat dekomposisi material
organik tanah. Temperatur tanah pada keempat lokasi berkisar 18oC-20oC. Tanah
di Taman Nasional Gunung Pangrango memiliki pH sekitar 5.5-6.5 cenderung
bersifat sedikit asam. Pada serangga tanah, pH tanah sangat berpengaruh secara
langsung terhadap organ-organ tubuh serangga, maka apabila tanah terlalu masam
kelimpahan insekta tanahnya rendah (Andrianni, D. M. 2017).
Selain tanah yang ada di gunung, tanah yang ditanami ubi kayu memiliki hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah total individu arthropoda yang
ditangkap dengan perangkap pitfall pada keempat petak perlakuan pengolahan
tanah dan pengelolaan gulma adalah sebanyak 8910 ekor. Kemelimpahan ordo
Collembola menempati posisi tertinggi di antara ordo lainnya (gambar 3).
Keberadaan Collembola di dalam tanah berperan sebagai organisme perombak
pertama yang dapat menguraikan serasah-serasah daun, selain itu jenis arthropoda
ini berperan sebagai dekomposer bahan organik pada atau didalam tanah.
Collembola dengan kemelimpahan yang cukup tinggi bukan hanya sebagai
dekomposer, tetapi juga sebagai penyangga (buffer) yang dapat mempertahankan

4
kehidupan arthropoda predator dan juga sebagai indikator tanah. Keberadaan
Collembola sebagai indikator dapat terlihat apabila populasinya menurun
kemungkinan telah terjadi pencemaran oleh pestisida, begitupun sebaliknya
(Elhayati, Nia. 2017)

Gambar 3
Lalu pada tanah yang berada di lokasi pertanian jagung memiliki hasil
dominansi arthropoda tanah pada lahan pertanian monokultur dan polikultur yang
ditentukan dengan menggunakan Indeks Nilai Penting (INP). Pada Gambar 4
menunjukkan INP tertinggi pada lahan pertanian monokultur adalah family
Grylidae (jangkrik). Famili Gryllidae merupakan serangga pemakan bagian
tumbuhan segar, dan sebagai pemakan bangkai serangga lain. Tumbuhan yang
dimakan ialah rumput atau gulma yang banyak terdapat di kebun campuran. Selain
itu jangkrik mampu hidup pada berbagai kondisi baik basah maupun kering. Selain
makanan jenis Gryllidae membutuhkan ruang terbuka dan sinar matahari untuk
aktifitas geraknya. Lahan pertanian polikultur didominasi oleh famili Formicidae
(semut). Semut merupakan kelompok serangga yang paling dominan di daerah
terestrial terkait dengan kebiasaan makan yang beragam. Semut-semut ini secara
tidak langsung berperan dalam menjaga kesuburan tanah dengan cara mengurai
bahan organik menjadi butiran yang lebih kecil, dan memelihara ruang pori tanah
melalui lubang-lubang yang dibuat oleh koloni mereka di dalam tanah. Hewan ini
juga berperan dalam translokasi bahan organik dari permukaan ke dalam tanah,

5
serta mampu beradaptasi pada habitat persawahan mengikuti perubahan kondisi
lahan dan umur tanaman (Semiun, Chatarina Gradict. 2016).

Gambar 4
Pada tanaman padi hasil penelitian menunjukan bahwa makroarthropoda
tanah yang di dapat di lahan padi organik lebih banyak daripada yang didapat di
lahan anorganik. Di lahan pertanian organik didapatkan 297 ekor/ 1 musim tanam
(kisaran antara 30 sampai 165 individu yang terdapat pada setiap fase pertumbuhan
padi) yang terbagi dalam 18 famili, sedangkan di lahan persawahan padi anorganik
didapatkan 236 individu/ 1 musim tanam (kisaran 48 sampai 76 individu yang
terdapat pada setiap fase pertumbuhan padi) yang terbagi dalam 16 famili. Hal ini
disebabkan oleh padi yang diberi pupuk organik tidak menimbulkan pencemaran
pada tanah, sehingga arthropoda yang hidup di atas permukaan tanah maupun
didalam tanah dapat memakan sisa-sisa pupuk organik yang diberikan pada
tanaman padi. Perhatikan gambar 5.

Gambar 5

6
Dari gambar di atas dapat terlihat bahwa indeks kemerataan atau dominasi
arthropoda di lahan pertanian organic terbilang tinggi dibandingkan dengan lahan
anorganik, hal ini dikarenakan sumber pupuk organik yang tidak mencemari tanah,
sehingga apa yang terserap masih dapat dimanfaatkan oleh arthropoda dalam tanah.
Dari sini dapat kita simpulkan penggunaan pestisida pada tanaman dapat
menyebabkan tanah menjadi kurang baik dan hewan disekitar tanah tersebut
kehilangan habitatnya (Witriyanto, Roma. 2015)
Selain untuk tanah yang ditanami tanaman, keberadaan arthropoda juga
berguna bagi lahan yang pernah terbakar oleh api. Salah satunya pada Taman
Nasional Baluran, Malang. Kebakaran hutan merupakan kejadian rutin yang terjadi
setiap tahun di Taman Nasional Baluran dan banyak terjadi di lokasi savana serta
padang semak belukar lainnya. Kebakaran hutan menimbulkan dampak negatif
terhadap kerusakan tanah, hilangnya mikroorganisme pembusuk serta
berkurangnya jumlah flora dan fauna. Arthropoda tanah berperan penting dalam
perbaikan kesuburan tanah. Arthropoda dapat digunakan sebagai bioindikator
perubahan lingkungan. Arthropoda berperan dalam dekomposisi bahan organik
tanah untuk penyediaan unsur hara. Dan Arthropoda lebih banyak muncul di siang
hari ketika suhu tanah tinggi, karena saat ini arthropoda dapat melakukan
aktifitasnya dalam menguraikan sisa-sisa zat yang tertingal pada tanah, yang
kemudian dapat menjadi pupuk organik tersendiri bagi tanah sehingga membantu
tanah dalam memulihkan keadaannya kembali. (Halli, Mustofa. 2014)

7
Gambar 6
Gambar 6 menjelaskan tingkat popolasi cacing pada beberapa tanah yang
berbeda lahan, ada lahan pekarangan (Pkr), lahan rumput/taman (Rpt), lahan hutan
kayu (HtK), lahan tegalan (Tgl), lahan semak belukar (Smb) di daerah Kota
Malang. Dari keempat diagram di atas menjelaskan bahwa jumlah cacing tanah
terbanyak terdapat pada lahan semak belukar. Hal ini tidak disebabkan oleh jumlah
bahan organik yang namun pada penelitian ini keberadaan cacing didasari oleh
variabel lain seperti tekstur, struktur, dan porositas tanah. Variabel-variabel ini
dipengaruhi oleh faktor sifat biofisik tanah terhadap kapasitas infiltrasi. Pengaruh
sifat biofisik tanah terhadap kapasitas infiltrasi ditunjukkan oleh hasil analisis yang
menyatakan jumlah cacing dan panjang akar berkorelasi positif dengan kapasitas
infiltrasi. Sehingga dapat kita ambil kesimpulan jika biofisik tanahnya baik, maka
jumlah cacing akan semakin banyak. Dan apabila kondisi biofisik tanahnya tidak
baik maka jumlah cacing di lahan tersebut akan sedikit (Utaya, Sugeng. 2008)
Mikroorganisme tanah (cacing tanah) merupakan faktor penting dalam
ekosistem tanah, karena berpengaruh terhadap siklus dan ketersediaan hara
tanaman serta stabilitas struktur tanah. Perhatikan gambar berikut

8
Gambar 7
Biomassa karbon mikroorganisme (Cmic), respirasi tanah dan total
mikroorganisme memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Biomassa karbon
mikroorganisme tanah (Cmic) adalah salah satu indikator kesuburan tanah. Hal ini
dikarenakan nilai Cmic sangat sensitif terhadap perubahan (fisika, kimia dan biologi)
yang terjadi pada lahan tersebut. Cmic merupakan total karbon (C) dari
mikroorganisme tanah yang selalu terkait dengan tingkat kesuburan tanah. Tanah
subur selalu memiliki nilai Cmic yang tinggi. Hal ini dikarenakan tanah yang subur
selalu mampu untuk menjadi media tumbuh ideal bagi berbagai mikroorganisme
baik yang menguntungkan maupun merugikan. Pada tanah dengan kandungan Cmic
tinggi akan terjadi proses dekomposisi, siklus unsur hara dan penguraian senyawa
organik dan anorganik lainnya. Berdasarkan dari gambar 7, semua lahan yang
diteliti tidak berbeda dalam nilai Cmic, sehingga semua lahan pengamatan tidak
berbeda tingkat kesuburannya. Namun demikian, pada lahan hutan lindung serta
lahan di wisata candi memiliki nilai Cmic yang lebih baik dibandingkan dengan
lahan lainnya. Kondisi ini terkait adanya akumulasi bahan organik yang sangat ideal
untuk kehidupan biodiversitas mikroorganisme tanah (Susilawati, 2013).

9
Gambar 8
Dari gambar 8 dapat kita simpulkan bahwa cacing yang ditemukan pada tanah
tempat menanam tebu menyentuh sampai angka 30,0 terbanyak. Hal ini
dikarenakan sistem olah tanah intensif yang telah diterapkan oleh PT. GMP selama
35 tahun, sehingga sangat mempengaruhi kondisi tanah dan biota tanah yang ada di
dalam tanah. Cacing tanah mempunyai peranan penting terhadap perbaikan sifat
tanah seperti menghancurkan bahan organik dan mencampuradukkannya dengan
tanah, sehingga terbentuk agregat tanah dan memperbaiki struktur tanah. Perubahan
lingkungan yang dapat mempengaruhi populasi cacing tanah antara lain
ketersediaan hara dalam tanah, kemasaman tanah (pH), kelembaban tanah, dan suhu
atau temperatur tanah (Batubara, Monnes Hendri. 2013)
Pertanian organik merupakan sistem produksi pertanian yang terpadu. Sistem
pertanian ini pada dasarnya adalah mengoptimalkan produktivitas agroekosistem
secara alami sehingga menghasilkan pangan yang cukup berkualitas dan
berkelanjutan. Pertanian organik bila diusahakan secara intensif dapat
mengembalikan kesuburan tanah walaupun membutuhkan waktu yang cukup lama
untuk mencapai tingkat kesuburan tanah seperti pada saat sebelum pengunaan
pupuk dan pestisida anorganik yang berlebihan. Bahan organik tanah sangat besar
pengaruhnya terhadap perkembangan populasi cacing tanah karena bahan organik
yang terdapat di tanah sangat diperlukan untuk sumber makanan dan melanjutkan
kehidupannya. Kompos alami dapat dibuat dengan bantuan cacing tanah sebagai

10
hewan dekomposer yang mengurai bahan-bahan organik. Hal ini dapat
mempercepat proses pembuatan kompos. Cacing tanah juga dapat memperbaiki
sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Cacing tanah sangat berperan penting dan
berfungsi untuk menyuburkan tanah karena cacing tanah sangat berpengaruh
terhadap kadar C-organik yang mampu menyuburkan tanah. C-organik
berpengaruh terhadap tingkat pH pada tanah. Dekomposisi yang disebabkan cacing
dan mikroorganisme lainnya menunjukan proses berlangsung tanpa terjadi
peningkatan suhu. Biasanya, pH agak turun pada awal proses pengomposan akibat
cacing tanah dan bakteri. Karena aktivitas bakteri yang menghasilkan asam.
Dengan munculnya mikroorganisme lain dari bahan yang didekomposisi maka pH
kembali naik setelah beberapa hari dan pH berada pada kondisi netral. Pada
prinsipnya bahan organik dengan nilai pH antara 3 dan 11 dapat dikomposkan, dan
membantu memulihkan keadaan pH tanah (SUCIPTA, NI KOMANG SUCI
PRASTIWI. 2015)

Untuk mengatasi kesuburan tanah akibat suhu yang tinggi, maka Wulantika
dkk juga merancang sistem monitoring kelembaban tanah yang memanfaatkan
perangkat Arduino Uno. Namun, Wulantika juga menggunakan perangkat GSM
SIM900A sebagai pendampingnya. GSM SIM900A disini berfungsi sebagai
penerima data berupa sms yang dikirim dari Arduino Uno sebagai alat ukur utama,
data yang diperoleh berupa pemberitahuan kepada pemilik tanaman jika sensor
kelembaban tanah, suhu dan ketinggian air mendeteksi keadaan sesuai dengan yang
ditentukan sebelumnya. Dari penelitiannya didapat hasil:

1. Kondisi kering = 12
2. Kondisi basah = 635

Sehingga data tersebut menjadi acuan rentang proses kalibrasi sensor dari 12-
635. Apabila sensor mendeteksi kelembaban tanah berada di angka <400 maka
sensor akan mengirimkan pesan kepada pemilik tanaman bahwa kelembaban
tanahnya rendah sehingga akan ada tulisan “Kelembaban tanah kurang, mohon
disiram”. Sehingga pengguna dapat mengetahui kapan waktu untuk menyiram
tanaman mereka. (Sintia, Wulantika dkk. 2018)

11
Selain menggunakan sensor kelembaban yang dipakai Yoga, pada rumah
hijau dapat juga menggunakan sensor kelembaban yang dipakai Syafrizal dengan
menggunakan labview. Dimana pada tanaman di rumah hijau dipasang sensor soil
moisture, yang dapat memantau suhu dan kelembaban tanah dalam pot yang apabila
suhunya kurang dari 18oC maka kipas off, heater on. Saat suhu 18oC-30oC kipas
off, heater juga off dan saat suhu lebih dari 30oC maka kipas menyala dan heater
off. (Syarief, Syafrizal dkk. 2016).

KESIMPULAN dan SARAN


Kesuburan tanah dapat dilihat dari berbagai indikator, diantaranya keberadaan
mikroorganisme tanah. Tanah yang subur dan tidak tercemar pasti menjadi tempat
hidup bagi mikroorganisme tanah seperti arthropoda dan cacing tanah. Terbukti dari
hasil kajian dari 10 jurnal yang menyebutkan bahwa tanah yang tidak tercemar
pestisida (tanah yang dipupuki dengan pupuk organik) menjadi tempat habitat yang
disenangi oleh arthropoda dan tanah yang memiliki pH berkisar 5-7 menjadi tempat
yang cacing tanah sukai, karena tidak terlalu asam atau pun tidak terlalu basa.
Sehingga hasil dari tanaman yang dihasilkan dapat memiliki kualitas yang baik,
karena keduanya merupakan penghasil kompos alami untuk tanah.

DAFTAR PUSTAKA
Andrianni, Dwi Meilina., Dkk. 2017. Keanekaragaman dan Pola Penyebaran
Insekta Permukaan Tanah di Resort Cisarua Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango Jawa Barat. BIOEDUSCIENCE. 1(1):24-30
Elhayati, Nia. 2017. Keanekaragaman Arthropoda Permukaan Tanah Pada
Pertanaman Ubikayu (Manihot Utilissima Pohl.) Setelah Perlakuan Olah
Tanah Dan Pengelolaan Gulma. J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993.
5(3):158-164
Semiun, Chatarina Gradict., Dkk. 2016. Kelimpahan Dan Keanekaragaman
Arthropoda Tanah Pada Lahan Pertanian Monokultur Dan Polikultur Di
Desa Labat Kupang. BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi. 2(2):154-
161

12
Utaya, Sugeng. 2008. Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Sifat
Biofisik Tanah Dan Kapasitas Infiltrasi Di Kota Malang. Forum Geografi.
22(2):99-112
Susilawati., Dkk. 2013. Analisis Kesuburan Tanah Dengan Indikator
Mikroorganisme Tanah Pada Berbagai Sistem Penggunaan Lahan Di
Plateau Dieng. AGRIC. 25(1):64-72
Batubara, Monnes Hendri. 2013. Pengaruh Sistem Olah Tanah Dan Aplikasi Mulsa
Bagas Terhadap Populasi Dan Biomassa Cacing Tanah Pada Pertanaman
Tebu. J. Agrotek Tropika. 1(1):107-112
Nurrohman, Endrik., Dkk. 2015. Keanekaragaman Makrofauna Tanah Di Kawasan
Perkebunan Coklat (Theobroma Cacao L.) Sebagai Bioindikator Kesuburan
Tanah Dan Sumber Belajar Biologi. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia.
1(2):197-208
Witriyanto, Roma., Dkk. 2015. Keanekaragaman Makroarthropoda Tanah di Lahan
Persawahan Padi Organik dan Anorganik, Desa Bakalrejo Kecamatan
Susukan Kabupaten Semarang. BIOMA. 17(1):21-26
Halli, Mustofa., Dkk. 2014. Diversitas Arthropoda Tanah di Lahan Kebakaran dan
Lahan Transisi Kebakaran Jalan HM 36 Taman Nasional Baluran. Jurnal
Biotropika. 2(1):20-25
Sucipta, Ni Komang Suci Prastiwi., Dkk. 2015. Pengaruh Populasi Cacing Tanah
Dan Jenis Media Terhadap Kualitas Pupuk Organik. E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika. 4(3): 213-223
Syarief, Syafrizal., Dkk. 2016. Sistem Monitoring Suhu dan Kelembaban Tanaman
Cabai Pada Greenhouse Berbasis Labview. Politeknologi. 15(2):135-140
Sintia, Wulantika., Hamdani, Dedy., Risdianto, Eko. 2018. Rancang Bangun Sistem
Monitoring Kelembaban Tanah dan Suhu Udara Berbasis GSM SIM900A
dan Arduino Uno. Jurnal Kumparan Fisika. 1(2):60-65

13

Anda mungkin juga menyukai