Anda di halaman 1dari 19

I.

LATAR BELAKANG

Pada sistem penambangan surface mining kondisi lereng yang stabil akan
menjamin kemenerusan kegiatan penambangan. Adanya kegiatan penggalian pada
suatu lereng dapat menyebabkan perubahan gaya-gaya pada lereng yang
mengakibatkan terganggunya kestabilan sehingga dapat terjadi longsor. Kestabilan
lereng pada batuan lebih ditentukan oleh adanya bidang-bidang lemah yang disebut
dengan bidang diskontinuitas, geometri lereng dan sifat fisik maupun mekanis batuan.
Beberapa metode didapat digunakan untuk analisis kestabilan lereng diantaranya
dengan menggunakan klasifikasi slope mass rating (SMR) dan analisis kinematik.
Klasifikasi slope mass rating (SMR) merupakan modifikasi dari klasifikasi rock
mass rating (RMR) bieniawski 1979, yang penerapannya dikhususkan pada lereng. Pada
klasifikasi slope mass rating (SMR) Romana 1985, dapat diketahui kondisi massa batuan,
tingkat kestabilan lereng, kemungkinan terjadi longsoran, dan rekomendasi metode
penanganan pada lereng. Selain klasifikasi SMR salah satu analisis kestabilan lereng yang
menekan pada pengaruh orientasi bidang diskontinuitas yaitu analisis kinematik. Analisis
kinematik bertujuan untuk mengetahui jenis, arah longsoran.
PT. XYZ merupakan salah satu perusahaan tambang logam terbesar di Indonesia
dengan menggunakan metode penambangan open pit mining. Beberapa kasus
longsoran yang terjadi pada PT. XYZ lebih dikontrol oleh pengaruh orientasi bidang
diskontinuitas. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian analisis tingkat
kestabilan lereng menggunakan metode slope mass rating (SMR), karena metode
tersebut lebih menekan pada pengaruh orientasi struktur terhadap tingkat kestabilan
lereng. Sehingga dapat dilakukan rekomendasi penanganan lereng di PT. XYZ.

II. RUMUSAN MASALAH

Penelitian dilakukan pada PT. XYZ. Batasan masalah dalam peneitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Penentuan tingkat kestabilan lereng berdasarkan klasifikasi Slope Mass
Rating (SMR) menurut Romana, 1985.
2. Analisis Perkuatan Lereng.
3. Rekomendasi metode penangan lereng daerah penelitian berdasarkan
klasifikasi Slope Mass Rating (SMR).

1
III. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan memiliki tujuan sebagai berikut:


1. Mengetahui tingkat kestabilan lereng berdasarkan klasifikasi Slope Mass
Rating (SMR) menurut Romana, 1985.
2. Melakukan analisis perkuatan lereng berdasarkan data Slope Mass Rating
(SMR) yang diperoleh.
3. Memberikan rekomendasi metode penangan lereng daerah penelitian
berdasarkan klasifikasi Slope Mass Rating (SMR).

IV KEGUNAAN PENELITIAN

Penelitian ini pada akhirnya diharapkan dapat berguna bagi berbagai pihak,
antara lain:
1. Perusahaan dapat mengaplikasikan desain lereng final yang stabil baik dari
segi teknis maupun ekonomis, sehingga aktifitas penambangan berjalan
maksimal.
2. Bidang akademik akan mendapatkan pustaka megenai kestabilan lereng
khususnya dengan menggunakan analisis Slope Mass Rating (SMR).

V. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam penambangan terbuka (Open Pit Mining), desain lereng final adalah salah
satu faktor terpenting. Beberapa cara yang dilakukan untuk membuat suatu desain final
diantaranya dengan analisis geomekanika dan analisis kestabilan lereng. Untuk
menentukan kondisi lereng secara cepat dapat digunakan pembobotan massa lereng
(Slope Mass Rating) yang berdasarkan klasifikasi Rock Mass Rating (RMR) pada lokasi
yang longsor maupun rawan longsor.

5.1 Klasifikasi Rock Mass Rating (RMR)

Bieniawski (1979) mempublikasikan suatu metode klasifikasi massa batuan yang


dikenal dengan Geomechanics Classification atau Rock Mass Rating (RMR). Metode ini
telah dikenal luas dan banyak diaplikasikan pada keadaan dan lokasi yang berbeda-beda
seperti tambang pada batuan kuat, terowongan, tambang batubara, kestabilan lereng,
dan kestabilan pondasi. Klasifikasi RMR telah dimodifikasi beberapa kali sesuai dengan

2
adanya data baru agar dapat digunakan untuk berbagai kepentingan dan sesuai dengan
standar internasional. Sistem klasifikasi massa batuan RMR 79 menggunakan lima
parameter berikut ini dimana rating setiap parameter dijumlahkan untuk memperoleh
nilai total dari RMR:
(1) Kuat tekan batuan utuh (Strength of intact rock material)
(2) Rock Quality Designation (RQD).
(3) Jarak antar (spasi) kekar (Spacing of discontinuities)
(4) Kondisi kekar (Condition of discontinuities)
(5) Kondisi air tanah (Groundwater conditions)

1. Kuat Tekan Uniaksial Batuan (Strength of intact rock material)

Kuat tekan uniaksial batuan dapat diperoleh dari uji laboratorium yakni dengan
pengujian Uniaksial Compressive strength (UCS). Pengujian ini menggunakan mesin
tekan (compressin machine) untuk memecahkan batuan yang berbentuk silinder, balok
atau prisma dari satu arah (uniaksial). Pada pengujian ini gaya (kN), perpindahan (mm)
aksial dan lateral direkam hingga batuan pecah. Dengan perolehan data sifat mekanik
batuan seperti kuat tekan batuan (c), modulus elastistas (E) dan Poisson Ratio (). Jika
data kuat tekan hasil uji UCS tidak diperoleh, maka dapat menggunakan kuat tekan
batuan dengan uji “Point Load Strenght Index”, dan jika kedua pengujian tersebut tidak
ada maka dapat dilakukan pendekatan “Standard Index Manual” sebagai dasar uji di
lapangan (Tabel 1)

Tabel 1 Manual Indeks Uniaxial Compressive Strenght (UCS)


UCS Index Point Load
Kode Diskripsi Uji Lapangan
(MPa) (MPa)
Sangat
0 Bisa ditekan dengan paku 0,25 – 1,0 -
lemah
Hancur bila dipukul dengan
1 Lemah Palu/dapat digores dengan 5 – 25 -
Pisau
Tidak dapat digores dengan
2 Sedang 25 – 50 <1
Pisau
Dapat hancur dengan
3 Kuat 50 – 100 2–4
Memukul lebih dari satu kali
Dapat hancur dengan
5 Sangat kuat 100 – 250 4 – 10
Memukul berkali-kali

3
Sangat kuat Sulit pecah dipukul dengan
6 >250 >10
sekali Palu

Deere (1970) membuat klasifikasi teknis batuan utuh untuk beberapa macam
batuan dalam menilai kuat tekan batuan, seperti yang terlihat pada (Tabel 2).

Tabel 2 Klasifikasi Teknis Batuan Utuh, Deere (1968).

Kekuatan Pemeraian UCS (MPa) Batuan


Sangat Lemah 1 - 25 Kalk, Batugaram
Lemah 25 - 50 Batubara, Batulanau, Sekis
Sedang 50 - 100 Batupasir, Sabak, Serpih
Kuat 100 - 200 Marmer, Granit, Genis
Sangat kuat >200 Kwarsit, Dolerit, Gabro, Basalt

2. Rock Quality Designation (RQD)

Pada perhitungan nilai RMR, parameter Rock Quality Designation (RQD) diberi
bobot berdasarkan nilai RQD-nya seperti tertera pada Tabel dibawah ini.

Tabel 3 Hubungan Indeks RQD dengan Kualitas Batuan


RQD (%) Kualitas Batuan
< 25 Sangat jelek (very poor)
25 – 50 Jelek (poor)
51 - 75 Sedang (fair)
76 – 90 Baik (good)
91 – 100 Sangat baik (excellent)

3. Jarak Bidang Diskontinuitas

Spasi dipetakan dari permukaan batuan dan core bor, dan spasi sebenarnya
dihitung dari spasi semu untuk diskontinuitas yang miring terhadap permukaan (Gambar
1). Pengukuran spasi set kekar memberikan ukuran dan bentuk blok. Hasilnya berupa
model stabilitas dan kekuatan massa batuan.

S = Sapp x Sin θ
𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑆𝑐𝑎𝑛𝑙𝑖𝑛𝑒
S=
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐷𝑖𝑠𝑘𝑜𝑛𝑡𝑖𝑛𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠

4
Dimana:
S = Jarak antar diskontinuitas
Sapp = Spasi semu diskontinuitas

Gambar 1. Hubungan antara spasi semu (S apparent) dan spasi sebenarnya (S)
(Wyllie dan Mah, 2004)

4. Kondisi Bidang Diskontnuitas

Kondisi bidang diskontinuitas dipengaruhi oleh kekasaran (roughness), regangan


(separation), pelapukan batuan samping dan material pengisi.
a. Kekasaran (Roughness)
Kekasaran merupakan komponen penting dalam kuat geser terutama untuk
kekar yang mengalami pergeseran atau yang terisi oleh material lain.
Kekasaran yang saling mengunci dan menempel akan mempengaruhi kuat
geser. Di lapangan penentuan kekasaran dapat dilakukan dengan meraba
permukaan kekar. Panduan untuk menentukan profil kekasaran dan
diskripsinya diberikan oleh ISRM (1981). Panduan ini untuk panjang profil
dalam 1-10m dengan skala vertikal dan horizontal (Gambar 2) sebagai berikut:
1) Sangat kasar (very rough surfaces); terdapat banyak gelombang yang
sangat berdekatan pada permukaan kekar.
2) Kasar (rough surfaces); terdapat beberapa gelombang, kekasaran jelas
terlihat dan permukaan kekar terasa sangat abrasif.
3) Sedikit kasar (slightly rough surface); permukaan kekar dapat dibedakan
dan dirasakan antara yang relatif kasar dengan yang relatif halus.
4) Halus (smooth surfaces); permukaan kekar terasa halus ketika disentuh.
5) Polesan (slickensided surfaces); terlihat seperti dipoles (digosok).

5
Gambar 2. Profil Kekasaran dan Diskripsinya (ISRM, 1981)

b. Rengangan (Separation)
Wyllie dan Mah (2004) menjelaskan besarnya rongga diskontinuitas diperoleh
dari pengukuran jarak tegak lurus antara dinding batuan berdekatan dari
bidang diskontinuitas yang di dalamnya terisi udara atau air. Rongga pada
diskontinuitas akan mempengaruhi nilai kuat massa batuan dan besarnya
hidraulic conductivity air tanah, sehingga berguna untuk memprediksi sifat
massa batuan.

Tertutup Separasi

Gambar 3. Ilustrasi Pengertian Separasi

Menurut Wyllie dan Mah (2004) rongga dengan bukaan (> 1 m) sebagai
kategori yang besar dan jika (< 0,1 mm) dikategorikan sangat rapat. Secara
lengkap pembangian kategori rongga dilakukan oleh Barton 1973 (tabel 4).

6
Table 4 Deskripsi Keadaan Rongga pada Permukaan Diskontinuitas (Barton, 1973)
Deskripsi Lebar Rongga
Sangat Rapat < 0,1 mm
Tertutup Rapat 0,1 – 0,25 mm
Sedikit Terbuka 0,25 – 0,5 mm
Terbuka 0,5 – 2,5 mm
Celah (Gap) Lebar Menengah 2,5 – 10 mm
Lebar > 10 mm
Sangat Lebar 10 – 100 mm
Terbuka Lebar Sekali 100 – 1000 mm
Besar >1m

c. Pelapukan Batuan Samping


Pelapukan batuan adalah proses yang menyebabkan alterasi batuan, disebabkan
oleh air, karbon dioksida dan oksigen atau proses eksternal yang menyebabkan
hilang dan berubahnya sifat asal mula menjadi kondisi yang baru. Pelapukan
terjadi akibat proses fisika, kimia, biologi atau melalui proses mekanika dan
dipengaruhi oleh keadaan iklim. Wyllie dan Mah (2004) pelapukan berbentuk
desintegrasi dan dekomposisi. Desintegrasi adalah hasil perubahan lingkungan,
seperti kelembaban, pembekuan dan pemanasan. Sedangkan dekomposisi
menunjukkan perubahan batuan oleh kimia seperti proses oksidasi pada batuan
mengandung besi, hidrasi seperti perubahan feldspar menjadi kaolinit, dan
karbonisasi seperti pelarutan batugamping. Tingkat pelapukan batuan samping
dapat ditentukan sebagai berikut.
1) Tidak lapuk (unweathered/fresh), tidak ada tanda-tanda pelapukan,
batuannya segar dan kristalnya tampak jelas.
2) Sedikit lapuk (slightly weathered), pelapukan terdapat pada kekar-kekar
terbuka, tetapi pada batuan utuh pelapukan terjadi hanya sedikit saja, dan
perubahan warna pada kekar dapat mencapai jarak 10 mm.
3) Terlapukkan sedang (moderately weathered), perubahan warna mencapai
bagian yang lebih luas, batuan tidak mudah lepas
4) Sangat terlapukkan (highly weathered), pelapukan mencapai semua bagian
massa batuan dan mudah pecah, tidak mengkilap, semua material lain
kecuali kuarsa sudah berubah warna, batuan mudah pecah
5) Terlapukkan sempurna (completely weathered), massa batuan secara
keseluruhan sudah berubah warna dan mengalami dekomposisi serta dalam
keadaan rapuh, kenampakan luar sudah seperti tanah (soil).

7
d. Material Pengisi
Wyllie dan Mah (2004) mendefinisikan pengisi sebagai material yang
memisahkan dinding batuan yang berdekatan pada suatu diskontinuitas. materia
pengisi biasanya lebih lemah kekuatannya dari batuan induk. Tipe pengisi bisa
berupa pasir, lanau, lempung, breksi, gauge dan mylonit. Adapun untuk mineral
pengisi seperti kalsit, kuarsa dan pirit memiliki kekuatan yang tinggi. Sehingga
secara mekanika material pengisi akan mempengaruhi kuat geser diskontinuitas.

Tabel 5 Klasifikasi Kondisi Diskontinuitas, Bieniawski (1979)

Panduan Klasifikasi Untuk Kondisi Diskontinuitas


Panjang
< 1m 1-3m 3 - 10 m 10 - 20 m > 20 m
Diskontinuitas
Bobot 6 4 2 1 0
Lebar Bukaan Tidak Ada < 0.1 mm 0.1 – 1 mm 1 - 5 mm > 5 mm
Bobot 6 5 4 1 0
Sangat
Kekasaran Sangat Kasar Kasar Halus Gores Garis
Halus
Bobot 6 5 3 1 0
Material Isian Keras < Isian Keras Isian Lunak Isian Lunak
Tidak Ada
Pengisi 5 mm > 5 mm < 5 mm > 5 mm
Bobot 6 4 2 2 0
Lapuk Sangat Telah
Pelapukan Tidak Lapuk Sedikit Lapuk
Sedang lapuk Berubah
Bobot 6 5 3 1 0

5. Kondisi Air tanah

Dalam pembuatan terowongan, sebaiknya diukur kecepatan aliran air tanah


dalam liter/menit per panjang 10 m penggalian. Tetapi di lapangan dipakai cara yang
relatif mudah yaitu dengan melihat dan meraba permukaan batuan lalu kondisi
airtanahnya dinyatakan dengan kondisi ; kering (dry), lembab (dam), basah (wet),
menetes (dripping) dan mengalir (flowing).

Tabel 6 Parameter Klasifikasi dan Pembobotan, Bieniawski (1979)


Parameter Nilai
1 Kuat PLI (MPa) > 10 4 - 10 2–4 1-2 Untuk nilai yang
Tekan kecil di pakai
Batuan hasil UCS
Utuh UCS > 250 100 – 200 50 – 100 25 – 50 5-25 1-5 <
(MPa) 1

Pembobotan 15 12 7 4 2 1 0

8
2 RQD (%) 90 – 100 75 – 90 50 – 75 25 - 50 25

Pembobotan 20 17 13 8 3
3 Jarak Diskontinuitas > 2m 0,6m – 2m 200mm - 60mm– 200mm < 60mm
600mm
Pembobotan 20 15 10 8 5
4 Kondisi Permukaan Agak Agak kasar, Slikensided/gouge Gouge lunak > 5
Diskontinuitas sangat kasar, separasi < < 5 mm, atau mm, atau
kasar, tidak separasi 1 mm, separasi 1 – 5 separasi > 5 mm,
menerus, < 1 mm, sangat lapuk mm, menerus menerus
tidak agak lapuk
renggang,
tidak lapuk

Pembobotan 30 25 20 10 0
5. Tekanan 0 < 0,1 0,1 – 0,2 0,2 – 0,5 > 0,5
pori dibagi
tegangan
utama
Airtanah

Keadaan Kering Lembab Basah Menetes Mengalir


Umum

Pembobotan 15 10 7 4 0

5.2 Slope Mass Rating (SMR)

Romana (1985) memperkenalkan suatu penyesuaian pada konsep Rock Mass


Rating (RMR) khusus untuk lereng yang dikenal dengan Slope Mass Rating (SMR). Slope
Mass Rating (SMR) diperoleh dari nilai RMR yang dikoreksi oleh faktor-faktor penyesuai
tergantung kepada arah relatif bidang diskontinuitas, geometri lereng, dan metode
penggalian. Parameter yang dibutuhkan untuk klasifikasi Slope Mass Rating (SMR)
antara lain; Arah kemiringan (Dip Direction) dari permukaan lereng (αs), arah kemiringan
(Dip Direction) bidang diskontinuitas (αj), sudut kemiringan lereng (βs) dan sudut
kemiringan bidang diskontinuitas (βj). Secara matematis persamaan Slope Mass Rating
(SMR) dapat ditulis sebagai berikut:

SMR = RMRBasic + (F1xF2xF3) + F4

Keterangan:
F1 = Pengaruh orientasi (dip/dip direction) joint terhadap slope
F2 = Sudut kemiringan bidang diskontinuitas

9
F3 = Pengaruh kemiringan bidang diskontinuitas terhadap kemiringan lereng
F4 = Metode Penggalian yang digunakan dalam pembentukan lereng (tabel 8)

Tabel 7 Nilai pembobotan untuk kekar (Romana, 1985)


The Calculated Very Very
Case Favourable Fair Unfavourable
value Favourable unfavourable
P ǀ αj – αs ǀ
> 300 300 - 200 200 - 100 100 - 50 <50
T ǀ αj - αs - 1800 ǀ
P/T F1 0.15 0.4 0.7 0.85 1
P ǀ βj ǀ < 200 200 - 300 300 - 350 350 - 450 >450
P 0.15 0.4 0.7 0.85 1
F2 = βj
T 1 1 1 1 1
P βj - βs > 100 10 - 00
0
00 0 - (-100)
0
< -100
T βj + βs < 1100 1100 - 1200 > 1200 - -
T/P F3 0 -6 -25 -50 -60

P = Plane failure αj = Joint dip direction βj = Joint dip

T= Topling Failure αs = Slope dip direction βs = Slope dip

Tabel 8 Nilai pembobotan untuk metode ekskavasi lereng (Romana, 1985)


Smoth Blasting or Defficient
Method Natural Presplitting
Blasting Mechanical Blasting
F4 15 10 8 0 -8

5.3 Analisis Perkuatan Lereng

Banyak tindakan perbaikan yang dapat dilakukan untuk mendukung kemiringan


yang tidak stabil, atau untuk mencegah potensi ketidakstabilan. Hanya beberapa literatur
membahas tentang efek dari perkuatan pada suatu lereng, terutama bila ukuran yang
berbeda pada saat yang bersamaan. Selain itu, banyak peneliti yang
mendokumentasikan secara analitis koreksi tanah longsor di dalam tanah dengan
menggunakan drainase dalam dan / atau inklusi tahan pada lereng.

Tabel 9 Klasifikasi longsoran berdasarkan nilai SMR


SMR Plane/failures Wedge
> 75 None None
60-75 None Some
40-55 Big Many

10
15-40 Major No
SMR Toppling failures SMR Soil-like failures
> 65 None 30 None
50-65 Minor 10-30 Possible
30-35 Major

Studi tentang lereng yang berpotensi tidak stabil adalah hal yang sulit karena
membutuhkan kerja lapangan yang cermat, analisis terperinci dan pemahaman yang
baik terhadap kepentingan relatif terhadap beberapa faktor ketidakstabilan pada lereng.
Tidak ada sistem klasifikasi yang bisa menggantikan hal tersebut. Namun, sistem
tersebut digunakan untuk menunjukkan batas normal penggunaan setiap jenis
perkuatan lereng. Diantara pemilihannya berada di luar ruang lingkup sistem klasifikasi.
Jenis perkuatan/penyanggaan dapat diklasifikasikan menjadi 6 kelas
1. No support None
Scaling
2. Protection Toe ditches
Fences (at toe or in the slope)
Nets (over the slope face)
3. Reinforcement Bolts
Anchors
4. Concreting Shotcrete
Dental concrete
Ribs and/or beams
Toe walls
5. Drainage Surface
Deep
6. Reexcavation
Dari studi kasus yang dikumpulkan, Tabel 10 menyajikan jenis perkuatan yang
lebih umum untuk setiap interval kelas. Biasanya tidak diperlukan perkuatan untuk lereng
dengan nilai SMR 75-100. Ada beberapa lereng yang stabil dengan nilai SMR 65.
Total penggalian lereng adalah ukuran drastis, normal pada lereng tanah, namun
kurang praktis pada lapisan batu, kecuali pada longsoran planar melalui sambungan
kontinu yang besar. Hal itu dapat diambil untuk mengurangi kadar, dan berat badan di
bagian atasnya dan/ tau menambahkan bobot stabil pada jari kaki. Tidak ada kemiringan
yang ditemukan dengan nilai SMR di atas 30. Tidak ada kemiringan yang ditemukan

11
dengan nilai SMR di bawah 10. Mungkin nilai yang rendah seperti itu akan memberikan
ketidakstabilan total dan instan, penggalian lereng (bahkan dalam waktu yang sangat
singkat) Tidak layak secara fisik.
Dalam pengertian yang luas, kisaran SMR untuk setiap kelas jenis perkuatan
tercantum dalam Tabel 11. Pemilihan tindakan yang memadai harus dilakukan dengan
mempertimbangkan mekanisme kegagalan umum dan juga frekuensi kekar. Dua
parameter dapat berguna untuk mengukur frekuensi kekar
1. Jarak kekar, S. Nilai modal distribusi jarak kekar dalam suatu bidang. Seringkali
nilai jarak kekar yang mengatur sesuai dengan jenis kekar dari
ketidakstabilan.
2. Jumlah volume kekar, Jv. Jumlah kekar per meter kubik, Jv, dapat dievaluasi
dengan rumus
Jv = ∑1/Si

Dimana S adalah rata-rata jarak untuk setiap kekar. Metode yang Disarankan
ISRM untuk Deskripsi Kuantitatif Diskontinuitas dalam Misa Batu '[13] adalah sebagai
berikut:
Tabel 10 Jenis perkuatan untuk setiap kelas kestabilan (Romana,1985)
Class SMR Support
Ia 91-100 None
Ib 81-90 None. Scaling
II a 71-80 (None. Toe ditch or fence)
Spot bolting
II b 61-70 Toe ditch or fence. Nets
Spot or systematic bolting
III a 51-60 Toe ditch and/or nets
Spot or systematic bolting
Spot shotcrete
III b 41-50 (Toe ditch and/or nets)
Systematic bolting. Anchors
Systematic shotcrete
Toe wall and/or dental concrete
IV a 31-40 Anchors
Systematic shotcrete
Toe wall and/or concrete
(Re-excavation) Drainage

12
IV b 21-30 Systematic reinforced shotcrete
Toe wall and/or concrete
Re-excavation. Deep drainage
Va 11-20 Gravity or anchored wall
Re-excavation

Tabel 11 Kisaran SMR untuk Kelas Ukur Dukungan (Romana,1985)


SMR Support Measure
65-100 None. Scaling
45-70 Protection
30-75 Reinforcing
20-60 Concreting
10-40 Drainage
10-30 Toe walls. Reexcavation

Tabel 12 Deskripsi ukuran blok menurut Jv (Romana,1985)


Descriptions of Blocks Jv (joints m-3)
Very large <1
Large 1-3
Medium 3-10
Small 10-30
Very small 30-60
Crushed rock > 60

13
Gambar 4. Metode koreksi berdasarkan kisaran SMR

14
VI. METODOLOGI PENELITIAN

Tahapan penelitian yang dilakukan dalam melakukan analisis kestabilan lereng


meliputi tahap persiapan, pengambilan data, pengolahan dan analisis data dan tahap
kesimpulan dan saran dengan rincian sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

Tahap Persiapan merupakan tahap awal yang meliputi:


a. Studi literatur mengenai geologi daerah penelitian dari hasil penelitian
terdahulu, untuk mengetahui gambaran secara umum kondisi geologi
daerah penelitian.
b. Studi pustaka tentang struktur geologi, klasifikasi massa batuan rock
mass rating (RMR), slope mass rating (SMR) menurut romana (1985)
dan analisis kinematik, sebagai acuan dalam melakukan penelitian.
c. Mencari informasi umum mengenai kondisi daerah penelitian berupa
peta topografi dan peta geologi.
d. Observasi lapangan untuk mengenali kondisi aktual daerah penelitian
sehingga memudahkan dalam pengambilan data.

2. Pengambilan data

Penelitian dilakukan pada lereng pada domain 2 dan 4 PT. XYZ, metode
pengambilan data yang dilakukan meliputi:
a. Data Lapangan
Data lapangan merupakan data aktual kondisi lereng pada domain 2 dan
4 PT. XYZ. Pengambilan data yang dilakukan yaitu dengan melakukan
pengukuran struktur batuan dengan metode line mapping sepanjang
dinding tambang.
b. Data Historikal Perusahaan
Data historikal yang diperoleh dari perusahaan sebagai penunjang
dalam penelitian, yaitu peta topografi, blok model RMR, Line Mapping
dan data pengeboran geoteknik.

15
3. Tahap pengolahan dan analisis data

Pada tahap ini data yang dikumpulkan diolah dan selanjutnya dilakukan
analisis data. Analisis data yang dilakukan yaitu klasifikasi slope mass rating
(SMR) dan analisis kinematik, berdasarkan data RMR, dan Line Mapping.
a. Klasifikasi slope mass rating (SMR)
Slope Mass Rating (SMR) merupakan modifikasi dari sistem Rock Mass
Rating (RMR) yang dikembangkan oleh Bieniawski 1989. Parameter
yang dibutuhkan untuk klasifikasi Slope Mass Rating (SMR) antara lain
Arah kemiringan (Dip Direction) dari permukaan lereng (αs), arah
kemiringan (Dip Direction) bidang diskontinuitas (αj), dan sudut
kemiringan bidang diskontinuitas (βj). Nilai SMR dapat diperoleh dengan
persamaan berikut (Romana 1985):

SMR = RMRbasic + (F1 x F2 x F3) + F4

Faktor-faktor koreksi (F1, F2 dan F3) adalah faktor koreksi terhadap


orientasi kekar (joint) serta F4 adalah faktor koreksi terhadap metode
penggalian lereng.

b. Analisis Perkuatan Lereng


Analisis Perkuatan Lereng bertujuan untuk mengetahui jenis perkuatan
lereng yang sesuai untuk diterapkan. Parameter yang dibutuhkan dalam
analisis perkuatan lereng yaitu orientasi discontinuitas, geometri lereng,
dan sifat fisik dan mekanik batuan.

4. Tahapan Kesimpulan dan Saran

Rekomendasi system support dan informasi penangan lereng dari hasil


klasifikasi Slope Mass Rating (SMR), menurut Romana, 1985.

16
ANALISIS TINGKAT KESTABILAN LERENG MENGGUNAKAN
METODE SLOPE MASS RATING (SMR) DAN KINEMATIK

Rumusan masalah
1. Penentuan Tingkat Kestabilan Lereng berdasarkan Klasifikasi Slope Mass Rating (SMR), Romana 1985.
2. Analisis Sistem Perkuatan Lereng.
3. Rekomendasi metode penangan lereng daerah penelitian berdasarkan klasifikasi Slope Mass Rating
...(SMR).

PENGAMBILAN DATA

Data lapangan Data Historikal Perusahaan

Line Mapping

Pengukuran Pengukuran Metode Pengeboran


Peta
Geometri bidang Penggalian Model RMR Geoteknik
Topografi
lereng diskontinuitas

PENGELOMPOKAN DATA

ANALISIS DATA

KLASIFIKASI SMR (ROMANA 1985)

SMR = RMRBA SIC + (F1 X F2 X F3) + F4

ANALISIS PERKUATAN LERENG

Rekomendasi System Support


berdasarkan Romana, 1985

Gambar 5. Diagram Alir Metode Penelitian

17
VII. JADWAL KEGIATAN

Bulan Pebruari Maret April Mei


Minggu ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
Studi Literatur
- Perpustakaan dan Jurnal
Investgasi Lapangan
- Pengukuran Geometri Lereng
- Pengukuran Struktur
- Sampling Batuan
Anlisis data data
- Analisis Laboratorium
- Analisis RMR dan SMR
- Pemodelan Slope
Penyusunan Laporan

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Bieniawski, ZT. 1989. Engineering Rock Mass Classifications. Jhon Wiley and Sons, Inc:
Canada.
Gian, Paolo Giani. 1992. Rock Slope Stability Analysis, A.A Balkema: Rotterdam.
Hudson J.A. 1993. Comprehensive Rock Engineering: principles, practice, and project 1st
edition. Universidad Politécnica: Valencia Spain.
Hoek, E. and Bray, J.W. 1981. Rock Slope Engineering 3rd Ed., The Institution Of Mining
and Metallurgy London.
Read, Jhon and Stacey Peter. 2009. Guidelines for Open Pit Slope Design. CSIRO:
Australia.
Sddique, Tariq. Masroor M.A.dkk. 2015. Slope mass rating and kinematic analysis of
slopes along the national highway-58 near Jonk, Rishikesh, India. Journal of Rock
Mechanics and Geotechnical Engineering.
Zhang, Yahua a
dan Xiaohui Liangb. 2015. Application of SMR and Stereographic
Projection Method in the Highway Slope Stability. International Journal of Science
Vol.2 No.5. ISSN: 1813-4890.

18
PROPOSAL TUGAS AKHIR

ANALISIS SISTEM PERKUATAN LERENG


DENGAN KLASIFIKASI SLOPE MASS RATING (SMR)

OLEH:
REZA DENNI
D621 12 020

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN


JURUSAN TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN
KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

GOWA
2017

19

Anda mungkin juga menyukai