Anda di halaman 1dari 12

Anatomi Fisiologi

A. Anatomi

1. Letak
 erletak pada kuadran bagian kiri atas di antara kurvatura duodenum dan limpa.

2. Ukuran
 Panjang: 15 cm

B. Fisiologi
Pankreas merupakan kelenjar eksokrin (pencernaan) sekaligus kelenjar endokrin.
1. Fungsi endokrin
 Sel pankreas yang memproduksi hormon disebut sel pulau Langerhans, yang terdiri
dari sel alfa yang memproduksi glukagon dan sel beta yang memproduksi insulin.
 Glukagon. Efek glukagon secara keseluruhan adalah meningkatkan kadar glukosa
darah dan membuat semua jenis makanan dapat digunakan untuk proses energi.
Glukagon merangsang hati untuk mengubah glikogen menurunkan glukosa (glikogenolisis)
dan meningkatkan penggunaan lemak dan asam amino untuk produksi energi. Proses
glukoneogenesis merupakan pengubahan kelebihan asam amino menjadi karbohidrat
sederhana yang dapat memasuki reaksi pada respirasi sel.Sekresi glukagon dirangsang
oleh hipoglikemia. Hal ini dapat terjadi pada keadaaan lapar atau selama stres fisiologis,
misalnya olahraga.
 Insulin. Efek insulin adalah menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
penggunaan glukosa untuk produksi energi. Insulin meningkatkan transport glukosa dari
darah ke sel dengan meningkatkan permeabilitas membran sel terhadap glukosa (namun
otak, hati, dan sel-sel ginjal tidak bergantung pada insulin untuk asupan glukosa). Di dalam
sel, glukosa digunakan digunakan pada respirasi sel untuk menghasilkan energi. Hati dan
otot rangka mengubah glukosa menjadi glikogen (glikogenesis) yang disimpan untuk
digunakan di lain waktu. Insulin juga memungkinkan sel-sel untuk mengambil asam lemak
dan asam amino untuk digunakan dalam sintesis lemak dan protein (bukan untuk produksi
energi). Insulin merupakan hormon vital; kita tidak dapat bertahan hidup untuk waktu yang
lama tanpa hormon tersebut. Sekresi insulin dirangsang oleh hiperglikemia. Keadaan ini
terjadi setelah makan, khususnya makanan tinggi karbohidrat. Ketika glukosa diabsorbsi
dari usus halus ke dalam darah, insulin disekresikan untuk memungkinkan sel
menggunakan glukosa untuk energi yang dibutuhkan segera. Pada saat bersamaan,
semua kelebihan glukosa akan disimpan di hati dan otot sebagai glikogen.

2. Fungsi eksokrin
 Kelenjar eksokrin pada paankreas disebut acini, yang menghasilkan enzim yang terlibat
pada proses pencernaan ketiga jenis molekul kompleks makanan.
 Enzim pankreatik amilase akan mencerna zat pati menjadi maltosa. Kita bisa
menyebutnya enzim “cadangan” untuk amilase saliva.
 Lipase akan mengubah lemak yang teremulsi menjadi asam lemak dan gliserol.
Pengemulsifan atau pemisahan lemak pada garam empedu akan meningkatkan luas
permukaan sehingga enzim lipase akan dapat bekerja secara efektif.
 Tripsinogen adalah suatu enzim yang tidak aktif, yang akan menjadi tripsin aktif di dalam
duodenum. Tripsin akan mencerna polipeptida menjadi asam-asam amino rantai pendek.
 Cairan enzim pankreatik dibawa oleh saluran-saluran kecil yang kemudian bersatu
membentuk saluran yang lebih besar, dan akhirnya masuk ke dalam duktus
pankreatikus mayor. Duktus tambahan juga bisa muncul. Duktus pankreatikus mayor bisa
muncul dari sisi medial pankreas dan bergabung dengan duktus koledokus komunis untuk
kemudian menuju ke duodenum.
 Pankreas juga memproduksi cairan bikarbonat yang bersifat basa. Karena cairan
lambung yang memasuki duodenum bersifat sangat asam, ia harus dinetralkan untuk
mencegah kerusakan mukosa duodenum. Prose penetralan ini dilaksanakan oleh natrium
bikarbonat di dalam getah pankreas, dan pH kimus yang berada di dalam duodenum akan
naik menjadi sekitar 7,5.
 Sekresi cairan pankreas dirangsang oleh hormon sekretin dan kolesistokinin, yang
diproduksi oleh mukosa duodenum ketika kismus memasuki intestinum tenue.
 Sekretin meningkatkan produksi cairan bikarbonat oleh pankreas, dan kolesistokinin
akan merangsang sekresi enzim pankreas.
Definisi

Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth,
2009).
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif. (Arjatmo, 2012).
Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Mellitus sebagai berikut :
1. Tipe 1 : Diabetes Mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe 2 : Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes Mellitus Gestasional (GDM)

Etiologi

1. Diabetes tipe I :
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan
genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-
sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi
selbeta.
2. Diabetes tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor risiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

Patofisiologi

1. Diabetes tipe I: ada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan


insulin dikarenakan sel-sel beta pankreas sudah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yg tidak terukur oleh hati. Di
samping itu glukosa yg berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meski
tetap berada dalam darah & menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah
makan). Apabila konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak bisa
menyerap kembali semua glukosa yg tersaring ke luar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yg berlebihan di ekskresikan ke dalam
urin, ekskresi ini dapat disertai pengeluaran cairan & elektrolit yg berlebihan. Kondisi
ini disebut diuresis osmotik yang Merupakan akibat dari kehilangan cairan berlebihan,
pasien bakal mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) & rasa haus
(polidipsia). Defisiensi insulin pula dapat menggangu metabolisme protein & lemak yg
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien akan mengalami peningkatan selera
makan (polifagia), akibat adanya penurunan simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan & kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
terjadinya glikogenolisis (pemecahan glukosa yg disimpan) & glukoneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino & substansi lain), tetapi pada
penderita defisiensi insulin, proses ini bakal terjadi tanpa gangguan & selanjutnya bisa
saja menimbulkan hiperglikemia. Di Samping itu dapat terjadi pemecahan lemak yg
mengakibatkan peningkatan produksi tubuh keton yg merupakan product samping
pemecahan lemak. Tubuh keton yaitu asam yg menggangu keseimbangan asam basa
tubuh apabila jumlahnya terlalu berlebihan. Ketoasidosis yg diakibatkannya akan
menyebabkan tanda-tanda & gejala seperti nyeri pada abdomen, merasa mual,
muntah, hiperventilasi, nafas berbau aseton & apabila tak ditangani bakal
menimbulkan perubahan kesadaran, koma bahkan menyebabkan terjadi kematian.
Pemberian insulin dengan cairan & elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki
dengan cepat kelainan metabolik yang terjadi tersebut & mengatasi gejala hiperglikemi
serta ketoasidosis. Diet & latihan disertai pemantauan kadar gula darah yg sering ialah
komponen terapi yg penting.
Diabetes tipe II: pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yg berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin & gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
bakal terikat dengan reseptor khusus yang pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi sebuah rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan adanya sebuah penurunan reaksi intrasel ini. Dengan begitu insulin menjadi
tak efektif buat menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin & untuk mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus adanya sebuah peningkatan jumlah insulin yg disekresikan. Pada
penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yg
berlebihan & kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat yg normal atau sedikit
meningkat. Namun demikian, seandainya sel-sel beta tak bisa mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa bakal meningkat &
berlangsung diabetes tipe II. Meski terjadi gangguan sekresi insulin yg merupakan ciri
khas DM tipe II, tetapi masih terdapat insulin dengan jumlah yg adekuat buat
mencegah pemecahan lemak & produksi badan keton yg menyertainya. Lantaran itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Walau begitu, diabetes tipe II
yg tidak terkontrol bakal menimbulkan masalah akut yang lain yg disebut sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II seringkali terjadi pada penderita diabetes yg berumur lebih dari 30 th &
obesitas. Akibat intoleransi glukosa yg berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) &
progresif, sehingga awitan diabetes tipe II bisa terjadi tanpa terdeteksi. Apabila
gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan & bisa mencakup
kelelahan, poliuria, iritabilitas, polidipsi, luka pada kulit yg lama sembuh-sembuh,
infeksi vagina atau pandangan yg kabur (apabila kadra glukosanya sangat tinggi).
Manifestasi Klinis
1. Diabetes tipe I
- Hiperglikemia berpuasa
- Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
- Keletihan & kelemahan
- Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah,
ada perubahan tingkat kesadaran, koma, bahkan menyebabkan kematian)
2. Diabetes tipe II
- Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
- Komplikasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
- Gejala umumnya bersifat ringan mencakup keletihan, gampang tersinggung, poliuria,
polidipsia, luka pada kulit yg sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur

Pemeriksaan Penunjang

- Glukosa darah : gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200 mg/dl, 2
jam sesudah pemberian glukosa.

- Asam lemak bebas : kadar lipid & kolesterol meningkat

- Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.

- Osmolalitas serum : meningkat namun umumnya < 330 MOsm/I

- Elektrolit : Na bisa saja normal, meningkat/menurun, K normal atau terjadi peningkatan


semu seterusnya akan menurun, fosfor sering menurun.

- Trombosit darah : Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis & hemokonsentrasi yaitu


respon pada stress atau infeksi.

- Gas darah arteri : menunjukkan Ph rendah & penurunan HCO3

- Ureum/kreatinin : kemungkinan meningkat atau normal

- Insulin darah : mungkin saja menurun/ tak ada (Type I) atau normal sampai tinggi
(Type II)
- Urine : gula & aseton positif

- Kultur & sensitivitas : mungkin saja adanya ISK, infeksi pernafasan & infeksi luka.

Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplilasi vaskuler serta
neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa
darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaann diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan Kesehatan

Komplikasi

Komplikasi yg berkaitan dengan ke-2 jenis DM (Diabetes Melitus) digolongkan sebagai


akut & kronik. (Mansjoer dkk, 2017)
Komplikasi akut
Komplikasi akut bisa terjadi karena sebuah akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah.
Hipoglikemia / Koma Hipoglikemia
Hipoglikemik yakni kadar gula darah yg rendah. Kadar gula darah yg normal 60-100
mg% yg bergantung pada berbagai kondisi. Salah satu bentuk dari kegawatan
hipoglikemik yaitu koma hipoglikemik. Pada kasus spoor atau koma yg tak diketahui
sebabnya sehingga mesti dicurigai sebagai suatu hipoglikemik & merupakan alasan
untuk pembarian glukosa. Koma hipoglikemik kebanyakan disebabkan oleh overdosis
insulin. diluar itu dapat juga disebabkan oleh karana terlambat makan atau olahraga
yg berlebih.

Asuhan Keperawatan

Pengkajian
a. Keluhan Utama
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nafas pasien mungkin berbau aseton
pernapasan kussmaul, nyeri abdomen, poliuri, polidipsi, penglihatan yg kabur,
kelemahan & sakit kepala.
b. Riwayat kesehatan saat ini
Berisi mengenai kapan awal mula terjadinya penyakit (Coma Hipoglikemik, KAD/
HONK), factor penyebab terjadinya penyakit ini, serta upaya yg sudah dilakukan oleh
penderita untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan dulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yg ada kaitannya dengan
defisiensi insulin contohnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung,
obesitas, ataupun arterosklerosis, tindakan medis yg pernah di dapat ataupun obat-
obatan yg biasa dipakai oleh si penderita.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat atau adanya factor resiko, riwayat keluarga mengenai penyakit, obesitas,
riwayat pankreatitis kronik, riwayat pernah melahirkan anak lebih dari berat 4 kg,
riwayat glukosuria selama stress (kehamilan, pembedahan, trauma, sebuah infeksi)
atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid, kontrasepsi oral).
e. Riwayat psikososial
Mencangkup informasi mengenai prilaku, emosi, dan perasaan yg dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga pada penyakit penderita.
f. Kaji terhadap manifestasi Diabetes Mellitus : poliuria, polifagia, polidipsia,
penurunan berat badan, pruritus vulvular, gangguan penglihatan, kelelahan, peka
rangsang, & kram otot. Temuan ini menunjukkan rintangan elektrolit & terjadinya
komplikasi aterosklerosis.
g. Kaji pemahaman pasien tentang kondisi, tindakan, pemeriksaan diagnostik &
mengenai tindakan perawatan diri buat mencegah komplikasi.

Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan sealama 2x24jam pasien dapat
menunjukkan status nutrisi.
Kriteria Hasil : Status Nutrisi

Kriteria Hasil Dipertahanka Ditingkatkan


n
Asupan gizi 3 5
Asupan makanan 3 5
Asupan cairan 3 5
Energi 3 5
Rasio berat 3 5
badan/tinggi badan

Intervensi :
a. Manajemen gangguan makan
- Tentukan pecapaian berat badan harian sesuai keinginan
- Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik dengan klien
- Timbang berat badan klien secara rutin
- Monitor asupan kalori makan harian
- Monitor tanda-tanda fisiologis jika diperlukan
b. Manajemen nutrisi
- Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi
- Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki pasien
- Tentukan jumlah kalori dan jumlah nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi
persyaratan gizi
- Intruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi
- Atur diet yang diberikan

2. Nyeri akut
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam pasien dapat
mengontrol nyeri.
Kriteria hasil : Mengontrol nyeri

Kriteria hasil Dipertahankan Ditingkatkan


Mengenali kapan nyeri terjadi 3 5
Menggambarkan faktor 3 5
penyebab
Mengenali apa yang terkait 3 5
dengan gejala nyeri
Mengenali apa yang terkait 3 5
dengan gejala nyeri
Melaporkan nyeri yang 3 5
terkontrol

Intervensi :

a. Pemberian analgesik

- Cek adanya alergi obat

- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, & keparahan nyeri sebelum mengaobati pasien

- Monitor ttv sebeleum & sesudah memberikan analgesic

- Berikan analgesic sesuai waktu paruhnya, terutama pada nyeri yang berat
- Cek perintah pengobatan melalui obat, dosis, & frekuensi obat analgesic yang
diresepkan

b. Manajemen nyeri

- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif yang meliputi (lokasi, karakteristik,


durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, & faktor pencetus)

- Pastikan perawatan analgesic bagi pasien dilakukan dengan pemantauan yang ketat

- Dorong pasien untuk memonitor nyeri & menangani nyerinya dengan tepat

3. Risiko kekurangan volume cairan


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1x24jam diharapkan klien
tidak mengalami kekurangan volume cairan
Kriteria Hasil : Hidrasi

Kriteria Hasil Dipertahankan Ditingkatkan


Turgor kulit 3 5
Membran mukosa 3 5
lembab
Intake cairan 3 5
Output urin 3 5
Serum sodium 3 5

Intervensi :
Monitor cairan
- Tentukan jumlah dan jenis intake/asupan cairan serta kebiasaan eliminasi
- Monitor berat badan
- Monitor asupan dan pengeluaran
- Monitor nilai kadar serum
- Monitor kadar serum albumin dan protein total
- ketahanan
4. Risiko syok
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1x24jam diharapkan klien
tidak mengalami syok
Kriteria Hasil : Keparahan syok: Anafilaksis
Kriteria Hasil Dipertahankan Ditingkatkan
Penurunan tekanan 3 5
darah sistolik
Penurunan tekanan 3 5
darah diastolik
Peningkatan laju 3 5
jantung
Aritmia 3 5
Sesak nafas 3 5

Intervensi :
Pencegahan syok
- Monitor terhadap adanya respon kompensasi awal syok
- Monitor terhadap adanya tanda-tanda respon sindroma inflamasi sistemik
- Monitor terhadap tanda awal adanya alergi
- Monitor status sirkulasi
- Monitor terhadap adanya tanda ketidakefektifan perfusi oksigen ke jaringan.

5. Kerusakan integritas kulit


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan 1x24jam diharapkan integritas
kulit tetap terjaga.
Kriteria Hasil : Integritas Jaringan: Kulit & Membran Mukosa

Kriteria Hasil Dipertahankan Ditingkatkan


Suhu kulit 3 5
Sensasi 3 5
Elastisitas 3 5
Hidrasi 3 5
Keringat 3 5

Intervensi :

a. Pengecekan kulit

- Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya kemerahan, kehangatan
ekstrim, edema, dan drainase.

- Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edema, dan ulserasi pada
ekstremitas.

- Monitor warna dan suhu kulit.

- Monitor kulit adanya ruam dan lecet.

- Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan dan kelembaban.

- Monitor sumber tekanan dan gesekan.


b. Perawatan luka

- Monitor karakteristik luka, termasuk drainase, warna, ukuran, dan bau.

- Ukur luas luka yang sesuai.

- Berikan perawatan ulkus pada luka kulit, yang diperlukan.

- Oleskan salep yang sesuai dengan kulit/lesi.

- Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka.

6. Risiko infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x24jam diharapkan
tidak terjadi infeksi
Kriteria Hasil : Keparahan Infeksi

Kriteria Hasil Dipertahankan Ditingkatkan


Kemerahan 3 5
Cairan [luka] yang 3 5
berbau busuk
Hipotermia 3 5
Ketidakstabilan suhu 3 5
Nyeri 3 5

Intervensi :
a. Kontrol infeksi
- Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk setiap pasien
- Ganti peralatan perpasien sesuai protokol industri
- Isolasi orang yang terkena penyakit menular
- Pertahankan tekhnik isolasi yang sesuai
- Batasi jumlah pengunjung
b. Perlindungan infeksi
- Monitor adanya tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Batasi jumlah pengunjung yang sesuai
- Skrining semua pengunjung terkait penyakit menular
- Pertahankan asepsis untuk pasien berisiko

Daftar Pustaka
Arjatmo Tjokronegoro, (2012). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Cet 2.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI,

Carpenito, (2010). Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 8 alih bahasa
YasminAsih, Jakarta : EGC.

Ikram, Ainal, (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia
Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI.

Anda mungkin juga menyukai