Anda di halaman 1dari 15

Tugas Perinatologi Kepada Yth:

Handre Putra dr. Eny Yantri, SpA (K)

PERANAN VITAMIN D PADA SEPSIS BAYI PRETERM

Pendahuluan

Hubungan antara vitamin D dengan infeksi sudah diketahui lebih dari seratus

tahun yang lalu, pertama kali diteliti pada anak dengan ricket lebih rentan terkena

infeksi saluran pernafasan. Tahun 1903 penghargaan Nobel Prtze bidang

kedokteran dan fisiologi diberikan pada Niels Finsen untuk penemuan paparan

sinar matahari terapi efektif untuk tuberculosis (TB) cutaneous. Hal ini dipahami

bahwa sinar matahari meningkatkan sintesis photocutaneus vitamin D. Sebelum

penggunaan antibiotik, minyak ikan kod yang mengandung vitamin D3 yang

digunakan untuk mengobati TB paru dan mencegah infeksi pernafasan. Saat

antibiotik tersedia luas, ketertarikan terhadap vitamin D ikut berkurang.

Kemudian tahun 1980 vitamin D memiliki peranan penting terhadap imunitas

alami dan didapat. Defisiensi vitamin D adalah kadar 25-hydroxyvitamin D <20

ng per milliliter dan dikatakan insufisiensi adalah kadarnya berada di antara 21

dan 29 ng per milliliter.1

Prevalensi defisiensi vitamin D cukup tinggi selama trimester pertama dan

ketiga dibandingkan dengan trimester ketiga pada ibu hamil. Faktor utama yang

menentukan konsentrasi vitamin D selama periode janin dan bayi baru lahir

adalah konsentrasi vitamin D ibu. Kadar vitamin D yang rendah pada ibu

merupakan predisposisi risiko tinggi insufisiensi dan defisiensi vitamin D pada

bayi baru lahir terutama pada bayi preterm.2 Grant WB (2009) melaporkan bahwa
1
insufisiensi vitamin D adalah faktor risiko sepsis. Vitamin D mengatur ekspresi

endogen peptida antimikroba pada sel imun dan meningkatkan potensial vitamin

D memodulasi respons imun terhadap infeksi.3 Pada referat ini berfokus dalam

peranan vitamin D pada neonatal sepsis bayi preterm.

Metabolisme Vitamin D

Terdapat 2 bentuk utama vitamin D yaitu vitamin D2 (ergocalciferol) dan vitamin

D3 (cholecalciferol). Vitamin D2 berasal dari tanaman dan ikan sedangkan

vitamin D3 diperoleh dari baik produk olahan susu atau melalui konversi

7‑dehydrocholesterol di kulit melalui paparan sinar ultraviolet (UV) B.4

Selama paparan ultraviolet radiasi B (UVB) matahari, 7-

dehydrocholesterol di kulit dirubah menjadi provitamin D3, yang segera dirubah

menjadi vitamin D3 dalam proses panas. Vitamin D (D2 atau D3 atau keduanya)

akan diangkut ke hati dan terikat oleh alfa globulin (vitamin D binding protein)

dan sebagian kecil oleh albumin dan lipoprotein. Dalam hati, oleh enzim

hidroksilase (mitokondria dan mikrosom) diubah menjadi 25-hydroxyvitamin D,

calcidol, yang merupakan bagian terbesar metabolit vitamin D yang berada di

dalam sirkulasi.5 25-hydroxyvitamin D selanjutnya dibawa ke ginjal dan diubah

menjadi bentuk aktifnya berupa 1,25-dihydroxyvitamin D oleh enzim 1-α

hydroxylase (CYP27B1). Langkah hidroksilasi tersebut dikendalikan oleh

berbagai faktor, beberapa yang paling penting adalah hormon paratiroid, fosfor,

kalsium serum, dan 1,25 dihydrokolekalsiferol itu sendiri.6

Tulang menghasilkan Fibroblast growth factor 23 (FGF23) yang dapat

menghambat sintesis 1,25-dihydroxyvitamin D. Absorbsi kalsium di ginjal serta

2
kalsium dan fosfat di usus meningkatkan 1,25-dihydroxyvitamin D yang

selanjutnya dapat menginduksi enzim 24-hydroxylase (CYP24) untuk

mengkatabolisme 25-hydroxyvitamin D dan 1,25-dihydroxyvitamin D menjadi

bentuk inaktif berupa calcitroic acid.4,5

1,25-dihydroxyvitamin D meningkatkan absorbsi kalsium di usus melalui

interaksi kompleks reseptor vitamin D reseptor (VDR), retinoid acid x (RXR).

Tanpa vitamin D, hanya 10-15% calsium dan 60% fosfat dari makanan yang

diabsorbsi. Interaksi 1,25-dihydroxyvitamin D dengan vitamin D reseptor

meningkatkan absorbsi kalsium sampai 30-40% dan fosfat sampai 80%.4,5,7

Reabsorbsi kalsium ditingkatkan oleh hormon paratiroid dan merangsang

ginjal untuk memproduksi 1,25-dihydroxyvitamin D. Osteoblast juga diaktifkan

oleh 1,25-dihydroxyvitamin D dan hormon paratiroid, yang merangsang

perubahan proosteoclast menjadi osteoclast matur. Osteoclast matur selanjutnya

merubah kalsium dan fosfat dari tulang serta mempertahankan kadar kalsium dan

fosfat dalam darah.4,5 Proses metabolisme dan absorpsi Vitamin D dapat dilihat

pada gambar 1.

3
Gambar 1. Metabolisme vitamin D pada hati.8

4
Fisiologi Vitamin D

1,25‑dihydroxivitamin D mengatur metabolism kalsium dengan cara

meningkatkan absorpsi kalsium intestinal dan memobilisasi kalsium dari tulang

dan efek lainnya pada organ tubuh lain. 1,25(OH)2D memiliki peranan

pleomorphic baik pada sistem saraf (terlibat dalam proliferasi, diferensiasi,

neurotrophism, neuro proteksi, neurotransmisi and neuroplasticity) maupun pada

sistem kekebalan tubuh (imunitas alami dan didapat). Vitamin D mempengaruhi

imunitas alami melalui peningkatan kemotaxis dan fagositosis oleh makrofag dan

produksi protein anti-mikroba seperti cathelicidin LL37.4

Status Vitamin D pada Bayi Preterm

Konsentrasi 25-hydroxyvitamin D pada bayi saat persalinan ditentukan oleh status

vitamin D ibu selama kehamilan, dengan pengaruh konsentrasi maternal 50-70%.

Oleh karena itu, risiko bayi baru lahir dengan defisiensi vitamin D tinggi pada ibu

defisiensi vitamin D dan semakin meningkat dengan faktor risiko warna kulit

gelap, tinggal di daerah ketinggian, serta kurang terkena paparan sinar matahari. 9

Park dkk (2016) melaporkan bahwa 91.7% bayi preterm (usia gestasi <37

minggu) adalah defisiensi vitamin D, 51.5% defisiensi berat (usia gestasi <32

minggu). Tidak terdapat perbedaan statistik antara usia gestasi dan berat badan

lahir antara kelompok defisiensi vitamin D berat dan tidak berat. Pada studi Park

dkk (2016) 80% bayi preterm (usia gestasi <32 minggu) adalah defisiensi vitamin

D deficient, 45% adalah defisiensi berat dan konsentrasi 25-hydroxyvitamin D

adalah 14.3 ng/mL. Usia gestasi dan berat badan lahir ikut berpengaruh pada

kejadian defisiensi vitamin D.2 Studi Choi dkk (2015) melaporkan risiko lebih

5
tinggi defisensi vitamin D diamati pada trimester pertama dibandingkan trimester

ketiga.10 Lee menyimpulkan bahwa perbedaan status vitamin D tiap individu

berbeda dipengaruhi oleh pigmentasi kulit, cuaca dan ketinggian, efeknya

dipengaruhi dengan paparan kulit oleh sinar matahari.

Beberapa peneliti menyimpulkan tidak terdapat hubungan jelas antara

konsentrasi 25-hydroxyvitamin D dan usia gestational. Sebaliknyam peneliti lain

melaporkan terdapat hubungan risiko terjadi defisiensi vitamin D pada bayi

preterm dibandingkan bayi aterm.5 Burris dkk (2012) melaporkan bahwa 25%

bayi dengan usia gestasi <32 minggu dan 7% bayi dengan usia gestasi 32-36

minggu mengalami defisiensi vitamin D, serta bayi dengan usia gestasi <32

minggu memiliki kecendrungan tinggi mengalami defisiensi vitamin D.11

Onwuneme dkk (2015) dalam studinya melaporkan kadar vitamin D yang

rendah pada bayi preterm saat lahir berhubungan peningkatan kebutuhan oksigen,

peningkatan lamanya pemberian ventilasi tekanan positif (VTP) selama tindakan

resusitasi, dan mendapatkan bantuan ventilasi.12 Centikaya dkk (2015)

menejelaskan rendahnya kadar vitamin D pada ibu dan anak berhubungan dengan

perkembangan BPD pada bayi preterm. 13

ASI hanya mengandung vitamin D 20 IU/L dan lebih rendah jika ibu juga

menderita defisiensi vitamin D. oleh karena itu, pemberian ASI eksklusif

membutuhkan suplementasi vitamin D bahkan pada anak lahir aterm. WHO

merekomendasikan vitamin D harian 400-1000 IU vitamin D3. Mitigasi defisiensi

vitamin D pada ibu dengan faktor risiko tinggi melahirkan bayi preterm dengan

memberikan suplementasi vitamin D pada ibu hamil dan menyediakan ASI yang

difortifikasi oleh vitamin D.5

6
Vitamin D dan Sistem Imun

Vitamin D memiliki peranan penting pada banyak fungsi sistem imun alamiah.

Sistem imun alamiah diawali pada sistem epithelial sebagai barrier antara bakteri

dan virus pada lingkungan dan host.14 Antimicrobial peptides (AMPs) adalah

komponen utama pada sistem imun alamiah dan memiliki efek antibakteri,

antiviral dan antifungal yang cukup luas. Manusia memiliki dua kelompok AMPs,

defensins dan cathelicidins, yang bersifat bakterisida melalui formasi pada pori sel

membran bakteri. Cathelicidin, hCAP-18, dikenal juga dengan LL-37, memiliki

mekanisme bergantung vitamin D pada konsentrasi cukup di sirkulasi 25(OH)D

diperlukan untuk produksi cathelicidin optimal oleh makrofag. Toll-like receptors

(TLRs) pada membrane plasma makrofag mengenal antigen bakteri seperti

lipopolysaccharide (LPS) dan mengaktivasi jalur signal yang mempromosikan

antigen processing, fagositosis, dan produksi tumor necrosis factor α (TNF-α)12

Studi Liu dkk (2007) menunjukkan terdapat stimulasi lain pada makrofag manusia

oleh ligan TLR dan sirkulasi 25(OH)D mengatur ekspresi VDR (vitamin D

receptor) dan gen vitamin D-1-hydroxylase sehingga menginduksi pembentukan

cathelicidin dan membunuh bakteri secara intraselular.1,15

7
Gambar 2. Mekanisme antara metabolism vitamin D dan aksinya pada
sistem imunitas alami.1

Sistem imunitas didapat sangat tergantung dengan vitamin D. Lebih dari 100 gen

diidentifikasi dengan target 1, 25-dihydroxyvitamin D pada sel T helper (Th). Sel

dendritik yang mempresentasikan antigen ke sel T dihambat differesiasi dan

aktivasinya oleh 1, 25-dihydroxyvitamin D. Produksi sitokin Th termasuk IL-2,

IFN-γ, and TNF-α diatur oleh 1,25-dihydroxyvitamin D. Differensiasi sel B dan

produksi immunoglobulin telah ditunjukkan tertekan oleh 1,25-dihydroxyvitamin

D.1

8
Defisiensi Vitamin D pada Sepsis

Telah diketahui bahwa pasien dengan sepsis memiliki prevalensi tinggi defisiensi

vitamin D. Pada eksperimental model hewan sepsis, pemberian 1,25-

dihydroxyvitamin D berhubungan dengan peningkatan parameter koagulasi darah

pada sepsis mengindukasi terjadinya DIC (disseminated intravascular

coagulation). Horiuchi dkk memberikan dosis tunggal LPS bersamaan dengan

1,25-dihydroxyvitamin D pada tikus, hasilnya peningkatan harapan hidup dari 0%

menjadi 39% setelah 48 jam dan disimpulkan analog vitamin D dapat

menghambat endotoksemia. Studi yang lain menggunakan model tikus sepsis

yang diinduksi endotoksin Salmonella enteritidis dan diukur kadar plasma vitamin

D berikatan dengan plasma protein Gc. Peneliti menunjukkan bahwa penurunan

absolut kadar protein Gc pada sepsis awitan dini dan prognostik untuk tingkat

keparahan penyakit. 1,25-dihydroxy-vitamin D dapat memodulasi kadar sitokin

inflamasi dan menghambat LPS induksi aktivasi dan vasodilatasi endotel

vaskular. Kadar serum vitamin D menurun pada sepsis (25(OH) D). Begitu juga

dengan kadar plasma cathelicidin sangat rendah pada pasien kritis dengan sepsis

dibandingkan dengan pasien kritis tanpa sepsis. Temuan ini menunjukkan bahwa

rendahnya 25(OH) D dalam sirkulasi berhubungan dengan rendahnya LL-37

(cathelicidin).1

Jalur vitamin D juga berdampak pada proses infalamasi non-infeksi yang

cukup berat mengakibatkan gangguan sistemik kritis. Penelitian lebih lanjut

diperlukan untuk menjelaskan hubungan antara vitamin D dan AMP pada pasien

dengan penyakit kritis. Hal yang menarik adalah baik kadar cathelicidin maupun

9
defensins tidak dapat memprediksi kematian. Studi McKinney dkk (2011)

menemukan risiko kematian cukup tinggi pada pasien ICU dengan defisiensi

vitamin D (Relative Risk 1.81) dan direkomendasi untuk memeriksa kadar 25(OH)

D dan defisiensi diperbaiki dengan suplementasi. 16

Peranan Vitamin D pada Sepsis Bayi Preterm

Neonatal septikemia masih merupakan satu permasalahan utama penyebab

mortalitas dan morbiditas walaupun telah dilakukan perbaikan pada hygiene,

penemuan agen antibiotic baru dan poten, serta diagnosis yang lebih baik. Sepsis

bertanggungjawab pada 30-50% total kematian bayi baru lahir terutama bayi

preterm. Studi Seliem dkk (2016) di Mesir persalinan pervaginam berisiko paling

tinggi dengan frekuensi sepsis dan dapat dicegah dengan strelisasi yang baik dan

pencegahan intrapartum.17

Studi Cetinkaya dkk (2015) mengamati kadar vitamin D rendah


18
berhubungan dengan kurangnya intake vitamin D ibu selama kehamilan. Studi

Pehlivan dkk (2003) menemukan status vitamin D bayi dipengaruhi oleh secara

lansung paparan sinar matahari dibandingkan intake nutrisi. Simpanan vitamin D

pada bayi baru lahir tergantung pada status vitamin D ibu.19 Insufisiensi vitamin D

berkaitan dengan meningkatnya kerentanan terhadap penyakit infeksi pada

populasi bayi dan anak. Vitamin D memiliki efek immunomodulatori poten yang

berdampak pada sistem imunitas alamiah. Selama proses infeksi, makrofag

mengubah 25(OH)D di sirkulasi menjadi bentuk aktif 1,25(OH)2D, yang

menginduksi ekspresi gen yang meng-encoding AMP seperti cathelicidin dan

defensins. Vitamin D juga menstimulasi gen yang memperkuat tautan sel epitel

10
barrier dan memodulasi sistem imun secara lansung pada aktivasi sel T. Sebagai

tambahan, aktivitas Toll-like receptor-4 (TLR-4), yang bertanggungjawab

memulai respon imun terhadap pathogen spesifik diinduksi oleh vitamin D. Telah

terbukti bahwa vitamin D adalah modulator sistem imunitas alami dan adaptive.

Bukti terbaru menunjukkan variasi yang bermakna pada kadar 25(OH)D yang

terjadi selama inflamasi atau stress.13

Banyak literatur dan temuan kepustakaan melaporkan hubungan antara

defisiensi vitamin D dan sepsis, pemberian vitamin D pada pasien sepsis dapat

dilakukan. Suplementasi vitamin D yang tidak mahal dan terbukti bermanfaat

pada sepsis. Peranan vitamin D pada sistem imun alami dan didapat pada sepsis

preterm perlu penelitian lebih lanjut karena terbatasnya jumlah penelitian yang

fokus pada bayi preterm termasuk implikasi klinis terhadap manajemen terapi

sepsis. Meningkatkan vitamin D serum sehingga menambah ekspresi cathelicidin

cukup untuk meningkatkan outcome pasien sepsis bayi preterm. Suplementasi

vitamin D cukup aman berdasarkan keamanan dan efektivitasnya dengan

toksisitas terjadi apabila intake vitamin D >10.000 IU per hari). Penggantian

vitamin D pada pasien defisiensi diharapkan bermanfaar pada penelitian

selanjutnya sehingga vitamin D menjadi terapi tambahan sepsis.1

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Watkins RR, Yamschikov AV, Lemonovich TL, Salata RA. The role of
vitamin D deficiency in sepsis and potential therapeutic implications.
Elsevier. 2011;07:321-26

2. Park SH, Lee GM, Moon JE, Kim HM. Severe vitamin D deficiency in
preterm infants: maternal and neonatal clinical features. Korean J Pediatr
2015;58(11):427-33

3. Grant WB. Solar ultraviolet-B irradiance and vitamin D may reduce the risk
of septicemia. Dermato-Endocrinology. 2009;1:1-6.

4. Aly H, Abdel-Hady H. Vitamin d and the neonate: an update. Journal of


Clinical Neonatology. 2015;4(1):1-7

5. Bikle D. Non classic actions of vitamin D. J Clin Endocr Metab 2009;94:26-


34.

6. Holick MF. Vitamin D deficiency. N Engl J Med 2007;357:266-81.

7. DeLuca HF. Overview of general physiologic features and functions of


vitamin D. Am J Clin Nutr 2004;80:1689-96

8. Casey CF, Slawson DC, Neal LR. Vitamin D supplementation in infants,


children, and adolescents. AAFP 2010;81(6):745-8.

9. Lee JE, Lee WK, Jeon GW, Sin JB. Vitamin D Status in Early Preterm
Infants. Neonatal Med 2016 August;23(3):143-50

10. Choi R, Kim S, Yoo H, Cho YY, Kim SW, Chung JH, et al. High prevalence
of vitamin D deficiency in pregnant Korean women: the first trimester and the
winter season as risk factors for vitamin D deficiency. Nutrients 2015;7:3427-
48.

11. Burris HH, Rifas-Shiman SL, Camargo CA, Jr., Litonjua AA, Huh SY, Rich-
Edwards JW, et al. Plasma 25-hydroxyvitamin D during pregnancy and
small-for-gestational age in black and white infants. Ann Epidemiol
2012;22:581-6.

12. Onwuneme C, Martin F, McCarthy R, Carroll A, Segurado R, Murphy J, et


al. The association of vitamin D status with acute. J Pediatr 2015;166:1175-
80.

12
13. Cetinkaya M, Çekmez F, Erener-Ercan T, Buyukkale G, Demirhan A,
Aydemir G, et al. Maternal/neonatal vitamin D deficiency: a risk factor for
bronchopulmonary dysplasia in preterms? J Perinatol 2015;35:813-7.
14. Chesney RW. Vitamin D and the magic mountain: the antiinfectious role of
the vitamin. J Peds 2010;156:698-703.

15. Liu PT, Stenger S, Tang D, Modlin RL. Cutting edge: vitamin D mediated
human antimicrobial activity against Mycobacterium tuberculosis is
dependent on the induction of cathelicidin. J Immunol 2007;179:2060-3.

16. McKinney JD, Bailey BA, Garrett LH, Peiris P, Manning T, Peiris AN.
Relationship between vitamin D status and ICU outcomes in veterans. J Am
Med Dir Assoc 2011;12:208-11.

17. Seliem MS, Haie OMA, Mansour AI, Salama SSME. The relation between
vitamin D level and increased risk for early-onset neonatal sepsis in full-term
infants. Medical Research Journal 2016, 15:16–21

18. Cetinkaya M, Cekmez F, Buyukkale G, Erener-Ercan T, Demir F, Tunc T, et


al. Vitamin D deficiency is associated with EOS sepsis in term infants. J
Perinatol 2015; 35:39–45.

19. Pehlivan I, Hatun S, Aydogan M, Babaog LK, Go-kalp AS. Maternal vitamin
D deficiency and vitamin D supplementation in healthy infants. Turk J
Pediatr 2003; 45:315–320.

13
1
Watkins RR, Yamschikov AV, Lemonovich TL, Salata RA. The role of vitamin D deficiency in
sepsis and potential therapeutic implications. Elsevier. 2011;07:321-26
2
Park SH, Lee GM, Moon JE, Kim HM. Severe vitamin D deficiency in preterm infants: maternal
and neonatal clinical features. Korean J Pediatr 2015;58(11):427-33
3
Grant WB. Solar ultraviolet-B irradiance and vitamin D may reduce the risk of septicemia.
Dermato-Endocrinology. 2009;1:1-6.
4
Aly H, Abdel-Hady H. Vitamin d and the neonate: an update. Journal of Clinical Neonatology.
2015;4(1):1-7
5
Bikle D. Non classic actions of vitamin D. J Clin Endocr Metab 2009;94:26-34.
6
Holick MF. Vitamin D deficiency. N Engl J Med 2007;357:266-81.
7
DeLuca HF. Overview of general physiologic features and functions of vitamin D. Am J Clin
Nutr 2004;80:1689-96
8
Casey CF, Slawson DC, Neal LR. Vitamin D supplementation in infants, children, and
adolescents. AAFP 2010;81(6):745-8.
9
Lee JE, Lee WK, Jeon GW, Sin JB. Vitamin D Status in Early Preterm Infants. Neonatal Med
2016 August;23(3):143-50
10
Choi R, Kim S, Yoo H, Cho YY, Kim SW, Chung JH, et al. High prevalence of vitamin D
deficiency in pregnant Korean women: the first trimester and the winter season as risk factors
for vitamin D deficiency. Nutrients 2015;7:3427-48.
11
Burris HH, Rifas-Shiman SL, Camargo CA, Jr., Litonjua AA, Huh SY, Rich-Edwards JW, et al.
Plasma 25-hydroxyvitamin D during pregnancy and small-for-gestational age in black and white
infants. Ann Epidemiol 2012;22:581-6.
12
Onwuneme C, Martin F, McCarthy R, Carroll A, Segurado R, Murphy J, et al. The association
of vitamin D status with acute. J Pediatr 2015;166:1175-80.

14
13
Çetinkaya M, Çekmez F, Erener-Ercan T, Buyukkale G, Demirhan A, Aydemir G, et al.
Maternal/neonatal vitamin D deficiency: a risk factor for bronchopulmonary dysplasia in
preterms? J Perinatol 2015;35:813-7.
14
Chesney RW. Vitamin D and the magic mountain: the antiinfectious role of the vitamin. J Peds
2010;156:698-703.
15
Liu PT, Stenger S, Tang D, Modlin RL. Cutting edge: vitamin D mediated human antimicrobial
activity against Mycobacterium tuberculosis is dependent on the induction of cathelicidin. J
Immunol 2007;179:2060-3.
16
McKinney JD, Bailey BA, Garrett LH, Peiris P, Manning T, Peiris AN. Relationship between
vitamin D status and ICU outcomes in veterans. J Am Med Dir Assoc 2011;12:208-11.
17
Seliem MS, Haie OMA, Mansour AI, Salama SSME. The relation between vitamin D level and
increased risk for early-onset neonatal sepsis in full-term infants. Medical Research Journal 2016,
15:16–21
18
Cetinkaya M, Cekmez F, Buyukkale G, Erener-Ercan T, Demir F, Tunc T, et al. Vitamin D
deficiency is associated with EOS sepsis in term infants. J Perinatol 2015; 35:39–45.
19
Pehlivan I, Hatun S, Aydogan M, Babaog LK, Go-kalp AS. Maternal vitamin D deficiency and
vitamin D supplementation in healthy infants. Turk J Pediatr 2003; 45:315–320.

15

Anda mungkin juga menyukai