Anda di halaman 1dari 6

BUSINESS LEADERSHIP DIKEBUN SAWIT, URGENT… !

Oleh : Friyandito, SP. MM (Praktisi Diklat Sawit)

Bisnis sawit infonya berada di titik mengkhawatirkan. Salah satu indikatornya


adalah harga CPO (Crude Palm Oil) saat ini adalah USD 540/ton dibawah ambang
psikologis USD 570/ton. Jika dirupiahkan dengan kurs 1 USD = 14.150, maka
harga CPO saat ini adalah Rp 7.641.000/ton vs Rp 8.065.500/ton (ambang
psikologis). Ditingkat petani, harga TBS (Tandan Buah Segar) turun mencapai
Rp 900/kg dibawah ambang psikologis Rp 1.000/kg.

A. HARGA CPO TURUN, BISNIS SAWIT MERUGI, KENAPA ?

Kenapa ambang psikologis harga CPO ini penting ?


Ambang psikologis adalah titik keekonomisan suatu bisnis, dimana kondisi
dibawah ambang psikologis maka perusahaan rugi, sedangkan kondisi diatas
ambang psikologis maka perusahaan untung.

Kondisi saat ini > ambang psikologis → perusahaan untung


Kondisi saat ini < ambang psikologis → perusahaan rugi

Untung atau rugi perusahaan sebenarnya bukan murni dihitung dari penjualan
vs HPP, tapi ada faktor konversi kelayakan usaha yang besarnya 1,4 (140%).

Analisa B/C ratio = penjualan = 1,4 atau HPP = Penjualan


HPP 1,4

Kenapa harus 1,4 ?


Sederhananya, margin 40% penjualan akan digunakan perusahaan untuk
membayar pinjaman modal ke bank dan membayar dividen kepada pemegang
saham.

Analisa B/C ratio diatas diterapkan pada ambang psikologis harga CPO, yaitu Rp
8.065.500/ton
HPP = Rp 8.065.500/ton = Rp 5.761.072/ton CPO ~ Rp 5.761/kg CPO
1,4
Untuk menghasilkan 1 kg CPO, perlu faktor konversi dari TBS yang disebut OER
(Oil Extraction Rate) atau rendemen.
OER = kg CPO dihasilkan atau Kg TBS diolah = kg CPO dihasilkan
Kg TBS diolah OER

Misalkan : Rendemen 1 PT = 22%, maka untuk menghasilkan 1 kg CPO


dibutuhkan :
Kg TBS diolah = 1 kg CPO atau kg TBS = 1 kg CPO x 100 = 4,55 kg TBS
22% 22

Misalkan : Biaya pabrik dirinci sebagai berikut :


• biaya langsung olah pabrik = Rp 80/kg TBS
• biaya tidak langsung olah pabrik = Rp 30/kg TBS
• biaya depresiasi asset = Rp 20/kg TBS
• biaya pengadaan asset = Rp 30/kg TBS
Total biaya pabrik = Rp 160/kg TBS

Untuk menghasilkan 1 kg CPO dibutuhkan biaya :


• Biaya olah TBS = Rp 160/kg TBS x 4,55 kg TBS = Rp 728
• Biaya beli TBS = Rp 1.000/kg x 4,55 kg TBS = Rp 4.550
Total biaya untuk 1 kg CPO = Rp 5.278

Ambang psikologis harga CPO Rp 5.761/kg vs HPP olah CPO Rp 5.278/kg.

Jika harga beli TBS naik diatas ambang psikologis, misalkan naik menjadi
Rp 1.150/kg TBS, maka biaya HPP 1 kg CPO
• Biaya olah TBS = Rp 160/kg TBS x 4,55 kg TBS = Rp 728
• Biaya beli TBS = Rp 1.120/kg x 4,55 kg TBS = Rp 5.096
Total biaya untuk 1 kg CPO = Rp 5.824
→ diatas harga jual CPO (perusahaan rugi).

HPP CPO diatas belum termasuk biaya transportasi dari PKS ke bulking dan biaya
administrasi untuk penjualan CPO.
Sampai pada titik ini kita sudah melihat hubungan saling keterkaitan antara
HARGA CPO (down) vs OER (down) vs BIAYA PABRIK (up) vs HARGA TBS (up)
→ BISNIS SAWIT (down)

Harga CPO : Un-controlable


OER : Controlable (*)
Biaya Pabrik : Controlable (*)
Harga TBS : Un-controlable + Produksi TBS : controlable (*)

Planter bermain di wilayah yang controlable (*).

B. PERLUNYA BUSINESS LEADERSHIP DI KEBUN SAWIT

Pemahaman HARGA CPO (down) vs OER (down) vs BIAYA PABRIK (up) vs


HARGA TBS (up) → BISNIS SAWIT (down) ini harus disampaikan pada setiap
level karyawan, mulai dari Manager, Askep, Asisten, Mandor 1, Mandor dan
Krani.

Setiap orang perlu dengan segera melakukan langkah – langkah berikut :


1. Hitung berapa nominal potensi income yang dikelola.
2. Hitung berapa nominal biaya kerja yang kelola.
3. Pasang target pribadi vs target perusahaan.
4. Usulkan minimal 1 langkah terobosan dari tanggung jawabnya saat ini.

Contoh :
Mandor panen mengelola 15 orang pemanen.

A. Potensi income
= 15 pemanen x produktivitas Panen 1.700 kg/hari x 25 hari/bulan x @ Rp
1.000/kg = Rp 637,5 juta /bulan

B. Biaya Kerja
= 15 pemanen x 25 hari/bulan x @ 120.000/orang/hari = Rp 45 juta/bulan.

C. Rasio Potensi Income vs Biaya kerja = Rp 637,5 juta/bulan : Rp 45 juta/bulan


= 14,17 → Target Perusahaan
D. Target pribadi mandor : Rasio Potensi Income vs Biaya kerja = 14,4.
Caranya : jika produktivitas naik jadi 1.800 kg, maka upah harian naik jadi Rp
125.000/hari
Rasio kerja = 15 x 1.800 x 25 x 1000 = 675 juta = 14,4
15 x 25 x 125.000 46,875 juta

E. Untuk menaikkan produktivitas, tapi biaya naik rendah, maka usulannya :


1. Panen TBS 1 paket dengan kutib brondolan.
2. Evakuasi TBS manual (angkong) diganti evakuasi system bin (tractor) →
hemat waktu pemanen untuk mengeluarkan buah.
3. Setiap kemandoran dilengkapi dengan trailer mini untuk penyisiran
buah dan brondol.
4. Terobosan lainnya

Contoh :
Mandor pupuk mengelola 15 orang pekerja.

A. Potensi income = 0.

B. Biaya Kerja
Tenaga kerja
= 15 pekerja x 25 hari/bulan x @100.000/orang/hari = Rp 37,5 juta/bulan.
Material
= 700 kg/orang x 15 orang/hari x 25 hari/bulan x @5.000/kg = 1.312,5
juta/bulan
Angkutan
= 2 HK/hari x 25 hari/bulan x @ 100.000/oranghari = 5 juta/bulan
= 1 truk/hari x 2 rit/truk x 25 hari/bulan x @ 500.000/rit = 25 juta/bulan
Total biaya kerja = 1.380 juta/bulan → target perusahaan

C. Rasio Potensi Income vs Biaya kerja = 0


D. Target pribadi mandor = Hemat 5 juta/bulan.
Caranya : jika produktivitas pekerja dinaikkan jadi 1000 kg/hari, upah tetap.
Target kg pupuk = 700 kg/orang x 15 = 10.500 kg
Penabur = 10.500 kg : 1.000 kg/orang = 11 orang
Pengecer = 2 orang

Perbandingan upahnya :
(11 + 2) pekerja x 25 hari/bulan x @ 100.000/orang/hari = Rp 32,5 juta/bulan.

Rp 37,5 juta/bulan (upah awal) vs Rp 32,5 juta/bulan (terobosan) → hemat


5 Juta/bulan.

E. Untuk menaikkan produktivitas, tapi biaya tetap, maka usulannya :


1. Pemupukan pakai system 2 paket, penabur + pengecer dengan
pembagian 5 penabur = 1 pengecer.
2. Pengecer menggunakan angkong untuk mobilisasi pupuk ke titik ecer.
3. Terobosan lainnya.

Ide untuk terobosan ini berbeda – beda tergantung situasi yang dihadapi,
tergantung level jabatan dan tergantung tingkat pemahaman pekerjaannya.
Seringkali ide untuk terobosan ini dianggap aneh bahkan nyeleneh diawalnya,
selama bisa memberikan hitungan dan argument yang benar maka idenya bisa
diterapkan ditempat kerja perusahaan.

C. MENUMBUH KEMBANGKAN BUSINESS LEADERSHIP

Untuk bisa memiliki jiwa bisnis dikebun sawit (business leadership) tidak
diperoleh dengan cara instan, tapi melalui proses pemahaman dan olah pikiran
agar menciptakan sebuah terobosan. Prinsipnya adalah ATM (Amati, Tiru,
Modifikasi).

Jika SDM kebun berpuas diri dengan SOP (Standart Operation Prosedur)
perusahaan, dan malas melihat perkembangan kebun sawit yang dikelola
perusahaan lain, maka siap – siap begitu keluar kebun akan tercengang ketika
melihat orang diluar sudah berlari, sedangkan kita masih berjalan.
Rajin-rajinlah update informasi mengenai perkembangan kebun, baik melalui
media social, surfing di internet maupun ikut seminar dan pelatihan yang
menambah pengetahuan serta meningkatkan kapasitas diri.

Semoga artikel singkat ini bisa menjadi inspirasi bagi para Planters dan
bermanfaat untuk kemajuan Planter Indonesia Hebat.

Komunikasi lebih lanjut dapat dilakukan ke :


Lembaga Diklat Best Planter Indonesia
Telp/ WA : 0812 1997 193 (Friyandito), email : bpi@bestplanterindonesia.com

Anda mungkin juga menyukai