Anda di halaman 1dari 48

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FUNGSI SISTEM MUSKULUSKELETAL

Sistem muskuluskeletal tersusun atas tulang dan sistem skeletal, kartilago (jaringan
ikat), ligament, tendon, dan otot serta sendi skeletal. Tulang bertindak sebagai kerangka
tubuh dan untuk perlekatan otot, tendon, dan ligament, inervasi oleh sistem saraf, kontraksi
dan relaksasi otot memungkinkan gerakan sendi.

A. TULANG

Tulang sistem skeltal di bagi menjadi skleton aksial ( tengkorak , toraks, dan
vertebrata ) dan skelton apendikular ( bahu, lengan , lengan panggul dan tungkai ). Tulang
dari struktur tubuh memberi sokongan untuk jaringan lunak. Mereka akan melindungi organ
vital dari cedera dan bertindak untuk memindahkan bagian tubuh dengan memberi titik
perlekatan dengan otot. Tulang juga bersift sebagai mineral dan bertindak sebagai tempat
untuk hematopoiesis ( pembentukan sel darah ).

B. STRUKTUR TULANG

Sel tulang mencakup osteoblas ( sel yang membentuk tulang ), osteosit ( sel yang
mempertahankan matriks tulang ), osteoklas ( sel yang meresorpsi ), dan sel osteoprogenitor (
sumber semua tulang kecuali osteoklas). Matriks tulang adalah elemen ekstra seluler jaringan
tulang. Tulang terdiri dari atas serabut kolagen, mineral ( terutama kalsium dan fosfat ),
protein , karbohidrat dan substansi dasar. Substansi dasar adalah bahan geletasi yang
mempasilitasi gizi , Sampah , dan gas antar pembuluh darah dan jaringan. Tulang ditutupi
dengan periosteum , jaringan ikat berlapis ganda. Lapisan dalam menjangkarkan tulang.

1
Tulang tersusun atas jaringan ikat kaku yang disebut jaringan oseus, ada dua jenis
yaitu tulang laminar ( tulang kuat dan matur skleton orang dewasa ) dan tulang beranyam (
yang memberikan kerangka sementara untuk menyokong dan ditemukan pada fesus yang
berkembang,sebagai bagian penyembuhan fraktur, dan pada area sekitar tumor dan infeksi
tulang). Ada dua jenis tulang matur: tulang padat dan tulang kanselosa (berongga). Tulang
padat membentuk kulit luar tulang, sedangkan tulang kanselosa ditemukan dibagian dalam
tulang. Tulang kanselosa tersusun atas struktur seperti kisi-kisi (trabekula), dilapisi dengan
sel osteogenik dan diisi dengan sum-sum tulang merah atau kuning. (Porth & Matfin, 2009).

Unit struktur tulang dsarlaminar adalah sistem Havers ( juga di kenal sebagai osteon ).
Sistem Havers terdiri atas kanal sentral, disebut kanal Havers, lapisan konsentrik matriks
tulang, disebut lamella , ruang antara lemella disebut lakuna; Osteosit dan saluran kecil
disebut kanakuli. Bagian berongga pada tulang panjang dan tulang pipih mengandung
jaringan untuk hematopoiesus. Pada orang dewasa, bagian ini disebut rongga sumsum tulang
merah , ada di pusat berongga tulang pipih (khususnya sternum) ddan hanya pada dua tulang
panjang, yaitu humerus dan kepala femur.

2
3
C. BENTUK TULANG

 Tulang panjang memiliki bagian tengah, atau batang disebut diafisis dan dua ujung
lebar disebut esifisis.Diafisis adalah tulang panjang dan memiliki sumsum tulang yang
dilapisi dengan endosteum. Tulang panjang mencakup tulang lengan , tungkai, jari
tangan dan jari kaki.

4
 Tulang pendek disebut dengan tulang kuboid , mencakup tulang pergelangan tangan
dan pergelangan kaki.
 Tulang pipih adalah tulang datar, serta sebagian besar melengkung. Tulang pipih
hampir mecakupseluruh tulang tengorak, sternum dan iga.
 Tulang irreguler tulang berbagai bentuk dan ukuran. Tulang irregler mencakup
vertebrata, skapula, dan tulang gelang panggul.

D. REMODELING TULANG PADA ORANG DEWASA

Meskipun tulang orang dewasa normalnya tidak meningkat dalam hal panjang dan
ukuran, remodeling tulang terjadi secara konstan, dan juga perbaikan jaringan tulang yang
rusak, terjadi sepanjang hidup. Pada proses remodeling tulang,resorpsi tulang dan deposit
tulang terjadi pada semua permukaan periosteal dan endosteal. Hormon dan tekanan dapat
memaksa tulang mengatur proses ini, yang melibatkan aksi kombinasi osteosir, osteoklas,
osteoblas. Tulang yang digunakan, dan dengan demikian menjadi subjek terhadap tekanan,
peningkatan tekanan osteoblastik mereka untuk meningkatkan osifikasi ( perkembangan
tulang). Tulang secara tidak aktif menjalani peningkatan aktivitas osteoklas dan resorpsi
tulang.

Stimulus hormonal untuk remodeling tulang dikendalikan oleh mekanisme umpan


balik negatif yang mengatur kadar kalsium darah. Stimulus ini melibatkan interaksi hormon
paratiroid (PTH) dari kalenjar paratiroid dan kalsitonin dari kalenjar tiroid. Ketika kadar
kalsium darah menurun, PTH dilepaskan; PTH kemudian menstimulasi aktivitas osteoklas
dan resorpsi tulang sehingga kalsium dilepaskan dari matriks tulang. Sebagai akibatnya,
kadar kalsium darah meningkat dan stimulus untuk PTH dilepaskan di akhir. Peningkatan
kadar kalsium darah menstimulasi sekresi kalsitonin, menghambt resorpsi tulang dan
menyebabkan deposit garam kalsium dalam matriks tulang. Dengan demikian, tulang
diperlukan untuk mengatur kadar kalsium darah. Ion kalsium diperlukan untuk transmisi
impuls saraf, melepaskan neurotransmitter, kontraksi otot, pembekuan darah, sekresi
glandular, dan pembelahan sel. Remodeling tulang juga diatur oleh respon tulang untuk
tarikan gravitasi dan untuk tekanan mekanis dari tarikan otot. Tulang yang mengalami
peningkatan tekanan, lebih besar dan lebih berat.

5
E. KARTILAGO

Kartilago adalah jaringan ikat yang kuat dan fleksibel. Tiga jenis kartilago adalah
kartilago elastik (ditemukan pada telinga), kartilago hialin ( yang mengikat iga ke sternum
dan vertebra) banyak kartilago pada pernafasan, kartilago artikular, dan lempeng epifisis, dan
fibrokartilago ( ditemukan pada diskus intervertebra, simfisis, pubis, dan area tempat tendon
menghubungkan ke tulang).

F. OTOT

Tiga jenis jaringan otot dalam tubuh adalah skeletal, otot polos, dan otot jantung. Otot
skeletal melekat dan menutupi tulang skeleton. Otot skeletal meningkatkan pergerakan tubuh,
membantu mempertahankan posisi dan menghasilkan panas tubuh. Mereka dapat digerakkan
dengan pengendalian sadar, volunter atau dengan aktifitas refleks. Tubuh memilki sekitar 600
skeletal.

Otot skeletal adalah berkas tebal pada sel kontraktil multinukleasi paralel disebut
serabut. Setiap serabut otot tunggaal adalah berkas struktur terkecil itu sendiri yang disebut
miofibril. Miofibril adala untai unit berulang lebih kecil yang disebut sarkomer, yang terdiri
atas filament tebal myosin dan filamen tipis aktin, protein yang berkontribusi pada kontraksi
otot. Sel otot skeletal memiliki sifat fungsi khusus:

 Eksitabilitas ; kemampuan untuk menerima dan merespon terhadap stimulus.


Stimulus biasanya neurotransmitter yang dilepaskan oleh neuron dan respons
pembangkitan dan transmisi kerja potensial sepanjang membrane plasma sel otot.
 Kontraktilitas ; kemampuan untuk merespon terhadap stimulus dengan memaksa
pemendekan.
 Ekstensibilitas ; kemampuan untuk merespon terhadap stimulus dengan
memperpanjang dan relaksasi
 Elastisitas ; kemampuanuntuk melanjutkan panjang sehatnya setelah memendek
atau memanjang.

Gerakan otot skeletal dipicu ketika neuron motorik melepaskan asetilkolin,


neurotransmitter yang melintasi percabangan neuromuskular dan mengubah permeabilitas

6
serabut otot. Ion natrium memasuki serabut, menghasilkan potensial aksi yang menyebabkan
kontraksi otot. Semakin banyak serabut yang berkontraksi, semakin kuat kontraksi pada
seluruh otot.

Aktivitas berlebihan yang lama menyebabkan impuls saraf yang kontinyu dan pada
akhirnya mengakibatkan penumpukan asam laktat dan mengurangi energi pada otot atau
kelebihan otot. Akan tetapi, impuls saraf yang kuntinyu berperan juga mempertahankan tonus
otot. Latihan teratur juga dapat meingkatkan ukuran dan kekuatan pada seluruh otot.
Sedangkan kurang penggunaan menyebabkan atrofi otot.

G. SENDI,LIGAMEN, DAN TENDON

Sendi, atau artikulasi, adalah area tempat 2 tulang atau lebih bertemu. Sendi menahan
tulang skeleton bersama saat memungkinkan tubuh untuk bergerak. Sendi dapat
diklasifikasikan berdasarkan pada fungsi sebagai sinartosis, amfiartosis, atau diartosis. Sendi
juga diklasifikasikan berdasarkan struktur sebagai fibrosa, kartilago, atau sinovial. Sendi
fibrosa memungkinkan sedikit atau tidak ada gerakan, karena artikulasi tulang digabungkan
oleh serabut jaringan ikat pendek yang mengikat tulang secara bersamaan, seperti pada sutura
tengkorak, atau dengan korda pendek jaringan fibrosa disebut ligamen, yang memungkinkan

7
gerakan sedikit, tetapi bukan gerakan nyata. Beberapa sendi kartilago, seperti diskus
invertebrata, kartilago hialin berfusi ke lempeng sementara fibrokartilago fleksibel.

Berikut adalah klasifikasi Fungsional Sendi

Jenis Jenis Penjelasan Contoh

Sinartrosis Sendi yang tidak dapat Sutura tengkorak


bergerak
lempeng epifisis

sendi antara iga pertama dan


manubrium sternum

Amfiatrosis Sendi yang sedikit dapat Sendi vertebra


bergerak
Sendi simpisis pubis

Diartrosis Sendi yang dapat bergerak Sendi ekstremitas


bebas.
Sendi bahu

Sendi pinggul

8
Tulang dalam sendi sinovial tertutup oleh rongga yang berisi cairan sinovial, filtrate
plasma darah. Sendi sinovial bebas bergerak memungkinkan banyak jenis gerakan. Cairan
sinovial mengisi ruang bebas kapsula sendi, meningkatkan gerakan halus pada tulang yang
berartikulasi. Bursae adalah kantong kecil cairan sinovial yang melapisi dan melindungi area
tulang yang beresiko tinggi untuk friksi, seperti lutut dan bahu. Sarung tendon adalah bentuk
bursae, tetapi mereka membungkus sekitar tendon pada area mengalami friksi tinggi.

Kapula fibrosa yang melindung sendi sinovial disokong oleh ligamen, ikatan padat
jaringan ikat yang menghubungkan tulang dengan tulang. Ligamen membatasi atau
meningkatkan gerakan, memberikan stabilitas sendi, dan meningkatkan kekuatan sendi.
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa yang menghubungkan otot ke periosteum tulang dan
memungkinkan tulang bergerak ketika otot skeletal berkontraksi. Ketika otot berkontraksi,
peningkatan tekanan menyebabkan tendon menarik, mendorong, atau memutar tulang yang
berkaitan

2.2 MENGKAJI SISTEM MUSKULUSKELETAL

Struktur dan fungsi sistem muskuluskeletal dikaji dengan temuan dari pemeriksaan
diagnostik, wawancara pengkajian kesehatan untuk mengumpulkan data subjektif, dan
pengkajian fisik untuk mengumpulkan data objektif.

1. Pengkajian Umum Sistem Muskuloskeletal


Perawat menggunakan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik untuk
memperoleh data tentang pola pergerakan yang biasa dilakukan seorang. Data tersebut
dikoordinasikan dengan riwayat perkembangan dan informasi tentang latar belakang
sosial dan psikososial pasien.Riwayat kesehatan meliputi informasi tentang aktivitas
hidup sehari-hari, pola ambulasi, alat bantu yang digunakan (misal; kursi roda, tongkat,
walker), dan nyeri (jika ada nyei tetapkan lokasi, lama, dan faktor pencetus) kram atau
kelemahan.
Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis, teliti,dan terarah. Data yang
dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif dengan cara melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik.

9
2. Anamnesa / Wawancara
 Keluhan Utama (PQRST)
 Nyeri
Nyeri merupakan gejala yang tersering ditemukan pada masalah sistem
muskuloskeletal yang perlu diketahui secara lengkap tentang sifa-sifat nyeri.
Kebanyakan klien dengan penyakit atau kondisi traumatik, baik yang terjadi
pada otot, tulang, dan sendi biasanya mengalami nyeri. Nyeri tulang biasanya di
gambarkan sebagai nyeri dalam tumpul yang bersifat menusuk sedangkan nyeri
otot di gambarkan sebagai adanya rasa pegal. Nyeri fraktur bersifat tajam dan
menusuk dan dapat di hilangkan dengan imobilisasi. Nyeri tajam juga di
timbulkan oleh infeksi nyeri tulang akibat spasme otot atau penekanan pada
syaraf sensoris.
Kebanyakan nyeri muskuloskeletal dapat dikurangi dengan istirahat. Memar
sendi atau otot menimbulkan nyeri akan bertambah karena aktivitas. Nyeri pada
satu titik yang terus bertambah menunjukan proses infeksi osteomielitis tumor
ganas, atau komplikasi faskula nyeri menyebar terdapat pada keadaan yang
menimbulkan tekanan pada serabut syaraf nyeri bisa berbeda-beda dan
pengkajian maupun penanganan keperawatannya harus di bedakan pula untuk
masing-masing klien.
Rasa nyeri berbeda antara satu individu dengan individu yang lain berdasarkan
ambang nyeri dan toleransi nyeri masing-masing klien sifat-sifat nyeri perlu
diketahui dapat dikaji menggunakan PQRST.

 Deformitas
Deformitas atau kelainan bentuk menimbulkan suatu keluhan yang
menyebabkan klien meminta pertolongan layanan kesehatan. Perawat perlu
menanyakan berapa lama keluhan di rasakan kemana klien pernah meminta
pertolongan sebelum ke rumah sakit apakah pernah ke dukun urut atau patah
tulang pada beberapa kasus iyang menyebabkan deformitas setelah terjadi
trauma atau patah tulang adalah karena intervensi dukun patah, atau apakah

10
tidak ada tindakan setelah mengalami trauma pengkajian juga untuk mengetahui
apakah keadaan atau masalah kelainan bentuk pada dirinya menyebabkan
perubahan citra diri klien.

 Kekakuan/ ketidakstabilan sendi


Kekakuan atau ketidakstabilan sendi adalah suatu keluhan yang
dirasakan klien menggunakan aktivitasnya sehari-hari dan menyebabkan klien
meminta pertolongan kesehatan. Perawat perlu menanyakan berapa lama
keluhan dirasakan serta sejauh mana keluhan menyebabkan gangguan pada
aktivitas klien.
Kelainan ini bisa bersifat umum (misalnya pada artritis reumatoid,
spondilitis ankilosan) atau bersifat lokal pada sendi-sendi tertentu locking
merupakan suatu kekauan sendi yang terjadi secara tiba-tiba akibat block
mekanis pada sendi oleh tulangj rawan atau meniskus. Perlu diketahui apakah
kelainan pada menyebabkan ketidakstabilan sendi dan diteluri pula penyebabnya
apakah karean kelemahan otot atau kelemahan atau robekan pada ligamen dan
selaput sendi.
 Pembekakaan atau benjolan
Keluhan adanya pembengkakaan ekstrmitas merupakan suatu tanda
adanya bekas trauma yang terjadi pada klien. Pembekaan dapat terjadi pada
jaringan lunak sendi atau tulang hal yang perlu ditanyakan adalah lokasi spesifik
pembekaan sudah berapa lama proses terjadinya trauma sudah meminta
pertolongan kepada siapa saj untuk mengatasi keluhan, dan apakah terjadi
secara perlahan misalnya pada hematoma progresif pembekakaan juga dapat
disebabkan oleh infeksi tumor jinak atau ganas.
 Kelemahan otot
Keluhan adanya kelemahan otot biasanya dapat bersifat umum (misalnya
pada peyakit distrofi muskular) atau bersifat lokal karena gangguan neurologis
gangguan otot (misalnya pada morbushansen, peroneaparalisis, atau pada
penyakit poliomielitis).

11
 Gangguan sensinilitas
Keluhan adanya gangguan sensibilitas muncul apabila terjadi kerusakan
saraf pada upper/lower motor neuron, baik bersifat total maupun menyeluruh.
Gangguan sensibilitas dapat pula terjadi bila ada trauma atau penekanan pada
syaraf. Gangguan sensorik sering berhubungan dengan masalah
muskuluskeletal. Klien mungkin menyatakan mengalami parestesia (perasaan
terbakar atau kesemutan) dan kebas. Perasaan tersebut mungkin akibat
penekanan pada serabut saraf ataupun gangguan peredaraan darah.
Pembengkakan jaringan lunak atau trauma langsung terhadap struktur tersebut
dapat menganggu fungsinya. Kehilangan fungsi dapat terjadi akibat gangguan
struktur saraf dan peredaraan darah yang terletak sepanjang sistem
muskuluskeletal. Status neurofaskular di daerah muskuluskeletal yang terkena
harus dikaji guna memperoleh informasi untuk perencanaan intervensi. Hal ini
yang perlu ditanyakan adalah apakah klien mengalami perasaan yang tidak
normal atau kebas; apakah gangguan ini bertambah berat atau malah makin
berkurang dari permulaan keluhan muncul sampai pada saat wawancara,apakah
keluhan lain yang dirasakan seperti nyeri atau edema; apakah ada perubahan
warna kulit bagian distal dari daerah yang terkena seperti pucat atau sianotik.

 Gangguan atau kehilangan fungsi


Keluhan gangguan dan hilangnya fungsi organ muskulskeletal
merupakan gejala yang sering menjadi keluhan utama. Gangguan atau
hilangnya fungsi baik pada sendi maupun anggota gerak mungkin disebabkan
oleh nyeri, kekakuan sendi, atau kelemahan otot. Anamnesis yang dilakukan
perawat untuk menggali keluhan utama klien adalah berapa lama keluhan
muncul, lokasi atau organ yang mengalami gangguan atau kehilangan fungsi,
dan apakah ada keluhan lain yang menyertai.

 Riwayat Kesehatan
Pengkajian selanjutnya adalah mengenai riwayat kesehatan klien. Dalam
wawancara awal, perawat berusaha memperoleh gambaran umum status kesehatan

12
klien. Perawat memperoleh data subjektif dari klien mengenai awitan masalahnya
dan ada penanganan yang sudah dilakukan. Persepsi dan harapan klien sehubungan
dengan masalah kesehatan dapat mempengaruhi perbaikan kesehatan.

 Identitas klien
Meliputi nama, usia (pengkajian usia klien) gangguan muskulusekeletal
penting karena berhubungan dengan status anastesi dan pemeriksaan
diagnostik tambahan, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan , asuransi
kesehatan, agama,bahasa yang dipakai, status perkawinan,suku
bangasa,tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS), nomor register,diagnosis
medis, dan golongan darah.

 Riwayat penyakit sekarang


Riwayat penyakit sekarang mencakup masalh klien mulai awitan keluhan
utama sampai pengkajian. Keluhan utama nyeri dapat dikaji dengan
menggunakan metode PQRST. Pada klien yang dirawat di rumah sakit,
penting untuk ditanyakan apakh keluhan utama masih sama seperti pada saat
masuk rumah sakit, kemudian tindakan yang sudah dilakukan terhadapnya.
Perawat mengetahui apakh klien pernah mengalami trauma yang menimbulkan
gangguan muskuluskeletal, baik berupa kelainan maupun komplikasi yang
dialami saat ini. Pengkajian lainnya yang juga penting adalah pengkajian status
kesehatan secara umum saat ini.

 Riwayat penyakit dahulu


Perlu ditanyakan penyakit-penyakit yang dialami sebelumnya kemungkinan
mempunyai hubungan dengan masalah klien sekarang, seperti apakah klien
pernah mengalami fraktur atau trauma, apakah klien pernah mengalami
peningkatan kadar gula darah, apkah klien pernah mempunyai tekanan darah
tinggi.
Riwayat opreasi klien perlu ditanyakan karena kemungkinan mempunyai
hubungan dengan keluhan sekarang seperti opresi kasdinoma prostat,

13
karsinoma mamae yang dapat bermetastasis ketulang dengan segala
komplikasinya.
Hal yang lain perlu ditanyakan adalah pengunaan obat-obatan sebelumnya oleh
klien karena dalam menimbulkan komplikasi, misalnya pemakaian kortisem
dapat menimbulkan negrosis avaskular pada panggul. Selain itu ditanyakan
pula pada klien tentang adanya riwayat alergi terhadap obat-obatan.

 Riwayat penyakit keluarga


Penulusuran riwayat keluarga sangat penting karena beberapa penyakit
muskuluskeletal berkaitan dengan kelainan genetik dan dapat diturunkan. Perlu
ditanyakan apakah pada generasi terdahulu ada yang mengalami keluhan sama
dengan keluhan klien saat ini.

 Pengkajian psikosial spiritual


Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,
kognitif, dan perilaku klien. Perawat melakukan pemeruiksaan klien tentang
kapasitas fisik dan intelektual saat ini, yang menentukan tingkat perlunya
pengkajian psikososial spiritual yang seksama. Suatu pemeriksaan mental
meliputi penampilan, perilaku, afek, suasana hati, lafal, isi dan kecepatan
berfikir, persepsi, dan kognitif. Pengkajian status emosi dan mental yang
terkait dengan fisik termasuk pengkajian fungsi serebral (tingkat kesadaran
klien, perilaku dan penampilan, bahasa, fungsi intelektual, termasuk ingatan,
pengetahuan, kemampuan berfikir abstrak, asosiasi, dan penilaian) sebagian
besar pengkajian ini dapat dilakukan ketika interaksi dengan klien dalam
pengkajian lain.

 Kemampuan koping
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga peting di nilai untuk
mengetahui respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien, serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan

14
sehari-hari. Apakah muncul dampak seperti takut cacat, cemas, ketidak
mampuan melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra tubuh.
Pengkajian mengenai mekanisme koping yang biasa digunakan klien semala
stress meliputi :
a. Kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini.
- Apakah klien mengalami situasi krisis atau kehilangan?
- Adakah penerimaan atau penolakan terhadap hal tersebut?
- Apakah klien bertanya atau meminta informasi mengenai
masalah?
- Apakah klien mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan
masalah?
b. Perubahan perilaku akibat stress
- Apakah efek atau mood klien menujukkan kecemasan (gelisa,
insomnia, kontak mata kurang, gemetar, wajah tegang) atau
depresi (afektumpul, tidak berdaya, rasa bersalah,
ketidakmampuan berbicara, apatis, kemampuan harga diri)?
- Apakah telah ada perubahan dalam kebisaan makan, tidur, dan
beraktivitas?
- Apakah klien mengalami kesulitan berkosentrasi terhadap tugas,
tetap produktif, atau menyelesaikan hal-hal kecil?
- Apakah klien mempunyai kecenderungan menunjukkan ledakan
emosi tanpa alasan?
c. Sumber koping
- Apakah klien mampu meminta pertolongan?
- Pada siapa klien bergantung selama krisis? Adakah orang
tersebut ?
- Metode kopping apakah yang terbaik bagi klien selama stress ?
- Berapa lama klien secara normal mengatasi suatu krisis?

15
 Pengkajian sosioekonomispiritual
Bila klien dirawat inap, apakah keadaan ini memberi dampak pada status
ekonomi klien karena perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak
sedikit. Perawat juga memasukkan pengkajian fungsi neurologis dengan
dampak neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu. Perspektif
perawatan dalam mengkaji terdiri atas dua aspek keterbatasan yang
diakibatkan oleh defisit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial
klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung adaptasi terhadap
gangguan neurologis dalam sistem pendukung individu.
Pertanyaan-petanyaan berikut dapat membantu perawat mengkaji lebih lanjut :
a. Kesehatan spiritul meliputi konsep klien mengenai Yang Mahakuasa.
- Apakah klien mempunyai sumber pengharapan, kenyamanan,
kekuatan?
- Ibadah spiritual apa yang penting menurut klien?
- Apakah klien melihat hubungan antara kepercayaan spiritualnya
denga kesehatan atau situasi hidup saat ini?
- Apakah klien membicarakan pentingnya hadir ketempat ibadah
atau melaksaan acara ritual lain?
- Apakah klien mempunyai kitab suci atau benda relijius dalam
ruanganya?
b. Identifikasi ras, budaya, dan suku bangsa
- Apakah latar belakang budaya klien?
- Apakah klien mampu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia
(nasional) atau perlu penerjemah?
- Apa nilai kebudayaan klien yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan?
- Adakah tabu budaya atau acara tabu yang klien ikuti?
- Aps sistem sehat-sakit (dokter, ahli neuralogi, kebatinan, dukun)
atau kepercayaan rakyat yang klien gunakan?

16
- Sampai tingkat mana penyakit dan perawatan dirumah sakit
mempengaruhi kemampuan klien untuk mengikuti norma
budaya?
c. Pekerjaan
- Apakah pekerjaan klien?
- Adakah asuransi kesehatan untuk keluarganya?
- Sampai tingkat mana klien senang terhadap pekerjaannya?
- Apakah penyakit atau perawatan dirumah sakit mengancam
pekerjaan klien?
- Seberapa berat stres yang dialami klien ditempat kerja?
d. Hubungan keluarga
- Siapa saja yang klien anggap sebagai anggota keluarga?
- Bagaimana hubungan klien dengan pasangan, orang tua, saudara,
dan teman?
- Bagaimana pembagian tugas dalam keluarga?
- Bagaimana status pernikahan klien?
- Adakah anggota keluarga dekat yang baru meninggal?
- Bagaimana keluarga secara normal mengatasi stres saat ini?
- Apakah anggota keluarga menghormati pandangan setiap
anggota lainnya?

17
BAB II

A. ASKEP TEORITIS
1. PENGERTIAN
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang. Osteomielitis dapat terjadi proses
akut, subakut, atau kronik. Terjadi sebagai konsekuensi luka penetrasi, bakterimia
(osteomielitis hematogenus), invasi dari focus infeksi bersinggungan, atau kerusakan
kulit dalam adanya insufisiensi vascular (fauci et al.,2008; Mcphee et al., 2008).
Osteomielitis dapat terjadi pada semua usia, tetapi dominan terjadi pada orang dewasa
yang berusia lebih dari 50 tahun.. Fungsi imun cenderung menurun seiring penuaan,
lansia juga lebih cenderung mengalami proses penyakit kronik yang mengenai fungsi
imun. Status sirkulasi pada lansia sering kali menurun akibat proses aterosklerosis,
mengganggu aliran darah ketulang. Lansia memiliki resiko lebih tinggi ulkus tekan
karena perubahan sirkulasi, kulit, sensasi, dan mobilitas akibat penuaan. Ulkus tekan
yang tidak dapat digolongkan dan ditangani karena pembentukan eskar yang
memajankan resiko tertentu. Selain itu, orang lansia mungkin tidak menunjukkan
tanda khas infeksi dan inflamasi, yang memungkinkan proses infeksius ditetapkan
dengan baik sebelum dideteksi. (Priscilla LeMone, Karen M.Burke, Gerene Bauldoff,.
2016).
Osteomielitis terjadi karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis
hematogen) atau, yang lebih sering setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi
(osteomielitis eksogen). Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan
hewan, manusia atau penyuntikan intramuskulus dapat menyebabkan osteomielitsis
eksogen. (Corwin, 2001)
Istilah osteomielitis menandakan peradangan tulang dan rongga sumsum
tulang. Meskipun peradangan tulang dapat disebabkan oleh beragam hal, berdasarkan
perjanjian pemakaian, kata ini dibatasi untuk lesi yang disebabkan oleh infeksi.
Osteomielitis dapat bersifat akut atau kronis dan menyebabkan debilitas (Robbins,
2007)

18
2. ETIOLOGI

- Staphylococcus Aureus

- Salmonella Typhi

- Escherichia Coli

- Penyebaran hematogen dari fokus infeksi di tempat lain : tonsil yang terinfeksi,
infeksi gigi, infeksi saluran napas bagian atas

- Penyebaran infeksi jaringan lunak : ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus
vaskular

- Kontaminasi langsung dengan tulang : fraktur terbuka, cedera traumatik (luka


tembak dan pembedahan tulang)
(Nasrullah Osteomielitis, Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan
2011).

3. PENYEBARAN OSTEOMIELITIS
Osteomielitis selalu dimulai dari daerah metafisis karena pada daerah tersebut
peredaran darahnya lambat dan banyak mengandung sinusoid. Penyebaran
osteomielitis dapat terjadi :
1. Penyebaran kearah korteks, membentuk abses sub periosteal dan selulitis pada
jaringan sekitarnya.
2. Penyebaran menembus periosteum membentuk abses jaringan lunak
3. Penyebaran kearah medulla
4. Penyebaran ke persendian, terutama bila lempeng pertumbuhannya intraartikular
misalnya sendi panggul pada anak-anak.

19
4. KLASIFIKASI
Osteomielitis hematogen akut Osteomielitis kronik

Fase akut ialah fase sejak terjadinya Osteomielitis akut yang tidak diterapi
infeksi secara adekuat, akan berkembang
sampai 10-15 hari menjadi osteomielitis kronis.
Osteomielitis hematogen akut pada
dasarnya adalah penyakit pada tulang
yang sedang tumbuh. Pada anak lelaki tiga
kali lebih sering daripada anak
perempuan. Tulang yang sering terkena
adalah tulang panjang dan tersering
femur, diikuti oleh tibia, humerus, radius,
ulna dan fibula. Bagian tulang yang
terkena adalah bagian metafisis.

Selain itu osteomielitis juga diklasifikasikan ke dalam :


- Osteomielitis hematogen
Osteomielitis yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari fokus lain di dalam tubuh
Osteomielitis yang disebabkan oleh infeksi dari luar tubuh secara langsung.
Contohnya trauma tembus atau fraktur terbuka

5. PATOFISIOLOGI

Proses infeksi akut pada tulang dan berasal dari sumber eksogen atau endogen
(hematogen). Infeksi eksogen dapat berasal dari fraktur terbuka atau jalur eksternal
lain, seperti luka. Osteomielitis hematogen paling sering ditemukan dan terjadi karena
infeksi yang ada menyebar dari fokus lokal. Contoh yang sering ditemukan adalah
infeksi dada, otitis media atau gangguan pada kulit yang lazim terjadi, seperti

20
Qimpetigo atau abses. Biasanya osteomielitis menyerang anak-anak yang berusia 5-16
tahun, dan dapat disebabkan oleh mikroorganisme apapun.
Osteomielitis juga sering ditemukan pada bayi dan anak yang tidak sehat, dan
terjadi dua kali lebih sering pada anak laki-laki daripada perempuan.
Bolus infeksi meninggalkan titik awal infeksi dan berjalan ke arteriola kecil di
dalam metafisis tlang, tempat terjadinya focus infeksi yang baru. Bergantung pada
apakah lempeng epifisis sudah menutup atau belum. Pada bagian metafisis tulang
panjang yang sedang tumbuh dengan cepat yang paling sering terkena infeksi, jika
lempeng epifisis belum menutup.
Mula-mula terhadap focus infeksi di daerah metafisis , lalu terjadi hipertermia
dan edema. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi, tekanan dalam
tulang yang meningkat ini menyebabkan nyeri local yang hebat. Biasanya
osteomielitis akut disertai dengan gejala septisemia, seperti febris, malaise dan
anoreksia. Infeksi dapat pecah ke subperiost, kemudian menembus subkutis dan
menyebar menjadi selulitis atau menjalar melalui rongga subperiost ke diafisis.
Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang diafisis melalui kanalis medularis.
Penjalaran subperiost kearah diafisis akan merusak pembuluh darah yang ke diafisis
sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan
membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang mati disebut involokrum.

21
6. PATHWAY

Infeksi Eksogen Infeksi Endogen (hematogen)

- Fraktur terbuka - Abses


- Luka (tembak, - Otitis media
pembedahan, dll)
- Ulkus dll

Infeksi pada metafisis tulang

Respon inflamasi Hipertermi

Peningkatan vaskularis Trombosis pada pembuluh


darah

Oedema
Peningkatan tekanan jaringan
dan medulla

Iskemia jaringan
Nyeri

Nekrosis jaringan

Infeksi berkambang ke kavitas Penurunan kekuatan tulang


medularis dan ke bawah
periosteum

Tulang rapuh
Abses tulang

Menyebar ke jaringan lunak Fraktur patologis


dan sendi di sekitarnya

Gangguan mobilitas

22
7. MANIFESTASI KLINIK

- Osteomielitis eksogen biasanya disertai tanda-tanda cedera dan peradangan di


tempat nyeri.
- Pembesaran kelenjar getah bening regional
- Pada anak mengalami keengganan menggerakkan anggota badan yang sakit
- Panas tinggi dan sakit keras
- Menggigil
- Lemah dan malaise
- Nyeri tulang dekat sendi
- Tidak dapat menggerakkan anggota bersangkutan
- Tidak ada kelainan foto rontgen (fase akut)
- Pembengkakan lokal dan nyeri tekan

- Fistel kronik yang mengeluarkan nanah dan kadang skuester kecil (fase kronis)
- Foto ditemukan skuester dan pembentukan tulang baru (fase kronis)

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Scan tulang degan menggunakan nukleotida berlabel radioaktif dapat
memperlihatkan perasangan di tulang (MRI)
2. Analisis darah dapat memperlihatkan peningkatan hitung darah lengkap dan laju
endap darah yang mengisyaratkan adanya infeksi yang sedang berlangsung

Neutrofil meningkat (N: 2,2 - 7,5 109/L)


LED meningkat(N: 1-10 mm/jam)
3. Aspirasi, untuk memperoleh pus dari subkutis, subperiost atau fokus radang di
metafisis
4. Complement Reactive Protein (CRP) meningkat (N:<5 mg/L)

23
9. PENATALAKSANAAN

Akut Kronik
- Perawatan di rumah sakit - Skuestrektomi
- Pengobatan suportif dengan pemberian - Debrideman (untuk mengeluarkan jaringan
infus dan antibiotika nekrotik di di dinding ruang skuester dan
- Pemeriksaan biakan darah penyaliran)
- Imobilisasi - Gips (untuk mencegah patah tulang
- Tindakan bedah. patologis akibat involokrum belum cukup
Indikasinya : kuat untuk menggantikan tualng asli yg
1. Adanya abses menjadi skuester)
2. Rasa sakit yang hebat - Pemberian antibiotik yang sesuai
3. Adanya sequester
4. Bila mencurigakan adanya
perubahan kearah keganasan
(karsinoma epedermoid).
Saat yang terbaik melakukan
tindakan pembedahan adalah bila
involukrum telah cukup kuat
untuk mencegah terjadinya fraktur
pasca pembedahan.

24
B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Umum Sistem Muskuloskeletal

Riwayat kesehatan meliputi informasi tentang aktivitas hidup sehari-hari, pola


ambulasi, alat bantu yang digunakan (misalnya kursi roda, tongkat, walker), dan nyeri (jika
ada nyeri tetapkan lokasi, derajat nyeri, lama, faktor yang memperberat dan faktor pencetus)
kram atau kelemahan

Pengkajian perlu dilakukan secara sistematis, teliti dan terarah. Data yang
dikumpulkan meliputi data subjektif dan objektif dengan cara melakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik.

2. ANAMNESIS

1. Data demografi : Data ini meliputi nama, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, orang yang
dekat dengan klien.
2. Riwayat perkembangan : Data ini untuk mengetahui tingkat perkembangan pada
neonatus, bayi, prasekolah, remaja, dewasa dan tua.
3. Riwayat sosial : Data ini meliputi pendidikan dan pekerjaan. Seseorang yang terpapar
terus-menerus dengan agens tertentu dalam peker
4. jaannya, status kesehatannya dapat dipengaruhi.
5. Riwayat penyakit keturunan : Riwayat penyakit keluarga perlu diketahui untuk
menentukan hubungan genetik yang perlu diidentifikasi misalnya (penyakit diabetes melitus
yang merupakan predisposisi penyakit sendi degeneratif, TBC, artritis, riketsia, osteomielitis,
dll)
6. Riwayat diet : Identifikasi adanya kelebihan berat badan karena kondisi ini dapat
mengakibatkan stress pada sendi penyangga tubuh dan predisposisi terjadinya instabilitas
ligamen, khususnya pada punggung bagian bawah. Kurangnya asupan kalsium dapat
menimbulkan fraktur karena adanya dekalsifikasi. Bagaimana menu makanan sehari-hari

25
dan konsumsi vitamin A, D, kalsium, serta protein yang merupakan zat untuk menjaga
kondisi muskuloskeletal.

7. Aktivitas kegiatan sehari-hari : Identifikasi pekerjaan pasien dan aktifitas sehari-hari.


Kebiasaan membawa benda-benda berat yang dapatmenimbulkan regangan otot dan
trauma lainnya
8. Riwayat kesehatan masa lalu : Data ini meliputi kondisi kesehatan individu. Data tentang
adanya efek langsung atau tidak langsung terhadap muskuloskeletal, misalnya riwayat
trauma atau kerusakan tulang rawan, riwayat artritis dan osteomielitis.
9. Riwayat kesehatan sekarang : sejak kapan timbul keluhan, apakan ada riwayat trauma.

Hal-hal yang menimbulkan gejala. Timbulnya gejala mendadak atau perlahan. Timbulnya
untuk pertama kalinya atau berulang. Perlu ditanyakan pula tentang ada-tidaknya gangguan
pada sistem lainnya. Kaji klien untuk mengungkapkan alasan klien memeriksakan diri atau
mengunjungi fasilitas kesehatan, keluhan utama pasien dan gangguan muskuloskeletal
meliputi :
Nyeri : identifikasi lokasi nyeri. Nyeri biasanya berkaitan dengan pembuluh darah,
sendi, fasia atau periosteum. Tentukan kualitas nyeri apakah sakit yang menusuk atau
berdenyut. Nyeri berdenyut biasanya berkaitan dengan tulang dan sakit berkaitan
dengan otot, sedangkan nyeri yang menusuk berkaitan dengan fraktur atau infeksi
tulang. Identifikasi apakah nyeri timbul setelah diberi aktivitas atau gerakan. Nyeri
saat bergerak merupakan satu tanda masalah persendian. Degenerasi panggul
menimbulkan nyeri selama badan bertumpu pada sendi tersebut. Degenerasi pada
lutut menimbulkan nyeri selama dan setelah berjalan. Nyeri pada osteoartritis makin
meningkat pada suhu dingin. Tanyakan kapan nyeri makin meningkat, apakah pagi
atau malam hari. Inflamasi pada bursa atau tendon makin meningkat pada malam hari.
Tanyakan apakah nyeri hilang saat istirahat. Apakah nyerinya dapat diatasi dengan
obat tertentu.
Kekuatan sendi: tanyakan sendi mana yang mengalami kekakuan, lamanya kekakuan
tersebut, dan apakah selalu terjadi kekakuan. Beberapa kondisi seperti spondilitis
ankilosis terjadi remisi kekakuan beberapa kali sehari. Pada penyakit degenarasi sendi

26
sering terjadi kekakuan yang meningkat pada pagi hari setelah bangun tidur
(inaktivitas). Bagaimana dengan perubahan suhu dan aktivitas. Suhu dingin dan
kurang aktivitas biasanya meningkatkan kekakuan sendi. Suhu panas biasanya
menurunkan spasme otot.

- Bengkak : tanyakan berapa lama terjadi pembengkakan, apakah juga


disertai dengan nyeri, karena bengkak dan nyeri sering menyertai cedera pada
otot. Penyakit degenerasi sendi sering kali tidak timbul bengkak pada awal
serangan, tetapi muncul setelah beberapa minggu terjadi nyeri. Dengan istirahat
dan meninggikan bagian tubuh, ada yang dipasang gips. Identifikasi apakah ada
panas atau kemerahan karena tanda tersebut menunjukkan adanya inflamasi,
infeksi atau cedera.
- Deformitas dan imobilitas : tanyakan kapan terjadinya, apakah tiba-tiba
atau bertahap, apakah menimbulkan keterbatasan gerak. Apakah semakin
memburuk dengan aktivits, apakah dengan posisi tetentu makin memburuk.
Apakah klien menggunakan alat bantu (kruk, tongkat, dll)
- Perubahan sensori : tanyakan apakah ada penurunan rasa pada bagian
tubuh tertentu. Apakah menurunnya rasa atau sensasi tersebut berkaitan
dengan nyeri. Penekanan pada syaraf dan pembuluh darah akibat bengkak,
tumor atau fraktur dapat menyebabkan menunurunnya sensasi.

3. PEMERIKSAAN FISIK

Pengkajian Skeletal Tubuh

Hal-hal yang perlu dikaji pada skelet tubuh, yaitu :

1. Adanya deformitas dan ketidaksejajaran yang dapat disebabkan oleh penyakit sendi
2. Pertumbuhan tulang abnormal. Hal ini dapat disebabkan oleh adanya tumor tulang.
3. Pemendekan ekstrimitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak sejajar secara
anatomis

27
4. Angulasi abnormal pada tulang panjang, gerakan pada titik bukan sendi, teraba
krepitus pada titik gerakan abnormal, menunjukkan adanya patah tulang

Pengkajian Tulang Belakang

Deformitas tulang belakang yang sering terjadi perlu diperhatikan yaitu :

1. Skoliosis (deviasi kurvantura lateral tulang belakang)


- Bahu tidak sama tinggi
- Garis pinggang yang tidak simetris
- Skapula yang menonjol

Skoliosis tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), kelainan kongenital, atau akibat


kerusakan otot para-spinal, seperti poliomielitis.

2. Kifosis (kenaikan kurvantura tulang belakang bagian dada). Sering terjadi pada lansia
dengan osteoporosis atau penyakti neuromuskular.
3. Lordosis (membebek, kurvantura tulang bagian pinggang yang berlebihan. Lordosis
bisa ditemukan pada wanita hamil
Pada saat inspeksi tulang belakang sebaiknya baju pasien dilepas untuk melihat seluruh
punggung, bokong dan tungkai.Pemeriksan kurvantura tulang belakang dan kesimetrisan
batang tubuh dilakukan dari pandangan anterior, posterior dan lateral. Dengan berdiri di
belakang pasien, perhatikan setiap perbedaan tinggi bahu dan krista iliaka. Lipatan bokong
normalnya simetris. Kesimetrisan bahu, pinggul dan kelurusan tulang belakang diperiksa
dalam posisi pasien berdiri tegak dan membungkuk ke depan.

Pengkajian Sistem Persendian

Pengkajian sistem perssendian dengan pemeriksaan luas gerak sendi baik aktif maupun
pasif, deformitas, stabilitas dan adanya benjolan.Pemeriksaan sendi menggunakan alat
goniometer, yaitu busur derajat yang dirancang khusus untuk evakuasi gerak sendi.

28
1. Jika sendi diekstensikan maksimal namun masih ada sisa fleksi, luas gerakan ini diangap
terbatas. Keterbatasan ini dapat disebabkan oleh deformitas skeletal, patologik sendi,
kontraktur otot dan tendon sekitar.
2. Jika gerakan sendi mengalami gangguan atau nyeri, harus diperiksa adanya kelebihan cairan
dalam kapsulnya (efusi), pembengkakan dan inflamasi. Tempat yang paling sering terjadi
efusi adalah pada lutut. Palpasi sendi sambil sendi digerakkan secara pasif akan memberi
informasi mengenai integritas sendi. Suara “gemeletuk”dapat menunjukkan adanya ligamen
yang tergelncir di antara tonjolan tulang.Adanya krepitus karena permukaan sendi yang tidak
rata ditemukan pada pasien artritis. Jaringan sekitar sendi terdapat benjolan yang khas
ditemukan pada pasien :

1. Artritits reumatoid, benjolan lunak di dalam dan sepanjang tendon.

2. Gout, benjolan keras di dalam dan di sebelah sendi

3. Osteoatritis, benjolan keras dan tidak nyeri merupakan pertumbuhan tulang


baru akibat destruksi permukaan kartilago pada tulang dalam kapsul sendi, biasanya
ditemukan pada lansia. Kadang-kadang ukuran sendi menonjol akibat artrofi otot di
proksimal dan distal sendi sering terlihat pada artritis reumatoid sendi lutut.

Pengkajian Sistem Otot

Pengkajian sistem otot meliputi kemampuan mengubah posisi, kekuatan dan


koordinasi otot, serta ukuran masing-masing otot.Kelemahan sekelompok otot menunjukkan
berbagai kondisi seperti polineuropati, gangguan elektrolit, miastenia grafis, poliomielitis dan
distrofi otot.Palpasi otot dilakukan ketika ekstrimitas rileks dan digerakkan secara pasif,
perawat akan merasakan tonus otot. Kekuatan otot dapat diukur dengan meminta pasien
menggerakkan ekstrimitas dengan atau tanpa tahanan. Misalnya otot bisep yang diuji dengan
meminta klien meluruskan lengan sepenuhnya, kemudian fleksikan lengan melawan tahanan
yang diberikan oleh perawat. Tonus otot (kontraksi ritmik otot) dapat dibangkitkan pada

29
pergelangan kaki dengan dorso-fleksi kaki mendadak dan kuat, atau tangan dengan ekstensi
pergelangan tangan.Lingkar ekstrimitas harus diukur untuk memantau pertambaan ukuran
akibat edema atau perdarahan, penurunan ukuran akibat atrofi dan dibandingkan ekstrimitas
yang sehat. Pengukuran otot dilakukan di lingkaran terbesar ekstrimitas, pada lokasi yang
sama, pada posisi yang sama dan otot dalam keadaan istirahat.

Pengkajian Cara Berjalan

Pada pengkajian ini, pasien diminta berjalan. Perhatikan hal berikut :

1. Kehalusan dan irama berjalan, gerakan teratur atau tidak


2. Pincang dapat disebabkan oleh nyeri atau salah satu ekstrimitas pendek.
3. Keterbatasan gerak sendi dapat memengaruhi cara berjalan
Abnormalitas neurologis yang berhubungan dengan cara berjalan. Misalnya, pasien
hemiparesis-stroke menunjukkan cara berjalan spesifik, pasien dengan penyakit parkinson
menunjukkan cara berjalan bergetar.

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.


2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri dan keterbatasan rentang gerak
3. Resiko terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang,
kerusakan kulit
4. Hipertermia berhubungan dengan proses inflamasi
5. Defisit pengetahuan tentang pengobatan berhubungan dengan keterbatasan informasi,
interpretasi yang salah terhadap informasi

30
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan & Kriteria hasil Intervensi Rasional


Keperawatan
1 Nyeri b/d Tujuan: 1. Pantau tingkat dan 1.Tingkat dan intensitas nyeri merupakan data dasar
inflamasi dan Setelah dilakukan intensitas nyeri yang dibutuhkan perawat sebagai pedoman
pembengkakan perawatan klien 2.Lakukan imobilisasi pengambilan intervensi, sehingga setiap perubahan
melaporkan nyeri dengan bidai harus terus terpantau.
berkurang atau hilang. 3.Tinggikan ekstremitas 2.Imobilisasi dapat membantu meringankan tugas
Kriteria Hasil: yang nyeri tulang dalam mempertahankan postur tubuh sehingga
Skala nyeri 0-4 4.Ajarkan teknik tidak terjadi kekakuan daerah sekitar yang
Grimace (-) relaksasi menyebabkan nyeri
Gerakan melokalisir nyeri 5.Kolaborasi pemberian 3. Peninggian ekstremitas dapat membantu
(-) analgetik sesuai meningkatkan aliran balik vena yang menyebabkan
program terapi. pembengkakan berkurang sehingga penekanan
daerah cedera menurun.
4. Teknik relaksasi dapat membantu menurunkan
tingkat ketegangan sehingga diharapkan tekanan otot
otot sekitar daerah cedera menurun.
5. Analgetik berfungsi untuk melakukan hambatan
pada sensor nyeri.

31
2 Gangguan Tujuan: 1. Lakukan imobilisasi 1. Imobilisasi dapat mengurangi pergerakan daerah
mobilitas fisik Setelah dilakukan dengan bidai pada cedera sehingga tidak terjadi kerusakan yang
b/d nyeri dan perawatan, klien dapat daerah yang mengalami berlanjut,hal ini juga dapat membantu menopang
keterbatasan melakukan mobilisasi kerusakan berat tubuh.
rentang gerak dengan atau tanpa bantuan 2. Ajarkan penggunaan 2. Klien mungkin baru mengenal dan tidak dapat
perawat. alat bantu berpindah. menggunakan alat bantu mobilitas bseperti kruk atau
3. Jelaskan pada pasien walker sehingga peran perawat adalah memberikan
Kriteria Hasil: tentang pentingnya pendidikan tentang cara penggunaannya.
- Klien dapat melakukan pembatasan aktivitas 3. Klien mungkin tidak mengerti mengenai tujuan
ROM aktif 4. Latihan ROM aktif pembatasan gerak, sehingga perawat harus
-Klien dapat berpindah dan perpindahan memberikan penyuluhan tentang pentingnya
dengan bantuan alat maksimal 2x sehari. pembatasan aktivitas pada pasien cedera.
5. Anjurkan partisipasi 4. Latihan ROM dapat mencegah penurunan massa
partisipasi aktif sesuai otot kontraktur dan peningkatan vaskularisasi,
kemampuan dalam sehingga tidak timbul komplikasi yang tidak
kegiatan sehari hari diharapkan.

32
3. Resiko terhadap Tujuan : 1.Pantau tanda-tanda 1.Tanda-tanda vital dapat teratasi.
penyebaran vital secara tepat 2.Dapat beristirahat dengan baik.
infeksi setelah dilakukan tindakan
khususnya selama awal 3.Tingkatkan masukan nutrisi adekuat.
berhubungan keperawatan selama 3 x
terapi. 4.Menurunkan pemajanan terhadap pathogen infeksi
dengan 24 jam, maka diharapkan
2.Batasi pengunjung lain.
pembentukan penyembuhan luka sesuai
sesuai indikasi. 5.Antibiotik berguna untuk mematikan
abses tulang, waktu yang dicatat dan
3.Dorong keseimbangan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko
kerusakan kulit
tidak terjadinya infeksi
istirahat adekuat dengan terjadi infeksi.
yang berkelanjutan.
aktivitas sedang.
4.Awasi keefektifan
Kriteria hasil :
terapi antmikrobia.
Penyembuhan luka sesuai 5.Kolaborasi pemberian
waktu yang dicatat, bebas antibiotik sesuai
drainase purulen dan indikasi.
demam dan juga tidak
terjadinya infeksi yang
berkepanjangan

33
34
4. Hipertermia b/d Tujuan: 1.Pantau suhu pasien (derajat 1.Peningkatan suhu di atas normal
proses inflamasi. dan pola) perhatikan menggigil mengidentifikasikan terjadinya suatu proses
setelah dilakukan
atau diaforesis. infeksi.
tindakan keperawatan
2.Berikan kompres hangat, 2.Dapat membantu menurunkan demam.
selama 3 x 24 jam, maka
hindari penggunaan alkohol. Catatan : penggunaan air es atau alkohol
diharapkan tidak
3.Pantau suhu lingkungan, batasi mungkin menyebabkan kedinginan,
terjadinya hipertermi
atau tambahkan linen tempat peningkatan suhu secara aktual, selain itu
yang berkelanjutan.
tidur sesuai indikasi. dapat mengeringkan kulit.
4.Berikan antipiretik, misalnya 3.Digunakan untuk mengurangi demam
Kriteria Hasil:
ASA (aspirin), acetaminofen dengan aksi sentralnya pada hipotalamus,
Suhu kulit dalam rentang (Tylenol). meskipun demam mungkin dapat berguna
yang diharapkan.suhu dalam membatasi pertumbuhan organisme,
tubuh dalam batas dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel
normal.nadi dan yang terinfeksi.
pernafasan dalam rentang
yang diharapkan. Tidak
ada perubahan pada
warna kulit

35
5 Defisit Tujuan: a. kaji ulang patologi, prognosis a. memberikan dasar pengetahuan dimana
pengetahuan pasien menyatakan dan harapan yang akan datang pasien dapat membuat pilihan informasi.
tentang pemahaman kondisi, b. Memberikan dukung an cara- b. Sebagian besar osteomilitis memerlukan
pengobatan prognosis, dan cara mobilisasi dan ambulasi penopang selama proses pe- nyembuhan
berhubungan pengobatan. sebagaimana yang dianjurkan sehingga keterlambatan pe- nyembuhan
dengan Kriteria Hasil: oleh bagi- an fisioterapi. disebab- kan oleh penggunaan alat bantu
keterbatasan melakukan prosedur yang c. Memilah-milah aktif- itas yang kurang tepat.
informasi, diperlukan dan yang bisa mandiri dan yang c. Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu
interpretasi yang menjelaskan alasan dari harus dibantu. kan dan siapa yang perlu menolongnya.
salah terhadap suatu tindakan, memulai d. identifikasi tersedianya (apakah fisioterapi, perawat atau ke-
informasi perubahan gaya hidup sumber pelayanan di luarga).
yang diperlukan dan ikut masyarakat , contoh tim d. Memberikan bantuan untuk memudahkan
serta dalam regimen rehabilitasi, pelayanan perawatan diri dan mendukung
perawatan perawatan dirumah kemandirian . meningkatkan perawatan diri
e.Ajarkan cara teknik balutan optimal dan pemulihan
secara steril dan dan teknik e.Memudahkan perawatan diri dan menjaga
kompres hangat. terjadi infeksi secara mandri dan optimal

36
KASUS:
Seorang lelaki, Didit (20 tahun), diduga menderita infeksi bakteri patogenik dengan keluhan
pyrexia, rubor, dolor, dan sinus pada tungkai bawah. 2 tahun yang lalu, ada riwayat kecelakaan
dengan fraktur terbuka pada tungkai bawah lalu dibawa ke dukun tulang. Pada plain foto
didapatkan penebalan periosteum, bone resorption, sklerosis sekitar tulang, involucrum.
Pasien didiagnosa osteomyelitis, didapatkan deformitas, scar tissue, sinus dengan discharge,
seropurulent, dan ekskoriasi sekitar sinus. Klien mengeluh nyeri pada tungkai bawah yang
mengalami fraktur, skala nyeri 7, terasa senut-senut, panas, sifatnya sering, wajah menahan sakit,
akral hangat, bibir kering.
Pemeriksaan TTV didapatkan: TD: 130/90 mmHg, S: 390C, N : 100 x/mnt, RR : 22 x/mnt

A. PENGKAJIAN
1. Pasien yang datang dengan awitan gejala akut (mis. Nyeri lokal, pembengkakan, eritema,
demam) atau kambuhan keluarnya pus dari sinus disertai nyeri, pembengkakan dan
demam sedang.
2. Kaji adanya faktor risiko (mis. Lansia, diabetes, terapi kortikosteroid jangka panjang) dan
cedera, infeksi atau bedah ortopedi sebelumnya.
3. Pasien selalu menghindar dari tekanan di daerah tersebut dan melakukan gerakan
perlindungan.
4. Pada osteomielitis akut, pasien akan mengalami kelemahan umum akibat reaksi sistemik
infeksi.
5. Pemeriksaan fisik memperlihatkan adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, hangat
yang nyeri tekan. Cairan purulen dapat terlihat. Pasien akan mengalami kelemahan umum
akibat reaksi sistemik infeksi.
6. Pasien akan mengalami peningkatan suhu tubuh.
7. Pada osteomielitis kronik, peningkatan suhu mungkin minimal, yang terjadi pada sore
dan malam hari.

37
B. ANALISA DATA
DATA ETIOLOGI PROBLEM
DO: Inflamasi, infeksi, Gangguan rasa
 Wajah pasien tampak meringis, menahan sakit, dan sering bengkak, nyaman: nyeri
mengeluh tentang sakitnya. hipertermia,
 suhu tubuh pasien 390C. nekrosis jaringan,
 terdapat bekas fraktur pada tungkai bawah, scar tissue, sinua fraktur.
dengan discharge, seropurulen, dan ekskoriasi.
DS:
Pasien mengatakan bahwa;
P: nyeri terasa apabila dipegang atau diraba.
Q: nyeri terasa panas, senut- senut
R: nyeri terasa pada bagian tungkai bawah yang mengalami
fraktur
S: skala nyeri pasien 7
T: nyeri sifatnya sering dan terus menerus.
DO: Nyeri, tidak Kerusakan
 Terdapat penebalan periosteum, bone resorption, sclerosis nyaman, kerusakan mobilitas fisik
sekitar tulang. muskuloskeletal,
 Terdapat scar tissue dan bekas fraktur pada tungkai bawah. anjuran imobilitas
DS:
 Pasien mengatakan nyeri, tidak nyaman pada tungkai bagian
bawah.

38
DO: Proses penyakit, Risiko fraktur
 Terdapat penebalan periosteum, bone resorption, sclerosis penyebaran infeksi patologi
sekitar tulang.
 Terdapat scar tissue dan bekas fraktur pada tungkai bawah.
DS:
 Pasien mengatakan nyeri, tidak nyaman pada tungkai bagian
bawah.

DO: Proses infeksi, Hipertermia


 Suhu tubuh pasien 390C. peningkatan
 Akral hangat kecepatan
 Terdapat rubor metabolik.

 Frekuensi napas meningkat: 22x/mnt


DS:
 Pasien mengeluh badannya panas.
DO: Keterbatasan Defisit
 Pasien selalu mengeluh, gelisah, dan selalu bertanya. informasi, pengetahuan
DS: interpretasi yang
 Pasien mengatakan bahwa dirinya pernah datang ke dukun salah terhadap
tulang untuk mengobati penyakitnya. informasi.

C. DIAGNOSA
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa pada pasien dengan osteomielitis keperawatan
menurut wilknson (2006) /NANDA meliputi:
1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, tidak nyaman, kerusakan
muskuloskeletal, anjuran imobilitas.
3. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan proses supurasi di tulang, luka
fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi inflamasi tulang.
4. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, peningkatan kecepatan metabolik.

39
5. Defisit pengetahuan tentang pengobatan berhubungan dengan keterbatasan informasi,
interpretasi yang salah terhadap informasi.

D. INTERVENSI
1. Nyeri yang berhubungan dengan proses inflamasi dan pembengkakan
Tujuan: nyeri berkurang, hilang, atau teratasi.
Kriteria hasil: secara subyektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diatasi,
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau mengurangi nyeri. Klien tidak
gelisah. Skala nyeri 0-1 atau teratasi.

Intervensi Rasional
Mandiri
a. Kaji nyeri dengan skala 0-4 a. Nyeri merupakan respon subyaktif yang dapat
b. Atur posisi imobilisasi pada daerah nyeri dikaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien
sendi atau nyeri di tulang yang mengalami melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat
infeksi. cidera.
c. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor b. Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi
pencetus. nyeri pada daerah nyeri sendi atau nyeri di
d. Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tulang yang mengalami infeksi.
tindakan peredaran nyeri nonfarmakologi c. Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan ,
dan noninvasi. pergerakan sendi
e. Ajarkan relaksasi: teknik mengurangi d. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi
ketegangan otot rangka yang dapat dan tindakan nonfarmakologi lain
mengurangi intensitas nyeri dan menunjukkan keefektifan dalam mengurangi
meningkatkan relaksasi masase. nyeri.
f. Ajarkan metode distraksi selama nyeri e. Teknik ini melancarkan peredaran darah
akut. sehingga kebutuhan O2 pada jaringan terpenuhi
g. Beri kesempatan waktu istirahat bila dan nyeri berkurang.
terasa nyeri dan beri posisi yang nyaman f. Mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri ke
(misal: ketika tidur, punggung klien diberi hal-hal yang menyenangkan.
bantal kecil). g. Istirahat merelaksasi semua jaringan sehingga

40
h. Tingkatkan pengetahuan tentang meningkatkan kenyamanan.
penyebab nyeri dan hubungan dengan h. Pengetahuan tersebut membantu mengurangi
beberapa lama nyeri akan berlangsung. nyeri dan dapat membantu meningkatkan
kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik.
Kolaborasi Analgesik memblok lintasan nyeri sehingga akan
Pemberian analgesik berkurang.

2. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri, tidak nyaman,


kerusakan muskuloskeletal, anjuran imobilitas.
Tujuan: meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang
mungkin.
Kriteria Hasil: Pasien mampu :
a. mempertahankan posisi fungsional.
b. meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh.
c. menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas
Intervensi Rasional
Mandiri:
a. Kaji derajat imobilitas yang a. Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan
dihasilkan oleh diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik
cedera/pengobatan dan perhatikan aktual, memerlukan informasi, intervensi
persepsi pasien terhadap untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.
imobilisasi b. Memberikan kesempatan untuk
b. Dorong partisipasi pada aktivitas mengeluarkan energi, memfokuskan kembali
terapeutik/rekreasi. perhatian, meningkatkan rasa kontrol
diri/harga diri dan membantu menurunkan
isolasi sosial.
c. Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang
c. Instruksikan pasien untuk/bantu untuk meningkatkan tonus otot,
dalam rentang gerak pasien mempertahankan gerak sendi, mencegah
kontraktur/atrofi, dan resorpsi kalsium karena
tidak digunakan.

41
d. Kontraksi otot isometrik tanpa menekuk
d. Dorong penggunaan latihan sendi atau menggerakkan tungkai dan
isometrik mulai dengan tungkai membantu mempertahankan kekuatan dan
yang tak sakit. masa otot.
e. Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi,
e. Bantu/dorong perawatan meningkatkan kontrol pasien dalam situasi,
diri/kebersihan (contoh: mandi, dan meningkatkan kesehatan diri langsung.
mencukur. f. Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah
f. Berikan/bantu dalam movilizáis baring (contoh: flebitis) dan meningkatkan
dengan cursi roda, kruk, tongkat, penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.
sesegera mungkin. Instruksikan Belajar memperbaiki cara menggunakan alat
keamanan dalam menggunakan penting untuk mempertahankan mobilisasi
alat mobilitas. optimal dan keamanan pasien.
g. Hipotensi postural adalah masalah umum
g. Awasi TD dengan melakukan menyertai tirah baring lama dan memerlukan
aktivitas. Perhatikan keluhan intervensi khusus (contoh: kemiringan meja
pusing. dengan peninggian secara bertahap sampai
posisi tegak).

Kolaborasi: Kolaborasi:
Konsul dengan ahli terapi Berguna dalam membuat aktivitas
fisik/okupasi dan/atau rehabilitasi individual/program latihan. Pasien dapat
spesialis. memerlukan bantuan jangka panjang dengan
gerakan, kekuatan, aktivitas, yang
mengendalikan berat badan, juga penggunaan
alat.

42
3.Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan proses supurasi di
tulang, luka fraktur terbuka, sekunder akibat infeksi inflamasi tulang.
Tujuan: integritas jaringan membaik secara optimal
Kriteria hasil: pertumbuhan jaringan meningkat, keadaan luka membaik, pengeluaran
pus pada luka tidak ada lagi, luka menutup.

Intervensi Rasional
Mandiri
a. Kaji kerusakan jaringan lunak a. Menjadi data dasar untuk memberi
informasi tentang intervensi perawatan luka,
alat, dan jenis larutan apa yang akan
digunakan.
b. Lakukan perawatan luka : b. Perawatan luka dengan tehnik steril dapat
lakukan perawatan luka dengan mengurangi kontaminasi kuman langsung
tehnik steril. ke area luka.
c. Kaji keadaan luka dengan tehnik c. Manajemen membuka luka dengan
membuka balutan dan mengguyur larutan NaCl ke perban dapat
mengurangi stimulus nyeri, bila mengurangi stimulus nyeri dan dapat
perban melekat kuat, perban menghindari terjadinya perdarahan pada
diguyur dengan NaCl. luka osteomielitis kronis akibat perban yang
kering oleh pus.
d. Larutkan pembilasan luka dari d. Tehnik membuang jaringan dan kuman
arah dalam keluar dengan larutan diarea luka sehingga keluar dari area luka.
NaCl.
e. Tutup luka dengan kasa steril e. NaCl merupakan larutan fisiologis yang
atau kompres dengan NaCl yang lebih mudah diabsorbsi oleh jaringan
dicampur dengan antibiotik. daripada larutan antiseptik. NaCl yang
dicampur dengan antibiotik dapat
mempercepat penyembuhan luka akibat
infeksi osteomielitis.
f. Lakukan nekrotomi pada f. Jaringan nekrotik dapat menghambat

43
jaringan yang sudah mati. penyembuhan luka.
g. Rawat luka setiap hari atau g. Memberi rasa nyaman pada klien dan dapat
setiap kali bila pembalut basah membantu meningkatkan pertumbuhan
atau kotor. jaringan luka.
h. Hindari pemakaian peralatan h. Pengendalian infeksi nosokomial dengan
perawatan luka yang sudah menghindari kontaminasi langsung dari
kontak dengan klien perawatan luka yang tidak steril.
osteomielitis, jangan digunakan i. Pada klien osteomielitis dengan kerusakan
lagi untuk melakukan perawatan tulang, stabilitas formasi tulang sangat labil.
luka pada klien lain. Gips dan perban elastis dapat membantu
i. Gunakan perban elastis dan gips memfiksasi dan mengimobilisasi sehingga
pada luka yang disertai dapat mengurangi nyeri.
kerusakan tulang atau j. Pemasangan perban elastis yang terlalu kuat
pembengkakan sendi. dapat menyebabkan edema pada daerah
distal dan juga menambah nyeri pada klien.
j. Evaluasi perban elastis terhadap k. Adanya batasan waktu selama 7x24 jam
resolusi edema. dalam melakukan perawatan luka klien
osteomielitis menjadi tolok ukur
k. Evaluasi kerusakan jaringan dan keberhasilan intervensi yang diberikan.
perkembangan pertumbuhan Apabila masih belum mencapai kriteria
jaringan dan lakukan perubahan hasil sebagainya kaji ulang faktor-faktor
intervensi bila pada waktu yang yang menghambat pertumbuhan jaringan
ditetapkan tidak ada luka.
perkembangan pertumbuhan
jaringan yang optimal. a. Bedah perbaikan terutama pada klien
fraktur terbuka luas sehingga menjadi pintu
Kolaborasi masuk kuman yang ideal. Bedah perbaikan
a. Kolaborasi dengan tim bedah biasanya dilakukan setelah masalah infeksi
untuk bedah perbaikan pada osteomielitis teratasi
kerusakan jaringan agar tingkat b. Manajemen untuk menentukan antimikroba
kesembuhan dapat dipercepat. yang sesuai dengan kuman yang sensitif

44
atau resisten terhadap beberapa jenis
b. Pemeriksaan kultur jaringan antibiotik.
(pus) yang keluar dari luka c. Antimikroba yang sesuai dengan hasil
kultur (reaksi sensitif) dapat membunuh
atau mematikan kuman yang menginvasi
c. Pemberian jaringan tulang.
antibiotik/antimikroba

4. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi, peningkatan kecepatan metabolik.


Tujuan: Pasien akan menunjukkan termoregulasi, yaitu merupakan keseimbangan di
antara produksi panas, peningkatan panas, dan kehilangan panas.
Kriteria Hasil: suhu kulit dalam rentang yang diharapkan, suhu tubuh dalam batas
normal, nadi dan pernapasan dalam rentang yang diharapakan, perubahan warna kulit
tidak ada, keletihan tidak tampak.
Intervensi Rasional
Mandiri:
a. Pantau terhadap tanda hipertermia a. kewaspadaan terhadap hipertermia malignan
maligna (misalnya demam, dapat mencegah atau menurunkan respon
takipnea, aritmia, perubahan hipermetabolik terhadap obat-obatan
tekanan darah, bercak pada kulit, farmakologis yang digunakan selama
kekakuan, dan berkeringat pembedahan.
banyak). b. Regulasi suhu dapat mencapai atau
b. Pantau suhu minimal setiap dua mempertahankan suhu tubuh yang diinginkan
jam, sesuai dengan kebutuhan. selama intraoperasi.
Pantau warna kulit dan suhu c. Pemantauan tanda vital seperti pengumpulan
secara kontinu. dan analisis data kardiovaskuler, respirasi,
c. Pantau tanda vital suhu tubuh untuk menentukan serta
mencegah komplikasi.
Kolaborasi: a. Obat antipiretik digunakan untuk
a. Berikan obat antipiretik sesuai menurunkan suhu tubuh.
dengan kebutuhan. b. Matras dingin dan mandi air hangat

45
b. Gunakan matras dingin dan mandi digunakan untuk mengatasi gangguan suhu
air hangat tubuh, sesuai dengan kebutuhan.

5. Defisit pengetahuan tentang pengobatan berhubungan dengan keterbatasan


informasi, interpretasi yang salah terhadap informasi.
Tujuan: pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
Kriteria Hasil: melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu
tindakan, memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam regimen
perawatan

Intervensi Rasional
e. kaji ulang patologi, prognosis dan e. memberikan dasar pengetahuan dimana pasien
harapan yang akan datang dapat membuat pilihan informasi.
f. Memberikan dukung an cara-cara f. Sebagian besar osteomilitis memerlukan
mobilisasi dan ambulasi penopang selama proses pe- nyembuhan
sebagaimana yang dianjurkan sehingga keterlambatan pe- nyembuhan
oleh bagi- an fisioterapi. disebab- kan oleh penggunaan alat bantu yang
g. Memilah-milah aktif- itas yang kurang tepat.
bisa mandiri dan yang harus g. Mengorganisasikan kegiatan yang diperlu kan
dibantu. dan siapa yang perlu menolongnya. (apakah
h. identifikasi tersedianya sumber fisioterapi, perawat atau ke- luarga).
pelayanan di masyarakat , contoh h. Memberikan bantuan untuk memudahkan
tim rehabilitasi, pelayanan perawatan diri dan mendukung kemandirian .
perawatan dirumah meningkatkan perawatan diri optimal dan
pemulihan
i. Ajarkan cara teknik balutan i. Memudahkan perawatan diri dan menjaga
secara steril dan dan teknik terjadi infeksi secara mandri dan optimal
kompres hangat.

46
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

47
DAFTAR PUSTAKA

48

Anda mungkin juga menyukai