Anda di halaman 1dari 8

DPPM & MTS UII

POTENSI PEMANFAATAN LAHAN KAWASAN MERAPI SEBAGAI


SENTRA INDUSTRI MINYAK ATSIRI

Riyanto
Center of Essential Oil Studies (CEOS) Program Studi Ilmu Kimia
Fakultas MIPA, Universitas Islam Indonesia
Email: riyanto@fmipa.uii.ac.id

ABSTRAK
Kawasan Merapi bekas erupsi tahun 2010 merupakan lahan yang sangat sesuai untuk ditanami
tanaman minyak atsiri. Pemilihan tanaman yang mengandung minyak atsiri didasarkan pada
beberapa pertimbangan yaitu waktu panen yang pendek, tanah yang sesuai, kondisi cuaca yang
sesuai, mudah pemeliharaan, permintaan pasar yang tinggi dan masyarakat telah mengenalnya
secara turun temurun. Penyulingan minyak atsiri dapat dilakukan dengan sederhana, mudah
dan murah serta masyarakat dapat melakukannya sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
minyak atsiri yang dihasilkan dari lereng Merapi sesuai dengan standar. Peningkatan kualitas
minyak yang dihasilkan perlu dilakukan dengan teknologi dan peralatan yang sesuai sehingga
harga dan kualitas minyak dapat terjaga. Peningkatan nilai jual dapat dilakukan dengan
pengembangan produk-produk turunan minyak atsiri sehingga masyarakat dapat menguasai
pasar minyak atsiri dari hulu sampai hilir.

Kata kunci: kawasan Merapi, industri, minyak atsiri

PENDAHULUAN
Rencana Pemprov Daerah Istimewa Yogyakarta untuk melakukan relokasi penduduk
perlu disinergikan dengan zonasi ulang Taman Nasional Gunung Merapi. Pasca letusan
telah menghancurkan ekosistem hutan pegunungan lebih dari 2000-2500 Ha atau 31-
39% dari luas TN Gunung Merapi. Namun demikian zonasi bukan hanya terbatas pada
kawasan TN Gunung Merapi seluas 6.410 Ha saja, tetapi juga menetapkan Zona
Terlarang (tidak layak huni) yaitu kawasan terdampak akibat letusan 2010, zona ini ke
depan hanya akan diperbolehkan dimasuki untuk kepentingan pemantauan dan riset
kegunungapian. Zona selanjutnya adalah pada kawasan di bawah Zona Terlarang, yang
dapat dimanfaatkan secara terbatas, sampai ke kawasan di bawahnya meliputi kawasan
sampai radius sebagai zona aman 20 Km atau pada kawasan seluas 125.600 Ha di 3
kabupaten (Wiratno dkk., 2010).

Zonasi ulang ini perlu dilakukan untuk kepentingan keselamatan ratusan ribu jiwa
penduduk sekitar Merapi dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan-yaitu pemantauan
secara terus menerus aktivitas Merapi di masa mendatang. Zonasi ulang dilakukan
untuk mengantisipasi perubahan vegetasi, satwa, dan ekosistem pasca letusan.
Pemahaman mengenai perubahan ekologis pasca letusan yang berinterval puluhan atau
ratusan tahun ini perlu dipelajari untuk melakukan quick response atas meningkatnya
aktivitas Merapi yang membahayakan di masa mendatang. Revisi zonasi TN Gunung
Merapi seluas 6.410 Ha dan kawasan di sekitarnya seluas 125.600 Ha harus dimasukkan
dalam revisi tata Ruang Provinsi DI Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah. Prosesnya
harus melibatkan masyarakat khususnya yang tinggal di lereng Merapi dan daerah
terdampak, serta melibatkan pakar dari berbagai disiplin keilmuan, sehingga hasil tata
ruang yang baru tersebut dapat diataati oleh semua pihak. Kemungkinan relokasi tidak
kurang dari 6.242 kepala keluarga harus menjadi pertimbangan pertama dalam proses
tersebut (Wiratno dkk., 2010).

Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 207
DPPM & MTS UII

Kawasan zona terlarang layak dimanfaatkan untuk pengembangan minyak atsiri. Syarat-
syarat tanah yang cocok untuk tanaman nilam adalah tanah yang subur, gembur dan
mengandung bahan organik dengan pH 6-7, suhu lingkungan paling ideal 18-29o C,
iklim yang dikehendaki dengan curah hujan sekitar 2.300-3.000 mm per tahun dan
kelembaban lebih dari 60 %. Ketinggian yang paling baik adalah 10-400 m dpl dan
lahan yang tidak tergenang air. Beberapa tanaman yang mempunyai nilai jual tinggi
adalah nilam, sereh dapur, jahe, kunyit, temu mangga, mawar dan melati. Kondisi tanah
dan cuaca sangat sesuai untuk ditanami tanaman penghasil minyak atsiri. Tanaman
tersebut mempunyai umur yang pendek, waktu panen yang cepat dan permintaan pasar
yang tinggi (Wiratno dkk., 2010).

Sebelum merapi erupsi tahun 2010 masyarakat telah membudidayakan tanaman bunga
mawar, cengkeh dan nilam. Sehingga penaman tanaman minyak atsiri tidak mengalami
kendala karena masyarakat telah mengenalnya. Tanaman penghasil minyak atsiri yang
ditawarkan merupakan tanaman setempat dan bahkan masyarakat telah mempunyai unit
penyulingan minyak nilam. Pemahaman masyarakat tentang minyak atsiri khususnya
nilam masih sangat terbatas. Masyarakat belum mengetahui teknologi penyulingan yang
baik, mutu minyak nilam yang baik dan cara pembuatan produk turunan minyak nilam
seperti parfum, sabun, aromaterapi, larutan pengusir serangga. Karena itu dalam
makalah ini sangat perlu untuk pemanfaatan lahan erupsi merapi sebagai sentra industry
minyak atsiri secara terpadu dari hulu sampai ke hilir.

Sebagian besar minyak atsiri yang diproduksi oleh petani diekspor, pangsa pasar
beberapa komoditas aromatik seperti nilam (64%), kenanga (67%), akar wangi (26%),
serai wangi (12%), pala (72%), cengkeh (63%), jahe (0,4%) dan lada (0,9%) dari ekspor
dunia (Anonim 2004). Selain mengekspor, Indonesia juga mengimpor minyak atsiri
pada tahun 2002, volume impor mencapai 33.184 ton dengan nilai US$ 564 juta, serta
hasil olahannya (derivat, isolat dan formula) yang jumlahnya mencapai US$ 117.199-
165.033 juta tiap tahun. Diantara minyak atsiri yang diimpor, terdapat tanaman yang
sebenarnya dapat diproduksi di Indonesia seperti menthol (Mentha arvensis) dan
minyak anis (Clausena anisata). Oleh sebab itu keanekaragaman minyak atsiri
Indonesia yang bertujuan untuk ekspor maupun berfungsi sebagai substitusi impor harus
ditingkatkan (Anonim 2001).

Di Indonesia penggunaan minyak atsiri ini sangat beragam, dapat digunakan melalui
berbagai cara yaitu melalui mulut/dikonsumsi langsung berupa makanan dan minuman
seperti jamu yang mengandung minyak atsiri, penyedap/fragrant makanan, flavour es
krim, permen, pasta gigi dan lain-lain. Pemakaian luar seperti untuk pemijatan, lulur,
lotion, balsam, sabun mandi, shampo, obat luka/memar, pewangi badan (parfum).
Melalui pernapasan (inhalasi/aromaterapi) seperti untuk wangi-wangian ruangan,
pengharum tissue, pelega pernafasan rasa sejuk dan aroma lain untuk aroma terapi.
Pemanfaatan aromaterapi sebagai salah satu pengobatan dan perawatan tubuh yang
menjadi trend sangat membutuhkan bahan baku yang beragam dan
bermutu dari tanaman aromatik (Hadipoentyanti dan Supriadi 2000).

Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 208
DPPM & MTS UII

METODE PENELITIAN
Penyulingan minyak nilam Muntilan skala industri
Nilam basah dikeringkan dengan cara digantung dalam ruang dengan udara bebas dan
tidak terkena matahari secara langsung sampai kering selama dua hari. Nilam yang telah
kering diambil kemudian dipotong dengan mesin pemotong dengan panjang kurang
lebih 3-5 mm baik batang dan daunnya. Hasil potongan kemudian dimasukkan ketel
dengan berat 50 kg sampel sekali menyuling. Boiler yang telah diisi air sampai ¾
kemudian dipanaskan dengan kayu bakar sampai didapatkan tekanan 1 atm, dengan
menutup kran pipa ke ketel dan kran pengeluaran minyak. Setelah tekanan mencapai 1
atm kran ke ketel dan saluran pengeluaran minyak dibuka. Tekanan dipertahankan 1
atm, sampai semua minyak nilam keluar. Minyak yang keluar kemudian ditampung
dengan memisahkan minyak dengan air (minyak nilam di atas dan air di bawah) akan
didapatkan minyak nilam. Minyak nilam dianalisis kandungan kimianya terutama angka
pa-nya dengan GC-MS.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Peralatan penyulingan skala industri
Pengembangan tanaman minyak atsiri diperlukan peralatan yang baik dan sesuai dengan
standar sehingga minyak atsiri yang dihasilkan juga sesuai dengan standar. Peralatan
yang digunakan seharunya terbuat dari bahan stainless steel dengan kualitas no. 1.
Selain itu perlu juga dilengkapi dengan peralatan keamaan seperti pengatur tekanan,
suhu dan kualitas air. Minyak atsiri Indonesia dihadapkan pada dua masalah utama,
yaitu mutu rendah dan harga yang berfluktuasi, terutama pada komoditas ekspor utama
yaitu nilam dan akar wangi. Hal ini disebabkan karena rangkaian proses penanganan
usaha yang kurang profesional mulai dari sistem penanaman, waktu pemanenan,
perlakuan pasca panen dan penanganan bahan baku sampai pada proses penyulingan.
Mutu minyak atsiri yang rendah merupakan akumulasi dari mutu bahan baku tanaman
atsiri yang rendah dan tidak seragam, penggunaan alat penyuling dan teknologi proses
yang belum terstandar, serta kurangnya insentif harga bagi minyak atsiri yang bermutu
baik. Harga bahan baku tanaman ditentukan oleh pergerakan harga bahan bakar pada
saat penyulingan, bukan oleh biaya produksi. Semua pelaku usaha (petani, penyuling,
dan eksportir) menerima risiko kerugian yang sama akibat masalah tersebut. Peralatan
standar yang dimiliki oleh CEOS UII dan siap digunakan oleh petani minyak atsiri
dapat dilihat pada Gambar 1.

a b

Gambar 1 Peralatan penyulingan di CEOS Kimia UII dimana (a) boiler dan
(b) ketel/tempat sampel

Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 209
DPPM & MTS UII

Hasil analisis dengan GC-MS


Kualitas minyak atsiri yang dihasilkan diuji coba dengan menggunakan tanaman nilam
yang diperoleh dari Muntilan, lereng merapi sebelah barat. Sampel diambil sebelum
erupsi 2010 terjadi. Kualitas minyak nilam diuji dengan menggunakan GC-MS
didapatkan kromatogram seperti dapat dilihat pada Gambar 2 sebagai berikut.
Berdasarkan kromatogram pada Gambar 2 terlihat bahwa puncak dengan waktu retensi
30,964 menit adalah puncak senyawa Patchouli alcohol dengan kadar 29,68%. Jika
diukur dengan alat etanol meter angka pa mencapai 40. Hal ini menunjukkan bahwa
nilam yang ditanam di lereng merapi mempunyai kualitas yang baik (Riyanto 2009).

Gambar 2 Kromatogram hasil analisis minyak nilam Muntilan dengan peralatan CEOS

Lahan Akibat Erupsi Merapi


Lahan merapi yang terkena erupsi merupakan hamparan tanah yang kosong dan belum
banyak tanaman. Berdasarkan Gambar 3 menunjukkan bahwa tanaman yang tumbuh
adalah rumput. Tanah tersebut sangat sesuai karena suhu tanah tidak panas dan humus
dengan kandungan nitrogennya tinggi. Menurut Idjudin dkk. (2010) abu volkanik cukup
berpotensi untuk meningkatkan kesuburan tanah, karena pelapukan material yang
terkandung dalam abu volkanik akan menghasilkan hara-hara Ca, Mg, Na, K, dan
unsur-unsur mikro (Cu) yang dibutuhkan tanaman. Tutupan abu volkan yang relatif
tidak tebal (<20 cm), upaya pencampuran dengan lapisan olah tanah dapat dilaksanakan
oleh petani pada saat pengolahan tanah. Namun bila tutupannya >20 cm, upaya
rehabilitasi dengan alat subsoiler akan lebih dapat dilaksanakan dengan baik.

Dampak abu volkanik terhadap sifat fisik tanah, berpengaruh terhadap tekstur, BD (Bulk
Density), porositas tanah, nilai atterberg (Atterberg limit), COLE (Coefficient of Linear
Extensibility) dan kemantapan agregat (Aggregate stability). Perubahan ini tergantung
material, ketebalan dan tingkat sebaran yang menutupi permukaan lahan. Data hasil
analisis fisika tanah disajikan pada Tabel 1. Dari hasil pengamatan lapang diperoleh
bahwa hasil analisis sifat fisik tanah seperti BD, RPT, pori aerasi, air tersedia dan
permebilitas menunjukkan perbedaan yang jelas pada setiap lapisan. Perbedaan sifat
fisik tanah terjadi pada beberapa lokasi pengamatan dengan tingkat ketebalan abu yang
berbeda. Lapisan abu volkanik mempunyai BD lebih tinggi, RPT dan permeabilitas
lebih rendah dibandingkan lapisan tanah bawahannya (Idjudin dkk. 2010).

Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 210
DPPM & MTS UII

Gambar 3 Salah satu contoh lahan terbuka setelah erupsi Merapi 2010

Tanaman Flemingia congesta untuk reklamasi tanah eks lahar G. Merapi secara
ekonomis dan praktis cukup sesuai dapat dikembangkan asal dibarengi dengan
pengelolaan yang baik (tanam menurut lajur, saat tanam awal hujan, dan pemupukan).
Kenaikan produksi tanaman pangan di Desa Glagaharjo, Cangkringan Sleman adalah
sebagai akibat kualitas tanah (sifat fisik dan kimia tanah) dari teknik konservasi tanah
yang diberikan. Tanpa penerapan teknik konservasi tanah, produksi tanaman semusim
rendah, karena erosi tanah dan memburuknya sifat fisik dan kimia tanah. Berdasarkan
data tersebut maka penanaman tanaman minyak atsiri masih perlu dilakukan
pemupukan dan teknik penanaman yang sesuai sehingga hasilnya lebih baik. Karena itu
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut penanaman tanaman minyak atsiri seperti jahe,
kunyit dan empon-empon lain kemudian diteliti pengaruhnya terhadap kandungan dan
kualitas minyak atsiri yang dihasilkan.

Komoditas lain yang sesuai untuk lahan merapi


Tanaman lain yang mempunyai peluang sangat baik untuk ditanam dilahan erupsi
merapi adalah jahe, kencur, temu mangga dan berbagai jenis empon-empon penghasil
minyak atsiri. Beberapa tanaman tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Teknik
pengambilan minyak atsiri dari jenis empon-empon adalah dengan cara direbus. Teknik
ini akan menghasilkan minyak atsiri yang disukai oleh industry, spa, makanan,
minuman, kosmetik, obat-obatan dan aromaterapi. Selain itu penyulingan dilakukan
dalam keadaan sampel masih basah.

a. Jahe b. Lengkuas c. Kunyit

Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 211
DPPM & MTS UII

d. Temu hitam e. Temu Kunci f. Kunyit Putih

g. Kencur h. Temulawak i. Temu giring

Gambar 4 Beberapa tanaman yang sesuai ditanam di lahan erupsi Merapi

Beberapa tanaman pada Gambar 4 tidak asing bagi petani di lereng merapi. Selama ini
masyarakat mengenal tanaman-tanaman tersebut untuk dijual ke pasar dengan harga
yang sangat murah. Masyarakat telah mengenal empon-empon mempunyai khasiat
sebagai obat. Empon-empon yang dikenal di masyarakat seperti jahe merah, kencur,
kunyit putih, lengkuas, temu giring, temu hitam, temu kunci, dan temulawak. Empon-
empon digunakan sebagai obat herbal dan semakin dikenal dalam masyarakat modern.
Agar kekayaan obat alami diakui menjadi milik bangsa lain, maka perlu harus
dikembangkan. empom-empon (rimpang) seperti jahe, kunyit, lengkuas, kencur, selain
berfungsi sebagai bumbu masakan, empon-empon ini juga bermanfaat untuk mengatasi
sejumlah keluhan. Contohnya jahe berkhasiat untuk mengatasi muntah, mual, masuk
angin, peluruh kentut, antiradang, pereda nyeri, sakit kepala. Lengkuas untuk
meningkatkan daya tahan tubuh, mengatasi diare, jamur kulit, kembung, demam.

Jika tanaman tersebut diambil minyaknya maka akan meningkatkan nilai jual empon-
empon tersebut. Masyarakat terutama ibu-ibu dan remaja dapat menyuling sendiri
dengan teknologi yang sangat sederhana. Teknologi penyulingan empon empon tidah
memerlukan peralatan yang cangih dan mudah untuk diterapkan. Permintaan pasar
minyak atsiri empon-empon sangat tinggi terutama memenuhi kebutuhan local seperti
industry obat-obatan dan spa. Minyak atsiri empon-empon dapat dijual dengan harga
Rp. 250.000 setiap 100 mL. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut dapat menggunakan
alat penyulingan skala 20 kg dengan dihasilkan minyak rata-rata 50 mL sekali
penyulingan selama 3 jam. Jika satu hari dua kali menyuling maka sehari dapat
menghasilkan 100 mL minyak.

Tanaman empon-empon sangat mudah hidup tanpa pemupukan dan mudah dalam
pemeliharaannya. Sehingga tanaman ini dapat dijadikan andalan untuk recovery tanah
bekas erupsi merapi. Selain tanahnya subur juga lembab dan sangat sesuai dengan suhu
yang dingin. Hasil analisis kualitas minyak atsiri jahe dari lingkungan sekitar merapi

Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 212
DPPM & MTS UII

juga sangat baik. Hal ini dirunjukkan oleh data kromatogram pada Gambar 5.
Kandungan senyawa kimianya dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 5 Kromatogram GC-MS yang dihasilkan dari minyak atsiri jahe

Tabel 1 Komposisi utama senyawa kimia dalam minyak atsiri jahe


dengan GC-MS

No. Nama Senyawa Kimia Kadar (%)


1. a-pinene 3,57
2. Camphene 12,47
3. b-pinene 0,23
4. 1,8-cineole 17,89
5. Linalool 0,23
6. Borneol 3,10
7. a-terpineol 1,15
8. Nerol 0,23
9. Neral 0,21
10. Bisabolene 1,63
11. Zingiberene 0,32

Tabel 1 menunjukkan kandungan senyawa minyak atsiri jahe yang disuling dengan cara
direbus, sampel langsung diblender tanpa dipanaskan (diuapkan airnya). Penyulingan
dilakukan dengan direbus langsung dengan air kemudian destilat yang keluar
dipisahkan. Minyak atsiri jahe di lapisan atas diambil. Teknik ini mudah dilakukan
petani dengan skala 10-20 kg sampel. Kandungan senyawa kimia minyak atsiri jahe
adalah 1,8 cineole sebanyak 17,89 % dan camphene sebanyak 12,47% (Riyanto 2009).

KESIMPULAN
Beberapa tanaman yang sesuai untuk pemanfaatan tanah akibat erupsi merapi adalah
nilam, melati, mawar dan empon-empon. Selain mudah cara penanamanya, masyarakat
sudah cukup lama mengenalnya. Usaha peningkatan nilai jual hasil panen sangat perlu
dilakukan dengan menggunakan sentuhan teknologi yang mudah, murah dan langsung
dapat dilakukan oleh petani. Produk-produk minyak atsiri yang dihasilkan merupakan
produk dengan permintaan pasar yang sangat tinggi. Pengembangan produk-produk

Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 213
DPPM & MTS UII

turunan minyak atsiri tersebut seperti parfum, sabun, larutan pembasmi serangga, aroma
terapi, makanan dan minuman perlu dikembangkan untuk menambah nilai jual minyak
atsiri.

UCAPAN TERIMAKASIH
Terima kasih disampaikan pada Hibah Inovasi PHKI Tahun 2009 yang telah membiayai
sebagian penelitian ini. Terima kasih juga disampaikan kepada para peneliti dan pengiat
indutri minyak atsiri di Center of Essential Oil Studies (CEOS) Kimia UII atas beberapa
data kromatogram dan teknologi yang dikembangkan selama ini.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2004, Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia, Ekspor, Biro Statistik,
Jakarta.
Anonim, 2001, Pengembangan Industri Minyak Atsiri dengan Pendekatan Klaster
Industri, Departemen Peridustrian dan Perdagangan, Jakarta.
Hadipoentyanti, E. dan Supriadi, 2000, Potensi Ocimum Sebagai Sumber Bahan Baku
Obat, Buletin Kehutanan dan Perkebunan, (1):11-19.
Idjudin, A.A., Erfandi, M.D., dan Sutono, S. 2010, Teknologi Peningkatan Produktivitas
Lahan Endapan Volkanik Pasca Erupsi G. Merapi,
http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/lainnya/Teknologi.pdf diakses
tanggal 28 Februari 2011.
Riyanto, 2009, Design of a steam distillation with spiral pipes for increasing of essential
oil yield, Proceeding International Seminar on Essential Oil (ISEO2009), IPB
International Convention Center, Bogor, West Java.
Wiratno, Hakim, N. dan Gunarso, P., 2010 Kementerian Kehutanan Tropen Bos
Indonesia, Jakarta, 12 November 2010,
http://konservasiwiratno.blogspot.com/2010/11/relokasi-dan-rezonasi-tn-gunung-
merapi_diakses 28 Februari 2011.

Seminar Nasional: Pengembangan Kawasan Merapi : Aspek Kebencanaan dan Pengembangan Masyarakat Pasca Bencana - 214

Anda mungkin juga menyukai