Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut UU No. 36 Tahun 2009 kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan).
Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan, salah
satunya adalah kecacingan. Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan
oleh parasit berupa cacing, dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat.
Infeksi kecacingan adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing kelas nematoda usus
khususnya yang ditularkan melalui tanah (soil transmitted helminths) yaitu Ascaris
lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Trichuris trichiura,
Strongyloides stercoralis, dan beberapa spesies Trichostrongylus (Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat).
Kecacingan dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi,
kecerdasan, kehilangan kerbohorat dan protein, serta kehilangan darah sehingga
produktivitas penderitanya secara ekonomi banyak menyebabkan kerugian. Dengan
menurunnya produktivitas seseorang maka kualitas sumber daya manusia semakin
berkurang. Prevalensi kecacingan di Indonesia pada umumnya masih sangat tinggi
terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu, memiliki risiko yang tinggi
untuk terjangkit penyakit ini (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
424/MENKES/SK/VI/2006 tentang Pedoman Pengendalian Cacingan).
Berdasarkan latar belakang di atas maka di dalam makalah ini akan dibahas lebih
lanjut tentang kecacingan, khususnya kecacingan yang disebabkan oleh cacing Ascaris
lumbricoides.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1.2.1. Apa yang dimaksud dengan Ascariasis?
1.2.2. Bagaimana epidemiologi dari Ascariasis?
1.2.3. Bagaimana prognosis dari Ascariasis?

1
1.2.4. Bagaimana cara pencegahan Ascariasis?
1.2.5. Bagaimana penatalaksanaan Ascariasis?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diuraikan tujuan penulisan dari
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.3.1. Mengetahui yang dimaksud dengan Asariasis.
1.3.2. Mengetahui epidemiologi Ascariasis.
1.3.3. Mengetahui prognosis dari Ascariasis.
1.3.4. Mengetahui cara pengcegahan Ascariasis.
1.3.5. Mengetahui pelaksanaan Ascariasis.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Ascariasis


Ascariasis adalah penyakit infeksi pada usus halus yang disebabkan cacing Ascaris
lumbricoides, dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. Penyakit ini
ditularkan melalui perantaraan tanah atau Soil Transmitted Helmints (Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat).
Askariasis adalah penyakit cacing yang paling besar prevalensinya di antara
penyakit cacing lainnya. Penyakit ini diperkirakan menginfeksi lebih dari 1 miliar orang.
Tingginya prevalensi ini terutama karena banyaknya telur disertai dengan daya tahan
telur yang mengandung larva cacing pada keadaan tanah yang kondusif.

2.1.1. Etiologi
Ascariasis disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides. Cacing jantan berukuran
lebih kecil dari cacing betina, cacing jantan berukuran 10-30cm dan cacing betina
berukuran 20-35cm. Pada stadium dewasa, cacing ini hidup di rongga usus kecil. Seekor
cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000 butir sehari, yang terdiri dari
telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi. Telur yang dibuahi bentuknya oval melebar,
mempunyai lapisan yang tebal dan berbenjol-benjol, dan umumnya berwarna coklat
keemasan, ukuran panjangnya dapat mencapai 75 μm dan lebarnya 50 μm. Telur yang
belum dibuahi umumnya lebih oval dan ukuran panjangnya dapat mencapai 90 μm,
lapisan yang berbenjol-benjol dapat terlihat jelas dan kadang-kadang tidak dapat dilihat.
Telur Ascaris lumbricoides berkembang sangat baik pada tanah liat yang mempunyai
kelembaban tinggi dan pada suhu 25-30 0C. Pada kondisi ini telur tumbuh menjadi
bentuk yang infektif (mengandung larva) dalam waktu 2-3 minggu. Telur yang telah
dibuahi adalah telur yang dapat menginfeksi manusia (Buku Ajar Parasitologi
Kedokteran Edisi Keempat).

Gambar Ascaris lumbricoides

3
2.1.2. Patogenesis

Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk
infektif dalam waktu kurang lebih 3 (tiga) minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan oleh
manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju
pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran
darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus,
masuk ronggas alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus (Buku
Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat).
Dari trakea larva ini menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada
faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esofagus,
lalu menuju usus halus. Di usus halus berubah manjadi cacing dewasa. Sejak telur
matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih 2-3 bulan
(Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat).

4
2.1.3. Masa Inkubasi dan Gejala
Gejala yang timbul pada penderita Ascariasis dapat disebabkan oleh cacing dewasa
dan larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi saat berada di paru. Pada orang yang
rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru
yang disertai dengan batuk, demam, eosinofilia. Pada foto toraks tampak infiltrat. Pada
kasus ini sering terjadi kekeliruan diagnosis karena mirip dengan gambaran TBC, namun
infiltrat ini menghilang dalam waktu 3 (tiga) minggu, setelah diberikan obat cacing pada
penderita. Keadaan ini disebut sindrom Loeffler (Buku Ajar Parasitologi Kedokteran
Edisi Keempat).
Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa biasanya ringan. Kadang-kadang
penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti mual, nafsu makan berkurang,
diare atau konstipasi. Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi
sehingga memperberat keadaan malnutrisi dan penurunan status kognitif pada anak
sekolah dasar. Efek yang serius terjadi bila cacing menggumpal dalam usus sehingga
terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan tertentu cacing dewasa mengembara ke
saluran empedu, apendiks, atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat darurat
sehingga terkadang diperlukan tindakan operatif (Buku Ajar Parasitologi Kedokteran
Edisi Keempat).

2.1.4. Diagnosa dan Pemeriksaan


Diagnosa dibuat dengan menemukan telur pada kotoran atau ditemukannya cacing
dewasa yang keluar dari anus, mulut atau hidung. Adanya cacing pada usus dapat juga
diketahui dengan teknik pemeriksaan radiologi atau sonografi. Terkenanya paru-paru
dapat diketahui dengan menemukan larva cacing ascaris pada sputum atau cucian
lambung (Manual Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17 Tahun 2000).

2.1.5. Sumber dan Cara Penularan


Sumber penularan penyakit ini berasal dari tinja penderita yang telah
terkontaminasi telur A. Lumbricoides yang telah dibuahi. Telur ini akan matang dalam
waktu 21 hari. Bila terdapat orang yang memegang tanah yang terkontaminasi telur
tersebut dan tanpa mencuci tangan lalu langsung mengkonsumsi makanan maka tanpa
sengaja orang tersebut telah menelan telur tersebut dan akan terjadi siklus hidup A.
Lumbricoides di dalam tubuhnya.

5
Penularan terjadi karena menelan telur yang fertile dari tanah yang terkontaminasi
dengan kotoran manusia atau dari produk mentah yang terkontaminasi dengan tanah
yang berisi telur cacing. Penularan tidak terjadi langsung dari orang ke orang lain atau
dari tinja segar ke orang. Penularan terjadi paling sering di sekitar rumah, dimana anak-
anak, tanpa adanya fasilitas jamban yang saniter, mencemari daerah tersebut; infeksi
pada anak kebanyakan karena menelan tanah yang tercemar. Tanah yang terkontaminasi
telur cacing dapat terbawa jauh karena menempel pada kaki atau alas kaki masuk ke
dalam rumah, penularan melalui debu juga dapat terjadi (Manual Pemberantasan
Penyakit Menular Edisi 17 Tahun 2000).
Telur mencapai tanah melalui tinja, dan berkembang (embrionasi); pada suhu
musim panas mereka menjadi infektif setelah 2 – 3 minggu dan kemudian tetap infektif
selama beberapa bulan atau beberapa tahun di tanah dalam kondisi yang cocok. Telur
embrionasi yang tertelan menetas pada lumen usus, larva menembus dinding usus dan
mencapai paru-paru melalui sistem sirkulasi. Larva tumbuh dan berkembang pada paru-
paru; 9 – 10 hari setelah infeksi mereka masuk ke alveoli, menembus trakhea dan tertelan
untuk mencapai usus halus 14 – 20 hari setelah infeksi, didalam usus halus mereka
tumbuh menjadi dewasa, kawin dan mulai bertelur 45 – 60 hari setelah menelan telur
yang terembrionasi (Manual Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17 Tahun 2000).

2.2. Epidemiologi Ascariasis


2.2.1. Segitiga Epidemiologi
a. Host
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris lumbricoides (Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat). Penyakit ini tidak menyerang jenis
kelamin tertentu dan juga pada umur tertentu, tetapi kebanyakan penderita
berasal dari kalangan anak-anak usia 5-10 tahun. Dilihat dari cara penularannya
yang melalui tanah maka dikaitkan dengan aktivitas bermain anak-anak yang
biasanya memiliki kontak langsung dengan tanah dan terkadang langsung
mengkonsumsi makanan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu, hal itu yang
mengakibatkan kebanyakan penderita berasal dari kalangan anak-anak (Manual
Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17 Tahun 2000).
Penyakit ini juga sering terjadi pada masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah
yang seringkali memiliki kebiasaan buang hajat di tanah yang kemudian tanah

6
akan terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang
seterusnya akan terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik.
Penyakit ini juga banyak ditemukan pada para pekerja tambang dan pekerja
kebun yang menggunakan feses sebagai pupuk sehingga cenderung terpapar
langsung dengan tanah yang terkontaminasi telur cacing infektif. Mereka
beresiko terkena penyakit ascariasis karena keadaan lingkungan kerja yang tidak
aman dan tidak sehat serta langsung berhubungan dengan media tanah.
b. Agent
Agent penyakit ini adalah Ascaris lumbricoides, cacing gelang yang berukuran
besar yang ada pada usus manusia (Manual Pemberantasan Penyakit Menular
Edisi 17 Tahun 2000). Pada tanah liat dengan kelembaban tinggi dan suhu
250C-300C merupakan kondisi yang sangat baik untuk berkembangnya telur A.
Lumbricoides menjadi bentuk infektif (Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi
Keempat).

Karakteristik Ascaris lumbricoides


Karakteristik
1. Ukuran cacing dewasa
Jantan - Panjang 15-30 cm
Lebar 0,2-0,4 cm
Betina - Panjang 20-35 cm
Lebar 0,3-0,6 cm
2. Umur cacing dewasa - 1-2 tahun
3. Lokasi cacing dewasa - Usus halus
4. Ukuran telur - Panjang 60-70 μm
Lebar 40-50 μm
5. Jumlah telur/cacing betina/hari - ± 200.000 telur
Sumber: Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat

c. Environment
Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar diseluruh dunia,
lebih banyak di temukan di daerah beriklim panas dan lembab. Agent dari
penyakit ini biasanya terdapat pada lingkungan sekitar rumah dikarenakan

7
kurangnya pemakaian jamban keluarga yang menimbulkan pencemaran tanah
dengan tinja disekitar halaman rumah, di bawah pohon, di tempat mencuci, dan
di tempat pembuangan sampah (Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi
Keempat).

2.2.2. Distribusi
a. Orang
Penyakit ini tidak menyerang jenis kelamin tertentu dan juga pada umur
tertentu, tetapi kebanyakan penderita berasal dari kalangan anak-anak usia 5-10
tahun. Dilihat dari cara penularannya yang melalui tanah maka dikaitkan dengan
aktivitas bermain anak-anak yang biasanya memiliki kontak langsung dengan
tanah dan terkadang langsung mengkonsumsi makanan tanpa mencuci tangan
terlebih dahulu, hal itu yang mengakibatkan kebanyakan penderita berasal dari
kalangan anak-anak (Manual Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17 Tahun
2000).
Penyakit ini juga sering terjadi pada masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah
yang seringkali memiliki kebiasaan buang hajat di tanah yang kemudian tanah
akan terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang
seterusnya akan terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik.
Penyakit ini juga banyak ditemukan pada para pekerja kebun yang
menggunakan feses sebagai pupuk sehingga cenderung terpapar langsung
dengan tanah yang terkontaminasi telur cacing infektif. Mereka beresiko terkena
penyakit ascariasis karena keadaan lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak
sehat serta langsung berhubungan dengan media tanah.
b. Tempat
Cacing ini merupakan parasit yang kosmopolit yaitu tersebar di seluruh dunia,
lebih banyak di temukan di daerah yang lembab. Di beberapa daerah tropik
derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk.
Agent dari penyakit ini biasanya terdapat pada lingkungan sekitar rumah
dikarenakan kurangnya pemakaian jamban keluarga yang menimbulkan
pencemaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah, di bawah pohon, di
tempat mencuci, dan di tempat pembuangan sampah (Buku Ajar Parasitologi
Kedokteran Edisi Keempat). Di pedesaan kasus ini lebih tinggi prevalensinya,
hal ini terjadi karena buruknya sistem sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak

8
adanya jamban sehingga tinja manusia tidak terisolasi sehingga larva cacing
mudah menyebar.
c. Waktu
Infeksi Ascariasis menunjukkan fluktuasi musiman. Ascariasis muncul di
lingkungan yang sedang dan tropis. Prevalensi rendah terdapat pada iklim yang
kering, tetapi tinggi di kondisi yang basah dan hangat yang mana kondisi ini
cocok untuk telur dan embrionisasi. Biasanya insiden meningkat pada permulaan
musim hujan, karena curah hujan yang tinggi mengakibatkan kelembaban tanah
meningkat. (Legesse dalam Oktavianto 2009).

2.2.2. Frekuensi
Ascaris lumbricoides paling banyak dijumpai dengan prevalensi global sekitar
25%. (Suriptiastuti, 2006). David dalam Oktavianto (2009) juga mengatakan
bahwa prevalensi seluruh dunia adalah 25% biasanya asimptomatik. Ascaris paling
banyak ditemukan dalam tubuh anak-anak di negara tropis dan berkembang, di
mana terjadi melalui tanah yang terkontaminasi oleh feses manusia atau pupuk dari
kotoran. (David dalam Oktavianto, 2009). Diperkirakan 807-1.221 juta atau 1,2
millyar orang di dunia terinfeksi Ascaris lumbricoides. Menurut Permenkes RI
No.5 tahun 2014, di Indonesia prevalensi ascariasis tertinggi pada anak, yaitu
antara 60-90%. Prevalensi dan intensitas infestasi cacing di Indonesia pada semua
umur berkisar 40%-60% (Sary dkk, 2014). Penelitian epidemiologi telah dilakukan
hampir di seluruh Indonesia, terutama pada anak-anak sekolah dan umumnya
didapatkan angka prevalensi tinggi yang bervariasi. Prevalensi askariasis di
propinsi DKI Jakarta adalah 4-91%, Jabar 20-90%, Yogyakarta 12-85%, Jatim 16-
74%, Bali 40-95%, NTT 10-75%, Sumut 46-75%, Sumbar 2-71%, Sumsel 51-78%,
Sulut 30-72% (Elmi et al dalam Oktavianto 2009).

2.2.3. Faktor-Faktor Determinan Ascariasis


Iklim merupakan determinan utama dari penyebaran penyakit ini, kelembaban
dan suhu juga sangat penting bagi perkembangan larva dalam tanah. Faktor iklim
ini meliputi temperatur, curah hujan, cahaya matahari dan angin. Juga faktor tanah,
seperti macam (jenis) tanah dan sifat partikel tanah. Temperatur, sangat penting
untuk cacing ini melanjutkan siklus hidupnya. Kelembaban juga merupakan faktor
penting untuk mempertahankan hidup cacing. Bila kelembaban rendah maka telur

9
A.lumbricoides tidak akan berkembang dengan baik. Kelembaban tanah tergantung
pada besarnya curah hujan (Suriptiastuti, 2006).
Determinan yang juga penting adalah kemiskinan, hygiene perorangan yang
buruk, tidak tersedianya sumber air bersih dan jamban yang belum memenuhi
syarat kesehatan. Pada keadaan ini, Ascariasis menjadi endemik. Cahaya matahari
juga berperan dalam memberikan panas, terutama terhadap telur dan larva yang
ada pada permukaan tanah. Demikian pula angin, berperan dalam mempercepat
proses penyebaran telur-telur cacing yang infektif melalui debu. Beberapa faktor
lain yang ikut berperan sebagai penunjang perkembangan dan penyebarannya
adalah macam dan sifat partikel tanah. Untuk perkembangan telurnya,
A.lumbricoides memerlukan tanah yang liat, lembab dan terlindung dari cahaya
matahari (Suriptiastuti, 2006).

2.3. Prognosis
Pada umumnya ascariasis mempunyai prognosis baik. Tanpa pengobatan, penyakit
ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun. Dengan pengobatan, angka kesembuhan
70-99% (Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat).

2.4. Pencegahan
Cara-cara pencegahan:
a. Berikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menggunakan fasilitas jamban yang
memenuhi syarat kesehatan.
b. Sediakan fasilitas yang cukup memadai untuk pembuangan kotoran yang layak dan cegah
kontaminasi tanah pada daerah yang berdekatan langsung dengan rumah, terutama di
tempat anak bermain.
c. Di daerah pedesaan, buatlah jamban umum yang konstruksinya sedemikian rupa sehingga
dapat mencegah penyebaran telur Ascaris melalui aliran air, angin, dan lain-lain. Kompos
yang dibuat dari kotoran manusia untuk digunakan sebagai pupuk kemungkinan tidak
membunuh semua telur.
d. Dorong kebiasaan berperilaku higienis pada anak-anak, misalnya ajarkan mereka untuk
mencuci tangan sebelum makan dan menjamah makanan.
e. Di daerah endemis, jaga agar makanan selalu ditutup supaya tidak terkena debu dan
kotoran. Makanan yang telah jatuh ke lantai jangan dimakan kecuali telah dicuci atau
dipanaskan (Manual Pemberantasan Penyakit Menular Edisi 17 Tahun 2000).

10
2.5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan pengawasan penderita, kontak dan
lingkungan sekitar.
a. Laporan kepada instansi kesehatan setempat : laporan resmi biasanya tidak dilakukan.
b. Isolasi : tidak perlu dilakukan.
c. Disinfeksi serentak : pembuangan kotoran pada jamban yang saniter.
d. Karantina : tidak diperlukan.
e. Imunisasi : tidak ada.
f. Investigasi kontak dan sumber infeksi : cari & temukan penderita lain yang perlu
diberi pengobatan. Perhatikan lingkungan yang tercemar yang menjadi sumber infeksi
terutama disekitar rumah penderita.
g. Pengobatan spesifik : Mebendazole (Vermox) dan albendazole (Zentel) (juga efektif
terhadap Trichuris trichiura dan cacing tambang, lihat Trichuriasis & cacing
tambang). Kedua obat tersebut merupakan kontraindikasi untuk diberikan selama
kehamilan. Penyimpangan migrasi dari cacing ascaris telah dilaporkan setelah
pemberian terapi Mebendazole; namun hal ini dapat juga terjadi dengan terapi obat
yang lain atau penyimpangan migrasi dapat juga terjadi secara spontan pada infeksi
yang berat. Pyrantel pamoate (Antiminth, Combantrin) juga efektif diberikan dalam
dosis tunggal (obat ini dapat juga dipakai untuk cacing tambang, tapi tidak untuk T.
Trichiura).

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Ascariasis adalah penyakit infeksi pada usus halus yang disebabkan cacing Ascaris
lumbricoides, dimana dapat terjadi infestasi ringan maupun infestasi berat. Penyakit ini
ditularkan melalui perantaraan tanah atau Soil Transmitted Helmints. Penyakit ini tidak
menyerang jenis kelamin tertentu dan juga pada umur tertentu, tetapi kebanyakan
penderita berasal dari kalangan anak-anak usia 5-10 tahun. Cacing ini merupakan parasit
yang kosmopolit yaitu tersebar di seluruh dunia, lebih banyak di temukan di daerah yang
lembab. Infeksi Ascariasis menunjukkan fluktuasi musiman. Determinan Ascariasis
antara lain iklim, sanitasi yang rendah, jenis tanah dan hygiene perorangan. Pada
umumnya ascariasis mempunyai prognosis baik. Pencegahan dapat dilakukan dengan
mengurangi determinan atau faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya Ascariasis.
Penatalaksanaan dapat dilakukan dengan pengawasan penderita, kontak dan lingkungan
sekitar.

3.2 Saran
Masyarakat termasuk kita semua dapat menjaga kebersihan baik dalam sanitasi
lingkungan maupun hygiene perorangan untuk dapat menekan jumlah kasus Ascariasis.

12

Anda mungkin juga menyukai