Asta Kosala Kosali Dalam Penataan Ruang Di Bali Untuk Mewujudkan Tri Hita Karana Yang Harmonis
Asta Kosala Kosali Dalam Penataan Ruang Di Bali Untuk Mewujudkan Tri Hita Karana Yang Harmonis
1
Indonesia. Seperti contoh kota Jakarta yang sebagai pusat pemerintahan di
Indonesia, namun di pinggir kota Jakarta banyak terdapat pemukiman-pemukiman
kumuh. Hal ini dikarena perencana tata ruang yang digunakan pemerintah tidak
baik. Banyaknya pemukiman kumuh tersebut juga akan berdampak pada sistem
transportasi. Kemacetan adalah salah satu masalah yang timbul dari tata ruang
yang salah dalam pembangunan. Bahkan kini ibu kota Jakarta sudah terkenal akan
kemacetannya.
Buruknya tata ruang di Indonesia juga berpengaruh pada lingkungan. Kini
daerah resapan air di kota-kota besar banyak yang hilang karena alih fungsi lahan
yang digunakan untuk pembangunan gedung-gedung dan perkantoran.
Berkurangnya daerah resapan air dan juga banyaknya hutan yang beralih fungsi
menjadi pemukiman penduduk menyebabkan banjir di musim penghujan dan
kekeringan di musim panas di sebagian wilayah Indonesia.
2
tidak dilengkapi dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL). Kadang meskipun ada AMDAL nya tapi hanya diatas kertas saja,
yang dalam prakteknya banyak yang menyimpang. Hal tersebut menyebabkan
kini Bali mulai sering dilanda banjir di setiap musim penghujan. Penebangan
hutan yang dilakukan secara sembarangan juga berakibat pada mengeringnya
beberapa sumber mata air di Bali. Ini berdampak pada beberapa kota di Bali
yang mengalami kekeringan.
Pembangunan yang tidak memiliki rancana tata ruang yang baik
menyebabkan semerawutnya sistem transportasi, hilangnya daerah resapan air,
naiknya suhu udara, berkurangnya ruang terbuka hijau dan juga punahnya habitat
beberapa flora dan fauna di Bali. Kemacetan kini juga sudah melanda Bali,
terutama di daerah Denpasar. Lebar jalanan yang tidak sebanding dengan
banyaknya jumlah pengguna jalan adalah faktor utama penyebabnya. Untuk itu
diperlukan sebuah konsep tata ruang yang baik dan sesuai dengan nilai-nilai
kebudayaan masyarakat Bali, agar pembangunan sarana dan infrastruktur
pariwisata di Bali bisa terlaksana tanpa melupakan kearifan budaya lokal dan juga
kelestarian lingkungan. Tata ruang dapat dimulai dari tataran yang paling kecil
yaitu bagaimana membangun sebuah rumah yang nyaman dan ramah lingkungan,
yang di Bali dikenal dengan Asta Kosala Kosali.
3
pelaksanaan yadnya. Aturan Asta Kosala Kosali terbagi menjadi 2 bagian utama,
yakni:
Asta Kosala, yang mengatur tentang bentuk-bentuk simbol bangunan Pura
ataupun perumahan di Bali, yakni: ukuran panjang, lebar, tinggi,
tingakatan (pepalih) dan hiasan.
Asta Bumi, yang mengatur tentang luas halaman Pura/perumahan,
pembagian ruang halaman, dan jarak antar bangunan pura/rumah.
Asta Kosala Kosali merupakan sebuah cara penataan lahan untuk tempat
tinggal dan bangunan suci. Penataan bangunan yang dimana di dasarkan oleh
anatomi tubuh yang punya bangunan. Pengukurannya pun lebih menggunakan
ukuran anggota dari tubuh yang punya rumah. Mereka tidak menggunakan
meteran tetapi menggunakan ukuran seperti:
1. Musti (ukuran atau dimensi untuk ukuran tangan mengepal dengan ibu jari
yang menghadap ke atas),
2. Hasta (ukuran sejengkal jarak tangan manusia dewasa dari pergelangan
tengah tangan sampai ujung jari tengah yang terbuka)
3. Depa (ukuran yang dipakai antara dua bentang tangan yang dilentangkan
dari kiri ke kanan)
Dalam konsep Asta Kosala Kosali pembuatan sebuah rumah akan dibagi
menjadi tiga bagian yaitu jaba untuk bagian paling luar rumah, jaba jero untuk
mendifinisikan bagian ruang antara luar dan dalam, atau ruang tengah, dan jero
untuk mendiskripsikan ruang bagian paling dalam dari sebuah pola ruang yang
dianggap sebagai ruang paling suci atau paling privacy bagi rumah tinggal dengan
konsep dan teknik konstruksi Tri Angga dalam arsitektur, yang terdiri dari hirarki
yang paling bawah sampai paling atas.yaitu nista, madya dan utama :
Nista menggambarkan hirarki paling bawah dari sebuah bangunan,
diwujudkan dengan pondasi rumah atau bawah rumah sebagai penyangga
rumah. bahannya pun biasanya terbuat dari batu bata atau batu gunung.
Madya adalah bagian tengah bangunan yang diwujudkan dalam bangunan
dinding, jendela dan pintu. Madya mengambarkan strata manusia atau
alam manusia
4
Utama adalah symbol dari bangunan bagian atas yang diwujudkan dalam
bentuk atap yang diyakini juga sebagai tempat paling suci dalam rumah
sehingga juga digambarkan tempat tinggal dewa atau leluhur mereka yang
sudah meninggal. Pada bagian atap ini bahan yang digunakan pada
arsitektur tradisional adalah atap ijuk dan alang-alang.
Asta kosala kosali dalam penataan ruang di Bali untuk mewujudkan tri hita
karana yang harmonis.
Disamping otentik, konsep Asta Kosala Kosali juga mengajarkan untuk
menghargai lingkungan hidup, sekaligus membentuk dan melahirkan kehidupan
yang harmonis di dunia material dan inmaterial (sekala dan niskala) bagi
masyarakatnya. Bisa dibilang Pro Environment dan Pro Life, yang tentu saja
dijunjung tinggi oleh masyarakat dunia saat ini. Oleh sebab itu, Asta Kosala
Kosali kemudian dijadikan acuan dasar dalam setiap membangun apapun di Bali,
termasuk pengaturan atau tata ruang desa, kota dan wilayah.
Konsep Asta Kosala Kosali ini merupakan bagian tak terpisahkan, bahkan
mungkin wujud konkret dari penerapan konsep Tri Hita Karana. Asta Kosala
Kosali dapat dijadikan sebuah pedoman dalam penataan ruang di Bali untuk
mewujudkan tiga hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan, antar sesama
manusia, maupun antara manusia dengan lingkungan (Tri Hita Karana). Dalam
konsep Asta Kosala Kosali setiap ruang di Bali, terbagi menjadi 3 wilayah ruang
yang saling berkaitan dengan Tri Hita Karana.
5
Di dalam tata ruang desa adat di Bali penerapan Utama Mandala ini,
diwujudkan dengan pembangunan Pura-Pura utama desa di daerah hulu desa/
tempat yang disucikan oleh masyarakat desa. Bagian Utama Mandala ini selalu
dijaga kesakralannya oleh masyarakat, sehingga dalam melakukan
persembahyangan ataupun upacara keagamaan bisa berlangsung dengan hikmat.
6
dimana manusia melakukan interaksi dengan lingkungan yang merupakan ruang
terbuka hijau.
Nista Mandala ini merupakan tempat yang digunakan manusia untuk
melakukan hubungan dengan alam seperti sawah, ladang, hutan, sungai, dan juga
digunakan untuk area pemakaman. Nista Mandala ini merupakan tempat yang
dijaga keasriannya sehingga menimbulkan keharmonisan antara manusia dan
alam.
Ketiga Mandala itu merupakan satu kesatuan, artinya tidak terpisah-pisah
dari konsep Asta Kosal Kosali. Sebuah konsep sederhana dalam penataan ruang di
Bali namun meberikan dampak yang besar bagi kelangsungan hidup manusianya.
Konsep Asta Kosala Kosali ini sangat berperan dalam tata ruang di Bali demi
terwujudnya Tri Hita Karana yang harmonis.
Apabila Parahyangan sudah terwujud dengan harmonis maka tempat
ibadah/tempat suci sebagai penghubung antara manusia dengan Tuhan tidak akan
kehilangan nilai kesakralannya karena letaknya yang kotor.
Apabila Pawongan sudah dapat diwujudkan dengan harmonis maka
penataan pemukiman penduduk tidak akan mengalami kesemrawutan. Apabila
pemukiman penduduk telah tertata dengan baik, tidak akan ada lagi pemukiman
kumuh yang mengganggu keindahan desa/kota. Selain itu sistem transportasi juga
tidak akan mengalami kemacetan.
Apabila Palemahan sudah terwujud dengan harmonis maka kelestarian
alam dan lingkungan dapat terjaga. Terjaganya alam maka akan memberikan
ruang untuk daerah resapan air yang cukup sehingga pada musim penghujan tidak
terjadi banjir. Selain itu hutan yang masih terjaga juga dalap membersihkan udara
dari polusi.
Konsep Asta Kosala Kosali ini sangat cocok diterapkan dalam penataan
ruang saat ini melihat dari masalah yang dialami Indonesia dalam tata ruang
kotanya yang bisa dibilang buruk. Konsep Asta Kosala Kosali ini kedepannya
seharusnya bisa dijadikan pedoman bukan hanya dalam penataan ruang desa adat
di Bali saja, tetapi juga tata ruang kota-kota di Indonesia. Dengan menggunakan
konsep Asta Kosala Kosali dalam penataan ruang maka dapat terwujud Tri Hita
Karana yang harmonis yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan
7
manusia, dan manusia dengan lingkungan. Apabila Tri Hita Karana sudah
terwujud, masalah seperti banjir, kemacetan, pemukiman kumuh, dan lain-lainnya
yang selama ini melanda Indonesia akan bisa teratasi.