Anda di halaman 1dari 24

1

BAB I
STATUS PASIEN

1.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. R
Umur : 21 tahun
Alamat : Cibogo, Waled
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMP
Status : Menikah

Nama Suami : Tn. S


Umur : 22 tahun
Alamat : Cibogo, Waled
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Pendidikan terakhir : SMP
Status : Menikah

1.2 ANAMNESIS
 Tanggal pemeriksaan : 13 Juni 2019
 Keluhan Utama : Mulas-mulas sejak 5 jam SMRS
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled Kabupaten Cirebon
pada tanggal 13 Juni 2019 pukul 12.20 WIB, G1P0A0 dengan usia
kehamilan 42 minggu. Pasien mengeluhkan mulas-mulas seperti ingin
melahirkan yang dirasakan sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit,
dirasakan semakin lama semakin teratur dan kuat. Pasien mengatakan
tidak ada air-air atau lendir bercampur darah yang keluar dari jalan lahir
pasien. Gerak janin masih aktif dirasakan pasien. BAB (+), BAK (+)
seperti biasa dan diketahui memiliki tekanan darah tinggi sejak 1 bulan
2

sebelum masuk rumah sakit saat kontrol di Puskesmas Cibogo (tekanan


darah 150/90mmHg). Riwayat tekanan darah tinggi sebelum dan selama
kehamilan disangkal. Keluhan ini disertai dengan adanya bengkak minimal
pada kedua kaki. Namun tidak disertai nyeri kepala, pandangan kabur,
nyeri ulu hati ataupun mual dan muntah. Karena keluhan tersebut, pasien
memeriksakan diri ke Puskesmas Cibogo lalu dirujuk ke RSUD Waled.
 Riwayat Penyakit Ibu :
- Jantung
- Hepar
- Ginjal
- Paru Disangkal
- DM
- Hipertensi
 Riwayat Operasi
Pasien menyangkal pernah melakukan operasi apapun.
 Riwayat Menstruasi
Pasien mengaku mendapatkan menstruasi sejak usia 14 tahun dengan
siklus yang teratur 28 hari.
- HPHT : 20 Agustus 2018
- HPL : 27 Mei 2019
 Riwayat Obstetri
Tidak ada
 Riwayat ANC
- Setiap bulan ibu selalu kontrol kehamilan di bidan desa setempat.
- Riwayat imunisasi TT pada kehamilan ini sudah di dapatkan sebanyak
2x di Puskesmas.
- Pasien juga mengaku sudah di USG oleh dokter kandungan pada usia
kehamilan 8 bulan dengan hasil USG letak kepala dibawah, plasenta
di fundus, TBJ : 4000 gr, air ketuban (+).
-
 Riwayat KB
Tidak ada
 Riwayat Pernikahan
Pasien sudah menikah 1 tahun lamanya dengan satu kali menikah.
Pertama kali menikah pasien berusia 20 tahun dan suami 21 tahun.
 Riwayat Ginekologi
Riwayat kanker, kista ovarium, mioma uteri, perdarahan pervaginam
diluar menstruasi disangkal.

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


3

 Keadaan Umum : Baik, tampak sakit sedang


 Kesadaran : Composmentis
 Tinggi badan : 157 cm
 Berat badan : 85 kg
 Tanda-tanda vital :
- Tekanan darah : 160/90 mmHg
- Nadi : 88 x/menit
- Respirasi : 21 x/menit
- Suhu : 36,6 ° C
a. Status Generalis
 Kepala – Normocephal, chloasma gravidarum (-), rambut
Leher : berwarna hitam dan tidak mudah rontok
Mata : simetris, ca -/-, si -/-
Hidung : deviasi (-) sekret (-) darah (-)
Telinga : simetris, darah (-) sekret (-)
Mulut : bibir sianosis (-), lidah kotor (-), karies
(-), gusi berdarah (-)
Leher : KGB membesar (-), JVP meningkat (-)
 Thorax Pulmo : VBS +/+, Rh -/-, Wh -/-
:
 Cor BJ I = BJ II reguler, M (-), G (-)
:
 Abdomen Cembung gravida, BU (+), nyeri tekan (-), striae
: (+), jejas (-)
 Ekstremitas Akral hangat (+), edema (-), refleks patela (+/+),
: CRT < 2detik

b. Status Obstetrikus
 Pemeriksaan fisik luar :
- TFU : 33 cm
- DJJ : 142 x/menit, reguler
- His : 1 x 10” / 10’
 Palpasi :
- Leopold I : TFU 33cm dan persentasi bokong
- Leopold II : punggung teraba di kiri, bagian kecil teraba di kanan
- Leopold III : presentasi kepala
- Leopold IV : sudah masuk PAP (divergen)
 Pemeriksaan fisik dalam :
- V/V : Tidak ada kelainan
- VT : Dinding vagina licin, portio tebal lunak, Ø 2 cm,
ketuban (+),
4

Kepala Hodge 1, sutura sagitalis sulit dinilai


- Proteinuria dipstick : +1

1.4 RESUME
Seorang perempuan datang ke IGD Kebidanan RSUD Waled
Kabupaten Cirebon pada tanggal 13 Juni 2019 pukul 12.20 WIB, G1P0A0
dengan usia kehamilan 42 minggu. Pasien mengeluhkan mulas-mulas seperti
ingin melahirkan yang dirasakan sejak 5 jam sebelum masuk rumah sakit,
dirasakan semakin lama semakin teratur dan kuat. Pasien mengatakan tidak
ada air-air atau lendir bercampur darah yang keluar dari jalan lahir pasien.
Gerak janin masih aktif dirasakan pasien. BAB (+), BAK (+) seperti biasa
dan diketahui memiliki tekanan darah tinggi sejak 1 bulan sebelum masuk
rumah sakit saat kontrol di Puskesmas Cibogo (tekanan darah 150/90mmHg).
Riwayat tekanan darah tinggi sebelum dan selama kehamilan disangkal.
Keluhan ini disertai dengan adanya bengkak minimal pada kedua kaki.
Namun tidak disertai nyeri kepala, pandangan kabur, nyeri ulu hati ataupun
mual dan muntah. Karena keluhan tersebut, pasien memeriksakan diri ke
Puskesmas Cibogo lalu dirujuk ke RSUD Waled.
Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit sebelumnya dan
menjalani operasi sebelumnya. Pasien mengaku bahwa menstruasinya lancar
dan pertama kali mendapatkannya yaitu usia 14 tahun dengan siklus yg
teratur selama 28 hari. Pada riwayat obstetri tidak ada, karena pasien belum
pernah melahirkan. Riwayat ANC dilakukannya setiap bulan di bidan desa
setempat, imunisasi TT sudah dilakukannya dua kali pada kehamilan saat ini
dan sudah melakukan USG. Pasien juga mengaku sudah menikah selama 1
tahun.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum baik tampak sakit
sedang, kesadaran composmentis, tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 88
x/menit, respirasi 21 x/menit, suhu 36,6 °C. Pada pemeriksaan status
generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan obstetrik di pemeriksaan
luar didapatkan TFU 33 cm, DJJ 142 x/menit reguler, his 1 x 10” / 10’. Pada
pemeriksaan leopold I ditemukan TFU 33cm dan presentasi bokong, leopold
II teraba punggung di sebelah kiri dan kanan berupa benda-benda kecil,
5

leopold III presentasi kepala, leopold IV divergen. Pada pemeriksaan dalam


ditemukan V/V tidak ada kelainan, VT ditemukan portio tebal lunak,
pembukaan 2 cm, ketuban (+). Kepala Hodge 1, sutura sagitalis sulit dinilai.
Pada pemeriksaan proteinuria dipstick didapatkan hasil +1.

1.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


 USG
- Janin tunggal hidup
- Letak kepala, sesuia usia kehamilan 32-33minggu
- Letak plasenta di fundus
- Ketuban cukup
- TBBA 4000gram
 Laboratorium : darah lengkap dan urine lengkap
Darah lengkap
Hemoglobin 10,7 (12,5-15,5)
Hematokrit 31 (40-50)
Trombosit 399 (150-400)
Leukosit 8,3 (4-10)
MCV 85,8 (82-96)
MCH 29,5 (>=27)
MCHC 34,4 (32-36)
HBsAg Non Reactive
Urine lengkap
Protein Urine 25 (<10)
Glucosa Urine NORMAL (4,8-7,4)
pH 8
Bilirubin Urine NEGATIVE

1.6 DIAGNOSIS KERJA


G1P0A0 parturien aterm kala 1 fase laten dengan PEB

1.7 PENATALAKSANAAN
a. Protap PEB : MgSO4 10cc + RL 10cc bolus pelan 10-15 menit
b. Maintenance PEB : MgSO4 15cc + RL 500cc dalam 6 jam
c. Nifedipine 2 x 10mg
d. Metildopa 3 x 500mg
e. Drip oxytocin 5 IU + IVFD D5% 500cc 20tpm
f. Observasi TTV, his, DJJ, jumlah pengeluaran urin
g. Jika tidak ada kemajuan: Pro Seksio secaria

1.8 PROGNOSIS
6

 Ad Vitam : Dubia ad Bonam


 Ad Functionam : Dubia ad Bonam
 Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Hipertensi Dalam Kehamilan


Hipertensi dalam kehamilan (HDK) merupakan suatu kelainan vaskuler
yang terjadi sebelum kehamilan atau timbul dalam kehamilan atau pada masa
nifas. Golongan penyakit ini ditandai dengan hipertensi dan sering disertai
proteinuria, edema, kejang, koma atau gejala – gejala lain.1,2
Hipertensi dalam kehamilan cukup sering dijumpai dan masih
merupakan salah satu penyebab kematian ibu. Rata – rata kelainan ini
ditemukan sebanyak 5 – 10 % dari seluruh kehamilan dan merupakan salah
satu dari 3 penyebab kematian ibu selain perdarahan dan infeksi.1,2
7

Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan yang dianjurkan oleh American


College of Obstetrics and Gynecologists (2013), adalah sebagai berikut3 :
a. Preeklampsia – Eklampsia
Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat
kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu. Hipertensi didefinisikan
sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥
90 mmHg. Proteinuria didiagnosis ketika ekskresi urine lebih dari 300 mg
dalam 24 jam.3,4
Eklampsia adalah kejang yang dialami wanita hamil dalam
persalinan atau masa nifas yang disertai gejala – gejala preeklampsia.3,4
b. Hipertensi Kronik
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang terjadi sebelum kehamilan
atau tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih sebelum usia kehamilan 20
minggu. Diagnosis hipertensi kronis yang mendasari dilakukan apabila2,3 :
1) Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) terbukti mendahului kehamilan.
2) Hipertensi (≥ 140/90 mmHg) diketahui sebelum usia kehamilan 20
minggu, kecuali bila ada penyakit trofoblastik.
3) Hipertensi berlangsung lama setelah kelahiran.
Hipertensi kronis dalam kehamilan sulit didiagnosis apalagi wanita
hamil tidak mengetahui tekanan darahnya sebelum kehamilan. Pada
beberapa kasus, hipertensi kronis didiagnosis sebelum kehamilan usia 20
minggu, tetapi pada beberapa wanita hamil, tekanan darah yang meningkat
sebelum usia kehamilan 20 minggu mungkin merupakan tanda awal
terjadinya preeklamsi.2,3
Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi Kronis menurut JNC 75

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Normal < 120 < 80
Pre – hipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi stadium I 140 – 159 90 – 99
Hipertensi stadium II ≥ 160 ≥ 100

c. Hipertensi Kronik dengan Superimposed Preeklampsia


Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah
hipertensi yang terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu atau ibu dengan
8

riwayat hipertensi disertai proteinuria setelah usia kehamilan ≥ 20


minggu.2,3,4
Kriteria diagnosis superimposed preeklampsia adalah3 :
1) Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi yang belum
ada sebelum kehamilan 20 minggu.
2) Peningkatan tiba-tiba proteinuria atau tekanan darah atau jumlah
trombosit <100.000/mm3 pada wanita dengan hipertensi atau
proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.
d. Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional adalah tekanan darah 140/90 mmHg atau
lebih setelah usia kehamilan 20 minggu tanpa disertai proteinuria dan
menghilang pasca persalinan.1,3
Hipertensi gestasional didiagnosis pada wanita dengan tekanan darah
mencapai 140/90 mmHg atau lebih besar, untuk pertama kalinya selama
kehamilan tetapi tidak terdapat proteinuria. Hipertensi gestasional disebut
juga transient hypertension jika preeklampsia tidak berkembang dan
tekanan darah telah kembali normal pada 12 minggu postpartum. Apabila
tekanan darah naik cukup tinggi selama setengah kehamilan terakhir, hal
ini berbahaya terutama untuk janin, walaupun proteinuria tidak pernah
ditemukan. Seperti yang ditegaskan oleh Chesley (1985), 10% eklamsi
berkembang sebelum proteinuria yang nyata diidentifikasi. Dengan
demikian, jelas bahwa apabila tekanan darah mulai naik, ibu dan janin
menghadapi risiko yang meningkat.1,3
Kriteria diagnosis pada hipertensi gestasional yaitu1,3 :
1) Tekanan darah 140/90 mmHg yang timbul pertama kali selama
kehamilan.
2) Tidak ada proteinuria.
3) Tekanan darah kembali normal < 12 minggu postpartum.
4) Diagnosis akhir baru bisa ditegakkan postpartum.
5) Mungkin ada gejala preeklampsia lain yang timbul, contohnya nyeri
epigastrium atau trombositopenia.

2. 2 Preeklampsia
9

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria akibat


kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Preeklampsia adalah penyakit primigravida dan bila timbul pada seorang
multigravida biasanya ada faktor predisposisi, seperti hipertensi, diabetes atau
kehamilan ganda. Disebut sebagai sindrom preeklampsia karena merupakan
kelainan yang ditandai oleh beberapa gejala spesifik dalam kehamilan akibat
terlibatnya banyak sistem organ.1,3,4
a. Insidensi dan Faktor Resiko
Wanita kulit hitam memiliki kecenderungan mengalami preeklamsia
dibandingkan kelompok rasial lainnya, hal ini dikarenakan wanita kulit
hitam memiliki prevalensi yang lebih besar terhadap hipertensi kronis.
Diantara wanita yang berusia 30-39 tahun, hipertensi kronis terdapat pada
22,3% wanita kulit hitam, 4,6% kulit putih, dan 6,2% pada wanita Amerika
Meksiko.1,2
Preeklamsia umumnya terjadi pada usia maternal ekstrim (< 18
tahun atau > 35 tahun). Peningkatan prevalensi hipertensi kronis pada
wanita > 35 tahun dapat menjelaskan mengapa terjadi peningkatan
frekuensi preeklamsia diantara gravida tua. Faktor resiko terjadinya
preeklampsia adalah sebagai berikut4,6 :
1) Primigravida, primipaternitas
2) Hiperplasentosis, misalnya : mola hidatidosa, kehamilan multipel,
diabetes melitus, hidrops fetalis, bayi besar
3) Umur yang ekstrim
4) Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
5) Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
6) Obesitas.
b. Etiopatogenesis
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui
dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi
dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap
mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianur antara lain1,2,4 :
1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta (Invasi trofoblas abnormal)
Aliran darah ke plasenta melalui arteri spiralis yang merupakan
cabang arteri uterina. Pada awal kehamilan, sel sitotrofoblas menginvasi
dinding plasenta, merobek endotelium dan tunica media arteri spiralis.
Dinding arteri spiralis mengalami remodeling, dimana terjadi
10

transformasi dari aliran darah pelan dengan resistensi tinggi menjadi


aliran darah cepat dengan resistensi rendah pada kehamilan normal.1,4,7
Invasi trofoblas mengubah arteri spiralis dari pembuluh darah
dengan resistensi tinggi menjadi pembuluh darah yang lebar dengan
resistensi rendah. Perubahan atau remodeling arteri spiralis terjadi
lengkap setelah 18-20 minggu.1,4,8
Pada preeklampsia, invasi sitotrofoblas pada myometrium
terganggu : arteri spiralis tetap dangkal dan aliran darah ke fetus
terhambat. Invasi sitotrofoblas dari arteri terbatas pada permukaan
desidua, dan menyebabkan segmen miometrium tetap sempit dan
vasokonstriksi. Akibatnya terjadi iskemia plasenta disebabkan invasi
sitotrofoblas yang abnormal : yang merangsang faktor plasental dan
ketidakseimbangan faktor angiogenik yang menyebabkan disfungsi
endotel saat pembentukan plasenta. Jadi dalam preeklampsia, nutrisi
pada plasenta kurang optimal, dan oksigenasi juga menurun karena
insufisiensi plasenta dan perfusi uteroplasenta yang tidak adekuat.1,7,8
11

Gambar 1. Remodeling arteri spiralis, plasentasi


normal, plasentasi abnormal.8

Selain itu, De Wolf dan kawan-kawan (1980) menemukan lipid


mengumpul pertama kali pada sel-sel myointimal dan kemudian pada
makrofag akan membentuk atherosis. Obstruksi lumen arteriol spiral
oleh atherosis dapat mengganggu aliran darah plasenta. Perubahan-
perubahan ini dianggap menyebabkan perfusi plasenta menjadi
berkurang secara patologis, yang pada akhirnya menyebabkan sindrom
preeklamsia.1,7,8

Gambar 2. Atherosis.8

2) Teori iskemia plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel


Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada
hipertensi terjadi kegagalan “remodelling arteri spiralis” dengan akibat
plasenta mengalami iskemia dan hipoksia. Plasenta yang mengalami
iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan atau disebut juga
dengan radikal bebas. Radikal bebas yang meningkat pada tubuh
menyebabkan stres oksidatif yang mengakibatkan rusaknya endotel
sehingga terjadi disfungsi endotel. Disfungsi endotel dapat
mengakibatkan4,9,10 :
a) Gangguan metabolisme prostaglandin (vasodilator kuat)
b) Gangguan agregasi sel-sel trombosit (vasokontriktor kuat)
c) Glomerular endotheliosis
d) Peningkatan permeabilitas kapiler
e) Peningkatan produksi vasopresor yaitu endotelin
f) Peningkatan faktor koagulasi.
3) Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
12

Reaksi penolakan janin oleh ibu, dapat disebabkan oleh


perubahan histologis di perbatasan sel/jaringan ibu dan plasenta
sehingga terjadi gangguan pembentukan blocking antibodies di daerah
perbatasan tersebut, terutama pada primigravida atau multigravida
dengan suami/sperma yang baru.8
Maladaptasi imunologi juga diduga terjadi akibat rendahnya
ekspresi HLA-G di jaringan trofoblas ekstravili, yang berakibat pada
gangguan vaskularisasi plasenta. Rendahnya HLA-G juga
menyebabkan peningkatan produksi sitokin proinflamasi, yang
merupakan salah satu faktor penyebab jejas endotel, sehingga terjadi
immune-Maladaptation.4,11
4) Teori adaptasi kardiovaskular
Kegagalan adaptasi kardiovaskular dalam berbagai derajat
mengakibatkan terjadinya hipertensi selama trimester kedua hingga
akhir kehamilan. Terjadi peningkatan kepekaan terhadap rangsang
vasopresor/vasokonstriktor dan hilangnya daya refrakter pembuluh
darah terhadap vasopresor tersebut, sehingga terjadi vasokontriksi luas
di jaringan tubuh yang mendasari sindrom preeklampsia dengan segala
komplikasinya.4,12
5) Teori Genetik
Hasil penelitian menyebutkan bahwa ibu yang mengalami
preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami preeklampsia
juga.4,13
6) Teori stimulus inflamasi
Pada kehamilan normal plasenta melepaskan debris trofoblas
sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas akibat stres
oksidatif. Debris trofoblas tersebut dianggap benda asing sehingga
memicu terjadinya proses inflamasi. Jumlah debris trofoblas pada
kehamilan normal masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi
juga masih dalam batas normal. Sedangkan, pada kehamilan dengan
hipertensi terjadi peningkatan stres oksidatif yang akan mempengaruhi
pelepasan debris trofoblas menjadi meningkat sehingga reaksi inflamasi
yang terjadi juga meningkat.4,14
c. Patogenesis
13

Walaupun etiologinya belum jelas, hampir semua ahli sepakat bahwa


vasospasme merupakan awal preeklampsia. Vasospasme dapat merupakan
akibat kegagalan invasi trofoblas ke dalam lapisan otot polos pembuluh
darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini akan
menyebabkan kerusakan/jejas endotel, yang kemudian akan menimbulkan
ketidakseimbangan antara kadar vasokonstriktor (endotelin, tromboksan,
angiotensin, dll) dan vasodilator (nitritoksida, protrasiklin, dll) serta
gangguan sistem pembekuan darah.2,8
Ness dan Robert (1996) serta Redman dkk (2008) memperkenalkan
teori 2 tahap (two-stage disorder) untuk menjelaskan etiopatogenesis
preeklampsia2,8 :
1) Tahap 1 – disebut juga tahap preklinik, tahap ini disebabkan oleh
kegagalan invasi trofoblas sehingga terjadi gangguan remodeling
arteri spiralis/arteri uterina yang menyebabkan vasospasme dan
hipoksia.
2) Tahap 2 – disebut juga tahap klinik, tahap ini disebabkan oleh stres
oksidatif dan pelepasan faktor plasenta ke dalam sirkulasi darah ibu
yang mencetuskan respons inflamasi sistemik dan aktivasi endotel.
Disfungsi endotel akan ditandai oleh peningkatan zat
vasokonstriktor, penurunan zat vasodilator, peningkatan permeabilitas
kapiler dan gangguan sistem pembekuan darah yang merupakan stadium
klinik sindrom preeklampsia.2,8

Gambar 3. Skema terjadinya preeklampsia.2,8


14

Vasokonstriksi yang meluas akan menyebabkan berbagai macam


perubahan di dalam berbagai organ/sistem, antara lain2,4 :
1) Volume plasma – hipovolemia.
2) Kardiovaskular – hipertensi, peningkatan cardiac afterload,
penurunan cardiac preload, trombositopenia, gangguan pembekuan
darah, tekanan onkotik menurun karena kebocoran protein dan
peningkatan permeabilitas kapiler.
3) Ginjal – endoteliosis kapiler ginjal, peningkatan ureum kreatinin,
penurunan laju filtrasi glomelurus, oliguria, proteinuria dan gagal
ginjal.
4) Viskositas darah meningkat karena fibrinogen meningkat sehingga
terjadi resistensi perifer dan penurunan aliran darah ke ginjal.
5) Edema terjadi karena hipoalbuminemia.
6) Otak – edema, hipoksia, kejang dan gangguan pembuluh darah otak
(cerebrovascular accident).
7) Hati – gangguan fungsi hati, peningkatan kadar enzim hati, ikterus,
edema, perdarahan dan regangan kapsul hati.
8) Mata – edema papil, iskemia, perdarahan dan ablasio retina.
9) Paru – paru – edema, iskemia, nekrosis, perdarahan dan gangguan
pernapasan hingga apneu.
10) Janin – IUGR, prematur, oligohidramnion dan solusio plasenta.
d. Penegakkan Diagnosa
1) Penegakkan diagnosa hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama. Definisi hipertensi berat adalah
peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik
atau 110 mmHg diastolik. Mat tensimeter sebaiknya menggunakan
tensimeter air raksa, namun apabila tidak tersedia dapat menggunakan
tensimeter jarum atau tensimeter otomatis yang sudah divalidasi.
Laporan terbaru menunjukkan pengukuran tekanan darah menggunakan
alat otomatis sering memberikan hasil yang lebih rendah.15,16
Berdasarkan American Society of Hypertension ibu diberi
kesempatan duduk tenang dalam 15 menit sebelum dilakukan
pengukuran tekanan darah pemeriksaan. Pengukuran dilakukan pada
posisi duduk posisi manset setingkat dengan jantung, dan tekanan
15

diastolik diukur dengan mendengar bunyi korotkoff V (hilangnya


bunyi). Ukuran manset yang sesuai dan kalibrasi alat juga senantiasa
diperlukan agar tercapai pengukuran tekanan darah yang tepat.
Pemeriksaan tekanan darah pada wanita dengan hipertensi kronik harus
dilakukan pada kedua tangan, dengan menggunakan hasil pemeriksaan
yang tertinggi.15,17
Tabel 2. Penegakkan Diagnosa Hipertensi15
2) Penegakkan diagnosa proteinuria
Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300
mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik > positif 1. Pemeriksaan urin
dipstik bukan merupakan pemeriksaan yang akurat dalam
memperkirakan kadar proteinuria. Konsentrasi protein pada sampel urin
sewaktu bergantung pada beberapa faktor, termasuk jumlah urin. 13 Kuo
melaporkan bahwa pemeriksaan kadar protein kuantitatif pada hasil
dipstik positif 1 berkisar 0-2400 mg/24 jam, dan positif 2 berkisar 700-
4000mg/24jam.15
Pemeriksaan tes urin dipstik memiliki angka positif palsu yang
tinggi, seperti yang dilaporkan oleh Brown, dengan tingkat positif palsu
67-83%. Positif palsu dapat disebabkan kontaminasi duh vagina, cairan
pembersih, dan urin yang bersifat basa. Konsensus Australian Society
for the Study of Hypertension in Pregnancy (ASSHP) dan panduan yang
dikeluarkan oleh Royal College of Obstetrics and Gynecology (RCOG)
menetapkan bahwa pemeriksaan proteinuria dipstik hanya dapat
digunakan sebagai tes skrining dengan angka positif palsu yang sangat
tinggi, dan harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan protein urin
tampung 24 jam atau rasio protein banding kreatinin. Pada telaah
sistematik yang dilakukan Cote dkk disimpulkan bahwa pemeriksaan
rasio protein banding kreatinin dapat memprediksi proteinuria dengan
lebih baik.15
Tabel 3. Penegakkan Diagnosa Proteinuria15
16

3) Penegakkan diagnosa preeklampsia


Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia
didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan /
diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika
hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat
disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ
spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia
ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak
didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu16,17 :
a) Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
b) Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada
kelainan ginjal lainnya
c) Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal
dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas
abdomen
d) Edema Paru
e) Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
f) Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR)
atau didapatkan adanya Absent Or Reversed End Diastolic Velocity
(ARDV)
Pada umumnya diagnosis preeklampsia didasarkan atas adanya 2
dari trias tanda utama: hipertensi, edema, dan proteinuria. Hal ini memang
berguna untuk kepentingan statistik, tetapi dapat merugikan penderita
karena tiap tanda dapat merupakan bahaya kendatipun ditemukan sendiri.3

Tabel 4. Diagnosis Preeklampsia.3

Parameter Keterangan
Tekanan darah 1. TD sistol ≥ 140mmHg atau diastole ≥
90 mmHg pada dua kali pengukuran
setidaknya dengan selisih 4 jam, pada usia
17

kehamilan lebih dari 20 minggu pada


perempuan dengan TD normal.
2. TD sistol ≥ 160mmHg atau diastole ≥
110mmHg hipertensi dapat ditegakkan dalam
hitungan menit untuk mempercepat
dimulainya pemberian antihipertensi.

DAN
Proteinuria Protein urine kuantitatif ≥ 300mg/24 jam
Atau
Protein/rasio keratin ≥ 0,3mg/dL
Pemeriksaan carik celup urine +1 (hanya jika
protein urine kuantitatif tidak tersedia).
Atau jika tidak ada proteinuria hipertensi yang baru timbul
dengan awitan salah satu dari :
Trombositopenia Hitung trombosit <100.000/µL
Insufisiensi ginjal Konsentrasi keratin serum >1,1mg/dL atau
lebih dari dua kali kadarnya dan tidak
terdapat penyakit ginjal lainnya
Gangguan fungsi hati Konsentrasi transaminase lebih dari dua kali
normal
Edema paru
Gangguan serebral atau
penglihatan

4) Pemeriksaan Penunjang
Preeklamsia berat/eklamsi18 :
a) Pemeriksaan laboratorium: Pemeriksaan Hb, Ht, Lekosit, Trombosit,
urin lengkap.
b) Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl; kadar glukosa, Urea N,
Kreatinin, SGOT, SGPT, analisa gas darah, asam urat darah.
c) Pemeriksaan KTG
d) Pemeriksaan foto rontgen thoraks
e) Pemeriksaan USG
e. Penatalaksanaan
1) Preeklampsia berat
18

Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan


kejang, pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif
terhadap penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk
persalinan.4,18
Selama di rumah sakit, pemeriksaan harus teliti diikuti dengan
observasi harian tentang tanda-tanda klinik berupa : nyeri kepala,
gangguan visus, nyeri epigastrium dan kenaikan cepat berat badan.
Selain itu, perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran
proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan
pemeriksaan USG serta NST.4,18
a) Pengobatan medikamentosa
 Harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan
tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
 Monitoring input cairan dan output cairan
 Pemberian obat antikejang
 Pemberian melalui intravena secara kontinyu (infus dengan
infusion pump)4,18 :
- Dosis awal : 4 gram MgSO4 (10 cc MgSO4 40 %)
dilarutkan kedalam 100 cc ringer lactat, diberikan selama
15-20 menit.
- Dosis pemeliharaan : 10 gram dalam 500 cc cairan RL,
diberikan dengan kecepatan 1-2 gram/jam (20-30 tetes per
menit).
 Syarat pemberian MgSO44,18 :
- Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas
10 % ( 1 gram dalam 10 cc) diberikan iv dalam waktu 3 – 5
menit.
- Refleks patella (+) kuat.
- Frekuensi pernapasan ≥ 16 kali per menit.
- Produksi urine ≥ 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5
cc/kgbb/jam).
 Sulfas magnesikus dihentikan bila4,18 :
- Ada tanda-tanda intoksikasi
19

- Setelah 24 jam pascasalin


- Dalam 6 jam pascasalin sudah terjadi perbaikan tekanan
darah.
 Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema
paru, payah jantung atau anasarka. Diuretikum yang dipakai
adalah furosemid.
 Pemberian Antihipertensi
 Nifedipine : 10 mg per oral dan dapat diulangi setiap 30
menit (maksimal 120 mg/24 jam) sampai terjadi penurunan
MABP 20 %. Selanjutnya diberikan dosis rumatan 3 x 10 mg
(tidak boleh diberikan sublingual).
 Nikardipine diberikan bila tekanan darah ≥ 180/110 mmHg /
hipertensi emergensi dengan dosis 1 ampul 10 mg dalam
larutan 50cc per jam atau 2 ampul 10 mg dalam larutan 100
cc tetes per menit mikro drip. Pelarut yang tidak boleh
digunakan adalah ringer laktat dan bikarbonat natrikus.
 Pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin tidak
merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2 x 24
jam.4,18
b) Perawatan Aktif (sambil pemberian obat, kehamilan diakhiri)
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih
keadaan dibawah ini4,18 :

Ibu

Umur kehamilan ≥ 37 minggu

Adanya tanda-tanda impending eclampsia

Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu : keadaan
klinik dan laboratorik memburuk

Diduga terjadi solusio plasenta

Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan.4,18

Janin

Adanya tanda-tanda fetal distress
20


Adanya tanda-tanda IUGR

NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal

Terjadinya oligohidramnion.4,18

Laboratorik

Adanya tanda-tanda “sindrome HELLP” khususnya
menurunnya trombosit dengan cepat.4,18
c) Perawatan konservatif

Indikasi perawatan konservatif ialah bila keamilan preterm ≤ 37
minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan
keadaan janin baik.

Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa

Observasi dan evaluasi sama seperti pengelolaan secara aktif,
kehamilan tidak diakhiri.

MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia
ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.

Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap
sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus
diterminasi.

Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke gejala
preeklampsia ringan.4,18
d) Pengelolaan Obstetrik
Cara terminasi kehamilan belum inpartu18 :
 Dilakukan induksi persalinan bila skor bishop ≥ 6. Bila perlu
dilakukan pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi
persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam.
Bila tidak, induksi persalinan gagal, dan harus disusul dengan
seksio sesarea.
 Indikasi seksio sesarea18 :
 Syarat persalinan pervaginam tidak terpenuhi
 Terdapat kontraindikasi persalinan pervaginam
 Induksi persalinan gagal
21

 Terjadi gawat janin


 Kelainan letak
 Bila umur kehamilan < 34 minggu.
Cara terminasi kehamilan sudah inpartu18 :
 Perjalanan persalinan normal
 Memperpendek kala II
 Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan
gawat janin.
 Bila skor bishop ≤ 6 direkomendasikan seksio sesarea
Skor bishop (skor pelvik) adalah suatu klasifikasi objektif
untuk memilih pasien yang memenuhi syarat untuk persalinan
pervaginam pada janin presentasi belakang kepala. Faktor yang
dinilai terlihat pada tabel berikut18 :

Tabel 5. Skor Bishop


Skor
Faktor
0 1 2 3
Pembukaan Cervix (cm) 0 1-2 3-4 5-6
Pendataran Cervix (%) 0-30 40-50 60-70 80
Station -3 -2 -1 atau 0 +1 atau +2
Konsistensi Cervix Kaku Medium Lunak -
Posisi Cervix Posterior Ditengah Anterior -

f. Pencegahan
Deteksi dini preeklampsia akan bermanfaat bila memang dapat
ditemukan dan ada upaya untuk mencegahnya. Berbagai upaya
pencegahan yang pernah dilakukan umumnya dilaksanakan melalui
intervensi nutrisi dan farmakologi.2
Berbagai metode pencegahan preeklampsia yang pernah digunakan
antara lain2,19 :
1) Perbaikan nutrisi – diet rendah garam dan tinggi protein, suplementasi
kalsium, magnesium, seng dan asam linoleat.
22

2) Intervensi farmakologi – anti hipertensi, diuretik, teofilin, dipiridamol,


asam asetil salisilat (aspirin), heparin, antioksidan (vitamin C, α –
tokoferol / vitamin E), ketanserin dan lain-lain.
Berdasarkan hasil meta-analisis terhadap 19 kajian sistematik, 17
diantaranya dikaji oleh Cochrane, WHO pada tahun 2011
merekomendasikan upaya pencegahan preeklampsia dan eklampsia
sebagai berikut2,19 :
1) Pemberian kalsium 1,5 – 2,0 gram/hari di dalam diet selama kehamilan,
terutama di derah kurang asupan kalsium.
2) Pemberian aspirin dosis rendah sebesar 78 mg/hari, dimulai sejak
sebelum usia kehamilan 20 minggu.
3) Pemberian magnesium sulfat iv maupun im merupakam pilihan utama
pencegahan dan pengobatan eklampsia.
4) Ibu penderita preeklampsia berat dan eklampsia harus di rujuk ke
fasilitas kesehatan yang lebih tinggi sesudah mendapat loading dose
magnesium sulfat.
g. Prognosis
Prognosi bergantung pada terjadinya eklampsia. Di negara – negara
yang sudah maju, kematian akibat preeklampsia sebesar ± 0,5 %. Namun,
jika eklampsia terjadi, prognosis menjadi kurang baik. Kematian akibat
eklampsia sebesar ± 5 %.2
Prognosis sang anak juga turut memburuk bergantung pada saat
preeklampsia menjelma dan pada keparahan preeklampsia. Kematian
perinatal sebesar ± 20 % dan sangat dipengaruhi oleh prematuritas.2
Ada ahli yang berpendapat bahwa preeklampsia berat dapat
menyebabkan hipertensi menetap, terutama bila preeklampsia berlangsung
lama atau dengan kata lain, bila gejala – gejala preeklampsia timbul dini.2
Sebaliknya ahli lain menganggap bahwa penderita hipertensi
menetap sesuai persalinan sudah menderita hipertensi sebelum hamil
(hipertensi kronik).2
23

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham, F. Gary. Obstetri Williams. Edisi 23 Volume 2. Jakarta : EGC.


2014.
2. Martaadisoebrata. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 3.
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Jakarta : EGC. 2013.
3. The American College Of Obstetricians and Gynecologists. Hypertension
Pregnancy. 2013.
4. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo. 2014.
5. The Sevent Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatmeant of High Blood Pressure, JNC 7 Express, 2003,
NIH Publication.
6. Deeker GA. Risk Factor for Preeklampsia. Clinical Obstetrics and
Gynecology, 1999, 42 : 422 -35.
7. Walker JJ. Preeclampsia, Lancet 2000 ; 356 : 1260-5.
8. Keman, Kusnarman. Patomekanisme Preeklampsia Terkini. Malang :
Universitas Brawijaya Press. 2014.
9. Hubel CA. Lipid peroxidation in pregnancy : New perspectives on
preeclampsia, Am J Obstet Gynecol, 1989; 161: 1025-34.
10. Zeeman GG, Dekker GA. Pathogenesis of preeclampsia a hypothesis, 1992;
Clin Obstet Gynecol, 1992; 35 : 317-37.
11. Yie Shang – mian, Liang – Hong Li, Yue Mei Lie, Librach C. HLA-G protein
concentration in maternal, serum and placental tissue are descreased in
preeclampsia, Am J Obstes and Gynecol, 2004 ; 191: 525-9.
12. Gant NF, Worley RJ. Hypertension in Pregnancy Concepts and Management,
Appleton – Century – Crofts, New York, 1980, 11-36.
13. Riedman C, Walker I. Preeclampsi The Fact. Oxford University Press, New
York, 1992 : 130-3.
24

14. Martin Jr, Magan EF, Isler CM. HELLP Syndrome : The Scope of Disease
and Treatmeant in Belfort MA, Thornton S, Saade GR. Hypertension in
Pregnancy, Marcel Dekker, Inc. New York, 2003, 17-37.
15. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis dan Tatalaksana Pre-
Eklampsia. Jakarta : Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
Himpunan Kedokteran Feto Maternal (POGI). 2016.
16. Canadian Hypertensive Disorders of Pregnancy Working Group, Diagnosis,
Evaluation, and Management of the Hypertensive Disorders of Pregnancy:
Executive Summary. Journal of Obstetrics Gynecology Canada. 2014: 36(5);
416-438.
17. Tranquilli AL, Dekker G, Magee L, Roberts J, Sibai BM, Steyn W, Zeeman
GG, Brown MA. The classification, diagnosis and management of the
hypertensive disorders of pregnancy: a revised statement from the ISSHP.
Pregnancy Hypertension: An International Journal of Women;s
Cardiovascular Health 2014: 4(2):99-104.
18. Panduan Praktis Klinis Obstretri dan Ginekologi. Bandung : Dep./SMF
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UNPAD RSUP. DR. Hasan
Sadikin. 2015.
19. Chesley LC. Hypertensive disorders in pregnancy. New York : Appleton-
century-crofts 1978.

Anda mungkin juga menyukai