Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Karakteristik Responden

Penelitian dilakukan pada mahasiswi angkatan 2013 Fakultas

Kedokteran Umum Universitas Malahayati Bandar Lampung. Total

populasi mahasiswi sebanyak 290 mahasiswi dan jumlah sampel yang

diambil dalam penelitian ini berjumlah 50 responden dengan kelebihan

berat badan.

Tabel 4.1 Karakteristik Umur Responden

Umur Frekuensi Persentase (%)


18 tahun 1 2.0
19 tahun 19 38.0
20 tahun 30 60.0
Total 50 100

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa responden yang

berumur 18 tahun sebanyak 1 orang (2%), berumur 19 tahun sebanyak 19

orang (38%), berumur 20 tahun sebanyak 30 orang (60%). Berikut

proporsi responden dilihat berdasarkan usia yang disajikan dalam bentuk

diagram :

28
29

70

60

50

40

30

20

10

0
18 tahun 19 tahun 20 tahun

Gambar 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

Karakteristik 50 responden berdasarkan berat badan seperti terlihat

pada tabel 4.2 di bawah ini :

Tabel 4.2 Karakteristik Reponden Berdasarkan Berat Badan

Berat Badan (kg) Frekuensi Persentase(%)


55-64 17 34.0
65-74 22 44.0
75-84 6 12.0
85-94 2 4.0
95-104 2 4.0
≥ 105 1 2.0
Total 50 100.0

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dijelaskan bahwa responden yang

memiliki berat badan antara 55-64 sebanyak 17 orang (34%), yang

memiliki berat badan antara 65-74 sebanyak 22 orang (44%), yang

memiliki berat badan antara 75-84 sebanyak 6 orang (12%), yang memiliki

berat badan antara 85-94 sebanyak 2 orang (4%), yang memiliki berat

badan antara 95-104 sebanyak 2 orang (4%), dan yang memiliki berat
30

badan ≥ 105 sebanyak 1 orang (2%). Berikut proporsi responden dilihat

berdasarkan berat badan yang disajikan dalam bentuk diagram:

25

20

15
Berat Badan
10

0
55-64 kg 65-74 kg 75-84 kg 85-94 kg 95-104 kg ≥ 105 kg

Gambar 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan


Berat Badan

Karakteristik 50 responden berdasarkan tinggi badan seperti terlihat

pada tabel 4.3 di bawah ini :

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Tinggi Badan

Tinggi Badan (cm) Frekuensi Persentase (%)


≤ 155 24 48.0
156-160 18 36.0
161-165 4 8.0
166-170 4 8.0
Total 50 100.0

Berdasarkan tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa responden yang

memiliki tinggi badan ≤ 155 sebanyak 24 orang (48%), yang memiliki

tinggi badan antara 156-160 sebanyak 18 orang (36%), yang memiliki

tinggi badan antara 161-165 sebanyak 4 orang (8%), dan yang memiliki
31

tinggi badan antara 166-170 sebanyak 4 orang (8%). Berikut proporsi

responden dilihat berdasarkan tinggi badan yang disajikan dalam bentuk

diagram:

Tinggi Badan
8%
8%
≤ 155
48% 156-160
36%
161-165
166-170

Gambar 4.3 Distribusi Persentase Responden Berdasarkan Tinggi Badan

4.2 Analisa Univariat

Analisis univariat dimaksudkan untuk menggambarkan masing-

masing variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian

ini IMT yang didapat dari penilaian berat badan dan tinggi badan

responden.

4.2.1 Nilai Indeks Massa Tubuh (IMT)

Hasil nilai IMT pada 50 responden penelitian seperti terlihat pada

tabel 4.4 di bawah ini :

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Nilai IMT

IMT Frekuensi Persentase (%)


Overweight 44 88.0
Obesitas 1 3 6.0
Obesitas 2 3 6.0
Total 50 100.0
32

Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan nilai IMT pada 50 responden

yang mengalami overweight sebanyak 44 orang (88%), yang mengalami

obesitas 1 sebanyak 3 orang (6%), dan yang mengalami obesitas 2

sebanyak 3 orang (6%). Dapat disimpulkan bahwa dari 50 responden

terbanyak mengalami overweight dengan IMT 25,0-29,9.

4.2.2 Dysmenorrhea Primer

Hasil kejadian dysmenorrhea Primer pada 50 responden penelitian

seperti terlihat pada tabel 4.5 di bawah ini :

Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Kejadian Dysmenorrhea Primer

Dysmenorrhea Frekuensi Persentase (%)


Primer
Tidak 24 48.0%
Ya 26 52.0%
Total 50 100.0

Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan bahwa kejadian dysmenorrhea

primer pada 50 responden yang mengalami dysmenorrhea primer

sebanyak 26 orang (52%), dan yang tidak mengalami dysmenorrhea

primer sebanyak 24 orang (48%).

4.3 Analisis Bivariat

Analisis bivariat untuk melihat hubungan antara variabel bebas

(berat badan) dengan variabel terikat (dysmenorrhea primer). Dengan

mengunakan uji Spearman’s rho.


33

Tabel 4.6 Tabulasi silang hubungan berat badan dengan


dysmenorrhea primer pada mahasiswi program studi
dokter umum universitas malahayati angkatan 2013

IMT Dysmenorrhea Total ρ- value r (koefisien


Tidak Ya korelasi)
Overweight 24 20 44

Obesitas 1 0 3 3
0,012 0,354
Obesitas 2 0 3 3

Total 24 26 50

Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa responden overweight yang

mengalami kejadian dysmenorrhea primer sebanyak 20 orang dan yang

tidak mengalami dysmenorrhea primer sebanyak 24 orang. Responden

dengan obesitas 1 yang mengalami dysmenorrhea primer sebanyak 3

orang dan responden dengan obesitas 2 yang mengalami dysmenorrhea

primer sebanyak 3 orang. Hasil uji statistik Spearmen’s rho didapatkan

terdapat hubungan antara kelebihan berat badan dengan dysmenorrhea

primer dengan kekuatan korelasi lemah dan arah hubungan positif (p =

0,012, dan r = 0,354).


34

4.4 Pembahasan

Dysmenorrhea primer adalah nyeri kram berulang selama

menstruasi tanpa disertai dengan kelainan patologik pelvik.6 Salah satu

faktor penyebab Dysmenorrhea primer adalah kelebihan status gizi, hal ini

disebabkan oleh meningkatnya produksi estrogen akibat adanya kelebihan

kolesterol, dimana kolesterol merupakan prekusor dari estrogen.9 Hormon

ini termasuk dalam zat lipofil yang larut baik dalam lemak dan kurang

larut dalam air. Pada wanita dengan kelebihan berat badan, estrogen tidak

hanya diproduksi dari ovarium, tetapi juga diproduksi oleh lemak di bawah

kulit. Estrogen ini menyebabkan peningkatan kontraktilitas uterus, dimana

akan menyebabkan dysmenorrhea primer.8 Selain itu didalam tubuh orang

yang mempunyai kelebihan berat badan terdapat jaringan lemak yang

berlebih yang dapat mengakibatkan hiperplasi pembuluh darah

(terdesaknya pembuluh darah oleh jaringan lemak) pada organ reproduksi

wanita sehingga darah yang seharusnya mengalir pada proses menstruasi

terganggu dan timbul dysmenorrhea primer.4

Hasil penelitian yang telah dilakukan kepada 50 responden

menunjukan uji Spearman’s rho memperoleh nilai p-value = 0,012 dan

nilai r = 0,354. Hal ini menunjukan bahwa hipotesa menyatakan ada

hubungan yang bermakna antara berat badan berlebih dengan

dysmenorrhea primer dengan kekuatan hubungan lemah.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Manorek yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara status gizi

yang tidak normal dengan kejadian dysmenorrhea primer pada siswi kelas
35

11 SMA N 1 Kawangkoan dengan nilai p-value = 0,014.22 Penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningrum, yang menyatakan

ada hubungan antara kelebihan berat badan dengan dysmenorrhea primer

dengan p-value = 0,00.23 Menurut Frenita, yang menyatakan bahwa

terdapat hubungan antara kejadian dysmenorrhea primer dengan status gizi

lebih dengan p-value = 0,039 dimana penelitian ini mencantumkan OR

yaitu dengan OR = 1,117 yang berarti status gizi lebih memiliki

kemungkinan resiko 1,1 kali lebih besar mengalami dysmenorrhea

dibandingkan dengan yang berstatus gizi normal.24

Sebuah studi Amerika terdahulu melaporkan bahwa, wanita yang

overweight mempunyai 2 kali resiko lebih besar untuk menderita

dysmenorrhea yang lebih berat daripada yang berat badannya normal.22

Hal ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Taksin yang

menyatakan bahwa dysmenorrhea primer lebih sering terjadi pada wanita

dengan lemak berlebih.22 Namun penelitian ini tidak sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Silvana yang menyatakan tidak ada

hubungan yang bermakna antara IMT berlebih dengan kejadian

dysmenorrhea primer dengan nilai p-value = 0,161.22

Responden dengan IMT berlebih yang tidak mengalami

dysmenorrhea primer pada penelitian ini berjumlah 24 orang, hal ini

disebabkan status gizi yang berlebih hanya merupakan salah satu faktor

penyebab dysmenorrhea primer itu tersebut. Faktor lainnya yang paling

mempengaruhi dysmenorrhea primer yaitu faktor hormonal dimana faktor

hormonal setiap orang berbeda-beda sehingga efek yang ditimbulkan


36

berbeda-beda juga.25 Selain itu faktor kejiwaan juga mempengaruhi

terjadinya dysmenorrhea primer wanita usia menarche yang secara

emosional tidak stabil saat mentruasi mudah timbul dysmenorrhea

primer.23

Di samping itu perbedaan usia menarche pada setiap wanita

mempengaruhi terjadinya dysmenorrhea primer, dimana wanita yang

menarche pada usia 11 tahun atau bahkan lebih muda lagi beresiko

mengalami dysmenorrhea primer dibandingkan wanita yang menarche

pada usia >11 tahun. Hal ini dikarenakan bahwa alat reproduksi wanita

harus berfungsi sebagaimana mestinya. Namun bila menarche terjadi pada

usia yang lebih awal dari normal, di mana alat reproduksi belum siap

untuk mengalami perubahan dan masih terjadi penyempitan pada leher

rahim, maka akan timbul rasa sakit ketika menstruasi.4

Perbedaan lama menstruasi pada setiap wanita juga menjadi faktor

terjadinya dysmenorrhea primer, wanita yang mengalami menstruasi <7

hari lebih berisiko mengalami dysmenorrhea primer saat menstruasi

dibandingkan wanita yang lama menstruasinya 3-7 dan < 3 hari. Hal ini

disebabkan semakin lama menstruasi terjadi maka semakin sering uterus

berkontraksi, akibatnya semakin banyak pula prostaglandin yang

dikeluarkan. Akibat produksi prostaglandin yang berlebih akan

menimbulkan rasa nyeri.22

Anda mungkin juga menyukai