Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH PENGARUH SELEKSI TERHADAP

FREKUENSI ALEL DALAM SUATU POPULASI


MATA KULIAH BIOLOGI EVOLUSI

AYU MUSTIKASARI 1406600294


DALILY SYHRUDDIN 1406602311
DEVITA OLYVIANA PUTRI 1406558475
FIRLI RAHMAN HAKIM FAUZI 1406558374
ISTATIK KHOIRIYAH 1406529020
MENTARI YURISTA 1306365783
NUR ANNISA IRIANI 1406558595
ROHMAN ARIF ANASA 1406528900
SARAH AUDADI ILHAM 1406602116
SOPHIA HANNA MARIA AUNDI 1406578092
SUMAYYAH 1406569560

UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Seleksi alam merupakan proses seleksi yang dilakukan oleh alam, dimana
organisme yang memiliki karakter atau sifat tertentu yang dapat bertahan dan
beradaptasi. Organisme yang tidak memiliki karakter tersebut akan terseleksi,
sehingga lama kelamaan terjadi penurunan jumlah populasi hingga kepunahan.
Seleksi alam menyebabkan terbentuknya karakter atau sifat baru pada organisme
tersebut. Jika karakter atau sifat tersebut dapat diwariskan ke generasi selanjutnya,
maka lama kelamaan akan terbentuk suatu populasi baru yang dapat beradaptasi
dengan lingkungan tersebut
Seleksi dalam sebuah populasi dapat mempengaruhi sifat yang nilainya
bervariasi, misalnya dalam hal tinggi badan. Seleksi berdasarkan nilai distribusi
fenotip frekuensi yang terbentuk dapat dikategorikan menjadi tiga jenis. Pertama
adalah seleksi berarah/direksional (directional selection), yang merupakan geseran
nilai rata-rata sifat dalam selang waktu tertentu, misalnya organisme dalam sebuah
populasi cenderung menjadi lebih tinggi. Kedua, seleksi pemutus/distruptif
(disruptive selection), merupakan seleksi nilai ekstrem, dan sering mengakibatkan
dua nilai yang berbeda menjadi lebih umum. Hal ini terjadi apabila baik organisme
yang pendek ataupun panjang menguntungkan, sedangkan organisme dengan tinggi
sedang tidak. Ketiga, seleksi penstabilan (stabilizing selection), yaitu seleksi
terhadap nilai-nilai ekstrem, menyebabkan penurunan variasi di sekitar nilai rata-
rata. Hal ini dapat menyebabkan organisme secara pelahan memiliki tinggi badan
yang sama.
Oleh karena itu, kami akan membahas mengenai pengaruh seleksi terhadap
frekuensi alel dalam suatu populasi,yang mencakup beberapa hal. Pertama,
pengertian seleksi, frekuensi alel dan populasi. Kedua, macam-macam seleksi
beserta contohnya. Ketiga, mekanisme terjadinya seleksi. Keempat hal yang
memengaruhi perubahan frekuensi alel. Kelima, bagaimana seleksi mampu
menaikkan frekuensi alel. Keenam, bagaimana seleksi mampu menurunkan
frekuensi alel.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Alel merupakan sekuens dari gen suatu organisme, sedangkan frekuensi alel
adalah persentase dari seluruh alel pada lokus yang disumbangkan oleh spesifik alel
pada suatu populasi. Frekuensi alel juga merupakan indikator dari susunan genetik
suatu populasi (Lewis, Jurmain, & Kilgore. 2013: 61; Michaelis, Flanders, & Wulff.
2008: 411). Populasi merupakan sekumpulan organisme dari satu spesies yang
menempati suatu wilayah dalam waktu tertentu dan mampu untuk melakukan
pertukaran informasi genetik (Lewis, Jurmain, & Kilgore. 2013: 431; Newman,
1995: 205). Seleksi merupakan proses penentuan organisme berdasarkan kategori,
organisme yang memiliki pertumbuhan dengan genotip tertentu akan dipilih
(University of California Museum of Paleontology 2016: 1).
Ragam seleksi yang terjadi di alam sangatlah beragam, misalnya seleksi
berdasakan cara pemilihan pasangan reproduksi terdapat dua cara, yaitu artificial
selection dan sexual selection. Artificial selection merupakan proses seleksi pada
suatu tanaman atau hewan melalui perantara manusia bukan alam. Manusia akan
memilih organisme tertentu untuk bereproduksi. Misalkan, terjadi pada tanaman
brokoli, kubis, bunga kol, sayuran hijau. Tanaman-tanaman tersebut pada awalnya
berasal dari mustard liar. Proses seleksi tersebut dapat terjadi melalui seleksi
buatan. (Toole & Toole 2004: 96). Sexual selection merupakan proses seleksi yang
terjadi pada hewan dalam memilih pasangan untuk dikawin. Proses seleksi tersebut
biasanya memunculkan persaingan. Misalkan yang terjadi pada burung merak,
burung merak jantan memiliki bulu yang menarik dalam segi warna maupun corak
untuk menarik perhatian burung merak betina. Kemudian, burung merak betina
akan memilih burung merak jantan yang memiliki bulu yang bagus (University of
California Museum of Paleontology 2016: 1).

Ragam seleksi lain berdasarkan distribusi fenotip populasi terbagi menjadi


tiga, yaitu seleksi penstabilan, seleksi direksional, dan direksi distruptif. Seleksi
penstabilan, yaitu seleksi terhadap nilai-nilai ektrem, menyebabkan penurunan
variasi di sekitar nilai rata-rata. Hal ini dapat menyebabkan organisme secara
pelahan memiliki tinggi badan yang sama. Seleksi berarah/direksional (directional
selection), yang merupakan geseran nilai rata-rata sifat dalam selang waktu tertentu,
misalnya organisme dalam sebuah populasi cenderung menjadi lebih tinggi. Seleksi
pemutus/distruptif merupakan seleksi nilai ekstrem, dan sering mengakibatkan dua
nilai yang berbeda menjadi lebih umum. Hal ini terjadi apabila baik organisme yang
pendek ataupun panjang menguntungkan, sedangkan organisme dengan tinggi
sedang tidak.

Gambar 1. Macam-macam seleksi berdasarkan nilai distribusi fenotip frekuensi

Terdapat beberapa komponen yang mempengaruhi mekanisme atau proses


terjadinya seleksi alam, yaitu variasi, perbedaan laju reproduksi, dan keturunan.
Variasi berupa karakter atau sifat pada organisme dalam suatu populasi. Contohnya,
variasi warna hijau dan coklat pada suatu populasi kumbang. Adanya perbedaan
laju reproduksi pada suatu populasi yang memiliki variasi, mempengaruhi proses
seleksi alam. Contohnya, kumbang warna hijau lebih disukai oleh predator
dibandingkan kumbang coklat. Adanya ancaman predator, menyebabkan jumlah
kumbang hijau lebih sedikit dibandingkan kumbang coklat. Ancama predator
mengakibatkan kumbang hijau tidak memanfaatkan potensi reproduksinya dengan
baik, sehingga laju reproduksi kumbang hijau lebih rendah dibandingkan kumbang
coklat (Bakerley 2016: 12). Karakter atau sifat yang dimiliki oleh suatu organisme
akan diturunkan pada keturunannya. Populasi yang memiliki karakter atau sifat
unggul dan dapat beradaptasi dengan lingkungan akan bertahan, sedangkan
karakter lainnya yang tidak dapat bertahan akan mengalami seleksi. Seleksi akan
menyebabkan terjadinya pengurangan jumlah populasi hingga kepunahan (umich
2010: 1). Contohnya kumbang hijau akan memiliki keturunan berwarna hijau,
sedangkan kumbang coklat memiliki keturunan berwarna coklat. Kumbang hijau
lebih disukai oleh predator dibandingkan kumbang coklat. Seiring berjalannya
waktu, kumbang hijau akan mengalami penurunan jumlah dalam populasi, bahkan
dapat mengalami kepunahan. Sementara itu, kumbang coklat akan terus
bereproduksi dan memiliki keturunan yang tidak disukai oleh predator (Bakerley
2016: 12).
Komponen – komponen tersebut akan menentukan suatu hasil akhir.
Populasi yang memiliki karakter atau sifat unggulan dapat beradatasi dan bertahan.
Pada kasus kumbang hijau dan coklat, kumbang hijau lebih digemari oleh predator,
sedangkan kumbang coklat memiliki karakter atau sifat yang lebih menguntungkan.
Karakter atau sifat tersebut memungkinkan kumbang untuk memiliki lebih banyak
keturunan, sehingga menjadi lebih umum dalam populasi. Jika proses ini terus
berlanjut, pada akhirnya, semua individu dalam populasi akan berwarna coklat
(Bakerley 2016: 12).
Hal-hal yang dapat memengaruhi perubahan frekuensi alel yaitu, seleksi
alam, migrasi, genetic drift, isolasi/domestikasi dan mutasi. Seleksi alam akan
memengaruhi frekuensi alel karena hanya individu-individu yang mampu
beradaptasi pada lingkungannya yang mampu bertahan, sehingga frekuensi alel
juga bergantung pada seleksi alam yang terjadi. Aliran gen atau migrasi akan
memengaruhi frekuensi alel karena keluar masuknya gen pada suatu populasi serta
dapat memberikan penambahan varian gen pada suatu populasi yang sudah ada.
Genetic drift akan memengaruhi frekuensi alel karena dapat memusnahkan variasi
yang berada dalam populasi kecil. Hal tersebut dapat memengaruhi dalam beberapa
generasi selanjutnya. Isolasi akan memengaruhi frekuensi alel dalam suatu populasi
karena dapat menjadi penghalang suatu populasi melakukan proses reproduksi yang
berakibat pada perubahan fenotip dari populasi tersebut. Mutasi akan memengaruhi
frekuensi alel karena terjadinya perubahan susunan basa nitrogen/faktor genetik
lain seperti jumlah kromosom yang selanjutnya akan merubah fenotip. Mutasi
selain dapat merubah fenotip juga dapat menyebabkan kematian.
Seleksi alam lebih memilih sifat-sifat alel yang lebih menguntungkan dari
pada alel-alel yang lain. Akibat dari pemilahan tersebut, seleksi alam secara
konsisten meningkatkan frekuensi alel-alel yang memberikan keuntungan.
reproduktif dan kemudian menyebabkan evolusi adaptif. Contohnya seleksi dapat
meningkatkan frekuensi alel yang terdapat pada lalat buah Drosophila
melanogaster yang memiliki satu alel yang menyebabkan resistensi terhadap
sejumlah insektisida, termasuk DDT. Frekuensi alel ini 0% dalam galur Drosophila
melanogaster laboratorium yang berasal dari lalat yang dikumpulkan dari alam
bebas pada awal 1980-an, sebelum penggunaan DDT. Akan tetapi, pada galur yang
berasal dari lalat yang dikumpulkan pada 2015 (setelah 20 tahun atau lebih
penggunaan DDT), frekuensi alel tersebut 37% (Campbell, N.A. 2008: 441)
(Raven, P.H.2010.1278).
Proses seleksi dalam suatu populasi akan menyingkirkan alel tertentu,
sehingga yang tersisa ialah alel yang sesuai untuk dapat bertahan hidup dalam
ekosistem tertentu. Proses tersebut menyebabkan meningkatnya frekuensi alel yang
menyediakan keuntungan reproduksi dan membawanya pada evolusi. Hal tersebut
berkesinambungan dengan penurunan frekuensi alel yang terjadi pada alel yang
tidak diuntungkan.
Pada stabilizing selection, variasi alel homozigot menurun dan hasilnya akan
meningkatkan alel heterozigot. Hal tersebut dapat mengurangi variasi yang ada
pada populasi. Pada disruptive selection, seleksi terjadi ketika kondisi lingkungan
lebih mendukung individu dengan alel homozigot, dibandingkan dengan individu
alel heterozigot. Hal tersebut dapat disebabkan kelompok individu alel heteroigot
memiliki relative fitness yang lebih rendah. Sementara pada directional selection,
kondisi lingkungan menyebabkan hanya frekuensi alel homozigot tertentu yang
dapat bertahan. Hal tersebut membuat variasi sifat fenotip menurun (Leibl 2016:
37—42). Pada seleksi buatan, hasil rekayasa genetik pada gen spesifik memiliki
potensi untuk mengontrol frekuensi alel suatu populasi (Champer dkk. 2016: 146).
Ketika alel resesif banyak ditemukan pada populasi, dan alel dominan tidak,
seleksi alam akan terjadi secara cepat. Hal tersebut membuat frekuensi alel resesif
menurun sampai pada jumlah tertentu. Akan tetapi, ketika alel resesif jarang
ditemukan, alel tersebut kemungkinan besar berpasangan dengan alel dominan dan
membentuk heterozigot. Seleksi alam tidak akan mengubah frekuensi ataupun
memperbaikinya, karena jumlah frekuensi alel resesif homozigot tidak mengalami
penurunan signifikan (Texas A&M University-Kingsville 2016: 1).

BAB III
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
Dalam sebuah populasi, seleksi dapat berakibat pada peningkatan frekuensi
alel dengan sifat yang menguntungkan dan penurunan pada frekuensi alel dengan
sifat yang kurang menguntungkan. Hal tersebut menyerupai prinsip kerja dari
seleksi alam dan diterapkan dalam mekanisme yang dinamakan gene drives. Gene
drives merupakan proses stimulasi gen spesifik untuk mendapatkan keturunan yang
diinginkan. Umumnya gene drives berbasis ‘selfish’ genetic elements dimana akan
terjadi kenaikan dan penurunan frekuensi alel tanpa memikirkan fitness dari
induknya (bertentangan dengan Hukum Mendel).
Seleksi melalui gene drives berperan dalam proses eliminasi individu dalam
sebuah populasi dengan alel yang memiliki fenotip kurang menguntungkan. Alel
dengan kombinasi yang kurang menguntungkan seperti pada jeruk dimana tidak
mampu mentransmisikan huanglongbing (HLB) sehingga dapat menyebabkan
penyakit akan perlahan berkurang (Enger dkk. 2007: 263). Selain dapat
menentukan spesifik gen yang memiliki keuntungan, gene drives juga dapat
digunakan untuk menyebarkan gen spesifik tersebut di alam, sehingga perannya
dapat lebih cepat dibandingkan dengan seleksi alam pada umumnya.
Seleksi juga turut berperan dalam peningkatan keberhasilan reproduksi dari
sebuah genotip. Pada reproduksi secara seksual, dua alel dari kedua induk akan
ditransmisikan sebesar 50% untuk keturunan selanjutnya dimana dalam gene drives
hal tersebut tidak tejadi. Keturunan yang melewati mekanisme gene drives memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan alel dengan elemen hasil gene drives
daripada wild type di alam. Alel dengan sifat yang menguntungkan akan
terwariskan pada generasi berikutnya. Alel tersebut akan terus diwariskan selama
genotip yang dihasilkan sesuai dengan lingkungan. Pewarisan alel tersebut akan
terjadi terus menerus hingga terbentuk sebuah populasi dimana generasi yang hidup
dengan alel paling sesuai untuk menunjang kehidupan dan reproduksi (Cummings
2012: 431).

DAFTAR REFERENSI
Bakerley.edu. 2016. Understanding evolution, mechanisms:natural selection. The
University of California Museum of Paleontology, Berkeley. 22 hlm.
http://evolution.berkeley.edu/evolibrary/article/evo_25, diakses 5 Oktober
2016 pk. 21.50 WIB.
Campbell, N.A., J.B. Reece. 2008. Biology. 8th ed. Pearson Education, Inc. New
York: 441 hlm.
Cummings, M. 2012. Human heredity: principles and issues 10th ed. Cengage
Learning: 496 hlm.
Enger, E. D., F. C. Ross & D.B. Bailey. 2007. Concepts in biology 12th ed. Rex
Bookstore, Inc.: 643 hlm.
Lewis, B., R. Jurmain, dan L. Kilgore. 2013. Understanding Humans: An
Introduction to Physical Anthropology and Archaeology, 7th Ed.
Wadsworth, Cengage Learning., USA: xx + 471 hlm.
Michaelis, R. C., R. G. Jr. Flanders, P. H. Wullf. 2008. A Litigator’s Guide to
DNA: From Laboratory to The Courtroom. Elsevier, Inc., USA: xii + 423
hlm. Newman. M. C. 1995. Quantitative Methods in Aquatic
Ecotoxicology. CRC, Press Inc., USA: xix + 411 hlm.
Raven, P.H,etc. 2014. Biology. 10th ed. McGraw-Hill, Inc. New York: 1278 hlm
Toole, G. dan S. Toole. 2004. Essential A2 Biology for OCR. Nelson Thornes,
Ltd., UK: 96 hlm.
Understanding Evolution. 2016. University of California Museum of
Paleontology. (http://evolution.berkeley.edu/) diakses pada 2 Oktober
2016
University of Michigan (umich). 2010. Evolution and natural selection. The
University of Michigan. 1 hlm.
http://www.globalchange.umich.edu/globalchange1/current/lectures/selecti
on/selection.html, diakses 08 Oktober 2016 pk. 23.40 WIB.

Anda mungkin juga menyukai