(Bioevol) Makalah 1
(Bioevol) Makalah 1
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Seleksi alam merupakan proses seleksi yang dilakukan oleh alam, dimana
organisme yang memiliki karakter atau sifat tertentu yang dapat bertahan dan
beradaptasi. Organisme yang tidak memiliki karakter tersebut akan terseleksi,
sehingga lama kelamaan terjadi penurunan jumlah populasi hingga kepunahan.
Seleksi alam menyebabkan terbentuknya karakter atau sifat baru pada organisme
tersebut. Jika karakter atau sifat tersebut dapat diwariskan ke generasi selanjutnya,
maka lama kelamaan akan terbentuk suatu populasi baru yang dapat beradaptasi
dengan lingkungan tersebut
Seleksi dalam sebuah populasi dapat mempengaruhi sifat yang nilainya
bervariasi, misalnya dalam hal tinggi badan. Seleksi berdasarkan nilai distribusi
fenotip frekuensi yang terbentuk dapat dikategorikan menjadi tiga jenis. Pertama
adalah seleksi berarah/direksional (directional selection), yang merupakan geseran
nilai rata-rata sifat dalam selang waktu tertentu, misalnya organisme dalam sebuah
populasi cenderung menjadi lebih tinggi. Kedua, seleksi pemutus/distruptif
(disruptive selection), merupakan seleksi nilai ekstrem, dan sering mengakibatkan
dua nilai yang berbeda menjadi lebih umum. Hal ini terjadi apabila baik organisme
yang pendek ataupun panjang menguntungkan, sedangkan organisme dengan tinggi
sedang tidak. Ketiga, seleksi penstabilan (stabilizing selection), yaitu seleksi
terhadap nilai-nilai ekstrem, menyebabkan penurunan variasi di sekitar nilai rata-
rata. Hal ini dapat menyebabkan organisme secara pelahan memiliki tinggi badan
yang sama.
Oleh karena itu, kami akan membahas mengenai pengaruh seleksi terhadap
frekuensi alel dalam suatu populasi,yang mencakup beberapa hal. Pertama,
pengertian seleksi, frekuensi alel dan populasi. Kedua, macam-macam seleksi
beserta contohnya. Ketiga, mekanisme terjadinya seleksi. Keempat hal yang
memengaruhi perubahan frekuensi alel. Kelima, bagaimana seleksi mampu
menaikkan frekuensi alel. Keenam, bagaimana seleksi mampu menurunkan
frekuensi alel.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Alel merupakan sekuens dari gen suatu organisme, sedangkan frekuensi alel
adalah persentase dari seluruh alel pada lokus yang disumbangkan oleh spesifik alel
pada suatu populasi. Frekuensi alel juga merupakan indikator dari susunan genetik
suatu populasi (Lewis, Jurmain, & Kilgore. 2013: 61; Michaelis, Flanders, & Wulff.
2008: 411). Populasi merupakan sekumpulan organisme dari satu spesies yang
menempati suatu wilayah dalam waktu tertentu dan mampu untuk melakukan
pertukaran informasi genetik (Lewis, Jurmain, & Kilgore. 2013: 431; Newman,
1995: 205). Seleksi merupakan proses penentuan organisme berdasarkan kategori,
organisme yang memiliki pertumbuhan dengan genotip tertentu akan dipilih
(University of California Museum of Paleontology 2016: 1).
Ragam seleksi yang terjadi di alam sangatlah beragam, misalnya seleksi
berdasakan cara pemilihan pasangan reproduksi terdapat dua cara, yaitu artificial
selection dan sexual selection. Artificial selection merupakan proses seleksi pada
suatu tanaman atau hewan melalui perantara manusia bukan alam. Manusia akan
memilih organisme tertentu untuk bereproduksi. Misalkan, terjadi pada tanaman
brokoli, kubis, bunga kol, sayuran hijau. Tanaman-tanaman tersebut pada awalnya
berasal dari mustard liar. Proses seleksi tersebut dapat terjadi melalui seleksi
buatan. (Toole & Toole 2004: 96). Sexual selection merupakan proses seleksi yang
terjadi pada hewan dalam memilih pasangan untuk dikawin. Proses seleksi tersebut
biasanya memunculkan persaingan. Misalkan yang terjadi pada burung merak,
burung merak jantan memiliki bulu yang menarik dalam segi warna maupun corak
untuk menarik perhatian burung merak betina. Kemudian, burung merak betina
akan memilih burung merak jantan yang memiliki bulu yang bagus (University of
California Museum of Paleontology 2016: 1).
BAB III
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
Dalam sebuah populasi, seleksi dapat berakibat pada peningkatan frekuensi
alel dengan sifat yang menguntungkan dan penurunan pada frekuensi alel dengan
sifat yang kurang menguntungkan. Hal tersebut menyerupai prinsip kerja dari
seleksi alam dan diterapkan dalam mekanisme yang dinamakan gene drives. Gene
drives merupakan proses stimulasi gen spesifik untuk mendapatkan keturunan yang
diinginkan. Umumnya gene drives berbasis ‘selfish’ genetic elements dimana akan
terjadi kenaikan dan penurunan frekuensi alel tanpa memikirkan fitness dari
induknya (bertentangan dengan Hukum Mendel).
Seleksi melalui gene drives berperan dalam proses eliminasi individu dalam
sebuah populasi dengan alel yang memiliki fenotip kurang menguntungkan. Alel
dengan kombinasi yang kurang menguntungkan seperti pada jeruk dimana tidak
mampu mentransmisikan huanglongbing (HLB) sehingga dapat menyebabkan
penyakit akan perlahan berkurang (Enger dkk. 2007: 263). Selain dapat
menentukan spesifik gen yang memiliki keuntungan, gene drives juga dapat
digunakan untuk menyebarkan gen spesifik tersebut di alam, sehingga perannya
dapat lebih cepat dibandingkan dengan seleksi alam pada umumnya.
Seleksi juga turut berperan dalam peningkatan keberhasilan reproduksi dari
sebuah genotip. Pada reproduksi secara seksual, dua alel dari kedua induk akan
ditransmisikan sebesar 50% untuk keturunan selanjutnya dimana dalam gene drives
hal tersebut tidak tejadi. Keturunan yang melewati mekanisme gene drives memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan alel dengan elemen hasil gene drives
daripada wild type di alam. Alel dengan sifat yang menguntungkan akan
terwariskan pada generasi berikutnya. Alel tersebut akan terus diwariskan selama
genotip yang dihasilkan sesuai dengan lingkungan. Pewarisan alel tersebut akan
terjadi terus menerus hingga terbentuk sebuah populasi dimana generasi yang hidup
dengan alel paling sesuai untuk menunjang kehidupan dan reproduksi (Cummings
2012: 431).
DAFTAR REFERENSI
Bakerley.edu. 2016. Understanding evolution, mechanisms:natural selection. The
University of California Museum of Paleontology, Berkeley. 22 hlm.
http://evolution.berkeley.edu/evolibrary/article/evo_25, diakses 5 Oktober
2016 pk. 21.50 WIB.
Campbell, N.A., J.B. Reece. 2008. Biology. 8th ed. Pearson Education, Inc. New
York: 441 hlm.
Cummings, M. 2012. Human heredity: principles and issues 10th ed. Cengage
Learning: 496 hlm.
Enger, E. D., F. C. Ross & D.B. Bailey. 2007. Concepts in biology 12th ed. Rex
Bookstore, Inc.: 643 hlm.
Lewis, B., R. Jurmain, dan L. Kilgore. 2013. Understanding Humans: An
Introduction to Physical Anthropology and Archaeology, 7th Ed.
Wadsworth, Cengage Learning., USA: xx + 471 hlm.
Michaelis, R. C., R. G. Jr. Flanders, P. H. Wullf. 2008. A Litigator’s Guide to
DNA: From Laboratory to The Courtroom. Elsevier, Inc., USA: xii + 423
hlm. Newman. M. C. 1995. Quantitative Methods in Aquatic
Ecotoxicology. CRC, Press Inc., USA: xix + 411 hlm.
Raven, P.H,etc. 2014. Biology. 10th ed. McGraw-Hill, Inc. New York: 1278 hlm
Toole, G. dan S. Toole. 2004. Essential A2 Biology for OCR. Nelson Thornes,
Ltd., UK: 96 hlm.
Understanding Evolution. 2016. University of California Museum of
Paleontology. (http://evolution.berkeley.edu/) diakses pada 2 Oktober
2016
University of Michigan (umich). 2010. Evolution and natural selection. The
University of Michigan. 1 hlm.
http://www.globalchange.umich.edu/globalchange1/current/lectures/selecti
on/selection.html, diakses 08 Oktober 2016 pk. 23.40 WIB.