Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan
seseorang stress berat membuat orang marah bahkan kehilangan kontrol
kesadaran diri, misalnya: memaki-maki orang di sekitarnya, membanting-
banting barang, menciderai diri sendiri dan orang lain, bahkan membakar
rumah, mobil dan sepeda montor.
Umumnya klien dengan perilaku kekerasan dibawa dengan paksa ke
rumah sakit jiwa. Sering tampak klien diikat secara tidak manusiawi disertai
bentakan dan “pengawalan” oleh sejumlah anggota keluarga bahkan polisi.
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba dkk, 2008). Menurut Stuart dan Laraia (1998),
perilaku kekerasan dapat dimanifestasikan secara fisik (mencederai diri sendiri,
peningkatan mobilitas tubuh), psikologis (emosional, marah, mudah
tersinggung, dan menentang), spiritual (merasa dirinya sangat berkuasa, tidak
bermoral).
Perilaku kekerasan merupakan suatu tanda dan gejala dari gangguan
skizofrenia akut yang tidak lebih dari satu persen (Purba dkk, 2008). Perilaku
kekerasan merupakan salah satu jenis gangguan jiwa. WHO (2001)
menyatakan, paling tidak ada satu dari empat orang di dunia mengalami
masalah mental. WHO memperkirakan ada sekitar 450 juta orang di dunia
mengalami gangguan kesehatan jiwa. Pada masyarakat umum terdapat 0,2 –
0,8 % penderita skizofrenia dan dari 120 juta penduduk di Negara Indonesia
terdapat kira-kira 2.400.000 orang anak yang mengalami gangguan jiwa
(Maramis, 2004 dalam Carolina, 2008). Data WHO tahun 2006
mengungkapkan bahwa 26 juta penduduk Indonesia atau kira-kira 12-16 persen
mengalami gangguan jiwa.
Berdasarkan data Departemen Kesehatan, jumlah penderita gangguan
jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta orang (WHO, 2006). Berdasarkan uraian
latar belakang tersebut, maka kami tertarik untuk menyusun makalah mengenai
kegawatdaruratan pada perilaku kekerasan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana kegawatdaruratan psikiatri pada perilaku kekerasan ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui konsep teori dan asuhan keperawatan gawat darurat
psikiatri pada perilaku kekerasan.
2. Tujuan Khusus
a) Mengetahui pengertian dari perilaku kekerasan
b) Mengetahui penyebab dari perilaku kekerasan
c) Mengetahui rentang respon dari perilaku kekerasan
d) Mengetahui tanda dan gejala dari perilaku kekerasan
e) Mekanisme koping dari perilaku kekerasan
f) Mengetahui dari perilaku kekerasan
g) Mengetahui pohon masalah pada perilaku kekerasan
h) Mengetahui penatalaksanaan dari perilaku kekerasan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai
ancaman. (Stuart dan Sundeen, 1998).
Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. (Towsend,
1998).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri
maupun orang lain. (Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009)
Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan, PK (perilaku
kekerasan) adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat memebahayakan secara fisik maupun psikologis, baik pada dirinya
sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak
terkontrol.

B. Etiologi ( Mekanisme Sebab-Akibat)


1. Sebab : Gangguan Konsep Diri : Harga diri rendah
Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana
gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif terhadap
diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan.
Tanda dan Gejala :
a) Mengejek dan mengkritik diri sendiri
b) Merendahkan atau mengurangi martabat diri sendiri
c) Rasa bersalah atau khawatir
d) Manifestasi fisik : tekanan darah tinggi, psikosomatik, dan penyalah
gunakan zat
e) Menunda dan ragu dalam mengambil keputusan
f) Gangguan berhubungan, menarik diri dari kehidupan social
g) Menarik diri dari realitas
h) Merusak diri
i) Merusak atau melukai orang lain
j) Kebencian dan penolakan terhadap diri sendiri.

2. Akibat : Resiko menciderai diri sendiri orang lain dan lingkungan


Suatu keadaan dimana seorang individu melakukan suatu tindakan yang
dapt membahayakan bagi keselamatan jiwanya maupun orang lain
disekitarnya (Townsend, 1994). Klien dengan perilaku kekerasan
menyebabkan klien berorientasi pada tindaakan untuk memenuhi secara
listrik tuntutan situasi stress, klien akan berperilaku menyerang, merusak
diri sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitar.
Tanda dan Gejala :
a) Adanya peningkatan aktifitas motoric
b) Perilaku aktif ataupun destruktif
c) Agresif

C. Faktor Penyebab dari Perilaku Kekerasan


1. Faktor Predisposisi Faktor pengalaman yang dialami tiap orang yang
merupakan factor predisposisi, artinya mungkin terjadi/ mungkin tidak
terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu :
a) Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi
yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak
yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya
atau sanksi penganiayaan.
b) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat melakukan
kekerasan, sering mengobservasi kekerasan di rumah atau di luar
rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan
c) Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan yang
diterima (permissive).
d) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik, lobus
frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan neurotransmitter
turut berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan.
2. Faktor Prespitasi
Faktor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik),
keputusan, ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi
penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan
yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan
orang yang dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab
yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat pula memicu
perilaku kekerasan.

D. Rentang Respon dari Perilaku Kekerasan


Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif - mal adaptif.
Rentang respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut :
Rentang Respon Marah

Respon adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

1. Respon Adaptif
a) Asertif, adalah mengemukakan pendapat atau mengekspresikan rasa
tidak senang atau tidak setuju tanpa menyakiti lawan bicara.
b) Frustasi, adalah suatu proses yang menyebabkan terhambatnya
seseorang dalam mencapai keinginannya. Individu tersebut tidak
dapat menerima atau menunda sementara sambil menunggu
kesempatan
memungkinkan.Selanjutnya individu merasa tidak mampu dalam
mengungkapkan perannya dan terlihat pasif.
2. Respon transisi
Pasif adalah suatu perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-haknya.
Klien tampak pemalu, pendiam, sulit diajak bicara karena merasa kurang
mampu, rendah diri atau kurang menghargai dirinya.
3. Respon maladaptive
a) Agresif, adalah suatu perilaku yang mengerti rasa marah,
merupakan dorongan mental untuk bertindak (dapat secara
konstruksi/destruksi) dan masih terkontrol. Perilaku agresif dapat
dibedakan dalam 2 kelompok, yaitu pasif agresif dan aktif agresif.
b) Pasif agresif, adalah perilaku yang tampak dapat berupa
pendendam, bermuka asam, keras kepala, suka menghambat dan
bermalas-malasan.
c) Aktif agresif, adalah sikap menentang, suka membantah, bicara
keras, cenderung menu0ntut secara terus menerus, bertingkah laku
kasar disertai kekerasan.
d) Amuk, adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat dan disertai
kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang
lain atau lingkungan. (Stuart and Sudeen, 1998).

E. Mekanisme Koping dari perilaki kekerasan


Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan
mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri.
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena
adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah
untuk melindungi diri antara lain:
1. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan
kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
2. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan
sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
3. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada
orang tuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau
didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua
merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan
benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
4. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan,
dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada
teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
5. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,
pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena
ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di
dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
F. Tanda dan Gejala
1. Fisik
a) Muka merah dan tegang
b) Mata melotot/pandangan tajam
c) Tangan mengepal
d) Rahang mengatup
e) Wajah memerah dan tegang
f) Postur tubuh kaku
g) Pandangan tajam
h) Mengatup rahang dengan kuat
i) Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a) Bicara kasar
b) Nada suara tinggi, membentak, berteriak
c) Mengancam secara verbal/fisik
d) Mengumpat dengan kata-kata kotor
e) Suara keras
f) Ketus
3. Perilaku
a) Melempar/memukul benda/orang lain
b) Menyerang orang lain
c) Melukai diri sendiri/orang lain
d) Merusak lingkungan
e) Amuk/agresif
4. Emosi
a) Tidak adekuat
b) Merasa tidak aman
c) Rasa terganggu
d) Dendam dan jengkel
e) Bermusuhan
f) Mengamuk
g) Ingin berkelahi
h) Menyalahkan dan menuntut
5. Kognitif
a) Mendominasi
b) Cerewet
c) Kasar
d) Berdebat
e) Meremehkan
f) Sarkasme
6. Sosial
a) Menarik diri
b) Pengasingan
c) Penolakan
d) Ejekan
e) Sindiran

G. Proses Terjadinya Masalah


Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1. Menyerang atau menghindar (fight of flight)
Pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena kegiatan sistem saraf
otonom beraksi terhadap sekresi epinephrin yang menyebabkan
tekanan darah meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar,
sekresi HCl meningkat, peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine
dan saliva meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat diserta
ketegangan otot, seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh
menjadi kaku dan disertai reflek yang cepat.
2. Menyatakan secara asertif (assertiveness)
Perilaku yang sering ditampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif dan asertif. Perilaku
asertif adalah cara yang terbaik untuk mengekspresikan marah karena
individu dapat mengekspresikan rasa marahnya tanpa menyakiti orang
lain secara fisik maupun psikolgis. Di samping itu perilaku ini dapat
juga untuk pengembangan diri klien.
3. Memberontak (acting out).
Perilaku yang muncul biasanya disertai akibat konflik perilaku “acting
out” untuk menarik per hatian orang lain.
4. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri,
orang lain maupun lingkunga

H. Penatalaksanaan dari perilaku kekerasan


1. Farmakoterapi
a) Obat anti psikosis, phenotizin (CPZ/HLP)
b) Obat anti depresi, amitriptyline
c) Obat anti ansietas, diazepam, bromozepam, clobozam
d) Obat anti insomnia, phenobarbital
2. Terapi modalitas
a) Terapi keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian:
1) BHSP
2) Jangan memancing emosi klien
3) Libatkan klien dalam kegiatan yang berhubungan dengan
keluarga
4) Memberikan kesempatan pada klien dalam mengemukakan
pendapat
5) Anjurkan pada klien untuk mengemukakan masalah yang
dialami
6) Mendengarkan keluhan klien
7) Membantu memecahkan masalah yang dialami oleh klien
8) Hindari penggunaan kata-kata yang menyinggung perasaan
klien
9) Jika klien melakukan kesalahan jangan langsung
memvonis
Jika terjadi PK yang dilakukan adalah:
1) Bawa klien ketempat yang tenang dan aman
2) Hindari benda tajam
3) Lakukan fiksasi sementara
4) Rujuk ke pelayanan kesehatan
b) Terapi kelompok : Berfokus pada dukungan dan
perkembangan, ketrampilan social atau aktivitas lai dengan
berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien
karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan
tingkah laku pada orang lain.
c) Terapi musik : Dengan music klien terhibur, rilek dan bermain
untuk mengembalikan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu
akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan (panic). Perilaku agresif dan
perilaku kekerasan itu sendiri dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif
verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang lain. Perilaku
yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :
1) Menyerang atau menghindar (fight of flight)
2) Menyatakan secara asertif (assertiveness)
3) Memberontak (acting out)
4) Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan.
B. Saran
Perawat hendaknya menguasai asuhan keperawatan pada klien dengan
masalah perilaku kekerasan sehingga bisa membantu klien dan keluarga dalam
mengatasi masalahnya.
Perawat yang mempunyai pengetahuan dan kemampuan tentang
kegawat daruratan psikiatrik pada perilaku kekerasan, diharapkan dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga kepuasan klien dan perawat
secara bersama-sama dapat meningkat.
DAFTAR PUSTAKA

Ah. Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta; Salemba
Medika

Keliat, Ana Budi. Dkk. 2005.Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta; EGC

Keliat, Ana Budi. Dkk. 2009.Model Praktik Keperawatan Professional Jiwa, Jakarta
EGC

Stuart, Gail W. 2007. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi. Jakarta: EGC

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung; Refika Aditama

Frances,mary,dkk.1996. rencana asuhan keperawatan psikiatri .jakarta:EGC

Marilyne, Doengoes&townsend, mary, &frances,mary.2006. rencana asuhan


keperawatan psikiatri .Jakarta:EGC

Ma’rifatul, lilik.2011. keperawatan jiwa .yogyakarta:graha ilmu

Kusumawati, farida. 2010.Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta :salemba medika

Anda mungkin juga menyukai