Disusun Oleh :
Kelas B Semester 4
2019 M / 1440 H
Pembukaan Dokumen Penawaran
Panitia, dokumen yang telah dibuka setelah memasuki tahap evaluasi akan
dimuat oleh panitia pada aplikasi SPSE untuk harga penawaran dan terkoreksi
dengan hasil yang dapat dilihat dari sisi peserta. Pada lelang yang telah memasuki
pembukaan dokumen penawaran selanjutnya dilakukan evaluasi akan diikuti
dengan tahap penetapan calon pemenang, biasanya tiga pada leleang pertama, dan
dilanjutkan dengan pembuktian kualifikasi. Pengumuman pemenang lelang panitia
akan memberikan keputusan pada aplikasi SPSE, dan akan dikirm ke e-mail
masing-masing. (Ika Mardiah, 2014: 131)
1
Penggunaan SPSE telah mengubah tata cara pelelangan secara elektronik yang
dulu dilakukan secara manual oleh pengusaha. Sekarang para pengusaha di tuntut
untuk lebih familiar dengan teknologi informasi. Maka akan sulit juga untuk
mendapatkan pekerjaan. Informan tersebut masih melihat banyak terjadi penolakan
dari sisi pengusaha dengan adanya SPSE, karena keterbatasan beberapa pengusaha
yang menilai dengan adanya SPSE menjadi rumit untuk mendapatkan pekerjaan
dari pemerintah khususnya di lingkungan pemerintahan Provinsi Jawa Barat. (Ika
Mardiah, 2014: 136)
Fungsi pengelola LPSE, didalam aplikasi antara lain sebagai Admin PPE,
Verifikator dan Helpdesk yang memiliki fungsi dan akses berbeda terhadap sistem.
Disamping akses terhadap sistem dan jaringan untuk menjamin bahwa sistem dan
jaringan yang disediakan dapat diakses dengan baik oleh seluruh pengguna. (Ika
Mardiah, 2014: 139)
2
Pada halaman Admin PPE ini terdapat fitur-fitur antara lain:
1. FAQ atau frequently ask question yaitu forum tanya jawab yang digunakan
oleh para pengguna yang menanyakan hal ihwal SPSE forum FAQ ini
terdapat pada halaman utama aplikasi LPSE Nasional.
2. Agency, yaitu daftar agency atau unit organisasi yang terdaftar
menggunakan SPSE pada LPSE tersebut, PPE melakukan pendaftaran
agency sehingga agency tersebut dapat menggunakan aplikasi Layanan
Pengadaan Secara Elektronik Nasional untuk meng-entry paket, kode
rekening dan nama-nama panitia pengadaan yang akan bertugas pada paket
tertentu.
3. Penyedia dengan informasi nama perusahaan, NPWP, dan alamat email.
4. Pegawai, PPE mempunyai wewenang untuk mengelola data pegawai yang
terlibat dalam aplikasi Layanan Pengadaan Secara Elektronik Nasional
5. Auditor, nama-nama auditor yang mendapat kode akses untuk melakukan
e-Audit
6. Utility, melihat kiriman dari sistem kepada pengguna
7. Log Akses, untuk memeriksa PPE login.
8. Ganti password, fasilitas untuk mengganti password. (Ika Mardiah, 2014:
139-140)
Selain satu tugas pokok Admin PPE adalah untuk memberikan kode akses
kepada para pengguna internal seperti verifikator, dan helpdesk bila diperlukan dan
kepada pengguna dari unsur satuan kerja perangkat daerah atau instansi lainnya,
dalam hal ini pada LPSE Provinsi Jawa Barat kepada Admin Agency sebagai
petugas yang memberikan kode akses kepada anggota kelompok kerja ULP. Tugas
lainnya adalah melakukan perubahan jadwal lelang sesuai permintaan panitian atau
ULP, apabila jadwal yang telah disusun panitia sudah melewati batas waktunya.
Setiap permintaan kode akses bagi Admin Agency dan permintaan perubahan jadwal
lelang dilakukan secara tertulis untuk dokumentasi bagi kedua belah pihak. (Ika
Mardiah, 2014: 141)
3
Fitur e-Audit
Sejak tahun 2010 aplikasi SPSE telah dilengkapi dengan Fitur e-Audit sebagai
salah satu fasilitas untuk para Auditor melakukan audit proses lelang. Menurut
Arens et.al (2001) mendefinisikan auditing ditinjau dari segi proses dan penekanan
pada pelaksana audit itu sendiri. Mereka mengungkapkan bahwa “Auditing adalah
pengumpulan serta pengevaluasian bukti-bukti atas informasi untuk menentukan
serta melaporkan tingkat kesesuaian informasi tersebut dengan kriteria-krieria yang
telah ditetapkan. Auditing harus dilaksanakan oleh seseorang yang kompeten dan
independen”. (Ika Mardiah, 2014: 141-142)
Dari sisi auditor bila masuk ke Menu e-Audit, setelah diberi akses oleh
Administrator LPSE atau admin PPE, maka auditor dapat mengakses seluruh fitur
yang ada halaman panitia lelang seperti Dokumen Penawaran, Jadwal dan
Perubahannya, Histori Aanwijzin, hasil evaluasi, summary report (Ringkasan
proses PBJ) serta dokumen lain yang diunggah panitia misalnya Berita Acara Hasil
Pelelangan (BAHP). Dengan akses informasi yang sama dengan panitia
memungkinkan auditor untuk melakukan audit secara lengkap. (Ika Mardiah, 2014:
142)
Informasi lelang juga memuat Tabel Kualifikasi yang dikirim oleh peserta
sebelum mengirim bekas penawaran pada Tabel Kualifikasi tersebut dapat dilihat
seluruh persyaratan yang ditentukan oleh panitia, yaitu ijin usaha, dukungan bank,
bukti pajak, tenaga ahli, pengalaman, pekerjaan sedang berjalan, peralatan, neraca,
akta perusahaan. Fasilitas e-Audit ini merupakan salah satu kelebihan SPSE
dibandingkan sistem e-Procurement lain yang telah lebih dahulu ada misalnya, e-
Procurement Kota Surabaya atau pu.go.id. Fasilitas tersebut memudahkan auditor
untuk melakukan audit dengan informasi yang lengkap dan langsung masuk
kedalam aplikasi SPSE. Keberadaan fitur e-Audit ini yang mendorong panitia
pengadaan (ULP) untuk mengikuti aturan pengadaan yang berlaku. (Ika Mardiah,
2014: 144)
4
Pada sisi lain, SPSE masih diragukan dalam meminimalkan terjadinya KKN
antara peserta lelang dengan panitia tender. Pada tahap penelitian dokumen lelang
dengan panitia lelang. Namun infoman lainnya menyatakan, celah untuk melakukan
KKN, dengan mendekati panitia pengadaan sangat sulit karena proses ini melalui
proses elektronik. Kamu karena dengan SPSE ini panitia dengan peserta tidak
terlalu banyak berinteraksi atau tatap muka, mulai dari pendaftaran dan proses
pemasukan dokumen melalui dengan via elektronik tidak diserahkan langsung,
sehingga kemungkinan kecil menimbulkan adanya persengkongkolan. (Ika
Mardiah, 2014: 145)
Penggunaan SPSE merupakan hal yang harus dijaga kontinuitasnya karena ini
bergantung pada anggota ULP atau panitia yang ada di lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Barat untuk menjaga kredibilitas LPSE itu sendiri. Dikhawatirkan
LPSE ke depannya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Bahkan
terdapat tuduhan bahwa bila tidak membawa bendera organisasi kemasyarakatan
(ormas) atau partai politik tertentu sulit masuk dan menang. Pandangan tersebut
muncul dari berbagai pihak yang menghubungkan pelaksanaan tender dengan elite
tertentu. Namun dengan memperhatikan pemenang tender yang tersimpan dan
dapat diakses semua pihak, sulit membuktikan tuduhan tersebut. (Ika Mardiah,
2014: 146-147)
5
terbangun kemampuan untuk bersikap jujur dan mengikuti aturan serta
mempercayai penggunaan SPSE bertujuan untuk menghilangkan KKN. (Ika
Mardiah, 2014: 147)
Bagi penyedia barang dan jasa, penggunaan SPSE cukup transparan dan
akuntabel karena pelelangan dibuka untuk umum bagi perusahaan yang akan
mengikuti lelang dan telah terdaftar di LPSE, dan informan paket tercantum pada
website LPSE, sehingga tidak terjadi informasi yang ditutupi oleh panitia.
Masyarakat memperoleh informasi yang cukup mengenai proses pengadaan barang
dan jasa. (Ika Mardiah, 2014: 147-148)
Dari aspek teknis, fasilitas yang diberikan LPSE dinilai sudah fokus, hanya ada
beberapa masalah yang dikeluhkan oleh informan penyedia barang dan jasa
diantaranya data perusahaan yang diunggah di SPSE setiap ikut lelang harus
diunggah lagi. Hal tersebut akan menyulitkan pengusaha mengingat ukuran file
yang dikirimkan menjadi besar. Apabila jumlah dokumen yang diunggah tidak
terlalu besar maka prosesnya akan lebih cepat. Dalam menu data kualifikasi tidak
perlu diunggah dokumen perusahaan bahkan dilarang dalam aturan mengenai tata
cara e-Tendering. Hal tersebut akan dilakukan pada saat peserta yang menjadi
calon pemenang dibuktikan kualifikasinya oleh panitia dengan membawa dokuemn
aslinya. Pendapat bahwa SPSE masih kurang akuntabel dikemukakan oleh
informan Anggota Komisi A DPRD Provinsi Jawa Barat yang menyampaikan
bahwa PPK di OPD bisa bermain. (Ika Mardiah, 2014: 149-150)
6
Dalam beberapa acara publikasi tatap muka, tampaknya meminjam bendera
penyedia lain sudah biasa dilakukan oleh para penyedia di Jawa Barat. Namun hal
tersebut di luar panitia tender. Bagi panitia, penawaran yang masuk dan sesuai
dengan persyaratan baik aspek teknis dan administratif, maka perusahaan tersebut
yang menang. Proses di belakang atau di luar sistem tidak dapat dijangkau oleh
panitia pengadaan. Walaupun sudah diatur oleh PPK atau pihak lain, bisa terjadi
keluar dari skenario tersebut, karena penawaran dari peserta lain di luar yang
bersekongkol lebih baik. (Ika Mardiah, 2014 : 151)
Penyedia barang dan jasa yang terlibat secara langsung dalam proses
penggunaan SPSE menyatakan, perbedaan lelang sebelum dan sesudah
menggunakan SPSE bahwa peserta lelang harus lebih siap dalam penggunaan
teknologi informasi dan terbiasa dengan aplikasi tersebut. Penyedia barang dan jasa
yang tidak siap akan tersaring dengan sendirinya. Pada sistem lelang sesudah
menggunakan SPSE menjadi lebih praktis, efektif dan efisien karena tidak harus
datang ke tempat. Pada proses pengiriman dokumen penawaran, menjadi lebih
nyaman mengingat dengan menggunakan sistem ini pengadaan menjadi paperless
tidak seperti lelang manual yang harus mencetak banyak dokumen dan itu biasanya
diulang-ulang terlebih jika ada kesalahan. (Ika Mardiah, 2014: 152)
Kepatuhan pihak yang terlibat dalam pengadaan terhadap aturan, prinsip dan
etika pengadaan aspek yang dibenahi. Jika ada kewenangan yang dipegang panitia
pengadaan maka kewenangan tersebut perlu dibagi-bagi, biasanya dalam suatu unit
organisasi, operator dan finance dipisah, pengelolaan keuangan berbeda dengan
pengelolaan kegiatan, yang mengelola kontrak bukan yang memilih rekanan, yang
memilih rekanan bukan yang menyetujui penyerahannya. (Ika Mardiah, 2014: 157)
7
Salah satu informan dari PPK menyatakan bahwa penggunaan SPSE telah
melindungi dirinya dari serangan penyedia barang dan jasa yang kalah. Lebih lanjut
ia mengatakan bahwa dengan menggunakan SPSE, PPK tidak dapat meminta
panitia pengadaan untuk mengatur pemenang. Hal yang dialaminya ketika terdapat
paket pekerjaan yang diklaim telah di-create bersama pihak tertentu dan merasa
bahwa pihaknya harus menang. Namun panitia pengadaan pun tidak berani untuk
melakukan manipulasi, dan melaksanakan proses lelang sesuai prosedur dan
persyaratan yang ditetapkan.1 Hal tersebut telah membebaskan PPK dari tekanan,
dan ia lebih berani menghadapi penyedia barang dan jasa yang mengancam, karena
yakin bahwa sistem dapat membuktikan prosedur yang dilaksanakan telah
ditempuh dengan benar. (Ika Mardiah, 2014: 158)
Pada proses lelang secara elektronik manipulasi dokumen tak akan terjadi
tanpa melibatkan pengelolaan sistem. Korupsi dalam pengadaan banyak terjadi
dengan melakukan manipulasi dokumen. Namun dalam SPSE, otoritas masing-
masing sangat jelas dan disekat-sekat, sehingga tidak dapat masuk ke halaman
lainnya.2 Karena itu akuntabilitas dalam berbagai pengertian tidak akan tercapai
bila proses pengadaan dilaksanakan dengan manual dan itu sudah terbukti. Dengan
ada sistem yang informatif dengan elektronik yaitu SPSE maka proses pengadaan
menjadi lebih baik. Semua data akan terekam dan tidak dapat diutak-atik di luar
sistem jika itu dipaksakan maka akan dengan mudah diketahui. (Ika Mardiah, 2014:
158-159)
1
Berdasarkan wawancara dengan PPK tanggal 27 Juni 2011 dan anggota Pokja ULP tanggal 30
Juni 2011
2
Berdasarkan wawancara dengan pimpinan LKPP tanggal 16 Juni 2011
8
usaha yang berujung pada tindakan untuk membentuk persekongkolan pelaku usaha
dan kartel dagang. Dengan membuka peluang asing ke depannya walau ini hanya
wacana dapat memperbaiki sistem yang ada. Mewujudkan akuntabilitas dimulai
dari pembenahan sumberdaya manusia, dan menciptakan inovasi-inovasi dalam
sistem pengadaan yang ada dan mendorong persaingan yang sehat. (Ika Mardiah,
2014: 159)
Dari sisi pengumuman lelang dengan SPSE sulit untuk berbuat curang.
Pengumuman pada SPSE dapat diakses oleh semua orang. Berbeda dengan masa
lalu yang masih konvensional dengan menggunakan media cetak, pengumuman
bisa dicetak khusus, hanya ada pada edisi terbatas, tidak dimuat pada edisi yang
sama pada hari yang sama, karena masih ada persekongkolan dengan media
tersebut. Syarat-syarat pekerjaan yang juga dapat dilihat di website LPSE akan
memudahkan untuk mengetahui kualifikasi peserta yang diperbolehkan untuk
mengikuti lelang, yang akan berkaitan pula dengan pengumuman pemenang
pekerjaan tersebut, sehingga akan sulit untuk melakukan pengaturan pemenang.
Dengan demikian transparansi pada pengumuman merupakan salah satu pendorong
untuk akuntabilitas pada proses tender. Namun di sisi lain karena tenaga auditor
terbatas, kemampuan auditor dalam menggunakan komputer dan internet terbatas.
(Ika Mardiah, 2014: 160)
9
Auditor dalam meminta pertanggungjawaban panitia lelang di ULP mengalami
kesulitan karena organisasinya yang bersifat ad hoc, menyebabkan personel
tersebut tidak berada di ULP secara tetap, tetapi berada di OPD-nya yang
kemungkinan ketika diperlukan oleh auditor sedang melaksanakan tugas ke luar
kota. Dengan demikian auditor tidak mendapatkan laporan secara utuh mengenai
hasil kerja panitia pengadaan untuk paket yang diperiksanya. ULP sendiri dinilai
informan auditor kondisinya tidak steril, karena terjadi komunikasi langsung antara
peserta dengan anggota Pokja ULP. Peserta lelang bisa dengan mudah keluar masuk
kantor ULP. Padahal dengan menggunakan SPSE dimaksudkan untuk mengurangi
tatap muka lelang dengan panitia peserta. Diharapkan ke depan ULP menjadi
organisasi yang mandiri, sehingga memudahkan proses pemeriksaan dan
pertanggungjawaban hasil lelang yang telah dilakukannya. (Ika Mardiah, 2014:
162)
Upaya untuk menjadikan ULP suatu organisasi struktural telah diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah, yang menetapkan bahwa sekurang-kurangnya pada tahun 2014 ULP
menjadi organisasi struktural. Proses ke arah tersebut pada Pemerintah Provinsi
Jawa Barat telah dirintis sejak tahun 2008 dengan membentuk ULP yang terpusat
di Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat. Tujuan memutuskan proses tender di
ULP untuk memudahkan semua pihak dan menetapkan panitia pengadaan bekerja
secara independen. (Ika Mardiah, 2014: 162)
10
independen, sehingga tidak ada garis komando dari Kepala ULP. Setiap keputusan
dalam proses tender menjadi tanggung jawab kolektif anggota kelompok kerja.
Keputusan panitia itu kolegial dan pertanggungjawabannya kolektif bukan
tanggung jawab ketua Pokja. (Ika Mardiah,2014 :162-163)
Dengan organisasi kerja seperti itu panitia tender mematuhi seluruh aturan
pengadaan dan sangat berhati-hati dalam bekerja dan mengambil keputusan. Panitia
pengadaan (ULP) sangat memahami bila melakukan pelanggaran, karena akan
berhadapan dengan hukum. Seperti dikemukakan (Behn, 2001:8) bahwa hukuman
administratif maupun hukuman pidana merupakan sebagian dari upaya negara agar
pihak yang menjalankan proses akuntabilitas terdorong untuk bekerja dengan
benar, baik secara prosedur maupun secara substantif. Hukuman pidana merupakan
yang paling berat, dan prosesnya sangat melelahkan. Karena itu bagi ULP
kepatuhan terhadap aturan dan prinsip pengadaan merupakan hal yang utama,
karena mereka yakin dengan SPSE semua proses akan tersimpan dengan baik dan
dapat di audit dengan mudah. (Ika Mardiah,2014 :164)
11
Pendapat yang menyatakan bahwa penggunaan SPSE dinilai telah
menyebabkan peserta menyampaikan penawaran dengan harga sangat rendah dan
menyebabkan kualitas pekerjaan rendah merupakan pendapat yang keliru. Karena
dalam lelang yang dicari adalah harga terendah dengan kualitas yang baik Agar
negara tidak dirugikan. Menurut informan ULP, Sesuai dengan prinsip pemilihan
penyedia barang dan jasa serta di dalam Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010
yang mendorong kompetisi penawaran terendah tidak dapat digugurkan bahkan
ekstrimnya apabila penawarannya Rp.0, dan peserta tersebut menyanggupinya. 74
Namun kondisi demikian yang perlu kerja keras dalam PPK dalam melakukan
pengawasan pada saat pekerjaan berlangsung dan harus berani bertindak, misalnya
menghentikan kontrak apabila penyedia melakukan kesalahan atau tidak sesuai
dengan kontrak. (Ika Mardiah,2014 :164-165)
ULP tidak boleh membuat persyaratan yang mengada- ada. Berkas penawaran
yang diminta kepada peserta hanya yang diperlukan saja. Agar dokumen penawaran
tidak terlalu besar. Dokumen perusahaan tidak perlu diminta dilampirkan. Tingkat
independensi, profesionalisme dan akuntabilitas Pokja ULP sudah terbukti. Hanya
3 paket lelang yang telah ditetapkan yang tidak diterima oleh PPK.75 ULP harus
berhati-hati dalam membuat dokumen lelang. Apabila terdapat spesifikasi barang
atau jasa yang belum lengkap akan menerima banyak pertanyaan dan akan
memunculkan masalah di kemudian hari. Sekecil apapun kelemahan yang terdapat
dalam dokumen pengadaan akan langsung diserang. Ketika akan dilemparkan
melelangkan yang harus clear adalah HPS, spesifikasi dan rancangan kontrak
termasuk cara pembayaran harus tersampaikan kepada rekanan. (Ika Mardiah,2014
:165)
12
negara. Upaya persekongkolan lainnya, misalnya mereka melakukan monopoli
dalam jasa travel, yang hanya dikuasai oleh 6 perusahaan dan terbagi dalam dua
blok. Monopoli tersebut terlihat dari data yang menunjukkan pemenang lelang
hanya ada 6 perusahaan tersebut, apabila ada peserta yang menang di luar kedua
kubu tersebut. ULP diprotes bahwa penyedia tersebut sebagai pemain baru tidak
memiliki pengalaman dalam bidang tersebut. 76 (Ika Mardiah,2014 :165-166)
Keluhan DPRD mengenai pemilihan penyedia barang dan jasa dinilai sudah
tidak murni lagi. Banyak muatannya, karena mereka merupakan para pengusaha
konstruksi atau penyedia barang dan jasa lainnya. 78 Keluhan yang sering
disampaikan adalah penawaran terendah yang menang, sehingga kualitas pekerjaan
rendah, atau penyedia barang dan jasa yang menang di luar Jawa Barat, dan peserta
yang menang penyedia yang sama. Keluhan mengenai harga penawaran terendah
yang menang tentunya sangat aneh, mengingat dalam prinsip-prinsip pengadaan
dan peraturannya yang mengutamakan kompetisi dan efisiensi, penawaran terendah
bila sesuai secara teknis dan administrasi layak untuk menang. Tuduhan bahwa
dengan memenangkan penawaran terendah berarti akan korupsi, sulit diterima,
karena pada penawaran terendah selain negara diuntungkan dengan efisiensi, akan
13
sulit menyediakan biaya untuk Korupsi atau gratifikasi kepada pemilik pekerjaan
atau kepada panitia.Praktek monopoli atau kolusi antar peserta lelang seperti calon
pemenang yang mundur dan akhirnya panitia menetapkan pemenang urutan
berikutnya dengan penawaran tinggi merupakan salah satu praktek korupsi. (Ika
Mardiah,2014 :167)
Dengan demikian dalam proses pemilihan penyedia barang dan jasa melalui
tender, tidak hanya panitia pengadaan yang harus bebas korupsi tapi juga dari sisi
peserta. Upaya untuk mempengaruhi keputusan panitia pengadaan dilakukan
berbagai pihak, dan dari sisi peserta dengan melakukan persekongkolan antar
peserta yang sudah jelas dilarang dalam undang-undang nomor 5 tahun 1995
tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang
didalamnya termasuk melanggar praktek monopoli dan persekongkolan dalam
tender hal tersebut menunjukkan bahwa dalam proses tidak hanya regulasi
mengenai tender yang diperhatikan oleh semua pihak, yang terlibat tetapi juga
peraturan perundangan lainnya serta etika dan norma yang berlaku pada masyarakat
mengingat SPSE cukup transparan dan mudah diakses oleh semua pihak secara luas
seperti pendapat Stigler (Albano dkk, 2006 :347) hal tersebut dapat mencegah
persekongkolan ataupun perilaku monopoli. (Ika Mardiah,2014 :167-168)
14
merupakan salah satu penyebab panitia pengadaan tidak akun tabel dalam
melaksanakan tugasnya. Demikian pula partisipasi warga masih rendah, disebabkan
SPSE belum cukup dikenal oleh warga (Civil Society) untuk melakukan
pengawasan. Demikian pula pengawasan oleh aparat pemeriksa internal pemerintah
(APIP) juga masih rendah, karena jumlah dan kualitas auditor sangat terbatas, tidak
sebanding dengan jumlah paket yang dilelang kan menggunakan SPSE. Disamping
itu penegakan hukum yang lemah merupakan penyebab lemahnya akuntabilitas.
(Ika Mardiah,2014 :168-169)
15
Analisis
Buku yang berjudul Akuntabilitas Pemerintah Berbasis Teknologi dan
Komunikasi ini adalah buku yang menggambarkan mengenai bagaimana
pemerintah melakukan tanggungjawabnya namun didasarkan dengan penggunaan
teknologi, yaitu salah satunya dengan adanya Sistem Pengadaan Secara Elektronik
(SPSE). Dengan adanya SPSE ini dapat memudahkan pemerintah dalam melakukan
pertanggungjawabannya, dengan adanya SPSE ini pemerintah memberikan
transaparansi kepada masyarakat, karena dengan SPSE ini dapat memudahkan
masyarakat mengetahui kinerja pemerintah apakah kinerja pemerintah itu sudah
baik atau belum.
SPSE adalah salah satu bentuk wujud pemerintah agar dapat menjalankan e-
Governance, dimana di era yang sudah modern ini penggunaan teknologi
merupakan hal yang sangat penting, agar dapat memeprmudah akses untuk
mendapatkan informasi dan dapat membuat masyarakat merasakan pelayanan yang
lebih mudah.
16
Namun partisipasi warga masih rendah, disebabkan SPSE belum cukup dikenal
oleh warga untuk melakukan pengawasan. Demikian pula pengawasan oleh aparat
pemeriksa internal pemerintah (APIP) juga masih rendah, karena jumlah dan litas
auditor sangat terbatas tidak sebanding dengan jumlah paket yang dihilangkan
menggunakan SPSE. Disamping itu penegakan hukum yang lemah merupakan
penyebab lemahnya akuntabilitas.
17
Konsep baru yang dapat dikemukakan yaitu teknologi informasi dan
komunikasi dengan transparansi sebagai karakternya, pendorong partisipasi warga
dalam pengambilan keputusan pemerintah yang didukung oleh penegakkan hukum
mampu mewujudkan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan.
Sejak tanggal 6 Agustus 2010 telah ditetapkan aturan baru dalam pengadaan
barang dan jasa pemerintah sebagai pengganti Keputusan Presiden Nomor 80
Tahun 2003 yaitu Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010. Dalam Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah
Bab I Ketentuan Umum Bagian Pertama, Pengertian dan Istilah, Pasal 1, disebutkan
bahwa:
18
kerja, proses pengusulannya, penganggaran, penetapan, dan proses memperoleh
barang dan jasa tersebut melalui berbagai metode. Bahkan sesungguhnya yang
disebut pengadaan menurut teorinya sampai dengan penghapusan. Sedangkan
dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Bab I Ketentuan Umum Bagian Pertama,
Pengertian dan Istilah , Pasal 1, agak sedikit berbeda dan lebih bersifat umum serta
dibatasi hanya yang bersumber dari APBN/APBD, yaitu:
Dalam proses pengadaan barang dan jasa terdapat beberapa pihak yang terlibat.
Dalam Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 dengan Peraturan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 cukup banyak perbedaan. Perbedaan paling signifikan
adalah peran Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagai pejabat yang
bertanggungjawab atas pelaksanaan barang dan jasa. Pada Keputusan Presiden
Nomor 80 Tahun 2003, PPK memiliki kewenangan menyetujui calon pemenang
tender, sedangkan pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, kewenangan
tersebut berada sepenuhnya pada ULP/Panitia Pengadaan.
19
e-Pendidikan, Palapa Ring, Software Legal, e-Anggaran, Single Identity Number,
e-Health, e-Cultural Hetitage dan e-Agriculture.
a. Pendaftaran Penyedia
b. Melengkapi data Penyedia
c. Mendaftar untuk ikut lelang
d. Melakukan penjelasan lelang (aanwijzing)
e. Men-download dokumen lelang
f. Mengirim dokumen kualifikasi
g. Mengirim dokumen penawaran
h. Melakukan sanggah.
Untuk penyedia barang dan jasa yang berdomisili di Kabupaten dan Kota di
Jawa Barat, yang paling benyak berasal dari Kota Bandung dan kedua dari
Kabupaten Bandung. Hal tersebut menunjukan bahwa sebagian besar penyedia
berkumpul di ibukota provinsi dan sekitarnya. Kondisi tersebut disebabkan
ketergantungan penyedia terhadap anggaran pemerintah cukup besar dan peluang
untuk membuat perusahaan yang cukup dekat dengan kantor pemerintah lebih
besar. Penyedi yang berada di Kabupaten dan kota lain yang jauh dari ibukota
provinsi lebih banyak mengikuti lelang di daerahnya. Hal tersebut juga berkaitan
20
dengan adanya asumsi bahwa hanya penyedia setempat yang berhak untuk
mendapatkan pekerjaan di daerahnya, yang tentunya bertentangan dengan prinsip
pengadaan yang tidak membatasi domisili penyedia, dan bersifat nasional.
Dari uji coba yang penulis lakukan dengan mengikuti pelatihan pada website
pelatihan LPSE Provinsi Jawa Barat, proses penggunaan aplikasi pengaman
dokumen (Apendo) yang dikembangkan oleh Lembaga Sandi Negara cukup mudah
dan mampu memperkecil besaran file, sehingga memudahkan untuk pengiriman
data penyedia. Fungsi aplikasi pengaman dokumen tersebut adalah untuk
menyampul file dengan kunci publik yang tersedia pada paket yang diikuti dan
sekaligus memperkecil file yang dikirim. File yang telah disampul akan berubah
menjadi file rhs (rahasia) yang hanya dapat dibuka oleh panitia pengadaan yang
memiliki kewenangan pada paket tersebut dan membukanya dengan menggunakan
kunci privat.
21
Jumlah penyedia yang menjadi pemenang dari 564 paket adalah 412 penyedia
barang dan jasa. Hal tersebut berarti terdapat beberapa penyedia yang menang lebih
dari satu paket. Dari data yang diperoleh dari Pakar Report LPSE Provinsi Jawa
Barat, penyedia yang memenangkan lebih dari satu paket rentangnya antara 2
sampai dengan 10 paket. Seperti PT. Mulus Natausaha mencapai 10 paket. Pada
tahun kedua yaitu Tahun 2010 mencapai 1.562 paket dengan pagu RP. 2,4 Triliyun
dan efisiensi sebesar RP. 320.500.771 (13,60%).
Data tersebut mencakup paket lelang Satuan Kerja pada Pemerintah Provinsi
Jawa Barat, tujuh instansi vertikal, tiga belas Pemerintah Kabupaten dan Kota, serta
tiga Perguruan Tinggi di Jawa Barat.
Paket lelang pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat sendiri mencapai 858 paket
dengan pagu mencapai Rp. 1,6 Triliyun, dan efisiensi mencapai Rp.
243.346.747.399,45 (15,41%). Jumlah Panitia pengadaan yang terlibat dalam
tender di OPD Provinsi Jawa Barat pada Tahun 2010 sebanyak 277.
22
10 Mbps, juga menyediakan koneksi Virtual Private Network (VPN) untuk seluruh
OPD di lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat termasuk Badan Koordinasi
Pemerintahan dan Pembangunan Wilayah yang ada di 4 kabupaten dan kota, yaitu
Kota Bogor, Kabupaten Purwakarta, Kota Cirebon dan Kabupaten Garut.
23
dapat mempengaruhi proses lelang”. Demikian pula untuk menjaga integritas,
profesionalisme dan independensi ULP, diberikan honorarium kepada anggota
Pokja ULP berdasarkan paket pekerjaan yang dilaksanakan dengan nilai
honorarium cukup besar diluar tunjangan bulanan yang diterimanya pada tugas
pokok disatuan kerjanya.
Dari salah satu contoh di atas mengenai penggunaan SPSE dalam bidang
barang dan jasa kita dapat mengetahui bahwa dengan adanya bantuan teknologi
dalam pengadaan barang dan jasa dapat memberikan kemudahan bagi para aparatur
negara, sehingga para aparatur negara dapat bekerja secara efektif dan efisien.
24
Dengan bekerja secara efektif dan juga efisien, segala pekerjaan yang
dilakukan akan mendapatkan hasil yang terbaik, misal saja jika pemerintah negara
Indonesia tidak melakukan inovasi dalam bidang teknologi maka dapat dipastikan
bahwa segala hal yang dikerjakan pemerintah akan membutuhkan waktu yang lama.
25