Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin

Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana

penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak adalah setiap

keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan)

lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat keduanya.4 Katarak di klasifikasikan menjadi

3 bagian. Yakni katarak kongenital, katarak juvenil, dan katarak senilis.1 Ringkasnya,

katarak adalah setiap kekeurah yang terjadi dari pada lensa atau kapsula lensa.2

Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut.

Yaitu diatas 50 tahun.1,2,4 Hal ini terjadi karena suatu perubahan degenerasi dari lensa

atau karena proses penuaan. Dalam perlangsungannya katarak senilis dibagi dalam 4

stadium : stadium insipien, imatur, matur, dan hipermatur.2,3

Penyebab katarak senilis sampai sekarang belum diketahui dengan pasti.

Tetapi, seiring dengan meningkatnya usia, maka lensa seseorang akan mengalami

perubahan-erubahan yaitu bertambahnya tekanan dan ketebalan lensa, serta berkurangnya

kekuatan akomodasi dari lensa.3

Pengobatan terhadap katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan

apabila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu

pekerjaan sehari-hari atau bila katarak ini menimbulkan penyulit seperti glaukoma.4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Lensa


2.1.1. Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan
transparan. Jaringan ini berasal dari ectoderm permukaan pada lensplate.1
Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris lensa digantung
oleh zonula (zonula Zinnii) yang menghubungkan dengan korpus siliare.
Disebelah anterior lensa terdapat humour aquos dan disebelah posterior
terdapat vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel yang
dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel
subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan
bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi, sehingga
lensa lama-kelamaan menjadi kurang elastik.2
Lensa terdiri dari enam puluh lima persen air, 35% protein, dan sedikit
sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium
lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan
glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat
nyeri, pembuluh darah atau pun saraf di lensa.2

2.1.2. Fisiologi lensa


Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina.
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa
sampai ukurannya yang terkecil, daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas
cahaya paralel atau terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda
dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul
lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi
oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik tersebut antara korpus
siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal
sebagai akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi
lensa perlahan-lahan berkurang. Selain itu juga terdapat fungsi refraksi, yang

2
mana sebagai bagian optik bola mata untuk memfokuskan sinar ke bintik
kuning, lensa menyumbang +18.0- Dioptri.2

2.1. Katarak
2.2.1. Definisi
Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat

hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau akibat

keduanya yang disebabkan oleh berbagai keadaan. Katarak yang dapat

ditemukan dengan tanpa kelainan mata atau kelainan sistemik lainnya terbagi

dalam tiga bagian yaitu katarak senilis, katarak juvenili dan katarak herediter.4

Perubahan penglihatan dan fungsi mata yang dianggap normal dalam

proses penuaan termasuk penurunan kemampuan dalam melakukan akomodasi,

kondtrikdi pupil, akibat penuaan, dan perubahan warna serta kekeruhan lensa

mata, yaitu katarak. Semakin bertambhanya usia, lemak akan berakumulasi

disekitar kornea dan membentuk lingkaran berwarna putih atau kekuningan di

antara iris dan sklera. Kejadian ini disebut arkus sinilia atau biasanya ditemukan

pada lansia hingga sekarang sering disebut katarak sinilis.3

2.2.2. Epidemiologi
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan (WHO). Sebanyak
tujuh belas juta populasi dunia mengidap kebutaan yang disebabkan oleh
katarak dan dijangka menjelang tahun 2020, angka ini akan meningkat
menjadi empat puluh juta.
Katarak senilis merupakan bentuk katarak yang paling sering
ditemukan. 90% dari seluruh kasus katarak adalah katarak senilis. Sekitar 5 %
dari golongan usia 70 tahun dan 10% dari golongan usia 80 tahun harus
menjalani operasi katarak.

3
2.2.3. Etiologi dan Faktor Resiko
Penyebab utama katarak adalah proses penuaan. Faktor-faktor yang
dapat memicu timbulnya penyakit katarak, diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Penyakit sistemik seperti peradangan dan metabolik, misalnya diabetes
melitus, dislpidemia.
b. Kekurangan vitamin A, B1, B2 dan C.
c. Riwayat keluarga dengan katarak
d. Penyakit infeksi atau cedera mata terdahulu
e. Pembedahan mata
f. Pemakaian obat-obatan tertentu (kortikosteroid) dalam jangka panjang
g. Faktor lingkungan, seperti trauma, penyinaran, dan sinar ultraviolet.
h. Efek dari merokok dan alkohol

2.2.4. Klasifikasi
1. Katarak kongenital
Merupakan kekeruhan pada lensa yang sudah didapatkan pada waktu
lahir umumnya tidak meluas dan jarang sekali mengakibatkan kekeruhan
lensa. Letak kekeruhan tergantung pada saat mana terjadi gangguan pada
kehidupan janin. Gangguan yang dapat mengakibatkan kekeruhan lensa ini
dapat akibat kelainan lokal intra okular atau kelainan umum yang
menampakkan proses penyakit pada janin.
Katarak kongenital ini dapat terjadi bersamaan dengan proses penyakit
ibu yang sedang megandung seperti pada rubella. Bentuk katarak kongenital
yang dapat terlihat memberikan kesan kepada kita perkembangan embriologik
lensa disertai saat terjadinya gangguan perkembangan lensa. (3)
Katarak kongenital tersebut dapat dalam bentuk katarak lamelar atau zonular,
polaris posterior (piramidalis posterior, kutup posterior), Polaris anterior
(piramidalis anterior, kutub anterior), katarak inti (katarak nuklealis), dan
katarak sutural. (3)
2. Katarak juvenil
Merupakan katarak yang terjadi pada anak – anak sesudah lahir yaitu
kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih perkembangan serat – serat lensa
sehingga biasanya konsistensinya lembek seperti bubur dan disebut sebagai

4
soft cataract. Biasanya katarak juvenile merupakan bagian dari seatu gejala
penyakit keturunan lainnya. (3)
3. Katarak traumatika
Merupakan katarak yang paling sering disebabkan oleh cedera benda
asing di lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata, biasanya karena sinar-
X, anak panah, batu dan bahan radioaktif. Di dunia industri saat ini tindakan
pegamanan terbaik adalah sepasang kacamata pelindung yang terbaik.
Lensa menjadi putih segera setelah masuknya benda asing, karena
lubang pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang – kadang
korpus vitreum masuk ke dalam lensa. Pasien mengeluh penglihatan kabur
secara mendadak, mata merah, lensa opak dan mungkin terjadi perdarahan
intraocular. Penyulit pada kasus ini biasanya adalah infeksi, uveitis, ablasio
retina dan glaukoma. (6)
4. Katarak Komplikata
Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain
seperti radang, dan proses degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa,
glaukoma, tumor intra okular, iskemia okular, nekrosis anterior segmen,
buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. Katarak komplikata
dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin dan keracunan obat.
5. Katarak senilis
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut yaitu usia diatas 50 tahun. (10)
Katarak senilis terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Berbagai studi
cross- sectional melaporkan prevalensi katarak pada individu berusia 65-74
tahun adalah sebanyak 50%, prevalensi ini meningkat hingga 70% pada
individu diatas 75 tahun.(10)
Merupakan penyakit mata yang merusak ditandai dengan penurunan
visus secara bertahap dan penebalan progresif lensa. Katarak senilis adalah
salah satu penyebab utama kebutaan di dunia saat ini. (3)
Katarak senilis ini sering ditemukan dengan gejala pada umumnya berupa: (3)
a. Distorsi penglihatan yang semakin kabur, pada stadium insipiens
pembentukkan katarak disertai penglihatan jauh makin.
b. Penglihatan dekat mungkin sedikit membaik, sehingga pasien dapat
membaca lebih baik tanpa kacamata (second sight).

5
c. Miopia artifisial ini disebabkan oleh peningkatan indeks refraksi lensa pada
stadium insipien.

2.2.5. Patofisiologi
Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum sepenuhnya
diketahui. Diduga adanya interaksi antara berbagai proses fisiologis berperan
dalam terjadinya katarak senilis dan belum sepenuhnya diketahui.
Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan
menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi
lebih padat. Lensa akan menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga
kemampuan fokus untuk melihat benda dekat berkurang. Pada usia tua akan
terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa’ yang
mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis nuklear). Pada
saat ini terjadi perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein dengan
berat molekul yang tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa
sehingga memantulkan sinar masuk dan mengurangi transparansi lensa.
Perubahan kimia ini juga diikut dengan pembentukan pigmen pada nuklear
lensa.
Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan
pertambahan usia lensa mata dapat mengalami perubahan warna menjadi
kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat menyebabkan gangguan
penglihatan (pandangan kabur/buram) pada seseorang.
Kekeruhan lensa mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil
berwarna putih dan abu-abu./ Kekeruhan ini juga dapat ditemukan pada
berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan nukleus. Fundus okuli menjadi
semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa bahkan
reaksi fundus bisa hilang sama sekali.
Miopia tinggi, merokok, konsumsi alkohol dan paparan sinar UV yang
tinggi menjadi faktor risiko perembangan katarak sinilis.

6
2.2.6. Klasifikasi menurut kekeruhan
Berdasarkan kekeruhan pada lensa katarak senilis dibedakan atas:
1. Katarak insipien
Kekeruhan berupa bercak-bercak seperti baji dengan dasar di perifer
dan jernih di antaranya. Kekeruhan biasanya terletak di korteks anterior atau
posterior. Kekeruhan ini mula-mula hanya dapat tampak bila pupil dilebarkan
sedangkan pada stadium lanjut puncak baji dapat tampak pada pupil normal.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang
tidak sama pada semua bagian lensa.
2. Katarak imatur
Kekeruhan yang belum mengenai seluruh lapisan lensa, sehingga masih
ditemukan bagian-bagian yang jernih. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi
korteks sehingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah,
yang memberikan miopisasi. Pencembungan lensa ini akan menyebabkan bilik
depan mata menjadi dangkal dan dapat memberikan penyulit glaukoma. Hal
ini disebut katarak intumesen.
3. Katarak matur
Kekeruhan yang telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini
bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh.
4. Katarak hipermatur
Terjadi akibat korteks yang mencair sehingga masa lensa ini dapat
keluar melalui kapsul. Akibat pencairan korteks ini maka nukleus “tenggelam”
ke arah bawah (jam 6) (Katarak Morgagni). Lensa akan mengeriput. Akibat
masa lensa yang keluar ke dalam bilik mata depan maka dapat timbul penyulit
berupa uveitis fakotoksik tau glaukoma fakolitik.4

2.2.7. Klasifikasi berdasarkan anatomi


Berdasarkan anatomi katarak dibagi menjadi :
1. Katarak kortikalis
Pada awal pembentukan katarak kortikalis, terjadi perubahan
komposisi ion pada korteks lensa sehingga menyebabkan perubahan hidrasi.
Perubahan hidrasi ini akan menghasilkan celah dengan pola radiasi di sekitar
daerah ekuator dan lama kelamaan akan timbul kekeruhan di kortek lensa.
Pengaruhnya pada fungsi penglihatan tergantung pada kedekatan opasitas

7
dengan aksis visual. Gejala awalnya biasanya adalah penderita merasa silau
saat mencoba memfokuskan pandangan pada suatu sumber cahaya di malam
hari. Selain itu diplopia monokular juga dapat dikeluhkan penderita.
Pemeriksaan menggunakan biomikroskop slitlamp akan mendapatkan
gambaran vakuola dan seperti celah air disebabkan degenerasi serabut lensa,
serta pemisahan lamela korteks anterior atau posterior oleh air. Gambaran
Cortical-spokes seperti baji terlihat di perifer lensa dengan ujungnya mengarah
ke sentral, kekeruhan ini tampak gelap apabila dilihat menggunakan
retroiluminasi.

Gambar 1. Katarak kortikal

2. Katarak nuklearis
Jenis katarak ini biasanya berkembang lambat dan terjadi bilateral,
meskipun bisa asimetris. Gejala yang paling menonjol dari katarak jenis ini
adalah kabur melihat jauh daripada melihat dekat. Katarak jenis ini sedikit
berwarna kekuningan dan menyebabkan kekeruhan di sentral

8
Gambar 2. Katarak nuklearis

3. Katarak subkapsularis posterior


Katarak tipe ini terletak pada lapisan korteks posterior dan biasanya
selalu aksial. Pada tahap awal biasanya katarak subkapsularis posterior ini
masih terlihat halus pada pemeriksaan slit lamp di lapisan korteks posterior.,
tetapi pada tahap lebih lanjut terlihat kekeruhan granular dan seperti plak pada
korteks subkapsular posterior. Gejala yang timbul dapat berupa silau, diplopia
monokular dan lebih kabur melihat dekat dibandingkan melihat jauh.

Gambar 3. Katarak subkapsularis posterior

2.2.8. Manifestasi Klinis


Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang lengkap.

Keluhan yang membawa pasien datang antara lain:

1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif
atau berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan
dengan pin-hole

9
2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau,
dimana tigkat kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang
menurun dengan latar belakang yang terang hingga merasa silau di siang hari
atau merasa silau terhadap lampu mobil yang berlawanan arah atau sumber
cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini sering kali muncul pada
penderita katarak kortikal.

3. Sensitifitas terhadap kontras


Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam
mengetahui perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda
warna, penerangan dan tempat. Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi mata
sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus daripada menggunakan bagan
Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi penglihatan; namun uji ini
bukanlah indikator spesifik hilangnya penglihatan yang disebabkan oleh
adanya katarak.

4. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan
dioptri lensa, biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga
sedang. Ketergantungan pasien presbiopia pada kacamata bacanya akan
berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun setelah
sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa nyaman ini
berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear.
Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan
anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi
dengan ekstraksi katarak.

5. Variasi Diurnal Penglihatan


Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan
penglihatan menurun pada siang hari atau keadaan terang dan membaik pada
senja hari, sebaliknya paenderita katarak kortikal perifer kadang-kadang
mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar terang dibanding pada sinar
redup.

10
6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi
tampak tumpul atau bergelombang.

7. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler
dari lensa yang keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan
dengan diplopia binocular dengan cover test dan pin hole.

8. Perubahan persepsi warna


Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan
perubahan persepsi warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan
atau kecoklatan dibanding warna sebenarnya.

9. Bintik hitam
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak
bergerak-gerak pada lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada
retina atau badan vitreous yang sering bergerak-gerak.3,4

2.2.9. Diagnosis
a. Optotip snellen

Untuk mengetahui tajam penglihatan. Pada stadium insipien dan imatur bisa

dicoba dikoreksi dengan lensa kacamata terbaik.

b. Lampu senter

Reflek pupil terhadap cahaya pada katarak masih normal. Tampak kekeruhan

lensa terutama jika pupil dilebarkan, berwarna keabu-abuan yang harus

dibedakan dengan refleks senil. Diperiksa proyeksi iluminasi dari segala arah

pada katarak matur untuk mengetahui fungsi retina secara garis besar.

c. Oftalmoskopi

11
Untuk pemeriksaan ini sebaiknya pupil dilebarkan. Pada stadium insipien dan

imatur tampak kekeruhan kehitam-hitaman dengan latar belakang jingga,

sedangkan pada stadium matur didapatkan reflek fundus negatif.

d. Slit lamp biomikroskopik

Dengan alat ini dapat dievaluasi luas, tebal, dan lokasi kekeruhan lensa.

2.2.10. Diagnosis Banding


a. Reflek senil : pada orang tua dengan lampu senter tampak pupil warna

keabu-abuan mirip katarak, tetapi pemeriksaan reflek fundus positif.

b. Katarak komplikata : katarak terjadi sebagai penyulit dari penyakit mata

(uveitis anterior), atau penyakit sistemik (Diabetes Mellitus).

c. Katarak karena sebab lain : obat-obatan (kortikosteroid), radiasi, trauma

mata.

2.2.11. Penatalaksanaan
Katarak dapat dilakukan tindakan pembedahan :
1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Merupakan tekhnik bedah yang digunakan sebelum adanya bedah
katarak ekstrakapsular. Seluruh lensa bersama dengan pembungkus atau
kapsulnya dikeluarkan. Diperlukan sayatan yang cukup luas dan jahitan
yang banyak (14-15mm). Prosedur tersebut relatif beresiko tinggi
disebabkan oleh insisi yang lebar dan tekanan pada badan vitreus. Metode
ini sekarang sudah ditinggalkan. Kerugian tindakan ini antara lain, angka
kejadian Cystoid macular edemA dan retinal detachment setelah operasi
lebih tinggi, insisi yang sangat lebar dan astigmatisma yang tinggi. Resiko
kehilangan vitreus selama operasi sangat besar.
2. Ekstra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Merupakan tekhnik operasi katarak dengan melakukan pengangkatan
nukleus lensa dan korteks melalui pembukaan kapsul anterior yang lebar
9-10mm, dan meninggalkan kapsul posterior.

12
3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Pada tekhnik ini insisi dilakukan di sklera sekitar 5.5mm – 7.0mm.
Keuntungan insisi pada sklera kedap air sehingga membuat katup dan isi
bola mata tidak prolaps keluar. Dan karena insisi yang dibuat ukurannya
lebih kecil dan lebih posterior, kurvatura kornea hanya sedikit berubah.
4. Phacoemulsification
Merupakan salah satu tekhnik ekstraksi katarak ekstrakapsuler yang
berbeda dengan ekstraksi katarak ekstrakapsular standar (dengan ekspresi
dan pengangkatan nukleus yang lebar). Sedangkan fakoemulsifikasi
menggunakan insisi kecil, fragmentasi nukleus secara ultrasonik dan
aspirasi korteks lensa dengan menggunakan alat fakoemulsifikasi. Secara
teori operasi katarak dengan fakoemulsifikasi mengalami
perkembangan yang cepat dan telah mencapai taraf bedah refraktif
oleh karena mempunyai beberapa kelebihan yaitu rehabilitasi visus yang
cepat, komplikasi setelah operasi yang ringan, astigmatisma akibat operasi
yang minimal dan penyembuhan luka yang cepat

2.2.12. Komplikasi
Komplikasi katarak yang tersering adalah glaukoma yang dapat terjadi
karena proses fakolitik, fakotopik, fakotoksik. 9,16

 Fakolitik
Pada lensa yang keruh terdapat lerusakan maka substansi lensa akan
keluar yang akan menumpuk di sudut kamera okuli anterior terutama bagian
kapsul lensa.
Dengan keluarnya substansi lensa maka pada kamera okuli anterior
akan bertumpuk pula serbukan fagosit atau makrofag yang berfungsi
merabsorbsi substansi lensa tersebut.
Tumpukan akan menutup sudut kamera okuli anterior sehingga timbul
glaukoma.
 Fakotopik
Berdasarkan posisi lensa
Oleh karena proses intumesensi, iris, terdorong ke depan sudut kamera
okuli anterior menjadi sempit sehingga aliran humor aqueaous tidak lancar

13
sedangkan produksi berjalan terus, akibatnya tekanan intraokuler akan
meningkat dan timbul glaukoma
 Fakotoksik
Substansi lensa di kamera okuli anterior merupakan zat toksik bagi
mata sendiri (auto toksik) Terjadi reaksi antigen-antibodi sehingga timbul
uveitis, yang kemudian akan menjadi glaukoma

14
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : NNL
Umur : 83 tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Agama : Hindu
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : -
Pendidikan : SMA
Alamat : BR.KUBU

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Pandangan Kabur
3.2.2 Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang sendiri ke Poliklinik Mata RSUD Bangli mengeluhkan pandangan
kedua mata kabur mata sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu. Pasien tidak
mengeluhkan mata berair, dan tidak gatal.
3.2.3 Riwayat Penggunaan Obat
Pasien mengaku pernah menggunakan obat tetes sebelumnya
3.2.4 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku tidak pernah di operasi sebelumnya.
1. Riwayat trauma (-)
2. Riwayat Penyakit Sistemik :
 Riwayat Hipertensi disangkal
 Riwayat penyakit Diabetes Mellitus disangkal
 Riwayat penyakit jantung koroner disangkal
3. Riwayat penggunaan kacamata (-)
3.2.5 Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti pasien.

15
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
3.1 Status Generalis
Keadaan umum : baik
Kesadaran : kompos mentis
TB / BB : 165 cm / 70 kg
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respiratory rate : 20 x/menit
Suhu : 36,5 C
Status Internus :
Mata : Konjungtiva hiperemis, sklera tidak ikterik
THT : Tidak ditemukan kelainan, kelenjar getah bening preaurikular
tidak membesar
Leher : JVP 5-2 cm H2O, KGB tidak membesar
Thorak : Paru dan Jantung dalam batas normal
Abdomen : Perut tidak tampak membesar, hepar dan lien tidak teraba,
perkusi timpani, bising usus normal
Ekstremitas : Perfusi baik, akral hangat

Status Ophtalmikus

Status Ophtalmikus OD OS

Visus tanpa koreksi 2/60 3/60

Visus dengan koreksi 20/100 20/100

Reflek fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Silia/ Supersilia Madarosis (-), Trikiasis (-) Madarosis (-), Trikiasis

(-), krusta (-)

Palpebra superior Udem (-) Udem (-)

Palpebra inferior Udem (-) Udem (-)

Margo palpebra Hordeolum (-) Hordeolum (-)

16
Khalazion (-) Khalazion (-)

Aparat lakrimalis Lakrimasi normal Lakrimasi normal

Konjungtiva tarsalis Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Konjungtiva forniks Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Konjungtiva bulbi Hiperemis (-) Hiperemis (+)

Sklera Putih Putih

Kornea Jernih Tidak jernih, terdapat

jaringan fibrovaskular

hanya terbatas pada

limbus kornea

Kamera okuli anterior Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Iris Rugae (+), coklat Rugae (+), Coklat

Pupil Bulat, diameter 3 mm, Bulat, diameter 3 mm,

reflex (+) reflek (+)

Lensa Keruh Keruh

Korpus vitreum Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Fundus

Papil optikus
Tidak diperiksa
Retina Tidak diperiksa

Macula

Aa/Vv retina

Tekanan bulbus okuli Normal palpasi Normal palpasi

Gerakan bulbus okuli Bebas kesegala arah Bebas kesegala arah

17
3.3 Diagnosis Banding
ODS Katarak Sinilis immature
3.4 Diagnosis Kerja
ODS Katarak Sinilis immature
Miopia
3.5 Usulan Pemeriksaan
Cek Lab DL, BT - CT
3.6 Penatalaksanaan
Catarlent 4x gtt 1 ODS
Rencana Operasi
3.7 Prognosis
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
3.8 Resume Kasus
Pasien pasien berusia 83 tahun datang sendiri ke Poliklinik Mata RSUD
Bangli mengeluhkan Pandangan kedua mata kabur sejak kurang lebih 3 bulan yang
lalu. Pasien tidak mengeluhkan mata berair, dan tidak gatal. Pasien mengatakan
sebelumnya pernah mengobati dengan menggunakan obat tetes mata tapi tidak ada
perbaikan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada kedua mata terdapat terdapat
kekeruhan pada lensa, kornea jernih. Sehingga dari hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik tersebut pasien didiagnosis sebagai suatu Katarak senilis Imature ODS.

18
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi lensa,
denaturasi protein lensa, ataupun keduanya. Katarak dapat terjadi akibat pengaruh
kelainan kongenital atau penyulit mata lokal menahun, dan bermacam-macam penyakit
mata dapat mengakibatkan katarak, seperti glaucoma, ablasi, uveitis dan retinitis
pigmentosa.
Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui.
Diduga adanya interaksi antara berbagai proses fisiologis berperan dalam terjadinya
katarak senilis dan belum sepenuhnya diketahui.
Penegakan diagnosis Katarak berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan tambahan. Terapi yang diberikan yaitu terapi operatif apabila pengelihatan
sudah mulai terganggu.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Katarak, Dalam : Penuntun Ilmu Penyakit Mata, FKUI, Jakarta, 2005

2. Wijaya N, Lensa (Katarak), Dalam : Ilmu Penyakit Mata, FK UI Jakarta, 1990 : 40-72.

3. Nazira A, Kowara RA, Amalia, Yunaidah A, Putri RA, Rahyuningtias, dkk. Katarak

senilis, risiko bagi orang yang berusia lanjut. Dalam: Jurnal EPTM Katarak. 2014. pp 1-12.

4. Ilyas S, Tansil MS, Azhar Z. Sari ilmu penyakit mata. Cetakan kedua. Jakarta: Balai

Penerbit FKUI, 2000

5. Riordan-Eva P, Whitcher JP,. Vaughan & Asbury: Oftalmologi Umum, Jakarta, 2010.

20

Anda mungkin juga menyukai