Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH DIABETIK KETOASIDOSIS

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

Disususn Oleh :

1. Natasya Riski R.S


2. Ikhmatul Lailiyah
3. Evi Nur Aliyatun
4. Ilham Rohmanul H.
5. Darohjatun Min Aeni
6. Fatimah Azzahro
7. Tiyas Sastian
8. Nur Arif Saputra
9. Nihayatul Illah
10. Astrit Firyal S.

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PEKALONGAN

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Ketoasidosis diabetikum adalah kasus kedaruratan endokrinologi yang
disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau absolut. Ketoasidosis diabetik juga
merupakan komplikasi akut diabetes mellitus yang ditandai dengan dehidrasi,
kehilangan elektrolit, dan asidosis. Ketoasidosis diabetik ini diakibatkan oleh
defisiensi berat insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat
dan lemak. Keadaan ini merupakan gangguan metabolisme yang paling serius
pada diabetes ketergantungan insulin.
Ketoasidosis diabetukum lebih sering terjadi pada usia <65 tahun.
Ketoasidosis diabetikum lebih sering terjadi pada perempuan dibanding laki-laki.
Surveillance Diabetes Nasional Program Centers for Disease Control (CDC)
memperkirakan bahwa ada 115.000 pasien pada tahun 2003 di Amerika Serikat,
sedangkan pada tahun 1980 jumlahnya 62.000. Di sisi lain, kematian KAD per
100.000 pasien diabetes menurun antara tahun 1985 dan 2002 dengan
pengurangan kematian terbesar di antara mereka yang berusia 65 tahun atau lebih
tua dari 65 tahun. Kematian di KAD terutama disebabkan oleh penyakit
pengendapan yang mendasari dan hanya jarang komplikasi metabolik
hiperglikemia atau ketoasidosis.
Adanya gangguan dalam regulasi insulin dapat cepat menjadi ketoasidosis
diabetik manakala terjadi diabetik tipe I yang tidak terdiagnosa,
ketidakseimbangan jumlah intake makanan dengan insulin, adolescen dan
pubertas, aktivitas yang tidak terkontrol pada diabetes, dan stress yang
berhubungan dengan penyakit, trauma, atau tekanan emosional.
Perawatan pada pasien yang mengalami KAD antara lain meliputi rehidrasi,
pemberian kalium lewat infus, dan pemberian insulin. Beberapa komplikasi yang
mungkin terjadi selama pengobatan KAD adalah edema paru, hipertrigliseridemia,
infark miokard akut, dan komplikasi iatrogenik. Komplikasi iatrogenik tersebut
ialah hipoglikemia, hipokalemia, edema otak, dan hipokalsemia.
2. Rumusan Masalah
a. Apa definisi ketoasidosis diabetikum (KAD)?
b. Apa etiologi ketoasidosis diabetikum (KAD)?
c. Faktor pencetus ketoasidosis diabetikum (KAD)?
d. Bagaimana patofisiologi dari ketoasidosis diabetikum (KAD)?
e. Apa saja manifestasi klinis ketoasidosis diabetikum (KAD)?
f. Apa saja pemeriksaan penunjang klien dengan ketoasidosis diabetikum
(KAD)?
g. Bagaimana penatalaksanaan klien dengan ketoasidosis diabetikum
(KAD)?
h. Apa komplikasi dari ketoasidosis diabetikum (KAD)?
i. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan ketoasidosis diabetikum
(KAD)?

3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat menjelaskan dan melakukan asuhan keperawatan
pada klien dengan ketoasidosis diabetikum (KAD).
b. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi ketoasidosis diabetikum (KAD).
b. Mengetahui etiologi ketoasidosis diabetikum (KAD)
c. Faktor pencetus ketoasidosis diabetikum (KAD).
d. Mengetahui patofisiologi dari ketoasidosis diabetikum (KAD).
e. Menyebutkan manifestasi klinis ketoasidosis diabetikum (KAD).
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada ketoasidosis diabetikum
(KAD).
g. Mengetahui penatalaksanaan klien dengan ketoasidosis diabetikum
(KAD).
h. Mengetahui komplikasi dari ketoasidosis diabetikum (KAD).
i. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan ketoasidosis
diabetikum (KAD).
4. Manfaat
a. Mendapatkan pengetahuan tentang ketoasidosis diabetikum (KAD).
b. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan tentang
ketoasidosis diabetikum (KAD).
c. Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan ketoasidosis
diabetikum (KAD).
BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi Ketoasidosis Diabetik (KAD)


KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus tipe 1 yang ditandai
oleh hiperglikemia, lipolisis yang tidak terkontrol (dekomposisi lemak),
ketogenesis (produksi keton), keseimbangan nitrogen negatif, deplesi volume
vaskuler, hiperkalemia dan ketidakseimbangan elektrolit yang lain, serta asidosis
metabolik. Akibat defisiensi insulin absolut atau relatif, terjadi penurunan uptake
glukosa oleh sel otot, peningkatan produksi glukosa oleh hepar, dan terjadi
peningkatan metabolisme asam lemak bebas menjadi keton. Walaupun
hiperglikemia, sel tidak mampu menggunakan glukosa sebagai sumber energi
sehingga memerlukan konversi asam lemak dan protein menjadi badan keton
untuk energi.
Ketoasidosis diabetic merupakan komplikasi akutyang di tandaidengan
perburukan semua gejala diabetes, ketoasidosis diabetikes merupakan
keadaanyang mengancam jiwa dan memerlukan perawatan di rumah sakit agar
dapat dilakukan koreksi terhadap keseimbangan cairan dan elektrolitnya. (Corwin,
2012)
Diuresis osmotik terjadi: mengakibatkan dehidrasi sel, hipotensi,
kehilangan elektrolit, dan asidosis metabolik gap anion. Kalium intraselular
bertukar dengan ion hidrogen ekstraselular yang berlebihan sebagai usaha untuk
mengoreksi asidosis yang menyebabkan hiperglikemia.
Kebanyakan kasus KAD dicetuskan oleh infeksi umum, antara influenza
dan infeksi saluran kemih. Infeksi tersebut menyebabkan peningkatan kebutuhan
metabolik dan peningkatan kebutuhan insulin. Penyebab umum KAD lainnya
adalah kegagalan dalam mempertahankan insulin yang diresepkan dan/atau
regimen diet dan dehidrasi.

2. Etiologi
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat
dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam
pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang.

3. Faktor pencetus
Faktor pencetus yang berperan untuk terjadinya KAD adalah pankreatitis
akut, penggunaan obat golongan steroid, serta menghentikan atau mengurangi
dosis insulin. Tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin yang
nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1. Insulin tidak diberikan atau diberikan dengan dosis yang dikurangi.
2. Keadaan sakit atau infeksi.
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati.

4. Patofisiologi
Ketoasidois terjadi bila tubuh sangat kekurangan insulin. Karena
dipakainya jaringan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, maka akan
terbentuk keton. Bila hal ini dibiarkan terakumulasi, darah akan menjadi asam
sehingga jaringan tubuh akan rusak dan bisa menderita koma. Hal ini biasanya
terjadi karena tidak mematuhi perencanaan makan, menghentikan sendiri suntikan
insulin, tidak tahu bahwa dirinya sakit diabetes mellitus, mendapat infeksi atau
penyakit berat lainnya seperti kematian otot jantung, stroke, dan sebagainya.
Faktor-faktor pemicu yang paling umum dalam perkembangan
ketoasidosis diabetik (KAD) adalah infeksi, infark miokardial, trauma, ataupun
kehilangan insulin. Semua gangguan metabolik yang ditemukan pada ketoasidosis
diabetik (KAD) adalah tergolong konsekuensi langsung atau tidak langsung dari
kekurangan insulin.
Menurunnya transport glukosa kedalam jaringan jaringan tubuh akan
menimbulkan hiperglikemia yang meningkatkan glukosuria. Meningkatnya
lipolisis akan menyebabkan kelebihan produksi asam asam lemak, yang sebagian
diantaranya akan dikonversi (diubah) menjadi keton, menimbulkan ketonaemia,
asidosis metabolik dan ketonuria. Glikosuria akan menyebabkan diuresis osmotik,
yang menimbulkan kehilangan air dan elektrolit seperti sodium, potassium,
kalsium, magnesium, fosfat dan klorida. Dehidrsi terjadi bila terjadi secara hebat,
akan menimbulkan uremia pra renal dan dapat menimbulkan syok hipovolemik.
Asidodis metabolik yang hebat sebagian akan dikompensasi oleh peningkatan
derajad ventilasi (peranfasan Kussmaul).
Muntah-muntah juga biasanya sering terjadi dan akan mempercepat
kehilangan air dan mempercepat kehilangan air dan elektrolit. Sehingga,
perkembangan KAD adalah merupakan rangkaian dari siklus interlocking vicious
yang seluruhnya harus diputuskan untuk membantu pemulihan metabolisme
karbohidrat dan lipid normal.
Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang juga . Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali. Kedua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemi. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekskresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi yang berlebihan (poliuri)
akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangna elektrolit. Penderita ketoasidosis
diabetik yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 L air dan sampai 400 hingga
500 mEq natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis)
menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah
menjadi badan keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi badan
keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal
akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Badan keton bersifat asam, dan bila
bertumpuk dalam sirkulasi darah, badan keton akan menimbulkan asidosis
metabolic.

5. Manifestasi Klinis
Respons neurologis dapat berkisar dari sadar sampai koma. Frekuensi
pernapasan mungkin cepat, atau pernapasan mungkin dalam dan cepat (kussmaul)
dengan disertai napas aseton berbau buah. Pasien akan mengalami dehidrasi dan
dapat mengeluh sangat haus, poliuria, dan kelemahan. Mual, muntah, nyeri hebat
pada abdomen, dan kembung sering kali terjadi dan dapat keliru dengan gambaran
kondisi akut abdomen. Sakit kepala, kedutan otot, atau tremor dapat juga terjadi.
Manifestasi klinis dari KAD adalah :
1. Hiperglikemi
Hiperglikemi pada ketoasidosis diabetik akan menimbulkan;
 Poliuri dan polidipsi (peningktan rasa haus)
 Penglihatan yang kabur
 Kelemahan
 Sakit kepala
 Pasien dengan penurunan volume intravaskuler yang nyata
mungkin akan menderita hipotensi ortostatik (penurunan tekanan
darah sistolik sebesar 20 mmHg atau lebih pada saat berdiri).
 Penurunan volume dapat menimbulkan hipotensi yang nyata
disertai denyut nadi lemah dan cepat.
 Anoreksia, mual, muntah dan nyeri abdomen.
 Pernapasan Kussmaul ini menggambarkan upaya tubuh untuk
mengurangi asidosis guna melawan efek dari pembentukan badan
keton.
 Mengantuk (letargi) atau koma.
 Glukosuria berat.
 Asidosis metabolik.
 Diuresis osmotik, dengan hasil akhir dehidrasi dan penurunan
elektrolit.
 Hipotensi dan syok.
 Koma atau penurunan kesadaran.

6. Pemeriksaan Penunjang
a. Glukosa
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih rendah dan
sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai setinggi 1000 mg/dl
atau lebih yang biasanya bergantung pada derajat dehidrasi. Harus disadari
bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu berhubungan dengan kadar
glukosa darah. Sebagian pasien dapat mengalami asidosis berat disertai
kadar glukosa yang berkisar dari 100 – 200 mg/dl, sementara sebagian
lainnya mungkin tidak memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun
kadar glukosa darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
b. Natrium
Efek hiperglikemia ekstravaskuler bergerak air ke ruang intravaskuler.
Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg / dL, tingkat natrium
serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila kadar glukosa turun,
tingkat natrium serum meningkat dengan jumlah yang sesuai.
c. Kalium.
Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat dengan
perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek jantung ekstrem di
tingkat potasium.
d. Bikarbonat
Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH yang
rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg)
mencerminkan kompensasi respiratorik (pernapasan kussmaul) terhadap
asidosisi metabolik. Akumulasi badan keton (yang mencetuskan asidosis)
dicerminkan oleh hasil pengukuran keton dalam darah dan urin. Gunakan
tingkat ini dalam hubungannya dengan kesenjangan anion untuk menilai
derajat asidosis.
e. Sel darah lengkap (CBC)
Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau ditandai
pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.
f. Gas darah arteri (ABG)
pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada tingkat
gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih rendah dari pH 0,03
pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat diandalkan dan bukan dari
signifikansi klinis, hampir tidak ada alasan untuk melakukan lebih
menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang surut telah dilaporkan sebagai cara
untuk menilai asidosis juga.
g. Keton
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,
ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.
h. β-hidroksibutirat
Serum atau hidroksibutirat β kapiler dapat digunakan untuk mengikuti
respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar dari 0,5 mmol / L
dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L berkorelasi dengan
kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).
i. Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi
infeksi saluran kencing yang mendasari.
j. Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN (mg /
dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada dalam keadaan
koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm / kg H2O. Jika
osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini, maka pasien jatuh pada
kondisi koma.
k. Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk,
alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.
l. Tingkat BUN meningkat
Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.
m. Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga dapat
terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan, kenaikan kadar
kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan dijumpai pada pasien
yang mengalami insufisiensi renal.
7. Penatalaksanaan KAD
Penanganan KAD (ketoasidosis diabetikum) memerlukan pemberian tiga agen
berikut:
1. Cairan
Pasien penderita KAD biasanya mengalami depresi cairan yang
hebat. NaCl 0,9 % diberikan 500-1000 ml/jam selama 2-3 jam. Pemberian
cairan normal salin hipotonik (0,45 %) dapat digunakan pada pasien-
pasien yang menderita hipertensi atau hipernatremia atau yang beresiko
mengalami gagal jantung kongestif. Infus dengan kecepatan sedang hingga
tinggi (200-500 ml/jam) dapat dilanjutkan untuk beberapa jam selanjutnya.
2. Insulin
Insulin intravena paling umum dipergunakan. Insulin
intramuskular adalah alterantif bila pompa infusi tidak tersedia atau bila
akses vena mengalami kesulitan, misalnya pada anak anak kecil. Asidosis
yang terjadi dapat diatasi melalui pemberian insulin yang akn menghambat
pemecahan lemak sehingga menghentikan pembentukan senyawa-senyawa
yang bersifat asam. Insulin diberikan melalui infus dengan kecaptan
lambat tapi kontinu ( misal 5 unti /jam). Kadar glukosa harus diukur tiap
jam. Dektrosa ditambahkan kedalam cairan infus bila kadar glukosa darah
mencpai 250 – 300 mg/dl untuk menghindari penurunan kadar glukosa
darah yang terlalu cepat.
3. Potassium
Meskipun ada kadar potassium serum normal, namun semua pasien
penderita KAD mengalami depresi kalium tubuh yang mungkin terjadi
secara hebat. Input saline fisiologis awal yang tinggi yakni 0.9% akan
pulih kembali selama defisit cairan dan elektrolite pasien semakin baik.
Insulin intravena diberikan melalui infusi kontinu dengan menggunakan
pompa otomatis, dan suplemen potasium ditambahkan kedalam regimen
cairan. Bentuk penanganan yang baik atas seorang pasien penderita KAD
(ketoasidosis diabetikum) adalah melalui monitoring klinis dan biokimia
yang cermat.
8. Komplikasi
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini.
Bila penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air
kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal akan
disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang lama penderita
nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan
cuci darah. Selain itu nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung
kongesif.
2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada
lensa mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan
kebutaan. Tetapi bila tidak terlambat dan segera ditangani secara dini
dimana kadar glukosa darah dapat terkontrol, maka penglihatan bisa
normal kembali
3. Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita
bisa stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang tidak dapat
dirasakan (mati rasa). Telapak kaki hilang rasa membuat penderita tidak
merasa bila kakinya terluka, kena bara api atau tersiram air panas. Dengan
demikian luka kecil cepat menjadi besar dan tidak jarang harus berakhir
dengan amputasi.
4. Kelainan Jantung
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya
aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi mempunyai
komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung
akut, maka serangan tersebut tidak disertai rasa nyeri. Ini merupakan
penyebab kematian mendadak. Selain itu terganggunya saraf otonom yang
tidak berfungsi, sewaktu istirahat jantung berdebar cepat. Akibatnya
timbul rasa sesak, bengkak, dan lekas lelah.
5. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila
penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan
segera. Keterlambatan dapat menyebabkan kematian. Gejala yang timbul
mulai dari rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang-kejang.
6. Impotensi
Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang
impotensi yang dialami. Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah
menyerang saraf. Keluhan ini tidak hanya diutarakan oleh penderita lanjut
usia, tetapi juga mereka yang masih berusia 35 – 40 tahun. Pada tingkat
yang lebih lanjut, jumlah sperma yang ada akan menjadi sedikit atau
bahkan hampir tidak ada sama sekali. Ini terjadi karena sperma masuk ke
dalam kandung seni (ejaculation retrograde).
Penderita yang mengalami komplikasi ini, dimungkinkan
mengalami kemandulan. Sangat tidak dibenarkan, bila untuk mengatasi
keluhan ini penderita menggunakan obat-obatan yang mengandung
hormon dengan tujuan meningkatkan kemampuan seksualnya. Karena
obat-obatan hormon tersebut akan menekan produksi hormon tubuh yang
sebenarnya kondisinya masih baik. Bila hal ini tidak diperhatikan maka sel
produksi hormon akan menjadi rusak. Bagi diabetes wanita, keluhan
seksual tidak banyak dikeluhkan.
Walau demikian diabetes millitus mempunyai pengaruh jelek
pada proses kehamilan. Pengaruh tersebut diantaranya adalah mudah
mengalami keguguran yang bahkan bisa terjadi sampai 3-4 kali berturut-
turut, berat bayi saat lahir bisa mencapai 4 kg atau lebih, air ketuban yang
berlebihan, bayi lahir mati atau cacat dan lainnya.
7. Hipertensi
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air
seni, ginjal penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain itu tingkat
kekentalan darah pada diabetisi juga lebih tinggi. Ditambah dengan
kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi,
secara otomatis syaraf akan mengirimkan signal ke otak untuk menambah
takanan darah.
8. Komplikasi lainnya
Selain komplikasi yang telah disebutkan di atas, masih terdapat beberapa
komplikasi yang mungkin timbul. Komplikasi tersebut misalnya:
1. Ganggunan pada saluran pencernakan akibat kelainan urat saraf. Untuk
itu makanan yang sudah ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke
lambung.
2. Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada
dasarnya karena kurangnya perawatan pada rongga mulut gigi dan
gusi, sehingga bila terkena penyakit akan lebih sulit penyembuhannya.
3. Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita
diabetes millitus lebih mudah terserang infeksi.

9. Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
A. Pengumpulan data
Anamnese didapat :
a. Identifikasi klien.
b. Keluhan utama klien
Mual muntah
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
Menderita Diabetes Militus
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat psikososial
B. Pemeriksaan fisik
a. B1 (Breath)
Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak). Tanda : Lapar udara, batuk
dengan/tanpa sputum purulen Frekuensi pernapasan meningkat.
b. B2 (Blood)
1. Tachicardi
2. Disritmia
c. B3 (Bladder) :
Awalnya poliuri dapat diikuti oliguri dan anuri
d. B4 (Brain)
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala
Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia.
Gangguan penglihatan
Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap
lanjut).
Gangguan memori (baru, masa lalu), kacau mental, aktifitas kejang
(tahap lanjut dari DKA)
e. B5 (Bowel)
1. Distensi abdomen
2. Bising usus menurun
f. B6 (Bone)
Penurunan kekuatan otot, Kram otot, tonus otot menurun, gangguan
istrahat/tidur.
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas

B. Diagnosa Keperawatan
1) Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan diuresis
osmotik sekunder akibat hiperglikemia dan kekurangan asupan oral
yang adekuat
2) Resiko cedera yang berhubungan dengan perubahan status mental
sekunder akibat asidosis, ketidakseimbangan elektrolit, dan gangguan
penggunaan glukosa sekunder akibat kekurangan insulin
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

C. Intervensi Keperawatan
2) Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan diuresis
osmotik sekunder akibat hiperglikemia dan kekurangan asupan oral
yang adekuat
tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….. defisit
volume cairan teratasi
kriteria hasil :
 Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ
urine normal.
 Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
 Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidak ada ada rasa haus yang
berlebihan
 Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
 Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
 Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
 pH urin dalam batas normal
 Intake oral dan intravena adekuat
Intervensi :
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
osmolalitas urin, albumin, total protein )
4. Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
5. Kolaborasi pemberian cairan IV
6. Monitor status nutrisi
7. Berikan cairan oral
8. Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
9. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
10. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
11. Atur kemungkinan tranfusi
12. Persiapan untuk tranfusi
13. Pasang kateter jika perlu
14. Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
2) Resiko cedera yang berhubungan dengan perubahan status mental
sekunder akibat asidosis, ketidakseimbangan elektrolit, dan gangguan
penggunaan glukosa sekunder akibat kekurangan insulin
Kriteria Hasil
a. Pasien sadar dan berorientasi
b. Pasien tidak akan mencederai diri sendiri
c. Glukosa serum 250 mg/dl selama fase awal terapi; tujuan akhirnya
adalah mencapai kadar glukosa serum yang normal sebesar 70-120
mg/dl
d. pH 7,35-7,45
e. Tidak ada keton serum dan keton urine
f. Bikarbonat serum 22-26 mEq/L
Intervensi menurut NANDA Nic Noc
a. Diskusikan apa yang terjadi tentang kondisi paska operasi, nyeri,
pembatasan aktifitas, penampilan, balutan mata.
b. Beri klien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang
tak sakit sesuai keinginan.
c. Batasi aktifitas seperti menggerakan kepala tiba-tiba, menggaruk
mata, membongkok.
d. Ambulasi dengan bantuan : berikan kamar mandi khusus bila
sembuh dari anestesi.
e. Dorong nafas dalam, batuk untuk menjaga kebersihan paru.
f. Anjurkan menggunakan tehnik manajemen stress.
g. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi
h. Minta klien membedakan antara ketidaknyamanan dan nyeri tajam
tiba-tiba, Selidiki kegelisahan, disorientasi, gangguan
balutan. Observasi hifema dengan senter sesuai indikasi.
i. Observasi pembengkakan lika, bilik anterior kempes, pupil
berbentuk buah pir.
j. Berikan obat sesuai indikasi antiemetik, Asetolamid, sikloplegis,
analgesik.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Menurut Nanda Nic Noc
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….X 24
jam, pasien menunjukan keseimbangan nutrisi
Kriteria Hasil :
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda tanda malnutrisi
e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berat
Intervensi :
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
e. Berikan substansi gula
f. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
g. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan
ahli gizi)
h. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
i. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
j. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
k. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
Nutrition Monitoring
a. BB pasien dalam batas normal
b. Monitor adanya penurunan berat badan
c. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
d. Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
e. Monitor lingkungan selama makan
f. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
g. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
h. Monitor turgor kulit
i. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
j. Monitor mual dan muntah
k. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
l. Monitor makanan kesukaan
m. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
n. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
o. Monitor kalori dan intake nuntrisi
p. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan
cavitas oral.
q. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
DAFTAR PUSTAKA

Stillwell. 2012. Pedoman keperawatan kritis. EGC. Jakarta


Wilkinson Ahern. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan edisi 9, Diagnosis
NANDA Intervensi NIC Kriteria Hasil NOC, EGC; Jakarta
Doengoes, E Marilyun, 1980. Nursing Care Plans, Second Edition. F.A Davis:
Philadelphia
Askep diabetic ketoacidosis. www.blogger-blogspot.com. Diakses pada : Kamis,
2 Mei 2019. Pukul : 13.00
Hidayat. Ketoasidosis DM. www.hidayat2.wordpress.com. Diakses pada : Kamis,
2 Mei 2019. Pukul : 13.00

Anda mungkin juga menyukai