Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

1. Konsep Kebutuhan Eliminasi Fekal

a. Definisi / Deskripsi kebutuhan Eliminasi Fekal

Eliminasi produk sisa pencernaan yang teratur merupakan aspek yang

penting untuk fungsi normal tubuh. Perubahan eliminasi dapat

menyebabkan masalah pada system gastrointestinal dan system tubuh

lainnya. Karena fungsi usus bergantung pada keseimbangan beberapa

factor, pola dan kebiasaan eliminasi bervariasi di antara individu. Namun,

telah terbukti bahwa pengeluaran feses yang sering, dalam jumlah besar,

dan karakteristiknya normal biasanya berbanding lurus dengan rendahnya

insiden kanker kolrektal (Robinson dan Weigley, 1989).. (Fundamental

Keperawatan : 1739, 2006)

b. Fisiologi system / fungsi normal system

 Anatomi Saluran Pencernaan Bawah

 Usus Halus

Panjang usus halus kira-kira 6 m, dengan diameter 2,5 cm. usus

merupakan lumen muscular yang dilapisi membrane mukosa yang

terletak di antara lambung dan usus besar. Serat ototnya berbentuk

sirkuler dan longitudinal, yang memungkinkan terjadinya


segmentasi (motilitas usus dalam mencampur dan mendorong

kimus). Sebagian besar proses pencernaan dan penyerapan

makanan berlangsung di sini. Usus halus terdiri atas tiga bagian:

1. Duodenum

Merupakan saluran berbentuk C dengan panjang sekitar 25 cm

yang terletak di bagian belakang abdomen, mengitari kaput

pancreas. Duodenum digambarkan dalam 4 bagian, yaitu: 1.

Bagian I, mengarah ke kanan; 2. Bagian II, mengarah ke

bawah; 3. Bagian III, mendatar ke kiri dan ke depan vena kava

inferior dan aorta; 4. Bagian IV, mengarah ke atas dan

bersambungan dengan jejunum.

2. Jejenum dan Ileum

Setelah duodenum, bagian usus halus berikutnya adalah

jejunum dan ileum. Panjang keduanya antara 300 sampai 900

cm. tidak ada perbedaan yang jelas di antaranya. Jejunum

berukuran agak besar, memilki dinding yang tebal, lipatan

membrane mukosa yang lebih banyak, dan plak peyeri yang

lebih sedikit. Jejunum dan ileum terletak di dalam rongga

peritoneum, kecuali sepanjang garis perlekatannya. Usus halus

diperdarahi oleh percabangan arteri mesenterika superior

(cabang dari aorta). Fungsi usus adalah untuk menyekresi

cairan usus, menerima getah empedu dan getah pancreas,


mencerna makanan, mengabsorpsi air, garam dan mineral,

serta menggerakan isi usus melalui kontraksi segmen pendek

dan peristaltic rush (gelombang peristaltic usus yang kuat)

yang menggerakkan isi usus lebih cepat (John Gibson, 2002).

 Usus Besar

Usus besar atau intestinum mayor memilki panjang ± 1,5 m dan

diameter 5-6 cm. usus menerima makanan yang sudah berbentuk

kimus (makanan setengah padat) dari lambung untuk

mengabsorpsi air, nutrient, dan elektrolit. Usus menyekresi mucus,

kalium, bikarbonat, dan enzim. Fungsi usus besar adalah untuk

menyerap air dan makanan, sebagai tempat tinggal bakteri koli,

dan tempat penampungan feses (Syaifuddin, 1994). Bagian-bagian

usus besar meliputi sekum, apendiks, kolon (asendens, transversus,

desendens, sigmoid), rectum dan anus.

Kolon yang merupakan bagian terbesar usus besar berfungsi

mengabsorpsi air dan nutrient, member perlindungan dengan

menyekresi mucus yang akan melindungi dinding usus dari trauma

akibat feses dan aktivitas bakteri, serta menghantarkan sisa

makanan sampai ke anus melalui kontraksi. Kolon bergerak dalam

3 cara, yaitu:

1. Haustral shuffling, yaitu gerakan mencampur kimus untuk

membantu absorpsi air


2. Kontraksi haustral, yaitu gerakan mendorong materi cair dan

semi padat di sepnajang kolon

3. Peristaltic, yaitu gerakan berupa gelombang menuju ususss

 Fisiologi Defekasi

Sewaktu makanan masuk ke lambung, terjadi gerakan massa di

kolon yang disebabkan oleh reflex gastrokolon. Reflex ini

biasanya paling jelas terlihat setelah sarapan dan sering diikuti

oleh keinginan kuat untuk buang air besar,. Ketika gerakan massa

di kolon mendorong isi kolon ke dalam rectum, terjadi peregangan

rectum yang memicu reflex defekasi.

Reflex defekasi intrinsic (Syaifuddin, 1994)

Didahului dengan transfor feses ke dalam rectum

Rectum yang penuh mengakibatkan ketegangan


(distensi rectum)

Terjadi rangsangan reflex defekasi pada pleksus


mesenterikus

Otot usus lain berkontraksi, terjadi peristaltic di


kolon asendens, sigmoid, dan rektum

Feses akan terdorong ke anus


Sfringter internal melemas, tetapi sfringter eksternal
relaksasi secara volunter, dan tekanan dihasilkan oleh
otot-otot abdomen

Refleks defekasi parasimpatis (John Gibson, 2002)

Feses masuk ke dalam rektum

Terjadi rangsangan pada saraf rectum

Selanjutnya rangsangan ditransmisikan di sepanjang saraf


parasimpatis aferen menuju pars sakralis med.spinalis

Pesan aferen ditransmisikan di sepanjang saraf


parasimpatis eferen untuk mencapai kerja otot

Menghasilkan kombinasi reflex dan usaha volunteer:

 Terjadi relaksasi sfringter anus


 Kontraksi otot kolon
 Kontraksi otot perut dan diafragma
 Dasar panggul naik
 Terjadi defekasi
 Sfringter berkontraksi, mengeluarkan feses

Upaya volunter

Kontraksi otot abdomen dan diafragma


Tekanan intraabdomen meningkat

Menggerakan feses melalui saluran anus

Dipermudah dengan :
Terjadi defekasi
 Fleksi otot femur
 Posisi saat defekasi
seperti jongkok

c. Faktor- faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi system

1. Usia

Pada bayi, control defekasi belum berkembang dengan baik.

Sedangkan pada usia lansia, control defekasi menurun seiring dengan

berkurangnya kemampuan fisiologis sejumlah organ.

2. Diet

Bergantung pada kualitas, frekuensi, dan jumlah makanan yang

dikonsumsi. Sebagai contoh, makanan berserat akan mempercepat

produksi feses. Secara fisiologis, banyaknya makanan yang masuk ke

dalam tubuh juga berpengaruh terhadap keinginan defekasi.

3. Asupan Cairan

Asupan cairan yang kurang akan menyebabkan feses lebih

keras. Ini karena jumlah absorpsi cairan di kolon meningkat.

4. Tonus Otot
Tonus otot terutama abdomen yang ditunjang dengan aktivitas

yang cukup akan membantu defekasi. Gerakan peristaltik akan

memudahkan materi feses bergerak di sepanjang kolon.

5. Faktor Psikologis

Perasaan cemas atau takut akan mempengaruhi peristaltik atau

motilitas usus sehingga dapat menyebabkan diare.

6. Pengobatan

Beberapa jenis obat dapat menimbulkan efek konstipasi.

Laktasif dan katartik dapat melunakan feses dan meningkatkan

peristaltik. Akan tetapi, jika digunakan dalam waktu lama, kedua obat

tersebut dapat menurunkan tonus usus sehingga usus menjadi kurang

responsif terhadap stimulus laktasif. Obat-obat lain yang dapat

mengganggu pola defekasi antara lain analgesic narkotik, opiat, dan

antikolinergik.

7. Kerusakan Sensorik dan Motorik

Kerusakan pada medulla spinalis dan cedera di daerah kepala

akan mengakibatkan penurunan stimulus sensorik untuk defekasi.

8. Penyakit

Beberapa penyakit pencernaan dapat menyebabkan diare atau

konstipasi.

9. Gaya Hidup

Aktivitas harian yang biasa dilakukan, bowel training pada saat

kanak-kanak, atau kebiasaan menahan buang air besar.


10. Posisi Saat Defekasi

Posisi jongkok merupakan posisi paling sesuai untuk defekasi.

Posisi tersebut memungkinkan individu mengerahkan tekanan

intraabdomen dan mengerutkan otot pahanya sehingga memudahkan

proses defekasi.

11. Nyeri

Normalnya, defekasi tidak menimbulkan nyeri. Akan tetapi,

pada kondisi tertentu (hemoroid, bedah rectum, melahirkan), defekasi

dapat menyebabkan nyeri. Akibatnya, klien seringkali menekan

keinginannya untuk berkemih. Lama kelamaan, kondisi ini dapat

menyebabkan konstipasi.

12. Kehamilan

Konstipasi adalah masalah yang umum ditemui pada trimester

akhir kehamilan. Seiring bertambahnya usia kehamilan, ukuran janin

dapat menyebabkan obstruksi yang akan menghambat pengeluaran

feses. Akibatnya, ibu hamil seringkali mengalami hemoroid permanen

karena seingnya mengedan saat defekasi.

13. Pembedahan dan Anestesi

Pemberian anestesi saat pembedahan dapat menghambat atau

menghentikan aktivitas peristaltic untuk sementara waktu. Kondisi ini

umumnya berlangsung antara 24 dan 48 jam yang disebut dengan ileus

paralitik.

14. Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostic tertentu, khususnya yang ditujukan

untuk melihat struktur saluran pencernaan, mengharuskan

dilakukannya pengosongan lambung (mis; dengan enema atau

katartik). Tindakan ini dapat mengganggu pola eliminasi sampai klien

dapat makan dengan normal. Selain itu, prosedur pemeriksaan dengan

menggunakan barium dapat menyebabkan masalah tambahan. Sisa

barium yang tertinggal di saluran pencernaan akan mengeras dan

menyebabkan impaksi usus.

d. Macam- macam gangguan yang mungkin terjadi

Ca Colon, penyakit inflamasi usus,

2. Rencana Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan kebutuhan


eliminasi fekal
a. Pengkajian
1) Riwayat keperawatan
Pada riwayat keperawatan, hal-hal yang harus dikaji, antara lain:
1. Pola defekasi
a) Frekuensi (berapa kali per hari / minggu?)
b) Apakah frekuensi tersebut pernah berubah?
c) Apa penyebabnya?
2. Perilaku defekasi
a) Apakah klien menggunakan laktasif?
b) Bagaimana cara klien mempertahankan pola defekasi?
3. Deskripsi feses
a) Warna
b) Tekstur
c) Bau
4. Diet
a) Makanan apa yang mempengaruhi perubahan pola defekasi
klien?
b) Makanan apa yang biasa klien makan?
c) Makanan apa yang klien hindari / pantang?
d) Apakah klien makan secara teratur?
5. Cairan. Jumlah dan jenis minuman yang dikonsumsi setiap hari
6. Aktivitas
a) Kegiatan sehari-hari (mis; olahraga)
b) Kegiatan spesifik yang dilakukan klien (mis; penggunaan
laktasif, enema, atau kebiasaan mengonsumsi sesuatu sebelum
defekasi)
7. Penggunaan medikasi. Apakah klien bergantung pada obat-obatan
yang dapat mempengaruhi pola defekasinya?
8. Stress
a) Apakah klien mengalami stress yang berkepanjangan?
b) Koping apa yang klien gunakan dalam mengahadapi stress?
c) Bagaimana respons klien terhadap stress? Positif atau
negative?
9. Pembedahan atau penyakit menetap
a) Apakah klien pernah menjalani tindakan bedah mengganggu
pola defekasinya?
b) Apakah klien pernah menderita penyakit yang mempengaruhi
system gastrointestinal?

2) Pemeriksaan fisik : data focus


1. Mulut
 Inspeksi gigi, lidah dan gusi klien. Gigi yang buruk atau
struktur gigi yang buruk mempengaruhi kemampuan
mengunyah.
2. Abdomen (pada posisi telentang)
 Inspeksi: amati abdomen untuk melihat bentuknya,
kesimetrisan, adanya distensi atau gerak peristaltic
 Auskultasi: dengarkan bising usus, perhatikan intensitas,
frekuensi, dan kualitasnya
 Perkusi: mengetahui adanya distensi berupa cairan, massa,
atau udara. Mulailah pada bagian kanan atas dan
seterusnya.
 Palpasi: mengetahui konsistensi abdomen serta adanya
nyeri tekan atau massa di permukaan abdomen
3. Rektum dan Anus (pada posisi Litotomi atau Sims)
 Inspeksi: amati daerah perineal untuk melihat adanya
tanda-tanda inflamasi, perubahan warna, lesi, lecet, fistula,
konsistensi, hemoroid.
 Palpasi: dinding rektum dan rasakan adanya nodul, massa,
nyeri tekan. Tentukan lokasi dan ukurannya.
4. Feses
Amati feses klien dan catat konsistensi, bentuk, bau, warna, dan
jumlahnya. Amati pula unsure abnormal yang terdapat pada feses.
3) Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
 Spesimen Feses
Dilakukan untuk samar darah (mikroskopik) di dalam
feses dan kultur feses hanya membutuhkan sedikit sampel.
 Tes Guaiak
Tes pemeriksaan darah samar di feses (fecal occult blood
testing, FOBT), yang menghitung darah mikroskopik di
dalam feses.
2. Pemeriksaan Diagnostik
 Visualisasi Langsung
 Endoskop fiberoptik
Instrument optik yang dilengkapi dengan lensa pengamat,
selang fleksibel yang panjang, dan sebuah sumber cahaya
pada bagian ujungnya. Alat ini memungkinkan
penampakan struktur pada ujung selang dan pemasukkan
instrument khuhus untuk biopsy.
 Protoskopi
Instrument yang kaku, berbentuk selang yang dilengkapi
dengan sumber cahaya. Memungkinkan visualisasi anus
dan rectum dan memungkinkan dokter mengumpulkan
specimen jaringan dan membekukan sumber-sumber
perdarahan. Namun instrument ini kurang fleksibel
daripada skop fiberoptik dan lebih berpotensi
menimbulkan gangguan kenyamanan.
 Endoskopi atau Gastroskopi UGI memungkinkan
visualisasi esophagus, lambung dan duodenum.
 Sigmoidiskopi
Memungkinkan visualisasi anus, rectum dan kolon
sigmoid dan memungkinkan dokter mengumpulkan
specimen jaringandan membekukan sumber-sumber
perdarahan.

 Visualisasi Tidak Langsung


 Pemeriksaan media kontras dengan menggunakan
sinar X
Memungkinkan dokter melihat esophagus bagian
bawah, lambubg dan duodenum.

b. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

Diagnosa 1: Diare

1) Definisi
BAB cair atau tidak terbentuk (NANDA 2005-2006: 67)
2) Batasan Karakteristik
 Sedikitnya BAB cair lebih dari 3 kali dalam sehari
 Suara usus hiperaktif
 Nyeri perut
 Kram
 Urgensi
3) Faktor yang berhubungan
a. Psikologis
 Tingkat stres dan cemas tinggi
b. Situasional
 Alkoholik
 Keracunan
 Penyalahgunaan laksatif
 Radiasi
 Pemberian makan melalui selang
 Efek samping obat
 Kontaminasi
 Travelling
c. Fisiologis
 Inflamasi
 Malabsorbsi
 Proses infeksi
 Iritasi
 Parasit

Diagnosa 2: Konstipasi

1) Definisi
Penurunan frekuensi defekasi dengan diikuti kesulitan atau
pengeluaran feses yang tidak tuntas atau feses kering dank keras
(NANDA 2005-2006: 44)
2) Batasan Karakteristik
 Perubahan pola BAB
 Darah merah terang dalam feses
 Feses lembut seperti pasta di rectum
 Distensi abdomen
 Fese gelap, hitam seperti ter
 Peningkatan tekanan abdomen
 Perkusi abdomen dullness
 Nyeri saat defekasi
 Penurunan volume feses
 Tegang saat defekasi
 Frekuensi BAB menurun
 Feses kering keras dan berbentuk
 Teraba massa pada rectum
 Perasaan rectal penuh atau tertekan
 Nyeri abdomen
 Tidak mampu mengeluarkan feses
 Anoreksia
 Nyeri kepala
 Perubahan dalam bunyi perut
 Indigesti
 Terdapat atipikal pada orang dewasa (contoh: perubahan dalam
status mental, inkontensiaurin, jatuh, peningkatan suhu tubuh)
 Suara usus hipoaktif atau hiperaktif
 Teraba massa abdomen
 Teraba lembut di abdomen dengan atau tanpa teraba tahanan
otot
 Mual dengan atau tanpa muntah
 Feses seperti lumpur

3) Faktor yang berhubungan


a. Fungsional
 Perubahan lingkungan
 Kebiasaan menunda atau menghindari keinginan defekasi
 Aktifitas fisik tidak adekuat
 Kebiasaan BAB tidak teratur
 Toileting tidak adekuat (contoh: waktu, posisi defekasi,
privasi )
 Kelemahan otot abdomen
b. Psikologis
 Depresi
 Stress emosional
 Kebingungan mental
c. Farmakologis
 Antikonvulsan
 Lasksatif overdosis
 Antacid dengan aluminium
 Opiate
 Diuretic
 Phenothiazid
 Symmpathomimethics
 Antidepresan
 Antilipemik
 Kalsium karbonat
 Nonsteroid antiinflamasi
 Antikolinergik
 Garam besi

Diagnosa 3: Resiko Konstipasi

1) Definisi
Risiko mengalami penurunan frekuensi dalam defekasi diikuti oleh
kesulitan atau pengeluaran feses yang tidak tuntas atau feses kering
dan keras (NANDA 2005-2006: 47)
2) Faktor risiko
a. Fungsional
 Kebiasaan abaikan keinginan BAB
 Perubahan lingkungan
 Toileting tidak adekuat
 Kebiasaan BAB tidak teratur
 Kelemahan otot abdomen
b. Psikologis
 Stress emosional
 Kebingungan mental
 Depresi
 Psikologis
 Kurang intake serat
 Kurang intake cairan
 Dehidrasi
 Kebersihan gigi dan mulut tidak adekuat
 Kebiasaan makan buruk
 Perubahan pola makan dan makanan
 Penurunan motilitas traktus gastrointestinal
c. Farmakologis
 Antikonvulsan
 Antilipemik
 Laksatif overdosis
 Kalsium karbonat
 Antacid dengan aluminium
 NSAID
 Opiate
 Antikolinergik
 Diuretic
 Garam besi
 Phenothiazid
 Sedasi
 Simpatomimetik
 Garam bismuth
 Antidepresan
 Penghambat kalsium
d. Mekanik
 Abses rektum atau ulser
 Kehamilan
 Fisura anal rektal
 Tumor
 Megakolon
 Ketidakseimbangan elektrolit
 Prolaps rektal
 Pembesaran rektal
 Kelemahan neurologis
 Striktura anal rektal
 Rektocele
 Obstruksi post op
 Hemoroid
 Obesitas

c. Perencanaan

Diagnosa 1: Diare

1) Tujuan & Kriteria hasil

 Eleminasi defekasi yang efektif, ditandai dengan

indicator gangguan sebagai berikut (dengan ketentuan

1-5: ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada).

 Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan

 Diare tidak ada

 Darah dan lender pada feses tidak ada

 Nyeri kram tidak ada

 Kembung tidak ada

 Pasien akan:

 Mematuhi ketentuan diet untuk mengurangi

diare

 Melakukan hygiene yang adekuat untuk

mencegah kerusakan kulit


 Mengungkapkan pemahaman tentang penyebab

diare yang dialaminya secara verbal

 Mempertahankan keseimbangan asam/ basa

dalam batas normal

 Mempertahankan keseimbangan elektrolit

dalam batas normal

 Terhidrasi dengan baik (membrane mukosa

lembab, afebris, turgor kulit elastic, tekanan

darah, hematokrit, dan urine yang dikeluarkan

dalam batas normal)

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Observasi frekuensi defekasi, 1. Diare sering terjadi setelah
karakteristik, dan jumlah memulai diet
2. Dorong diet tinggi serat/ bulk 2. Meningkatkan konsistensi
dalam batasan diet, dengan feses. Meskipun cairan perlu
masukan cairan sedang sesuai diet untuk fungsi tubuh optimal,
yang dibuat kelebihan jumlah
mempengaruhi diare
3. Batasi masukan lemak sesuai 3. Diet rendah lemak
indikasi menurunkan resiko feses
cairan dan membatasi efek
laktasif penurunan absorpsi
lemak
4. Observasi tanda sindrom
4. Pengosongan cepat
dumping, mis; diare, cepat makanan dari lambung
berkeringat, mual dan kelemahan dapat mengakibatkan
setelah makan distress gaster dan
mengganggu fungsi usus

Kolaborasi
1. Awasi elektrolit serum 1. Peningkatan kehilangan
gaster potensial resiko
ketidakseimbangan
elektrolit. Dimana dapat
menimbulkan komplikasi
lebih serius/ mengancam

Diagnosa 2: Konstipasi

1) Tujuan & Kriteria hasil

 Konstipasi tidak ada yang diindikasikan dengan

gangguan eliminasi defekasi sebagai berikut (dengan

ketentuan 1-5:ekstrem, berat, sedang, ringan, atau

tidak ada).

 Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan;

feses lembut dan berbentuk

 Mengeluarkan feses tanpa bantuan

 Mengonsumsi cairan dan serat dengan adekuat

 Latihan dalam jumlah yang adekuat


 Pasien akan:

 Menunjukkan pengetahuan program defekasi

yang dibutuhkan untuk mengatasi efek

samping pengobatan

 Melaporkan keluarnya feses dengan

berkurangnya nyeri dan mengedan

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Catat adanya distensi 1. Distensi dan hilangnya peristaltic usus
abdomen dan merupakan tanda bahwa fungsi
auskultasi peristaltic defekasi hilang yang kemungkinan
usus berhubungan dengan kehilangan
persarafan paasimpatik usus besar
dengan tiba-tiba
2. Gunakan bedpan 2. Meningkatkan rasa nyaman dan
ukuran kecil sampai menurunkan ketegangan pada otot
pasien mampu untuk
defekasi turun dari 3. Meningkatkan kenyamanan secara
tempat tidur (ke toilet) psikologis
3. Berikan privasi
4. Menstimulasi peristaltic yang
memfasilitasi kemungkinan
terbentuknya flatus
4. Anjurkan untuk
melakukan pergerakan/
ambulasi sesuai
kemampuan
Kolaborasi
1. Mulai untuk 1. Makanan padat akan dimulai
meningkatkan diet pemberiannya sampai peristaltic
sesuai toleransi pasien kembali timbul/ sampai ada flatus
2. Berikan selang rektal, 2. Mungkin perlu untuk menghilangkan
suposituria, dan enema distensi abdomen, meningkatkan
jika diperlukan kebiasaan defekasi yang normal
3. Berikan laktasif, 3. Melembekkan feses, meningkatkan
pelembek feses sesuai fungsi defekasi sesuai kebiasaan,
kebutuhan menurunkan ketegangan

Diagnosa 3: Resiko Konstipasi

1) Tujuan & Kriteria Hasil


 Pasien akan:
 Menunjukkan pengetahuan tentang program
defekasi yang dibutuhkan untuk mengatasi efek
samping pengobatan
 Menggambarkan kebutuhan diet (mis; cairan
dan serat) yang dibutuhkan untuk
mempertahankan pola defekasi yang biasanya
 Mengeluarkan feses dengan konsistensi dan
frekuensi sesuai dengan kebiasaan klien
 Melaporkan keluarnya feses dengan
pengurangan nyeri dan mengedan
Intervensi Rasional
Mandiri
1. Auskultasi bising usus. 1. Penurunan bising usus, pasase
Perhatikan konsistensi/ feses bentuk keras/ kering
frekuensi defekasi, adanya diduga konstipasi dan
distensi abdomen memerlukan intervensi lanjut
untuk mengatasinya
2. Yakinkan pola diet 2. Meskipun pembatasan mungkin
biasanya/ pilihan makanan ada, pertimbangan pilihan menu
dapat membantu dalam
mengontrol masalah
3. Memberikan bulk, yang
3. Tambahkan buah segar,
memperbaiki konsistensi feses
sayur, dan diet serat (dalam
pembatasan) bila
diindikasikan
4. Aktivitas dapat merangsang
4. Dorong/ bantu dalam
peristaltic, meningkatkan
ambulasi bila mampu
kembalinya aktivitas usus
normal
5. Meningkatkan kenyamanan
5. Berikan privasi pada saat
psikologis yang dibutuhkan
diatas pispot/ kamar mandi
untuk eliminasi
Kolaborasi
1. Berikan pelunak feses (mis; 1. Menghasilkan pelunak/ feses
Colace), laktasif pembentuk lebih mudah dikeluarkan
bulk (mis; Metamucil)
sesuai indikasi
Daftar Pustaka

Potter & Perry. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 4. EGC:


Jakarta
Marilynn E Doengoes. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. EGC:
Jakarta
Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006
Wahid Iqbal Mubarak, SKM & Ns. Nurul Chayatin, S.Kep. Buku Ajar
Kebutuhan Dasar Manusia. EGC: Jakarta
Juddith M. Wilkinson. Buku Saku Diagnosis Keperawatan NIC NOC.
Edisi 7. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai