Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan di rumah sakit, merupakan cerminan mutu rumah

sakit dimana perawat merupakan sumber daya manusia yang paling dominan

dan berperan penting dalam memberikan dan menjaga mutu pelayanan

kesehatan di rumah sakit. Sebagian besar kontak pasien dilakukan dengan

perawat dengan memberikan pelayanan penuh dan mendampingi pasien selama

24 jam sehari (Baidoeri,2003). Perawat adalah seorang yang memiliki

kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan

yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan (UU

Kesehatan No. 36 tahun 2009).

Pemberian obat injeksi intravena adalah pemberian medikasi yang pekat

atau padat secara langsung kedalam vena. Teknik tersebut merupakan metode

pemberian obat yang sangat berbahaya, karena obat bereaksi dengan tepat dan

masuk ke dalam sirkulasi klien secara langsung (Potter & Perry, 2005). Bahaya

injeksi intravena adalah dapat mengakibatkan terganggunya zat-zat koloid

darah dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini benda asing dimasukkan

kedalam sirkulasi, misalnya tekanan darah mendadak turun dan timbulnya

shock. Bahaya ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu cepat, sehingga

kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh karena itu,

setiap injeksi intravena sebaik dilakukan amat perlahan, antara 50-70 detik

lamanya (Perry & Potter, 2006).

1
2

Kebijakan dari Depkes RI (2001), bahwa program peningkatan mutu

asuhan keperawatan diselenggarakan melalui kegiatan-kegiatan pelaksanaan

tindakan keperawatan berdasarkan Standard Operational Procedured (SOP).

SOP merupakan serangkaian langkah yang dianggap benar (menurut kriteria

yang ditetapkan) dan dilakukan dengan urutan yang tepat (sistematis) untuk

mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan (Prayitno, 2009).

Dalam pelayanan keperawatan standar sangat membantu perawat untuk

mencapai asuhan yang berkualitas, disamping itu juga standar dapat menjaga

keselamatan kerja, sehingga perawat harus berpikir realistis tentang pentingnya

evaluasi sistematis terhadap semua aspek asuhan yang berkualitas tinggi.

Namun keberhasilan dalam mengimplementasikan standar sangat tergantung

pada perawat itu sendiri. Keberhasilan rumah sakit dalam penerapan SOP

praktik keperawatan harus didukung oleh adanya berbagai sistem, fasilitas,

sarana dan pendukung lainnya yang ada di rumah sakit tersebut (Depkes RI,

2006).

Penerapan SOP di Indonesia masih kurang. Beberapa tindakan yang

berpotensi dalam penularan penyakit yaitu tidak mencuci tangan, tidak

menggunakan sarung tangan, penanganan benda tajam yang salah, teknik

dekontaminasi yang tidak adekuat, dan kurangnya sumber daya untuk

pelaksanaan SOP tersebut (Saputra, 2011).

Banyak sekali akibat buruk yang ditimbulkan akibat teknik penyuntikan

yang tidak sesuai dengan SOP terutama phlebitis. Phlebitis merupakan iritasi

atau inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik
3

dengan karakteristik adanya daerah yang memerah disekitar daerah penusukan,

nyeri dan pembengkakan (Smeltzer, 2002).

Dalam penelitian Fatimah & Rosa (2014), WHO menyebutkan

pemberian injeksi yang tidak aman yaitu pemberian injeksi tanpa alat yang

steril, berkontribusi 40% diseluruh dunia, diprediksi 1,5 juta kematian di USA

setiap tahun disebabkan pemberian injeksi yang tidak aman.

Penelitian Joseph tahun 2005-2007 di Indonesia, mencatat bahwa angka

kecelakaan akibat tertusuk jarum mencapai 38-73% dari total petugas

kesehatan, dan salah satu penyebabnya ditemukan bahwa pada saat bekerja

mereka tidak memakai alat pelindung diri seperti sarung tangan (Idayanti,

2008).

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Raja Ampat adalah salah satu

rumah sakit umum daerah yang memiliki sumber daya manusia sebanyak 190

orang. Jumlah perawat di Ruangan Rawat Inap dan IGD berjumlah 47 orang

dengan perincian jumlah perawat di Ruang Interna sebanyak 11 orang, Ruang

Bedah sebanyak 11 orang, Ruang Anak sebanyak 12 orang, dan 13 perawat di

Ruang IGD. Berdasarkan data penelitian awal pada tahun 2019 jumlah pasien

yang ada di Ruang Interna sebanyak 627 orang, Ruang Bedah sebanyak 207

orang, Ruang Anak sebanyak 352 orang. (Profil RSUD Kabupaten Raja

Ampat).

Data yang diperoleh peneliti pada menyuntik aman triwulan keempat di

tahun 2018, kepatuhan para perawat dalam menyuntik aman yang sesuai

dengan SOP di ruang rawat inap bulan Oktober adalah 58%, bulan November
4

56% dan bulan Desember 54% dari sasaran angka rata-rata 80%. Data yang

digunakan untuk mengaudit kepatuhan menyuntik aman ini merupakan

sebagian dari isi SOP menyuntik aman dengan 8 pernyataan yaitu :

1. Petugas memastikan obat sesuai 5 benar (benar pasien,benar obat, benar

dosis, benar cara pemberian dan benar dokumentasi),

2. Jarum suntik (steril) sekali pakai buang,

3. Petugas cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan injeksi,

4. Petugas memberi informasi tentang prosedur tindakan yang akan

dilakukan,

5. Petugas harus menggunakan APD yang telah ditetapkan yaitu sarung

tangan sekali pakai (gunakan double handscoen apabila diketahui pasien

berpenyakit menular),

6. Tempat yang akan dilakukan injeksi harus dilakukan desinfeksi dengan

menggunakan alkohol swab,

7. Jarum di sarungkan dengan tutupnya tanpa memegang langsung,

8. Sampah tajam bekas injeksi harus dibuang di tempat sampah benda tajam

yang telah tersedia.

Kesalahan dengan tidak melakukan standar dari 8 pernyataan tersebut

paling banyak ada pada pernyataan 3,5,6,7 yang mengakibatkan kepatuhan

menyuntik aman rendah dibawah nilai rata-rata. Sedangkan data angka

kejadian phlebitis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Raja Ampat dari

triwulan keempat tahun 2018, pada bulan Oktober 0‰, November 2,71‰ dan
5

Desember 5,11‰ dari sasaran angka rata-rata 10‰ (PPI RSUD Kabupaten

Raja Ampat, 2018).

Berdasarkan data tersebut, beberapa tindakan dalam kepatuhan terhadap

SOP pemberian obat intravena yang dilakukan para perawat ruang rawat inap

dan IGD tidak diikuti dengan baik, yang dapat mengakibatkan phlebitis pada

pasien dan penularan penyakit pada perawat itu sendiri yaitu tidak mencuci

tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan pemberian obat intravena,

tidak menggunakan sarung tangan saat melakukan tindakan penyuntikan,

teknik swab yang jarang dilakukan saat akan menyuntik, tidak menggunakan

teknik satu tangan untuk menutup jarum suntik. Hal ini membuktikan bahwa

masih rendahnya kepatuhan perawat terhadap SOP pemberian obat intravena di

ruang rawat inap dan IGD RSUD Kabupaten Raja Ampat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang diuraikan pada latar belakang, maka

penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang

memengaruhi kepatuhan perawat terhadap SOP pemberian obat intravena di

Ruang Rawat Inap dan IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Raja

Ampat.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum
6

Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan perawat

terhadap SOP pemberian obat intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD

RSUD Kabupaten Raja Ampat.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengaruh pengetahuan pada kepatuhan perawat terhadap

SOP pemberian obat intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD Rumah

Sakit Umum Daerah Kabupaten Raja Ampat.

b. Mengetahui pengaruh sikap pada kepatuhan perawat terhadap SOP

pemberian obat intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD Rumah Sakit

Umum Daerah Kabupaten Raja Ampat.

c. Mengetahui pengaruh motivasi pada kepatuhan perawat terhadap SOP

pemberian obat intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD Rumah Sakit

Umum Daerah Kabupaten Raja Ampat.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya program studi keperawatan

STIKES Papua Sorong.

2. Manfaat institusi

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan yang bermanfaat

bagi RSUD Kabupaten Raja Ampat khususnya bagi para perawat dalam
7

pelayanan kesehatan agar melayani sesuai prosedur yang telah ditetapkan

demi mencapai pelayanan maksimal.

3. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini merupakan bagian dari pengembangan ilmu

pengetahuan bagi peneliti sendiri dan sebagai referensi yang dapat

digunakan oleh peneliti selanjutnya.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kepatuhan Standard Operating Procedured

(SOP) Pemberian Obat Intravena

1. Pengertian kepatuhan

Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu

aturan dalam dan perilaku yang disarankan. Pengertian dari kepatuhan

adalah menuruti suatu perintah atau suatu aturan. Kepatuhan adalah tingkat

seseorang dalam melaksanakan perawatan, pengobatan dan perilaku yang

disarankan oleh perawat, dokter atau tenaga kesehatan lainnya (Bart,

2004).

Perilaku kepatuhan bersifat sementara karena perilaku ini akan

bertahan bila ada pengawasan. Jika pengawasan hilang atau mengendur

maka akan timbul perilaku ketidakpatuhan. Perilaku kepatuhan ini akan

optimal jika perawat itu sendiri mengganggap perilaku ini bernilai positif

yang akan diintegrasikan melalui tindakan asuhan keperawatan. Perilaku

keperawatan ini akan dapat dicapai jika manajer keperawatan merupakan

orang yang dapat dipercaya dan dapat memberikan motivasi (Sarwono,

2007).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan (Setiadi, 2007) diantaranya

yaitu :

a. Faktor Internal
9

1) Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi

setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia,

yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting membentuk

tindakan atau perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2007).

2) Sikap

Sikap merupakan penentu dari perilaku karena keduanya

berhubungan dengan persepsi, kepribadian, perasaan dan

motivasi. Sikap merupakan keadaan mental yang dipelajari dan

diorganisasikan melalui pengalaman, menghasilkan pengaruh

spesifik pada respon seseorang terhadap orang lain, objek,

situasi yang berhubungan. Sikap menentukan pandangan awal

seseorang terhadap pekerjaan dan tingkat kesesuaian antara

individu dengan organisasi (Ivancevich et al, 2007).

3) Kemampuan

Kemampuan adalah bakat seseorang untuk melakukan

tugas fisik atau mental. Kemampuan seseorang pada umumnya

stabil. Kemampuan merupakan faktor yang dapat membedakan

karyawan yang berkinerja tinggi dan berkinerja rendah.

Kemampuan individu mempengaruhi karakteristik pekerjaan,


10

perilaku, tanggung jawab, pendidikan dan memiliki hubungan

secara nyata terhadap kinerja pekerjaan (Ivancevich et al, 2007).

4) Motivasi

Motivasi adalah konsep yang menggambarkan kondisi

ekstrinsik yang merangsang perilaku tertentu dan respon

intrinsik yang menampakkan perilaku manusia. Respon intrinsik

ditopang oleh sumber energi, yang disebut motif yang dapat

diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, atau dorongan. Motivasi

diukur dengan perilaku yang dapat diobservasi dan dicatat.

Motivasi dapat memengaruhi seseorang untuk melaksanakan

suatu pekerjaan yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya.

Maslow (2006) menyatakan bahwa motivasi didasarkan pada

teori holistik dinamis yang berdasarkan tingkat kebutuhan

manusia. Individu akan lebih puas bila kebutuhan fisiologis

telah terpenuhi dan apabila kebutuhan tersebut tercapai maka

individu tersebut tidak perlu dimotivasi. Tingkat kebutuhan

yang paling memengaruhi motivasi adalah tingkat kebutuhan

aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan upaya individu

tersebut untuk menjadi seseorang yang seharusnya (Ivancevich

et al, 2007).

b. Faktor eksternal

1) Karakteristik organisasi
11

Keadaan dari organisasi dan struktur organisasi ditentukan

oleh filosofi dari manajer organisasi tersebut. Keadaan

organisasi dan struktur organisasi akan memotivasi atau gagal

memotivasi perawat profesional untuk berpartisipasi pada

tingkatan yang konsisten sesuai dengan tujuan. Ting dan Yuan

dalam Subyantoro (2009), berpendapat bahwa karakteristik

organisasi meliputi komitmen organisasi dan hubungan antara

teman sekerja dan supervisor yang akan berpengaruh terhadap

kepuasan kerja dan perilaku individu.

2) Karakteristik kelompok

Kelompok adalah unit komunitas yang terdiri dari dua

orang atau lebih yang memiliki suatu kesatuan tujuan dan

pemikiran serta integritas antar anggota yang kuat. Karakteristik

kelompok adalah adanya interaksi, adanya struktur,

kebersamaan, adanya tujuan, ada suasana kelompok dan adanya

dinamika interdependensi. Anggota kelompok melaksanakan

peran tugas, peran pembentukan, pemeliharaan kelompok, dan

peran individu. Anggota kelompok melaksanakan hal ini melalui

hubungan interpersonal. Tekanan dari kelompok sangat

mempengaruhi hubungan interpersonal dan tingkat kepatuhan

individu, karena individu terpaksa mengalah dan mengikuti

perilaku mayoritas kelompok meskipun sebenarnya individu

tersebut tidak menyetujuinya (Rusmana, 2008).


12

3) Karakteristik pekerjaan

Karakteristik pekerjaan adalah sifat yang berbeda antara

jenis pekerjaan yang satu dengan yang lainnya yang bersifat

khusus dan merupakan inti pekerjaan yang berisikan sifat-sifat

tugas yang ada didalam semua pekerjaan serta dirasakan oleh

para pekerja sehingga memengaruhi sikap atau perilaku terhadap

pekerjaannya (Swansburg, 2001).

4) Karakteristik lingkungan

Apabila perawat harus bekerja dalam lingkungan yang

terbatas dan berinteraksi secara konstan dengan staf lain,

pengunjung, dan tenaga kesehatan lain dapat menurunkan

motivasi perawat terhadap pekerjaannya, dapat menyebabkan

stress, dan menimbulkan kepenatan (Swansburg, 2001).

3. Standard Operating Procedured (SOP)

Suatu standar atau pedoman tertulis yang dipergunakan untuk

mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan

organisasi. SOP merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan

yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. SOP

pemberian obat intravena adalah langkah-langkah prosedur untuk

memasukkan cairan secara parenteral dengan menggunakan intravenous

kateter melalui intravena (Perry & Potter, 2005).

4. Dasar hukum SOP


13

a. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063)

b. Undang-Undang nomor 43 tahun 2009 tentang kearsipan (lembaran

Negara Repulik Indonesia tahun 2009 nomor 152 , tambahan lembaran

Negara nomor 5071)

c. PERMENPAN Nomor: PER/21/M.PAN/11/2008 tentang Pedoman

Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan.

5. Tujuan SOP

Tujuan SOP adalah sebagai berikut (Indah Puji, 2014):

a. Untuk menjaga konsistensi tingkat penampilan kinerja atau kondisi

tertentu dan kemana petugas dan lingkungan dalam melaksanakan

sesuatu tugas atau pekerjaan tertentu.

b. Sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan tertentu bagi sesama

pekerja, dan supervisor.

c. Untuk menghindari kegagalan atau kesalahan (dengan demikian

menghindari dan mengurangi konflik), keraguan, duplikasi serta

pemborosan dalam proses pelaksanaan kegiatan.

d. Merupakan parameter untuk menilai mutu pelayanan.

e. Untuk lebih menjamin penggunaan tenaga dan sumber daya secara

efisien dan efektif.

f. Untuk menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari

petugas yang terkait.


14

g. Sebagai dokumen yang akan menjelaskan dan menilai pelaksanaan

proses kerja bila terjadi suatu kesalahan atau dugaan mal praktek dan

kesalahan administratif lainnya, sehingga sifatnya melindungi rumah

sakit dan petugas.

h. Sebagai dokumen yang digunakan untuk pelatihan.

i. Sebagai dokumen sejarah bila telah di buat revisi SOP yang baru.

6. Fungsi SOP

Fungsi SOP adalah sebagai berikut (Indah Puji, 2014):

a. Memperlancar tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja.

b. Sebagai dasar hukum bila terjadi penyimpangan.

c. Mengetahui dengan jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak.

d. Mengarahkan petugas/pegawai untuk sama-sama disiplin dalam

bekerja.

e. Sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan rutin.

7. Pengertian pemberian obat intravena

Pemberian cairan intravena merupakan pemberian cairan melalui alat

intravena baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi

kebutuhan cairan dan elektrolit, obat-obatan, pemantauan hemodinamik,

serta mempertahankan fungsi jantung dan ginjal (Schaffer, dkk, 2004).

8. Tujuan

Menurut Hidayat & Musrifatul (2008), tujuan utama terapi intravena

adalah mendapatkan reaksi obat yang cepat diabsorpsi daripada injeksi

parenteral lain,mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang


15

mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak

dapat dipertahankan melalui oral, mengoreksi dan mencegah gangguan

cairan dan elektrolit, menghindari terjadinya kerusakan jaringan,

memperbaiki keseimbangan asam basa, memasukkan obat dalam jumlah

yang besar, membantu pemberian nutrisi parenteral.

9. Macam-macam pemberian obat melalui intravena

a. Pemberian obat melalui intravena (secara langsung)

Cara Pemberian obat melalui vena secara langsung, diantaranya

vena mediana cubiti/cephalika (lengan), vena saphenosus (tungkai),

vena jugularis (leher), vena frontalis/temporalis (kepala), yang

bertujuan agar reaksi cepat dan langsung masuk pada pembuluh darah

(Perry & Potter, 2005).

b. Pemberian obat melalui intravena (secara tidak langsung)

Merupakan cara pemberian obat dengan menambahkan atau

memasukkan obat kedalam wadah atau selang ( bolus), yang bertujuan

untuk meminimalkan efek samping dan mempertahankan kadar

terapetik dalam darah.

10. Keuntungan dan kerugian

Menurut Perry & Potter (2005), keuntungan dan kerugian terapi

intravena adalah :

a. Keuntungan

Keuntungan terapi intravena antara lain : Efek terapeutik segera

dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target berlangsung


16

cepat, absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi

lebih dapat diandalkan, kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga

efek terapeutik dapat dipertahankan maupun dimodifikasi, rasa sakit

dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau subkutan

dapat dihindari, sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan

rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam

traktus gastrointestinalis.

b. Kerugian

Kerugian terapi intravena adalah : tidak bisa dilakukan “drug

recall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas dan

sensitivitas tinggi, kontrol pemberian yang tidak baik bisa

menyebabkan “speed shock” dan komplikasi tambahan dapat timbul,

yaitu kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam

periode tertentu, iritasi vascular, misalnya phlebitis kimia, dan

inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan.

11. Lokasi pemberian obat intravena secara langsung

Menurut Perry dan Potter (2005), tempat atau lokasi vena perifer

yang sering digunakan untuk pemberian obat intravena adalah vena

supervisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia subcutan dan

merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena. Daerah tempat

infus yang memungkinkan adalah permukaan dorsal tangan (vena

supervisial dorsalis, vena basalika, vena sefalika), lengan bagian dalam

(vena basalika, vena sefalika, vena kubital median, vena median lengan
17

bawah, dan vena radialis), permukaan dorsal (vena safena magna, ramus

dorsalis).

12. Lokasi pemberian intravena secara tidak langsung (bolus)

Lokasi pemberian injeksi intravena secara tidak langsung (bolus)

adalah melalui selang karet infus yang terpasang pada pasien.

13. SOP pemberian obat intravena (SPO menyuntik aman) di RSUD

Kabupaten Raja Ampat (No. Kpts/473/K00000/2016-S1)

a. Persiapan alat dan bahan

1) Daftar buku obat/catatan jadwal pemberian obat

2) Obat dalam bentuk vial atau ampul

3) Spuit sesuai dengan jenis ukuran

4) Kapas alkohol (alcohol swab)

5) Cairan pelarut (aquabidest) bila diperlukan

6) Bak instrumen

7) Kidney basin

8) APD berupa sarung tangan sekali pakai

b. Prosedur kerja

1) Lakukan kebersihan tangan.

2) Gunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai indikasi (sarung tangan

sekali pakai yang steril).

3) Lakukan desinfeksi pada area insersi.

4) Pakai jarum atau spuit yang steril, sekali pakai pada tiap suntikan

untuk mencegah kontaminasi pada peralatan dan terapi.


18

5) Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose.

6) Tidak diperbolehkan menggunakan jarum atau spuit yang dipakai

ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose karena dapat

menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat

dipakai untuk pasien lain.

7) Lakukan prinsip pemberian obat dengan 7 benar.

8) Lakukan insersi sesuai petunjuk pemberian (IM, IV, SC, IC).

9) Lakukan desinfeksi pada area setelah insersi.

10) Tidak melakukan recaping dengan kedua tangan.

11) Lakukan recaping dengan tehnik one hand (satu tangan).

12) Buang spuit injeksi kedalam safety box oleh dokter atau perawat

yang melakukan insersi.

13) Lepas APD

14) Lakukan Kebersihan tangan

15) Lakukan pencatatan dokumentasi pada lembar daftar pemberian

terapi

14. SOP Pemberian Obat Intravena Tidak Langsung atau bolus (Hidayat &

Musrifatul, 2008)

a. Peralatan :

1) Obat dalam bentuk vial/ampul sudah di dalam spuit sesuai dengan

dosis yang di resepkan

2) Kapas alkohol

3) Bengkok
19

4) Tempat obat

5) Klem

b. Prosedur Penyuntikan Bolus

1) Komunikasi

2) Persiapan alat

3) Cuci tangan, pakai sarung tangan

4) Off-kan tetesan cairan infus

5) Klem selang infus

6) Pada karet yang ada di selang infus terdapat tanda seperti bulatan

yaitu untuk titik penyuntikan atau ada juga terdapat lubang buka

tutup khusus untuk membolus

7) Jika menggunakan lubang buka tutup khusus langsung memisahkan

spuit dengan jarum/nedelnya kemudian spuit di masukan dan di

putar sampai pas jika sudah dorong spuit secara perlahan dan selalu

komunikasi dengan pasien agar pasien rileks, usap-usap pembuluh

darah vena pasien agar obat masuk dengan lancar. Dorong hingga

habis.

8) Jika menggunakan karet yang ada di selang infus maka harus

mencari titik penyuntikan yang sudah di beri tanda dengan

lingkaran, jika sudah ketemu tusukan perlahan jarum dan spuit di

karet lalu dorong spuit secara perlahan dan sealu kominikasi dengan

pasien agar pasien rileks, usap-usap pembuluh darah vena pasien

agar obat masuk dengan lancar. Dorong hingga habis.


20

9) Cabut spuit/jarum bersihkan kembali dengan alkohol

10) Merapihkan alat

B. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

1. Pengertian pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang tesrhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga, dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2010).

2. Tingkat pengetahuan

Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahunan, yaitu :

a. Tahu (know)

Diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah

ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau

mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-

pertanyaan.

b. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekadar tahu terhadap objek

tersebut, tidak sekadar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus

dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui

tersebut.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang

dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi yang lain.


21

d. Analisa (analisys)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan

dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-

komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk

merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari

komponen- komponen pengetahuan yang dimiliki.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang yaitu:

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan

berlangsung seumur hidup.

b. Mediamasa / sumber informasi

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti

televisi, radio, surat kabar, majalah, internet, dan lain-lain mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.

c. Sosial budaya dan ekonomi


22

Kebiasan dan tradisi yang dilakukan oleh orang-orang tanpa

melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk.

d. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar individu,

baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial.

e. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk

memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi

masa lalu

4. Kategori pengetahuan

Pengukuran pengetahuan penulis menggunakan pengkategorian

menurut Machfoedz (2009) yaitu:

a. Baik, bila subjek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh

pernyataan.

b. Cukup, bila subjek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari

seluruh pernyataan.

c. Kurang, bila subjek mampu menjawab dengan benar <56% dari seluruh

pernyataan.

C. Tinjauan Umum Tentang Sikap

1. Pengertian

Menurut Azwar (2009), sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau

reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan


23

mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung

atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut. Sikap adalah

semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara

tertentu. Dapat dikatakan bahwa kesiapan yang dimaksudkan merupakan

kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila

individu dihadapkan pada stimulus yang menghendaki adanya respons.

Sikap merupakan reaksi atau respon tertutup dari seseorang terhadap suatu

stimulus atau objek.

Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi

terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan

reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah

laku yang terbuka (Notoatmodjo, 2003).

2. Tingkatan sikap

Tingkatan sikap menurut Sunaryo (2004), adalah :

a. Menerima (receiving) : diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

b. Merespon (responding) : memberikan jawaban apabila ditanya,

mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu

indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab

pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari

pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima

ide tersebut.
24

c. Menghargai (valuing) : mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d. Bertanggung jawab (responsible) : bertanggung jawab atas segala

sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap

yang paling tinggi.

3. Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

Berinteraksi sosialnya individu bereaksi membentuk pola sikap

tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara

berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Azwar

(2009), adalah :

1) Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan

mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial.

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara

komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang

kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi

setiap gerak tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita

kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita.

3) Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai

pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila kita hidup

dalam budaya yang mempunyai norma longgar bagi pergaulan


25

heteroseksual, sangat mungkin kita akan mempunyai sikap yang

mendukung terhadap masalah kebebasan pergaulan heteroseksual.

4) Media massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti

televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh

besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang.

5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai sistem

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya

meletakan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

6) Pengaruh faktor emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan

pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap

merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai

semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme

pertahanan ego.

4. Pengukuran sikap

Menurut Azwar (2009), salah satu aspek yang sangat penting guna

memahami sikap dan perilaku manusia adalah masalah pengungkapan

(assessment) atau pengukuran (measurement) sikap. Sesungguhnya sikap

dapat dipahami lebih daripada sekedar favorabel atau seberapa tidak

favorabelnya perasaan seseorang, lebih daripada sekedar positif atau


26

seberapa negatifnya. Sikap dapat diungkap dan dipahami dari dimensinya

yang lain. Beberapa karakteristik (dimensi) sikap yaitu :

a. Arah

Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah

kesetujuan yaitu apakah setuju atau tidak setuju, apakah mendukung atau

tidak mendukung, apakah memihak atau tidak memihak terhadap sesuatu

atau seseorang sebagai objek. Orang yang setuju, mendukung atau

memihak terhadap suatu objek sikap berarti memiliki sikap yang arahnya

positif sebaliknya mereka yang tidak setuju atau tidak mendukung

dikatakan sebagai memiliki sikap yang arahnya negatif.

b. Intensitas

Sikap memiliki intensitas, artinya kedalaman atau kekuatan sikap

terhadap sesuatu belum tentu sama walaupun arahnya mungkin tidak

berbeda. Dua orang yang sama tidak sukanya terhadap sesuatu, yaitu

sama-sama memiliki sikap yang berarah negatif belum tentu memiliki

sikap negatif yang sama intensitasnya. Orang pertama mungkin tidak

setuju tapi orang kedua dapat saja sangat tidak setuju. Begitu juga sikap

yang positif dapat berbeda kedalamannya bagi setiap orang, mulai dari

aspek agak setuju sampai pada kesetujuan yang ekstrim.

c. Keluasan

Sikap juga memiliki keluasan, maksudnya kesetujuan atau

ketidaksetujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek

yang sedikit dan sangat spesifik akan tetapi dapat pula mencakup banyak
27

sekali aspek yang ada pada objek sikap. Seseorang dapat mempunyai

sikap favorable terhadap program keluarga berencana secara

menyeluruh, yaitu pada semua aspek dan kegiatan keluarga berencana

sedangkan orang lain mungkin mempunyai sikap positif yang lebih

terbatas (sempit) dengan hanya setuju pada aspek-aspek tertentu saja

kegiatan program keluarga berencana tersebut.

d. Konsistensi

Sikap juga konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian antara

pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responsnya terhadap objek

sikap termaksud. Konsistensi sikap diperlihatkan oleh kesesuaian sikap

antar waktu. Untuk dapat konsisten, sikap harus berubah, yang labil,

tidak dapat bertahan lama dikatakan sebagai sikap yang inkonsisten.

Konsistensi juga diperlihatkan oleh tidak adanya kebimbangan dalam

bersikap. Konsistensi dalam bersikap tidak sama tingkatannya pada

setiap diri individu dan setiap objek sikap. Sikap yang tidak konsisten,

tidak menunjukkan kesesuaian antara pernyataan sikap dan perilakunya,

atau yang mudah berubah-ubah dari waktu ke waktu akan sulit

diinterpretasikan dan tidak banyak berarti dalam memahami serta

memprediksi perilaku individu yang bersangkutan.

e. Spontanitas

Karakteristik sikap yang terakhir adalah spontanitas, yaitu

menyangkut sejauh mana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya

secara spontan. Sikap dikatakan memiliki spontanitas yang tinggi apabila


28

dapat dinyatakan secara terbuka tanpa harus melakukan pengungkapan

atau desakan lebih dahulu agar individu mengemukakannya. Hal ini

tampak dari pengamatan terhadap indikator sikap atau perilaku sewaktu

individu berkesempatan untuk mengemukakan sikapnya. Dalam berbagai

bentuk skala sikap yang umumnya harus dijawab dengan ”setuju” atau

”tidak setuju”, spontanitas sikap ini pada umumnya tidak dapat terlihat.

D. Tinjauan Umum Tentang Motivasi

1. Pengertian

Istilah Motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin, yakni moreve

yang berarti dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau

berperilaku. Pengertian motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan atau

needs atau want. Kebutuhan adalah suatu ”potensi” dalam diri manusia yang

perlu ditanggapi atau direspon. Tanggapan terhadap kebutuhan tersebut

diwujudkan dalam bentuk tindakan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut

dan hasilnya adalah orang yang bersangkutan merasa atau menjadi puas.

Apabila kebutuhan tersebut belum diresponatau dipenuhi maka akan selalu

berpotensi untuk muncul kembali sampai dengan terpenuhinya kebutuhan

yang dimaksud (Notoadmodjo, 2010).

Motivasi adalah kecenderungan yang timbul pada diri seseorang

secara sadar maupun tidak sadar melakukan tindakan dengan tujuan tertentu

atau usaha-usaha yang menyebabkan seseorang atau kelompok orang


29

tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang di

kehendaki (Poerwodarminto, 2006).

2. Tujuan motivasi

Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk

menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan

kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil

atau tujuan tertentu (Purwanto, 2008). Disini akan disebutkan tujuan-tujuan

dari motivasi adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan moral dan kepuasan pekerja.

b. Meningkatkan produktivitas

c. Mempertahankan kestabilan pekerja

d. Meningkatkan kedisiplinan

e. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik

f. Mempertinggi rasa tanggung jawab terhadap tugas-tugasnya

3. Sumber-sumber motivasi

Sumber-sumber motivasi ( Widayatun, 2008) dibagi menjadi 3 yaitu :

1) Motivasi instrinsik

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri

individu itu sendiri. Termasuk motivasi intrinsik adalah perasaan nyaman

pada ibu nifas ketika dia berada di rumah bersalin.

b. Motivasi ekstrinsik
30

Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang datangnya dari luar

individu, misalnya saja dukungan verbal dan non verbal yang diberikan

oleh teman dekat atau keakraban sosial.

c. Motivasi terdesak

Motivasi terdesak adalah motivasi yang muncul dalam kondisi

terjepit dan munculnya serentak serta menghentak dan cepat sekali.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

a. Faktor fisik

Motivasi yang ada di dalam diri individu yang mendorong untuk

bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan fisik seperti kebutuhan

jasmani, raga, materi, benda atau berkaitan dengan alam. Faktor fisik

merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi lingkungan dan

kondisi seseorang, meliputi : kondisi fisik lingkungan, keadaan atau

kondisi kesehatan, umur dan sebagainya.

b. Faktor herediter

Motivasi yang didukung oleh lingkungan berdasarkan kematangan

atau usia seseorang.

c. Faktor intristik seseorang

Motivasi yang berasal dari dalam dirinya sendiri biasanya timbul

dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga puas dengan apa

yang sudah dilakukan.

d. Fasilitas (sarana dan prasarana)


31

Motivasi yang timbul karena adanya kenyamanan dan segala yang

memudahkan dengan tersedianya sarana-sarana yang dibutuhkan untuk

hal yang diinginkan.

e. Situasi dan kondisi

Motivasi yang timbul berdasarkan keadaan yang terjadi sehingga

mendorong memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu.

f. Program dan aktifitas

Motivasi yang timbul atas dorongan dalam diri seseorang atau

pihak lain yang didasari dengan adanya kegiatan (program) rutin dengan

tujuan tertentu.

g. Audio fisual (media)

Motivasi yang timbul dengan adanya informasi yang di dapat dari

perantara sehingga mendorong atau menggugah hati seseorang untuk

melakukan sesuatu

h. Umur

Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang

akan lebih matang berfikir logis dan bekerja sehingga motivasi seseorang

kuat dalam melakukan sesuatu hal (Widayatun, 2008).


32

D. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang
mempengaruhi kepatuhan

Faktor Internal :
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Kemampuan
Kepatuhan
4. Motivasi
menjalankan SOP

Faktor Eksternal :
1. Faktor lingkungan
2. Dukungan sosial
3. Media

2.1 Kerangka teori

Sumber : Setiadi (2007)

E. Kerangka Konsep

Variabel independen Variabel dependen

Pengetahuan

Kepatuhan perawat terhadap


Sikap standar prosedur pemberian
obat Intravena

Motivasi

2.2 Kerangka konsep


33

F. Definisi Operasional

1. Variabel independen

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden

tentang pemberian obat intravena sesuai dengan SOP yang berlaku di

rumah sakit.

1) Kriteria objektif :

a) Baik : bila skor jawaban dari pernyataan pengetahuan

responden ≥ 6 dari 10 pernyataan

b) Kurang baik : bila skor jawaban dari pernyataan responden < 6

dari 10 pernyataan

2) Alat ukur : kuesioner

3) Skala : nominal

b. Sikap

Sikap adalah reaksi perasaan responden yang mendukung

maupun tidak mendukung terhadap pemberian obat intravena sesuai

dengan SOP yang ada di rumah sakit.

1) Kriteria objektif

a) Baik : bila skor jawaban dari pernyataan sikap responden

≥ 25 dari 10 pernyataan

b) Kurang baik : bila skor jawaban dari pernyataan sikap responden

< 25 dari 10 pernyataan

2) Alat ukur : kuesioner


34

3) Skala : ordinal

c. Motivasi

Motivasi adalah bagaimana menggerakkan perawat agar mau

bekerja dengan semangat dan melakukan tindakan asuhan keperawatan

sesuai dengan kemampuan yang dimiliki untuk mencapai tujuan sesuai

dengan peran fungsi untuk keberhasilan rumah sakit.

1) Kriteria objektif :

a) Baik : bila skor jawaban dari pernyataan motivasi

responden ≥ 48 dari 16 pernyataan

b) Kurang baik : bila skor jawaban dari pernyataan motivasi

responden < 48 dari 16 pernyataan

2) Alat ukur : kuesioner

3) Skala : ordinal

2) Variabel dependen

Kepatuhan adalah tingkat responden dalam melaksanakan pemberian

obat intravena sesuai SOP pemberian obat intravena yang telah ditentukan

oleh rumah sakit.

1) Kriteria objektif :

a) Patuh : bila 23 pernyataan kepatuhan dilakukan

b) Tidak patuh : bila ada salah satu dari 23 pernyataan kepatuhan

tidak dilakukan

2) Alat ukur : observasi

3) Skala : nominal
35

H. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis nol (Ho) :

Tidak ada pengaruh pengetahuan, sikap dan motivasi terhadap

kepatuhan perawat pada SOP pemberian obat intravena di Ruangan Rawat

Inap dan IGD RSUD Kabupaten Raja Ampat.

2. Hipotesis alternatif (Ha) :

Ada pengaruh pengetahuan, sikap dan motivasi terhadap kepatuhan

perawat pada SOP pemberian obat intravena di Ruangan Rawat Inap dan

IGD RSUD Kabupaten Raja Ampat.


36

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Rancangan penelitian ini, menggunakan metode kuantitatif analitik.

Penelitian kuantitatif yaitu proses penggalian informasi diwujudkan dalam

angka-angka selanjutnya dianalisis menggunakan statistik untuk menjelaskan

adanya hubungan antara variabel melalui pengujian hipotesa dengan rancangan

cross sectional, yaitu rancangan penelitian yang pengukuran atau

pengamatannya dilakukan secara simultan pada satu saat (Notoatmodjo, 2005).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Kabupaten Raja

Ampat.

2. Waktu penelitian

Waktu dalam penelitian ini dilakukan pada tanggal 20 Maret sampai

dengan 8 April 2019.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah perawat di Rumah Sakit Umum

Kabupaten Raja Ampat yang berjumlah 47 orang di Ruang Rawat Inap dan

IGD.
37

2. Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode

accidental sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan melihat

keberadaan responden pada saat penelitian.

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik total sampling,

yaitu semua populasi dijadikan sebagai sampel yang berjumlah 47 orang.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner dan

observasi yang diadopsi dan dimodifikasi oleh peneliti yang terdiri dari

beberapa bagian.

Bagian pertama berisi data demografi perawat (nama, jenis kelamin,

umur, pendidikan, dan lama bekerja).

Bagian kedua berisi pengetahuan perawat dalam pemberian obat

intravena yang diadopsi dari kuesioner Idayanti (2008) yang terdiri dari 10

pernyataan dengan 5 pernyataan positif (favorable) dan 5 pernyataan negatif

(unfavorable). Pernyataan positif terdapat pada pernyataan nomor 2,4,6,8,10

sedangkan pernyataan negatif terdapat pada pernyataan nomor 1,3,5,7,9. Setiap

pernyataan positif akan diberikan skor 1 bila menjawab pernyataan benar dan

skor 0 bila menjawab penyataan salah dan pernyataan negatif akan diberikan

skor 1 bila menjawab pernyataan salah dan skor 0 bila menjawab pernyataan

benar . Skor tertinggi dari penilaian pengetahuan adalah 10 dan terendahnya 0.


38

Bagian ketiga adalah sikap perawat dalam memberikan obat intravena

yang diadopsi dari kuesioner Idayanti (2008) yang terdiri dari 10 pernyataan

dengan 4 pernyataan positif (favorable) dan 6 pertanyaan negatif

(unfavorable). Pada pernyataan positif (1,3,7,9) jawaban sangat setuju akan

diberikan skor 4, jawaban setuju akan diberikan skor 3, jawaban tidak setuju

akan diberikan skor 2, dan jawaban sangat tidak setuju akan diberikan skor 1.

Sedangkan pada pernyataan negatif (2,4,5,6,8,10) jawaban sangat setuju akan

diberikan skor 1, jawaban setuju akan diberikan skor 2, jawaban tidak setuju

akan diberikan skor 3, dan jawaban sangat tidak setuju akan diberikan skor 4.

Skor tertinggi dari penilaian sikap adalah 40 dan terendahnya adalah 10.

Bagian keempat adalah motivasi perawat dalam pemberian obat

intravena yang diadopsi dari kuesioner Maulana Suryandika (2006) yang terdiri

dari 16 pernyataan. Jawaban dari pernyataan motivasi sangat setuju akan

diberikan skor 5, jawaban setuju akan diberikan skor 4, jawaban kurang setuju

akan diberikan skor 3, jawaban tidak setuju akan diberikan skor 2, dan jawaban

sangat tidak setuju akan diberikan skor 1. Skor tertinggi dari penilaian motivasi

adalah 80 dan terendahnya adalah 16.

Bagian kelima berupa lembar observasi kepatuhan perawat terhadap SOP

pemberian obat intravena yang diadopsi dari SPO menyuntik aman RSUD

Kabupaten Raja Ampat (2016) yang terdiri dari dua pernyataan. Pernyataan

pertama terdiri dari 8 pernyataan berupa persiapan peralatan, pernyataan kedua

terdiri dari 15 pernyataan berupa prosedur pelaksanaan pemberian obat

intravena. Setiap responden yang melakukan persiapan dan tindakan sesuai


39

dengan lembar observasi akan diberikan skor 1 dan yang tidak melakukan

salah satu persiapan dan tindakan akan diberikan skor 0. Skor tertinggi dari

observasi kepatuhan ini adalah 23 dan skor terendahnya 0.

E. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari dua data yaitu:

1. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan secara langsung dari responden

perawat dengan menggunakan kuesioner.

2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum

Kabupaten Raja Ampat, seperti jumlah perawat.

F. Pengolahan Data

1. Editing

Jawaban kuesioner dari responden secara langsung diolah, tapi perlu

diperiksa terlebih dahulu terkait kelengkapan jawaban (Setiadi, 2007).

Proses editing penelitian ini dilakukan oleh peneliti.

2. Coding

Semua jawaban dari responden dari kuesioner alat ukur diubah

menjadi kode–kode yang memungkinkan peneliti lebih mudah menganalisa

(Setiadi, 2007).

3. Processing / entry
40

Pemrosesan data agar data yang sudah dientry dapat dianalisis.

Pemrosesan data dilakukan dengan cara mengentry data dari kuesioner ke

paket program komputer (Setiadi, 2007).

4. Cleaning

Notoatmodjo (2010) mengungkapkan bahwa kesalahan-kesalahan

dalam pengkodean, ketidaklengkapan data dan lain–lain yang berhubungan

dengan data terjadi setelah semua data dari responden dimasukkan. Oleh

sebab itu perlu dilakukan cleaning untuk pembersihan data – data yang tidak

sesuai dengan kebutuhan.

G. Analisis Data

1. Analisis deskriptif / univariat

Analisis univariat digunakan untuk mencari distribusi frekuensi dan

presentase dari karakteristik responden.

2. Analisa hubungan / bivariat

Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang melakukan analisis

terhadap hubungan 2 variabel (bivariat) yaitu variabel kategorik dan

kategorik. Analisis yang digunakan yaitu dengan Chi Square dengan tingkat

kepercayaan 95% untuk melihat ada tidaknya asosiasi diantara kedua

variabel (Sabri & Hastono, 2006). Berdasarkan hasil uji statistik tersebut

akan dapat disimpulkan adanya hubungan 2 variabel tersebut bermakna atau

tidak bermakna dengan membandingkan nilai p dengan nilai α = 0,05,

dengan ketentuan sebagai berikut :


41

a. p value > 0,05 maka Ha ditolak dan Ho diterima berarti tidak ada

pengaruh variable independen terhadap variabel dependennya.

b. p value ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima berarti ada pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependennya.

H. Etika Penelitian

Peneliti dalam melaksanakan seluruh kegiatan penelitian harus

memegang teguh sikap ilmiah (scientific attitude) serta menggunakan prinsip-

prinsip etika penelitian. Meskipun intervensi yang dilakukan dalam penelitian

tidak memiliki risiko yang dapat merugikan atau membahayakan subyek

penelitian, namun peneliti perlu mempertimbangkan aspek sosioetika dan

menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan (Jacob, 2004).

Perawat peneliti sebagai tenaga perawat professional wajib dan

mempunyai tanggung jawab moral untuk bekerja sesuai dengan standar kode

etik profesi. Kode etik memberikan panduan kepada peneliti untuk :

1. Memilih tujuan, desain, metode pengukuran, dan subjek penelitian

2. Mengumpulkan dan menganalisis datas

3. Menginterpretasikan hasil

4. Mempublikasikan laporan penelitian

Prinsip-prinsip etika penelitian

Menurut Notoatmodjo (2010), dalam melakukan penelitian menggunakan

prinsip-prinsip etika sebagai berikut:

1. Informed Concent (Lembar persetujuan)


42

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden perawat yang

akan diteliti dan memenuhi kriteria inklusi. Lembar ini juga dilengkapi

dengan judul penelitian dan manfaat penelitian. Apabila subjek menolak,

maka peneliti tidak boleh memaksa. Informed concent diberikan pada

responden perawat sebagai tanda persetujuan berpartisipasi dalam penelitian

ini.

2. Confidentiality (Kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti dan hanya

kelompok data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

Data yang disajikan data kuisoner yang sesui dengan tujuan penelitian dan

hanya menyebutkan inisial responden.

3. Anonimity (Tanpa Nama)

Demi menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden, tetapi pada lembar tersebut diberi kode pengganti nama

responden. Responden penelitian ini diberi inisial saja.


43

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

RSUD Kabupaten Raja Ampat terletak di wilayah Kelurahan

Warmasen Distrik Waisai Kota Kabupaten Raja Ampat dengan batas-batas :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kantor Perhubungan Daerah

Kabupaten Raja Ampat

b. Sebelah timur berbatasan dengan Jalan Basuki Rachmat dan Kantor

Bupati

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kantor Dinas Sosial Daerah

Kabupaten Raja Ampat

d. Sebelah barat berbatasan dengan pegunungan

2. Visi dan Misi

RSUD Kabupaten Raja Ampat mempunyai visi dan misi (Sesuai

Renstra RSUD Raja Ampat tahun 2016-2021)

a. Visi

Visi RSUD Kabupaten Raja Ampat adalah sebagai berikut :

“Menjadi Penyedia Pelayanan Kesehatan Rujukan Bagi Masyarakat Raja

Ampat”

b. Misi

1) Menata manajemen pelayanan kesehatan rumah sakit sesuai tipe

rumah sakit dan kondisi daerah


44

2) Meningkatkan jumlah dan kualitas sumber daya manusia rumah sakit

yang profesional

3) Meningkatkan jumlah dan kualitas sarana dan prasarana penunjang

pelayanan rumah sakit

4) Memberikan pengobatan gratis bagi penyakit tertentu

5) Mengupayakan pemenuhan kesejahteraan yang layak bagi seluruh

petugas rumah sakit

6) Mewujudkan Raja Ampat sebagai tujuan utama wisata bahari di

Indonesia

3. Ketenagaan

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, RSUD Raja Ampat

didukung oleh sumber daya manusia dengan komposisi profesi dan latar

belakang pendidikan adalah sebagai berikut :

a. Tenaga Kesehatan, terdiri dari:

1) Tenaga Medis:

a) Dokter Spesialis sebanyak 4 orang (Spesialis Anak, Spesialis

Bedah, Spesialis Penyakit Dalam, Spesialis Obgyn)

b) Dokter Umum sebanyak 4 orang

c) Dokter Gigi sebanyak 1 orang

2) Tenaga Keperawatan:

a) S1 Keperawatan (Nurse) sebanyak 15 orang

b) D4 Gawat Darurat sebanyak 1 orang

c) D4 Medikal Bedah sebanyak 1 orang


45

d) D4 Penata Anastesi sebanyak 1 orang

e) D3 Keperawatan sebanyak 61 orang

f) D3 Kebidanan sebanyak 25 orang

g) D1 Kebidanan sebanyak 2 orang

h) SPK sebanyak 3 orang

b. Tenaga Kefarmasian:

1) Apoteker sebanyak 5 orang

2) D3 Farmasi sebanyak 1 orang ( saat ini sedang mengikuti pendidikan

lanjut farmasi sehingga praktis tidak ada asisten apoteker)

c. Tenaga Kesehatan Masyarakat:

1) S2 Manajemen Kesehatan sebanyak 1 orang

2) S1 Kesehatan Masyarakat sebanyak 7 orang

3) D3 Kesehatan Lingkungan sebanyak 4 orang

4) SPPH sebanyak 1 orang

d. Tenaga Gizi (D3 Gizi) sebanyak 5 orang

e. Tenaga Keteknisan Medis:

1) D3 Radiologi sebanyak 2 orang

2) D3 Rekam Medik sebanyak 1 orang

3) SMAK (Analis Kimia / laboratorium kesehatan) sebanyak 3 orang

4) SMK Kesehatan sebanyak 1 orang

4. Sarana dan Prasarana

Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, RSUD Raja Ampat

mengelola unit pelayanan dan berbagai sarana prasarana antara lain:


46

a. Gedung Instalasi Gawat Darurat (IGD) 24 jam

b. Apotek 24 jam

c. Ruang perawatan 3 unit

d. Poliklinik ( Umum, Bedah, Penyakit Dalam, Obgyn dan Gigi)

e. Ruang Administrasi dan Farmasi Rumah Sakit

f. Instalasi Bedah Sentral

g. Unit Transfusi Darah Rumah Sakit (UTDRS)

h. Radiologi (X-Ray General Purpose 300 mA)

i. IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah), Alat Incenerator dan Alat

Penghancur Jarum

j. Instalasi Gizi Rumah Sakit

k. Instalasi Laundry

l. Instalasi Kamar Jenazah

m. Gedung Laboratorium Rumah Sakit

n. Instalasi Terapi Oksigen Hiperbarik (HBOT)

5. Karakteristik Responden

a. Jenis Kelamin

Distribusi frekuensi responden menurut jenis kelamin dapat dilihat

pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin di Ruang
Rawat Inap dan IGD RSUD Kabupaten Raja Ampat Tahun 2019
No Jenis Kelamin Frekuensi ( F ) Persentase ( % )
1 Laki-Laki 11 23,4
2 Perempuan 36 76,6
Total 47 100
47

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa jumlah responden yang berjenis

kelamin perempuan berjumlah 36 orang (76,6%), lebih banyak

dibandingkan dengan responden yang berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 11 orang (23,4%)

b. Umur

Distribusi frekuensi responden menurut umur dapat dilihat pada

tabel di bawah ini :

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur di Ruang Rawat
Inap dan IGD RSUD Kabupaten Raja Ampat Tahun 2019
No Umur Frekuensi ( F ) Persentase ( % )
1 21-35 45 95,7
2 36-45 2 4,3
Total 47 100

Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa jumlah responden yang

berumur 21-35 tahun berjumlah 45 orang (95,7%), lebih banyak

dibandingkan dengan responden yang berumur 36-45 tahun sebanyak 2

orang (4,3%).

c. Pendidikan

Distribusi frekuensi responden tentang pendidikan dapat dilihat pada

tabel di bawah ini :

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pendidikan di Ruang
Rawat Inap dan IGD RSUD Kabupaten Raja Ampat Tahun 2019
No Pendidikan Frekuensi ( F ) Persentase ( % )
1 Vokasi 43 91,5
2 Profesi 4 8,5
Total 47 100
48

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa jumlah responden dengan

pendidikan vokasi sebanyak 43 orang (95,7%), lebih banyak dari

responden dengan pendidikan profesi sebanyak 4 orang (4,3%).

d. Lama Kerja

Distribusi frekuensi responden mengenai lama kerja dapat dilihat pada

tabel di bawah ini :

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Lama Kerja di Ruang
Rawat Inap dan IGD RSUD Kabupaten Raja Ampat Tahun 2019
No Lama Kerja Frekuensi ( F ) Persentase ( % )
1 ≥5Tahun 45 95,7
2 < 5Tahun 2 4,3
Total 47 100

Tabel 4.4 diatas menunjukkan bahwa jumlah responden dengan

lama kerja ≥ 5 tahun berjumlah 45 orang (95,7%), lebih banyak

dibandingkan dengan responden dengan lama kerja < 5 tahun sebanyak 2

orang (4,3%).

6. Analisis Univariat

a. Pengetahuan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan pengetahuandapat dilihat

pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Pengetahuan di Ruang
Rawat Inap dan IGD RSUD Kabupaten Raja Ampat Tahun 2019
No Pengetahuan Frekuensi ( F ) Persentase ( % )
1 Baik 31 66,0
2 Kurang 16 34,0
Total 47 100
49

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa responden dengan pengetahuan baik

sebanyak 16 orang (34,0%), lebih banyak dari responden dengan

pengetahuan baik sebanyak 16 orang (66,0%).

b. Sikap

Distribusi frekuensi responden berdasarkan sikap dapat dilihat pada tabel

di bawah ini :

Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Sikap di Ruang Rawat
Inap dan IGD RSUD Kabupaten Raja Ampat Tahun 2019
No Sikap Frekuensi ( F ) Persentase ( % )
1 Baik 19 40,4
2 Kurang 28 59,6
Total 47 100

Tabel 4.6 di atas menunjukkan bahwa responden dengan

sikapkurang sebanyak 28 orang (59,6%), lebih banyak dari responden

dengan sikap baik sebanyak 19 orang (40,4%).

c. Motivasi

Distribusi frekuensi responden berdasarkan motivasi dapat dilihat pada

tabel di bawah ini :

Tabel 4.7
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Motivasi di Ruang Rawat
Inap dan IGD RSUD Kabupaten Raja Ampat Tahun 2019
No Motivasi Frekuensi ( F ) Persentase ( % )
1 Baik 33 70,2
2 Kurang 14 29,8
Total 47 100

Tabel 4.7 di atas menunjukkan bahwa responden dengan sikap baik

sebanyak 33 orang (70,2%), lebih banyak dari responden dengan sikap

kurang sebanyak 14 orang (29,8%).


50

d. Kepatuhan

Distribusi frekuensi responden berdasarkan kepatuhan dapat dilihat pada

tabel di bawah ini :

Tabel 4.8
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kepatuhan di Ruang
Rawat Inap dan IGD RSUD Kabupaten Raja Ampat Tahun 2019
No Kepatuhan Frekuensi ( F ) Persentase ( % )
1 Patuh 28 59,6
2 Tidak Patuh 19 40,4
Total 47 100

Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa responden yang patuh

sebanyak 28 orang (59,6%), lebih banyak dari responden yang tidak

patuh sebanyak 19 orang (40,4%).

7. Analisis Bivariat

a. Pengaruh pengetahuan pada kepatuhan perawat terhadap SOP pemberian

obat intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Raja Ampat.

Tabel 4.9
Pengaruh Pengetahuan pada Kepatuhan Perawat Terhadap SOP
Pemberian Obat Intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD RSUD
Kabupaten Raja Ampat Tahun 2019
Kepatuhan
Total
No Pengetahuan Patuh Tidak Patuh
F % F % F %
1 Baik 24 77,4 7 22,6 31 100
2 Kurang 4 25,0 12 75,0 16 100
Total 28 59,6 19 40,4 47 100
ɑ = 0,05 p = 0,001

Tabel 4.9 di atas menunjukkan bahwa responden yang

berpengetahuan baik dan patuh berjumlah 24 orang (77,4%), lebih

banyak dari responden yang tidak patuh sebanyak 7 orang (22,6%).


51

Sedangkan responden yang berpengetahuan kurang dan tidak patuh

berjumlah 12 orang (75,0%), lebih banyak dari responden yang patuh

sebanyak 4 orang (25,0%).

Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p = 0,001< ɑ = 0,05

maka Ho ditolak. Hal ini berarti ada pengaruh pengetahuan pada

kepatuhan perawat terhadap SOP pemberian obat intravena di Ruang

Rawat Inap dan IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Raja

Ampat.

b. Pengaruh sikap pada kepatuhan perawat terhadap SOP pemberian obat

intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Raja Ampat.

Tabel 4.10
Pengaruh Sikap pada Kepatuhan Perawat Terhadap SOP
Pemberian Obat Intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD RSUD
Kabupaten Raja Ampat Tahun 2019
Kepatuhan
Total
No Sikap Patuh Tidak Patuh
F % F % F %
1 Baik 18 94,7 1 5,3 19 100
2 Kurang 10 35,7 18 64,3 28 100
Total 28 59,6 19 40,4 100 100
ɑ = 0,05 p = 0,000

Tabel 4.10 di atas menunjukkan bahwa responden dengan sikap

baik dan patuh berjumlah 18 orang (94,7%), lebih banyak dari responden

yang tidak patuh sebanyak 1 orang (5,3%). Sedangkan responden dengan

sikap kurang dan tidak patuh berjumlah 18 orang (64,3%), lebih banyak

dari responden yang patuh sebanyak 10 orang (35,7%).


52

Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p = 0,000 < ɑ = 0,05

maka Ho ditolak. Hal ini berarti ada pengaruh sikap pada kepatuhan

perawat terhadap SOP pemberian obat intravena di Ruang Rawat Inap

dan IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Raja Ampat

c. Pengaruh motivasi pada kepatuhan perawat terhadap SOP pemberian

obat intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Raja Ampat.

Tabel 4.11
Pengaruh Motivasi pada Kepatuhan Perawat Terhadap SOP
Pemberian Obat Intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD RSUD
Kabupaten Raja Ampat Tahun 2019
Kepatuhan
Total
No Motivasi Patuh Tidak Patuh
F % F % F %
1 Baik 23 69,7 10 30,3 33 100
2 Kurang 5 35,7 9 64,3 14 100
Total 28 59,6 19 40,4 47 100
ɑ = 0,05 p = 0,033

Tabel 4.11 di atas menunjukkan bahwa responden dengan motivasi

baik dan patuh berjumlah 23 orang (69,7%), lebih banyak dari responden

yang tidak patuh sebanyak 10 orang (30,3%). Sedangkan responden

dengan motivasi kurang dan tidak patuh berjumlah 9 orang (64,3%),

lebih banyak dari responden yang patuh sebanyak 5 orang (35,7%).

Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p = 0,033 < ɑ = 0,05

maka Ho ditolak. Hal ini berarti ada pengaruh motivasi pada kepatuhan

perawat terhadap SOP pemberian obat intravena di Ruang Rawat Inap

dan IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Raja Ampat.


53

B. Pembahasan

1. Pengaruh pengetahuan pada kepatuhan perawat terhadap SOP pemberian

obat intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Raja Ampat.

Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p = 0,001 < ɑ = 0,05 maka

Ho ditolak. Hal ini berarti ada pengaruh pengetahuan pada kepatuhan

perawat terhadap SOP pemberian obat intravena di Ruang Rawat Inap dan

IGD Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Raja Ampat.

Asumsi peneliti pengetahuan seorang perawat bervariasi tergantung

tingkat pendidikan yang dimiliki. Hal ini berkaitan dengan perkembangan

dari ilmu keperawatan, kedalaman dan luasnya ilmu pengetahuan akan

mempengaruhi kemampuan perawat untuk berpikir kritis dalam melakukan

tindakan keperawatan. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat yang

mengatakan bahwa pengetahuan dibagi menjadi dua yaitu pengetahuan

secara formal yang didasarkan dari jenjang pendidikan rendah ke jenjang

yang lebih tinggi dan didapatkan dari hasil pembelajaran, dan pengetahuan

informal dimana pengetahuan ini didapatkan dari lingkungan luar

pendidikan yaitu melalui media massa, media elektronik, dan dari orang lain

disekitar lingkungannya. (Notoatmodjo,2012)

Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hidayat

(2011) yang mengatakan pengetahuan (knowledge) adalah suatu proses

dengan menggunakan pancaindra yang dilakukan seseorang terhadap objek

tertentu dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan.


54

Pendidikan formal sering kali mempunyai asosiasi yang positif dengan

pengembangan pola-pola pengetahuan pikir perawat. Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang maka semakin baik pengetahuannya dan sebaliknya

semakin rendah pendidikan seseorang maka semakin sedikit

pengetahuannya (Notoatmodjo, 2014).

Pendidikan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan

pengetahuan seseorang, semakin tinggi pendidikan seseorang akan semakin

tinggi juga pengetahuan yang dimiliki seseorang. Pendidikan ini masih

cukup rendah yang dimiliki responden. Pendidikan akan memberikan

pencerahan pada seseorang terutama dalam pengetahuan tentang nutrisi

pada ibu hamil. (Hendra, 2008). Tetapi pendidikan seseorang bukanlah

jaminan satu-satunya indikator dalam pengetahuan seseorang. Semakin

tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah mereka menerima

informasi, dan akan makin banyak pengetahuan yang dimilikinya.

2. Pengaruh sikap pada kepatuhan perawat terhadap SOP pemberian obat

intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Raja Ampat.

Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p = 0,000 < ɑ = 0,05 maka

Ho ditolak. Hal ini berarti ada pengaruh sikap pada kepatuhan perawat

terhadap SOP pemberian obat intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Raja Ampat.

Sikap adalah respon atau reaksi konkret seseorang terhadap stimulus

atau objek. Respon ini sudah dalam bentuk tindakan (action) yang
55

melibatkan aspek psikomotor atau seseorang telah mempraktekkan apa yang

diketahui atau disikapi. Perilaku manusia pada hakekatnya adalah tindakan

atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang

sangat luas antara lain berjalan, berbicara, bekerja, kuliah, membaca dan

sebagainya. Sikap juga dapat diartikan sebagai semua kegiatan atau aktifitas

manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat

diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2012).

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa jumlah responden yang

mempunyai sikap kurang lebih banyak dibandingkan dengan yang

mempunyai sikap baik, dimana 19 responden (40,4%) mempunyai sikap

baik, sedangkan sikap kurang 28 responden (59,6%). Sehingga dapat

dikatakan bahwa sebagian besar responden mempunyai sikap kurang.

Peneliti berpendapat sikap yang kurang dipengaruhi oleh masa kerja

perawat. Masa kerja seseorang akan menentukan pengalaman dan

keterampilan perawat yang merupakan dasar prestasi dalam bekerja.

Sebagaimana pendapat yang menyatakan semakin bertambah masa kerja

seseorang maka semakin bertambah pengalaman kliniknya, sehingga

pengalaman dan masa kerja saling terkait. Semakin bertambah masa kerja

seseorang maka akan bertambah pula pengalaman klinik dan keterampilan

klinisnya (Eriawan,2013).

3. Pengaruh motivasi pada kepatuhan perawat terhadap SOP pemberian obat

intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Raja Ampat.


56

Hasil uji statistik chi-square diperoleh nilai p = 0,033 < ɑ = 0,05 maka

Ho ditolak. Hal ini berarti ada pengaruh motivasi pada kepatuhan perawat

terhadap SOP pemberian obat intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD

Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Raja Ampat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Wahyudi (2016), bahwa

ada hubungan yang signifikan motivasi dengan kepatuhan perawat dalam

melaksanakan keselamatan pasien dalam pemberian terapi cairan di Instalasi

Rawat Inap RSUD Ungaran.

Hal ini sesuai dengan Nursalam (2012) bahwa motivasi atau motif

adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang

tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.

Motivasi juga merupakan suatu proses emosi dan proses psikologisdan

merupakan proses yang tidak disadari.

Menurut analisis peneliti untuk meningkatkan pemberian obat

intravena sesuai dengan kepatuhan SOP, maka diperlukan motivasi baik

secara ekstrinsik maupun intrinsik. Motivasi ekstrinsik dapat merupakan

dorongan atau dukungan dari supervisor kepada perawat pelaksana untuk

melaksanakan pemberian obat intravena sesuai dengan SOP dan motivasi

intrinsik merupakan ke saran perawat pelaksana dalam pemberian obat

intravena sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan oleh rumah sakit.

C. Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian, ada hambatan-hambatan yang ditemui peneliti

yaitu :
57

1. Peneliti sedikit sulit dalam mencari kuesioner motivasi yang sesuai dengan

kepatuhan SOP pemberian obat intravena, karena kuesioner yang peneliti

dapat adalah kuesioner kinerja perawat.

2. Adanya resiko bias, karena pengukuran data dalam penelitian ini

berdasarkan apa yang diingat responden pada saat pengisian kuesioner.

Resiko lainnya adalah pada saat observasi tindakan pemberian obat

intravena, peneliti mengenal responden sehingga penilaian tidak objektif.


58

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :

1. Ada pengaruh pengetahuan pada kepatuhan perawat terhadap SOP

pemberian obat intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD Rumah Sakit

Umum Daerah Kabupaten Raja Ampat.

2. Ada pengaruh sikap pada kepatuhan perawat terhadap SOP pemberian obat

intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Raja Ampat.

3. Ada pengaruh motivasi pada kepatuhan perawat terhadap SOP pemberian

obat intravena di Ruang Rawat Inap dan IGD Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Raja Ampat.

B. Saran

1. Bagi RSUD Kabupaten Raja Ampat

Peneliti mengharapkan terjadi peningkatkan pengetahuan, sikap dan

motivasi dengan pendidikan dan pelatihan bagi seluruh perawat sehingga

kepatuhan pemberian obat intravena meningkat lebih baik lagi demi

mewujudkan visi dan misi RSUD Kabupaten Raja Ampat.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Harapan peneliti dapat dipergunakan sebagai bahan acuan dalam

menentukan kebijakan dalam menyusun panduan perkuliahan terutama yang


59

berkaitan dengan tingkat pengetahuan perawat terhadap SOP pemberian

obat intravena.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Peneliti mengharapkan adanya penelitian lebih lanjut untuk

mendapatkan informasi yang lebih mendalam lagi mengenai faktor-faktor

yang memengaruhi kepatuhan perawat terhadap SOP pemberian obat

intravena dengan jenis penelitian, metode dan sampel yang berbeda dan

lebih besar lagi agar mendapatkan hasil yang lebih baik lagi.
60

DAFTAR PUSTAKA

Azwar. 2009. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Bart. 2014. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. GramediaWidiasarana Indonesia

Baidoeri. 2003. Hubungan Antara Karakteristik Individu, Motivasi Kerja Perawat


dan Kepemimpinan Kepala Ruangan Rawat Inap dan Kinerja Perawat
Di Ruang Rawat Inap RSI Asshobirin Tanggerang. Tesis.Jakarta :
Program Pasca Sarjana Studi Kajian Administrasi

Darmawan. 2008. Penyebab dan Cara Mengatasi Phlebitis. Yogyakarta: Nuha


Medika

Depkes, RI. 2001. Instrumen Evaluasi Penerapan Standar Asuhan Keperawatan


di Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Direktorat Rumah
Sakit Umum dan Pendidikan. Jakarta.

Depkes, RI. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Eriawan, 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Tindakan


Keperawatan Pada Pasien Pasca Operasi Dengan General Anastesi Di
Ruang IBS RSD dr. Soebandi Jember. Naskah Publikasi Imliah Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Jember. 1-164

Fatimah & Rosa.2014. Efektivitas Pelatihan Patient Safety; Komunikasi S-BAR


Pada Perawat Dalam Menurunkan Kesalahan Pemberian Obat Injeksi
Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II. Yogyakarta:
Program Magister Manajemen Rumah Sakit

Hidayat & Musrifatul. 2008. Keterampilan Dasar Praktik Klinik. Jakarta:


Salemba Medika

Hendra, AW. 2008, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan, Jakarta:


Pustaka Sinar. Harapan

Hidayat, Aziz. 2011. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika.

Idayanti.2008. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Perawat Terhadap Penerapan


Standar Operasional Prosedur Teknik Menyuntik Dalam Upaya
Pencegahan Infeksi Di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru. Skripsi
pascasarjana. Universitas Sumatra Utara, Medan

Indah Puji. 2014. Buku Praktis Mengembangkan SDM. Yogyakarta: Laksana


61

Ivancevich, dkk. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi Jilid 1. Jakarta:


Erlangga

Jacob, T. 2004. Etika Penelitian Ilmiah . Warta Penelitian Universitas Gadjah


Mada (Edisi Khusus). Sleman, Yogyakarta

Machfoedz. 2009. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan,


Kebidanan, Kedokteran. Yogyakarta: Fitramaya

Notoadmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip Dasar).


Jakarta: Rineka Cipta

Notoadmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoadmodjo.2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta

Notoadmodjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2014. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam, 2012.Management Keperawatan edisi 3, Jakarta :Salemba Medika

Perry & Potter. 2005. Fundamentals of Nursing :consepts, process and practice.
St. Louis: Mosby Year Book

Perry & Potter. 2006. Fundamental Keperawatan Buku 1, Edisi 7 (A. Ferderika
Penerjemah). Jakarta: Salemba Medika

Poerwodarminto, 2006. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta :Alfabeta

PPI RSUD Kabupaten Raja Ampat. 2016. Audit Kepatuhan Menyuntik Aman.
RSUD Kabupaten Raja Ampat

Prayitno.2009. Dasar Teori dan Praktis Pendidikan. Jakarta: Grasindo

Profil RSUD Kabupaten Raja Ampat. 2018. Profil Kesehatan RSUD Kabupaten
Raja Ampat. Waisai

Purwanto, 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sabri& Hartono. 2006. Statistik Kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada


62

Saputra. 2011. Keterampilan Dasar Untuk Perawat Dan Paramedis. Jakarta: Bina
Rupa Aksara

Sarwono. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka


Schaffer, dkk. 2004. Pencegahan Infeksi dan Praktik Yang Aman. Jakarta: EGC

Setiadi. 2007. Konsep dan Praktek Penulisan Riset Keperawatan Edisi


2.Yogyakarta: Graha Ilmu

Smeltzer. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Sudarth (Ed
8, Vol 1,2). Alih Bahasa Oleh Agung Waluyo dkk. Jakarta: EGC

SOP RSUD Kabupaten Raja Ampat. 2016. Standar Operasional Prosedur


Menyuntik Aman. RSUD Kabupaten Raja Ampat.

Subyantoro. 2009. Karakeristik Individu, Karakteristik Pekerjaan, Karakteristik


Organisasi Dan Kepuasan Yang Dimediasi Oleh Motivasi Kerja, Jurnal
Aplikasi Manajemen, 11(1), 11-19

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Suryandika, M., 2016. Hubungan Motivasi Kerja Dengan Kinerja Perawat Di


Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Omni Alam Sutera Tangerang Jawa
Barat. Skripsi sarjana. Fakultas Kesehatan Masyarakat.
Universitas Esa Unggul

Swansburg. 2001. Pengembangan Staf Keperawatan ,Suatu Pengembangan


Sumber Daya Manusia. Jakarta: EGC

UU No 36 Tahun 2009,Tentang Kesehatan. Jakarta : Kementrian Kesehatan.

Wahyudi dkk. 2015. Hubungan Motivasi Intrinsik Dengan Kepatuhan Perawat


Dalam Melaksanakan Program Patient SafetyDi Instalasi Rawat Inap
RSUD Ungaran Tahun 2016. Naskag Publikasi Penelitian. STIKES
Ngudi Waluyo. Ungaran

Widayatun, T. R. 2008. Ilmu Prilaku. Jakarta: CV. Sagung

Anda mungkin juga menyukai