Disusun guna memenuhi tugas stase gawat darurat program studi profesi ners
Pembimbing akademik : Anik Indriono, S. Kep., Ns., M. H
Pembimbing klinik : Slamet Riadi, S. Kep., Ns
DISUSUN OLEH :
Eva Mia Latifa 1418002081
La Ode Idris 1418002201
Novi Puji Hastuti 1418002091
Miftahul Iqomah 1418002101
Dewi Nofitasari 1418002231
A. LATAR BELAKANG
Fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF) merupakan gangguan irama
pada jantung yang paling sering ditemui dan merupakan faktor risiko yang
signifikan bagipenyakit kardiovaskular. AF dialami oleh 1-2% populasi dan
diprediksi akanmeningkat dalam 50 tahun ke depan. Di Amerika Serikat
diperkirakan 2,3 jutapenduduk menderita AF dengan >10% penderitanya
berusia di atas 65 tahun dandiperkirakan jumlahnya terus bertambah menjadi
4,78 juta pada tahun 2035 (Yansendan Yuniadi, 2013). Di Indonesia, AF
dialami oleh sepertiga pasien gangguan iramajantung yang dirawat inap.
Prevalensi AF juga lebih tinggi didapatkan pada kelompokusia lanjut, yakni
mencapai 15% (Fredy dan Wijaya, 2013). AF berhubungan dengan penyakit-
penyakit kardiovaskuler lainnya dan merupakan aritmia dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi. AF dapat menyebabkan stroke yang
berakhir fatal, begitupun pasien yang bertahan dari stroke akibat AF biasanya
mengalami disabilitas serta dapat kambuh kembali dibanding dengan pasien
yang mengalami stroke karena sebab lain (Camm et al., 2010).
Permasalahan utama untuk mengenali AF sejak dini adalah gangguan
ritme yang terjadi sering bersifat asimtomatik sehingga sepertiga pasien AF
menjadi kurang waspada akan penyakit ini. Padahal jika AF mampu di
deteksi secara dini, deteksi dini penyakit tersebut dapat membuat pasien
diterapi seawal mungkin sehingga prognosis penyakit tersebut menjadi lebih
baik. Terapi yang lebih luas, tidak hanya mampu mengatasi segala
konsekuensi akibat AF, tetapi juga dapat mencegah progresivitas penyakit
yang mungkin terjadi apabila pendeteksian penyakit dilakukan secara dini
(Camm et al., 2010). Karena itulah, monitoring dan skrining yang dilakukan
sedini mungkin menjadi sangat penting untuk membantu pasien terhindar dari
komplikasi akibat AF.
Salah satu cara untuk mendeteksi kemungkinan AF adalah dengan
melakukan pemeriksaan uji elektrokardiogram (EKG). Denyut jantung
normal memeliki pola yang berbeda dari denyut jantung abnormal. Denyut
jantung abnormal bisa terlalu lambat, terlalu cepat, atau pola yang tidak biasa
(Thaler,2000). Pola EKG normal menampilkan gelombang berulang terdiri
dari gelombang P, Q, R, S, dan T yang memiliki standarnya masing-masing
(Gabriel,1998). Pemeriksaan EKG sendiri dilakukan dengan cara merekam
denyut dan irama organ jantung sehingga dari rekaman ini dapat diidentifikasi
kemungkinan AF yang dapat mengakibatkan gangguan jantung lebih lanjut.
Analisis deteksi kelainan jantung dengan menggunakan EKG standar seperti
dalam dunia kesehatan umumnya selama ini dirasa tidak praktis. Inilah yang
mendasari perlunya otomatisasi deteksi dini aritmia khususnya AF dengan
menggunakan analisis EKG.
Otomotisasi diagnosis kelainan jantung dilakukan oleh Julian (2011),
serta Sukmawati (2014) dimana sinyal EKG yang memiliki ciri-ciri khas
dalam amplitudo, morfologi, durasi dari gelombang, segmen dan interval
yang terekam dalam suatu tampilan (Seisdedos et al., 2011) diolah lalu
dijadikan sebuah informasi masukan bagi jaringan syaraf tiruan (JST). JST
merupakan sistem pemroses informasi yang mirip dengan jaringan syaraf
biologis dan digunakan dalam klasifikasi data ataudalam pengenalan pola
melalui tahap pelatihan dan tahap pengujian. Kemampuan JST tersebut
digunakan untuk mendeteksi ritme AF dari data masukan berupa fitur untuk
selanjutnya diklasifikasikan menjadi AF atau normal.
Pada kasus ini fitur statistik RR digunakan sebagai masukan JST
dalam menentukan ritme AF dan normal dari data EKG yang digunakan.
Ritme sendiri menurut Slocum (1992) menjadi sebuah acuan untuk
membedakan antara kelompok gelombang EKG AF dan normal. Ritme EKG
AF dan normal menurut Tatento (2011) dapat diambil dari panjang segmen
EKG tertentu untuk meghasilkan fitur pembeda, khususnya fitur statistik RR.
Pada penelitian ini variasi panjang segmen dilakukan untuk mengetahui
panjang segmen mana yang memiliki performa terbaik dari fitur yang
digunakan. Kemudian tiga metode JST yaitu Learning Vector Quantization
(LVQ), Radial Basis Functon (RBF), dan Multilayer Perception-
Backpropagation (MLP-BP) dikaji untuk menentukan mana JST terbaik pada
rancangan sistem ini yang mampu mengklasifikasi fitur statistik RR menjadi
AF atau normal.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menjelaskan masalah terkait dengan masalah pada
pasien dengan Atrial Fibrilasi
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengidentifikasi masalah terkait pada pasien dengan Atrial
Fibrilasi
b. Menganalisa dan merumuskan masalah keperawatan yang terjadi
pada pasien dengan Atrial Fibrilasi
c. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan Atrial
Fibrilasi
C. MANFAAT
1. Bagi penulis
Laporan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai
masalah terkait Atrial Fibrilasi
2. Bagi pembaca
Dari laporan ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan literatur
dan dapat memberikan informasi serta dapat dijadikan acuan terhadap
masalah kesehatan khususnya pada pasien dengan kardiovaskuler.
BAB II
KONSEP DASAR
B. FISIOLOGI JANTUNG
1. Metabolisme Otot Jantung
Seperti otot kerangka, otot jantung juga menggunakan energi kimia untuk
berkontraksi. Energi terutama berasal dari metabolisme asam lemak
dalam jumlah yang lebih kecil dari metabolisme zat gizi terutama laktat
dan glukosa. Proses metabolisme jantung adalah aerobic yang
membutuhkan oksigen.
2. Pengaruh Ion pada Jantung
a) Pengaruh ion kalium : Kelebihan ion kalium pada CES
menyebabkan jantung dilatasi, lemah dan frekuensi lambat.
b) Pengaruh ion kalsium: Kelebihan ion kalsium menyebabkan jantung
berkontraksi spastis.
c) Pengaruh ion natrium: menekan fungsi jantung.
3. Elektrofisiologi Sel Otot Jantung
Aktifitas listrik jantung merupakan akibat perubahan permeabilitas
membrane sel. Seluruh proses aktifitas listrik jantung dinamakan
potensial aksi yang disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia, mekanika,
dan termis. Lima fase aksi potensial yaitu:
a) Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negatif (polarisasi) dan
bagian luar bermuatan positif.
b) Fase depolarisasi (cepat): Disebabkan meningkatnya permeabilitas
membran terhadap natrium sehingga natrium mengalir dari luar ke
dalam.
c) Fase polarisasi parsial: Setelah depolarisasi terdapat sedikit
perubahan akibat masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga muatan
positif dalam sel menjadi berkurang.
d) Fase plato (keadaan stabil): Fase depolarisasi diikiuti keadaan stabil
agak lama sesuai masa refraktor absolute miokard.
e) Fase repolarisasi (cepat): Kalsium dan natrium berangsur-angsur
tidak mengalir dan permeabilitas terhadap kalium sangat meningkat.
4. Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung meliputi:
a) SA node: Tumpukan jaringan neuromuskular yang kecil berada di
dalam dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis.
b) AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam
septum atrium dekat muara sinus koronari.
c) Bundle atrioventrikuler: Dari bundle AV berjalan ke arah depan pada
tepi posterior dan tepi bawah pars membranasea septum
interventrikulare.
d) Serabut penghubung terminal(Purkinje): Anyaman yang berada pada
endokardium menyebar pada kedua ventrikel.
5. Curah Jantung
Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan sama
besarnya. Jumlah darah yang dipompakan ventrikel selama satu menit
disebut curah jantung (cardiac output). Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi otot jantung yaitu:
1) Beban awal
2) Kontraktilitas
3) Beban akhir
4) Frekuensi jantung
Periode pekerjaan jantung yaitu:
1) Periode systole
2) Periode diastole
3) Periode istirahat
6. Bunyi Jantung
Tahapan bunyi jantung:
a. Bunyi pertama: lup
b. Bunyi kedua : Dup
c. Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu muda
d. Bunyi keempat: Terkadang dapat didengar segera sebelum bunyi
pertama
C. DEFINISI ATRIAL FIBRILASI (AF)
Fibrilasi atrium adalah disritmia atrium yang terjadi sewaktu atrium
berdenyut dengan kecepatan lebih dari 350-600x/menit. Depolarisasi
ventrikel menjadi ireguler dan mungkin dapat mengikuti depolarisasi atrium
mungkin pula tidak. Pengisian ventrikel tidak secara total bergantung pada
kontraksi atrium yang terorganisasi, sehingga aliran darah yang masuk dan
keluar ventrikel biasanya cukup kecuali pada waktu-waktu terjadi
peningkatan kebutuhan misalnya, selama berolahraga (Corwin, 2009).
Fibrilasi atrium adalah depolarisasi muncul di banyak tempat di atrium,
menyebabkan depolarisasi yang tidak terkoordinasi dengan frekuensi tinggi.
Sentakan fokus ektopik pada struktur vena yang dekat dengan atrium
(biasanya vena pulmonal) merupakan penyebab tertinggi (Dharma, 2012).
Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal. Aktivitas
listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium bekerja
terus menerus menghantarkan impuls ke nodus AV sehingga respon ventrikel
menjadi ireguler. Atrial fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik dan
umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun (Berry and Padgett, 2012).
D. ETIOLOGI ATRIAL FIBRILASI (AF)
1. Penyebab penyakit kardiovaskuler
a) Penyakit jantung iskemik
b) Hipertensi kronis
c) Kelainan katup mitral (stenosis mitral)
d) Perikarditis
e) Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH
f) Tumor intracardiac
2. Penyebab non kardiovaskuler
a. Kelainan metabolik :
- Tiroksikosis
- Alkohol akut/kronis
b. Penyakit pada paru
- Emboli paru
- Pneumonia
- PPOK
- Kor pulmonal
c. Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Magnesium, dan Calsium
d. Simpatomimetik obat-obatan dan listrik
E. KLASIFIKASI
Banyak tipe atau klasifikasi atrial fibrilasi yang umum dibahas. Beberapa
hal diantaranya berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan intervensi,
berdasarkan ada tidaknya penyakit lain yang mendasari, dan terakhir
berdasarkan bentuk gelombang P. Beberapa kepustakaan tertulis ada beberapa
sistem klasifikasi atrial fibrilasi yang telah dikemukakan, seperti:
1. Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi dibagi menjadi :
a. AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari
100 kali permenit.
b. AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang
dari 60 kali permenit.
c. Af respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-
100 kali permenit.
2. Berdasarkan keadaan Hemodinamik saat AF muncul, maka dapat
diklasifikasikan menjadi :
a. AF dengan hemodinamik tidak stabil (gagal jantung, angina atau
infark miokard akut).
b. AF dengan hemodinamik stabil.
3. Klasifikasi menurut AmericanHeartAssociation(AHA), atrialfibriasi (AF)
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
a. AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF
sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.
b. AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari.
Lebih kurang 50% atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama
sinus secara spontan dalam waktu 24 jam. Atrium fibrilasi yang
episode pertamanya kurang dari 48 jam juga disebut AF Paroksimal.
c. AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam tetapi
kurang dari 7 hari. Pada AF persisten diperlukan kardioversi untuk
mengembalikan ke irama sinus.
d. AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih dari 7
hari. Biasanya dengan kardioversi pun sulit untuk mengembalikan ke
irama sinus (resisten).
F. PATOFISIOLOGI
Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan dinding
atrium diantara vena pulmonalis atau vena cavajunctionsmerupakan pencetus
AF.Daerah ini dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang sinkron,
namun pada regangan akut dan aktifitas impuls yang cepat, dapat
menyebabkan timbulnya after-depolarisation lambat dan aktifitas triggered.
Triggered yang dijalarkan kedalam miokard atrium akan menyebabkan
inisiasi lingkaran-lingkaran gelombang reentry yang pendek (wavelets of
reentry) dan multiple. Lingkaran reentry yang terjadi pada AF tedapat pada
banyak tempat (multiple) dan berukuran mikro, sehingga menghasilkan
gelombang P yang banyak dalam berbagai ukuran dengan amplitudo yang
rendah (microreentrant tachycardias).Berbeda halnya dengan flutter atrium
yang merupakan suatu lingkaran reentry yang makro dan tunggal di dalam
atrium (macroreentrant tachycardias).
AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari lapisan
muskular dari vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus dengan
adanya lingkaran sirkuit reentry yang multipel. Penurunan masa refrakter dan
terhambatnya konduksi akan memfasilitasi terjadinya reentry.Setelah AF
timbul secara kontinu, maka akan terjadi remodeling listrik (electrical
remodeling) yang selanjutnya akan membuat AF permanen. Perubahan ini
pada awalnya reversibel, namun akan menjadi permanen seiring terjadinya
perubahan struktur, bila AF berlangsung lama.
Atrium tidak adekuat memompa darah selama AF berlangsung. Walaupun
demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam
ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20 –
30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi
ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun
dengan fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh
daya pompa jantung. Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel
berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak
memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk
memompa ke paru-paru dan tubuh.
Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada
atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. trombus ini
meningkatkan resiko terjadinya stroke emboli dan gangguan hemostasis.
Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga
sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan
tersebut adalah peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen,
D-dimer, dan fragmen protrombin 1,2. AF akan meningkatkan agregasi
trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya AF.
G. MANIFESTASI KLINIS
1. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau
“berdebar” dalam dada).
2. Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada).
3. Sesak napas/dispnea.
4. Pusing, atau sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat
peningkatan laju ventrikel atau tidak adanya pengisian sistolik ventrikel.
5. Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas.
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Tanda vital :Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya,
tekanan darah, dan pernapasan meningkat.
b. Tekanan vena jugularis.
c. Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung
kongestif.
d. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan
terdapat gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi
kemungkinan adanya penyakit katup jantung.
e. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.
f. Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
2. Laboratorium :
a. Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit.
b. TSH (Penyakit gondok)
c. Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
d. Elektrolit : K, Na, Ca, Mg.
e. PT/APTT.
3. Pemeriksaan EKG :
Merupakan standar baku cara diagnostik AF
a. Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa
normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial
fibrilasi slow ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial
fibrilasi normo ventricular respon (NVR) sedangkan jika
>100x/menit disebut atrial fibrilasi rapid ventricular respon (RVR).
b. Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi
cepat dan kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.
c. Interval segmen PR tidak dapat diukur.
d. Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat
4. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOK, kor
pulmonal.
5. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari
atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri,
obstruksi outflow.
6. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di
atrium kiri.
I. PENATALAKSANAAN
AF paroksimal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah dipusatkan
pada kontrol aritmianya (rhytm control).Namun pada pasien dengan AF yang
persisten, terkadang kita dihadapkan pada dilema apakah mencoba
mengembalikan ke irama sinus (rhytm control) atau hanya mengendalikan
laju denyut ventrikular (rate control) saja.Terdapat 3 kategori tujuan
perawatan AF yaitu :
1. Terapi profilaksis untuk mencegah tromboemboli
2. Mengembalikan kerja ventrikuler dalam rentang normal
3. Memperbaiki irama yang tidak teratur.
Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM)
RS Harapan Kita Edisi III 2009, yaitu:
1. Farmakologi
a. Rhythm control. Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama
sinus / irama jantung yang normal.Diberikan anti-aritmia gol. I
(quinidine, disopiramide dan propafenon). Untuk gol.III dapat
diberikan amiodaron. Dapat juga dikombinasi dengan kardioversi
dengan DC shock.
b. Rate control.Rate control bertujuan untuk mengembalikan /
menurunkan frekwensi denyut jatung dapat diberikan obat-obat yang
bekerja pada AV node seperti :digitalis, verapamil, dan obat penyekat
beta (β bloker) seperti propanolol. Amiodaron juga dapat dipakai
untuk rate control.
c. Profilaksis tromboemboli.Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan
AF yang digunakan, pasien harus mendapatkan anti- koagulan untuk
mencegah terjadinya tromboemboli.Pasien yang mempunyai
kontraindikasi terhadapwarfarin dapat di berikan antipletelet.
2. Non-farmakologi
a. Kardioversi. Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan
pada setiap AF paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder,
seyogyanya penyakit yang mendasari dikoreksi terlebih dahulu.
Bilamana AF terjadi lebih dari 48 jam, maka harus diberikan
antikoagulan selama 4 minggu sebelum kardioversi dan selama 3
minggu setelah kardioversi untuk mencegah terjadinya stroke akibat
emboli. Konversi dapat dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila
sebelumnya sudah dipastikan tidak terdapat trombus dengan
transesofageal ekhokardiografi.
b. Pemasangan pacu jantung (pacemaker). Beberapa tahun belakangan
ini beberapa pabrik pacu jantung (pacemaker) membuat alat pacu
jantung yang khusus dibuat untuk AF paroksismal.Penelitian
menunjukkan bahwa pacu jantung kamar ganda (dual chamber),
terbukti dapat mencegah masalah AF dibandingkan pemasangan pacu
jantung kamar tunggal (single chamber).
c. Ablasi kateter. Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE
procedure) dan transkateter.Ablasi transkateter difokuskan pada vena-
vena pulmonalis sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV
dilakukan pada penderita AF permanen, sekaligus pemasangan pacu
jantung permanen.
J. KOMPLIKASI
1. Cardiac arrest / gagal jantung
2. Stroke
3. Demensia
K. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan
berlebihan.Temuan fisik berupa disritmia, perubahan tekanan darah
dan denyut jantung saa aktivitas.
b. Sirkulasi
Melaporkan adanya riwayat penyakit jantung koroner (90 -95 %
mengalami disritmia), penyakit katup jantung, hipertensi,
kardiomiopati, dan CHF. Riwayat insersi pacemaker. Nadi
cepat/lambat/tidak teratur,palpitasi.Temuan fisik meliputi hipotensi
atau hipertensi selama episode disritmia.Nadi ireguler atau denyut
berkurang.Auskultasi jantung ditemukan adanya irama ireguler, suara
ekstrasisitole. Kulit mengalami diaforesis,pucat, sianosis.Edema
dependen, distensi vena jugularis,penurunan urine output.
c. Neurosensori
Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala,pingsan. Temuan fisik :
status mental disorientasi,confusion,kehilangan memori, perubahan
pola bicara,stupor dan koma. Letargi (mengantuk), gelisah, halusinasi;
reaksi pupil berubah.Reflek tendon dalam hilang menggambarkan
disritmia yang mengancam jiwa (ventrikuler tachicardi atau
bradikardia berat).
d. Kenyamanan
Keluhan nyeri dada sedang dan berat (infark miokard) tidak hilang
dengan pemberian obat anti angina. Temuan fisik gelisah.
e. Respirasi
Keluhan sesak nafas, batuk, (dengan atau tanpa sputum ), riwayat
penyakit paru,riwayat merokok.Temuan fisik perubahan pola nafas
selam periode disritmia. Suara nafas krekels mengindikasikan oedem
paru atau fenomena thromboemboli paru.
f. Cairan dan Nutrisi
Keluhan berupa intoleransi terhadap makanan, mual, muntah.Temuan
fisik berupa tidak nafsu makan,perubahan turgor atau kelembapan
kulit. Perubahan berat badan akibat odema.
g. Apakah ada riwayat pengguna alkohol.
h. Keamanan : Temuan fisik berupa hilangnya tonus otot.
i. Psikologis : Merasa cemas, takut, menarik diri, marah, menangis, dan
mudah tersinggung.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan
kontraktilitas.
Tujuan : Klien akan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat
diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal
jantung, melaporkan penurunan episode dispnea, angina, ikut serta
dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung
e) Discharge Planning
a. Anjurkan pada pasien untuk hindari aktivitas yang bisa
memperburuk keadaan selama di rawat.
b. Anjurkan kepada pasien hindari makanan dan minuman yang
dapat memperlambat proses penyembuhan selama dirawat.
c. Anjurkan kepada pasien tidak melakukan aktivitas berlebih di
rumah.
d. Anjurkan pada pasien untuk memperhatikan pola makan dan
minum di rumah.
e. Anjurkan pada pasien untuk berhenti merokok atau minum
beralkohol kalau pasien seorang perokok atau peminum.
f. Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi obat yang diberikan
sesuai dosis.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
Tanggal : 11 Mei 2019
Jam : 07.00 WIB
1. Pengkajian Identitas
a. Identitas klien
Nama : Ny. P
Umur : 30 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
No. RM : 228424
Tanggal MRS :11 Mei 2019
Diagnosa medis : Dyspnea dengan Atrial Fibrilasi
Alamat : pemalang
b. Identitas penanggungjawab
Nama : Tn A
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : buruh
Jenis kelamin : Laki – laki
Hub. Dg klien : Suami
2. Keluhan Utama
Sesak nafas
3. Alasan masuk rumah sakit
Klien datang dengan hamil 6 bulan G2P1A0 dengan keluhan sesak
nafas pada tanggal 10 Mei 2018 sekitar pukul 15.00 WIB sore.
4. Riwayat kesehatan
a. penyakit keturunan pada Riwayat kesehatan sekarang
Klien datang dengan hamil 6 bulan G2P1A0 dengan keluhan sesak
nafas pada tanggal 9 Mei 2018 sekitar pukul 15.00 Wib sore hari.
Klien dirujuk ke IGD RSUD Ashari pemalang setelah shalat
trawih pada pukul 21:00 Wib.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan terdapat massa/kelenjar tyroid di leher sejak ±1
tahun yang lalu, klien juga mengatakan memiliki riwayat lemah
jantung pada saat hamil anak pertamanya. Klien juga mengatakan
anak pertamanya lahir Normal di RSUD Dr. M. Ashari Kabupaten
Pemalang.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan didalam keluarganya tidak ada keluarga yang
pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien. Klien juga
menyatakan tidak ada keluarga seperti. Penyakit jantung,
Hipertensi, DM dan lainnya.
d. Genogram
Keterangan :
: Perempuan
: laki – laki
: garis pernikahan
: garis keturunan
: tinggal satu rumah
: pasien
B. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Tidak ada sumbatan pada jalan nafas. Hidung terlihat bersih tidak ada
penumpukan cairan, tidak ada suara nafas tambahan
2. Breathing
klien terlihat sesak RR 28x / menit, penggunaan otot bantu pernapasan
cuping hidung
3. Circulation
Nadi134 x/menit, turgor kulit jelek, CRT < 3 detik
4. Disability
Kesadaran composmetis
GCS 15 E4V5M6
5. Exposure
Tidak ada cedera leher dan tulang belakang, tidak ada jejas.
C. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Penampilan umum
Keadaan umum lemah, penampilan umum kotor
2. Pemeriksaan GCS dan tingkat kesadaran
Item Skor Respon
EYE 4 Membuka mata spontan
VERBAL 5 Orientasi baik
MOTORIK 6 Menuruti perintah
Total skor :15
Tingkat kesadaran : Composmentis
3. Tanda-tanda vital
Tekanan Frekuensi Frekuensi Suhu Saturasi
darah nadi (HR) nafas (RR) tubuh oksigen
(TD) (SpO2)
119/80 134 x / menit 28 x / menit 37o C 98%
mmHg
4. Kepala/head
Kepala Bentuk Simetris, Keadaan bersih tidak terlihat adanya lesi
pada kepala, rambut kering, berwarna agak merah dan
sulit disisir.
Mata Sklera ikterik, konjunctiva anemis, reflek pupil (+),
mata tampak melotot
Hidung Tidak ada sumbatan, terpasang NRM 10 lpm
Telinga Bentuk simetris, tidak ada penumpukan serumen dan
tidak ada nyeri tekan pada telinga. Fungsi pendengaran
baik.
Mulut Mukosa mulut dan bibir berwarna pink, lembab, tidak
ada lesi, stomatitis. Tidak ada penumpukan cairan pada
mulut.
Leher Integritas kulit baik, bentuk tidak simetris, adanya
pembengkakan kelenjar Tyiroid. Arteri karotis terabah
jelas.
Paru Inspeksi Terlihat ada bantuan otot pernafasan, tidak terlihat
benjolan/odem.
Palpasi Integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan pada daerah
dada.
Perkusi Bunyi paru tidak normal saat perkusi (hipersonor) dari
satu sisi kesisi lain. Terdengar adanya penumpukan
secret.
Auskultasi Suara nafs tidak Normal (ronchi) adanya pemyempitan
jalan nafas akibat penumpukan secret.
Jantung Inspeksi Tidak tampak cardiomegali.
Palpasi Denyutan nadi karotis terabah, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi Tidak terdengar adanya pembesaran pada jantung.
Suara perkusi pekak dari batas kiri normal terletak
pada intra kostal III.
Auskultasi Bunyi jantung normal S-I dan S-II (Lub Dup) tidak
terdengar bunyi jantung tambahan S-III dan S-IV
Intergumen Inspeksi kulit sawo matang, agak kotor, tidak ada luka
Palpasi Turgor kulit baik, tidak ada odema, tidak ada nyeri
tekan
Abdomen Inspeksi Bentuk simetris, Perut tampak sedikit besar karena
hamil 6 bulan
Auskultasi Bising usus 12 x/ menit.
Perkusi Sura perkusi abdomen normal (timpani), tidak
terdengar adanya penumpukan cairan pada abdomen.
Palpasi Kulit teraba hangat, tidak terdapat nyeri tekan pada
perut.
Ekstremitas Atas Nadi Radialis terabah jelas. Kekuatan otot baik. klien
mampu menahan gaya gravitasi.
Bawah Nadi Brakialis terabah jelas. Kekuatan otot 5 klien
mampu menahan gaya gravitasi. Terpasang IV line 3
ways di kaki kiri bawah
Genetalia Inspeksi Bersih. Terpasang slang Kateter.
D. PENGKAJIAN TERTIER
Pola Fungsional Menurut Gordon
1. Pola presepsi kesehatan – pola manejemen kesehatan
Klien menyatakan setelah salah satu anggota keluarganya sakit.
Mereka lansung membawanya ke pelayanan kesehatan terdekat untuk
mendapatkan pertolongan secara lanjut oleh tenaga medis.
2. Pola Aktivitas Dan Latihan
Sebelum sakit :
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Berpakaian √
Toileting √
Tingkat mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Kemampuan ROM √
Berjalan √
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Menggunakan alat bantu
2 : Dibantu orang lain
3 : Dibantu orang dan perawat
4 : Ketergantungan/tidak mampu
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Berpakaian √
Toileting √
Tingkat mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Kemampuan ROM √
Berjalan √
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Menggunakan alat bantu
2 : Dibantu orang lain
3 : Dibantu orang dan perawat
4 : Ketergantungan/tidak mampu
Antropometri : Antropometri :
BB = 58 kg BB = 55 kg
TB = 158 cm TB = 158 cm
IMT = 23,2 kg/m2 IMT = 22,08 kg/m2
Biochemical : - Biochemical : HB : 13,1 g/dl
Clinical Sign : - Clinical sign :
Dietary : Ny.P biasa minum 1.5 Rambut : Sedikit lengket dan
L/hari, makan 3x sehari, 1 porsi lembab
makan habis, dengan kombinasi Mata : konjungtiva tidak anemis,
campuran dan tidak ada pupil isokor, sclera tidak ikterik
pantangan terhadap makanan Kulit : lembab, turgor elastis
tertentu. Dietary : susu skim, jus buah dan
makanan selingan.
5. Pola Eliminasi
Sebelum sakit Selama sakit
8. Pola Koping
Sebelum sakit Selama sakit
Anak pasien mengatakan Ayahnya Anak pasien mengatakan Ayahnya
kalau ada masalah selalu terbuka masih bisa terbuka dengan
dengan anggota keluarganya, jika keluarga dan setiap masalah ada
ada masalah selalu di selesaikan solusinya
bersama-sama dan Alhamdulillah
masalah itu dapat terselesaikan
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil pemeriksaan laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
RUJUAKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9,8 g/dl 12 – 16
Leukosit 17,93 10^3/ul 4,50 – 11,00
Trombosit 249.000 /mm3 150.000 – 500.000
Hematokrit 29,0 Juta/mm3 36,0 – 46,0
Eritrosit 3,49 Um3 4,10 – 5,10
MCV 03,10 Fg 70,00 – 102,00
MCH 29,10 Pg 25, 00 – 35,00
MCHC 33.80 g/dl 31,00 – 37,00
LED
LED 1 jam 2 mm/jam < 15
Diff Count
Basofil 0,1 mg/dl 0,0 – 2,0
Eosionif 0,4 % 0,0 – 5,0
Neutrofil 90,1 % 50,0 – 80,0
Limfosit 5,1 % 25,0 – 50,0
Monosit 4,2 % 2,0 – 8,0
KIMIA KLINIK
A. ANALISA DATA
No Hari/tgl Data Fokus Problem Etiologi
1 Sabtu DS: Penurunan curah Gangguan
11/5/201 - Klien mengatakan
jantung kontraktilitas.
9 sesak nafas bila
beraktivitas
- Klien mengatakan
cepat mengalami
kelelahan
- Klien mengatakan
sulit bernapas
DO :
- RR 28x/mnt
- Gambaran EKG :
atrial fibrillasi
- Klien tampak sesak
- N: 134 x/mnt
2 Sabtu DS : Ketidakefektifan Perubahan
11/5/201 - Klien mengatakan
pola nafas membran
9 sesak napas
kapiler-
DO :
alveolus.
- Irama napas ireguler
- RR 28 x/menit
- Penggunaan otot
bantu pernapasan
cuping hidung
- Penggunaan NRM 10
lpm
- Pengembangan/ekspa
nsiparu tidak optimal.
3 Sabtu DS : Intoleransi Kelemahan/kel
11/5/201 - Klien mengatakan
aktivitas elahan.
9 semakin sesak jika
beraktivitas
DO :
- Tampak letih dan tidak
bersemangat
- Klien ketergantngan
sebagian
- Klien bedrest
- RR naik jika banyak
gerak RR 28 x/menit
B. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas
ditandai dengan sesak nafas, dyspnea dan gambaran EKG atrial
fibrilasi
2. Ketidkefektifan pola nafas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolus ditandai dengan irama nafas ireguler, RR 28 x /menit
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
peningkatan RR saat aktivitas dan sesak nafas
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Hari/tgl Tujuan dan kriteria hasil Rencana keperawatan (NIC) Rasional
Dx (NOC)
I Sabtu Setelah dilakukan tindakan 1) Auskultasi nadi apical ; Kaji 1. Biasanya terjadi takikardi (meskipun
11/5/2019 keperawatan selama 3x24 frekuensi, irama jantung. pada saat istirahat) untuk
jam diharapkan penurunan 2) Catat bunyi jantung. mengkompensasi penurunan
curah jantung dapat teratasi 3) Palpasi nadi perifer kontraktilitas ventrikel.
dengan kriteria hasil: 4) Pantau TD 2. S1 dan S2 mungkin lemah karena
1. Klien akan menunjukkan 5) Kaji kulit terhadap pucat dan menurunnya kerja pompa. Irama
tanda vital dalam batas sianosis Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan
yang dapat diterima 6) Berikan oksigen tambahan dengan sebagai aliran darah ke serambi yang
(disritmia terkontrol atau kanula nasal/masker dan obat distensi. Murmur dapat
hilang) sesuai indikasi (kolaborasi) menunjukkan Inkompetensi/stenosis
2. bebas gejala gagal katup.
jantung 3. Penurunan curah jantung dapat
3. melaporkan penurunan menunjukkan menurunnya nadi
episode dispnea, angina, radial, popliteal, dorsalis, pedis dan
ikut serta dalam aktivitas posttibial. Nadi mungkin cepat
yang mengurangi beban hilang atau tidak teratur untuk di
kerja jantung palpasi dan pulse alternatif
4. Pada GJK dini, sedang atau kronis
tekanan darah dapat meningkat.
Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu
lagi mengkompensasi dan hipotensi
tidak dapat normal lagi.
5. Pucat menunjukkan menurunnya
perfusi perifer sekunder terhadap
tidak adekutnya curah jantung;
vasokontriksi dan anemia. Sianosis
dapat terjadi sebagai refrakstori
GJK. Area yang sakit sering
berwarna biru atau belang karena
peningkatan kongesti vena.
6. Meningkatkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.
Banyak obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.
II Sabtu Setelah dilakukan tindakan 1) Pantau bunyi nafas, catat krekles. 1. Menyatakan adanya kongesti
11/5/2019 keperawatan 3 x 24 jam 2) Ajarkan/anjurkan klien batuk paru/pengumpulan secret
diharapkan pola nafas klien efektif, nafas dalam. menunjukkan kebutuhan untuk
dapat teratasi dengan kriteria 3) Dorong perubahan posisi intervensi lanjut.
hasil: 4) Kolaborasi dalam Pemberian O2 2. Membersihkan jalan nafas dan
1. Klien akan 5) Pantau/gambarkan seri GDA, nadi memudahkan aliran oksigen.
mendemonstrasikan oksimetri. 3. Membantu mencegah atelektasis
ventilasi dan oksigenisasi 6) Berikan obat/oksigen tambahan dan pneumonia
adekuat pada jaringan sesuai indikasi. 4. Hipoksemia dapat terjadi berat
ditunjukkan oleh selama edema paru.
oksimetri dalam rentang 5. Membantu dalam mengurangi
normal dan edema dan memudah jalan nafas.
2. bebas gejala distress
pernapasan
3. berpartisipasi dalam
program pengobatan
dalam batas
kemampuan/situasi.
III Sabtu Setelah dilakukan tindakan 1) Periksa tanda vital sebelum dan 1. Hipotensi ortostatik dapat terjadi
11/5/2019 keperawatan selam a3 x 24 segera setelah aktivitas, khususnya dengan aktivitas karena efek obat
jam diharapkan intoleransi bila klien menggunakan vasodilator, (vasodilasi), perpindahan cairan
aktivitas Klien dapat teratasi diuretic dan penyekat beta. (diuretic) atau pengaruh fungsi
dengan kriteria hasil: 2) Catat respons kardiopulmonal jantung.
1. akan berpartisipasi pada terhadap aktivitas, catat takikardi, 2. Penurunan/ketidakmampuan
aktivitas yang diinginkan diritmia, dispnea berkeringat dan miokardium untuk meningkatkan
2. memenuhi perawatan diri pucat. volume sekuncup selama aktivitas
sendiri 3) Evaluasi peningkatan intoleran dapat menyebabkan peningkatan
3. Mencapai peningkatan aktivitas. segera frekuensi jantung dan
toleransi aktivitas yang 4) Implementasi program rehabilitasi kebutuhan oksigen juga
dapat diukur, dibuktikan jantung/aktivitas (kolaborasi) peningkatan kelelahan dan
oleh menurunnya kelemahan.
kelemahan dan 3. Dapat menunjukkan peningkatan
kelelahan. dekompensasi jantung daripada
kelebihan aktivitas.
4. Peningkatan bertahap pada aktivitas
menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung dibawah
stress, bila fungsi jantung tidak
dapat membaik kembali.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN/CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/ No. Dx Jam Tindakan Respon Hasil (Evaluasi Formatif) Paraf
Tanggal
Sabtu, 11 1,2,3 07.00 Mengkaji keadaan umum klien S:
Mei 2019 WIB - Klien mengatkan sesak napas
- Klien mengatakan tambah sesak jika
banyak bergerak
O:
- Klien tampak sesak
- Penggunaan otot bantu pernafasan
- GCS 15 (komposmentis)
1,2,3 07.05 Memonitor tanda-tanda vital S:-
WIB O:
- TD : 119/90 mmHg, N : 135 x/menit.
RR : 28 x/menit, Suhu : 36
1,2 7.20 Memberikan posisi semi fowler S:
WIB - Klien mengatakan sesak nafas jika
posisi berbaring
O:
- Posisi semi fowler dapat mengurangi
sesak nafas klien
1,2 07.40 Menganjurkan klien untuk melakukan S :
WIB cara bernafas untuk mengurangi sesak Klien mengatakan jika anafas diatur sesa
nafas (pursed lip breathing) sedikit berkurang
O:
Sesak berkurang, klien melakukan pursed lip
breathing
1 08.00 Memonitor tanda – tanda vital S:-
WIB O:
- Td : 121/87 mmHg. N : 127 x/menit.
RR : 26 x/menit, Spo2 90%, Suhu 36
3 08.30 Membantu klien melakukan ADL
WIB (makan dan minum) S:
- Klien mengatkan jika melakukan
aktivitas ringan tidak terlalu sesak
O:
- Membantu klien makan dan minum
sendiri
- Klien dapat makan minum sendiri
E. EVALUASI
No dx Hari/tanggal Evaluasi Paraf
1 13/05/2019 S: Pasien mengeluh sesak napas berkurang dan masih merasa lelah MHS
O : Pasien tampak tenang dan nyaman
Terpasang O2 3lt/mnt.
RR: 23 x/mnt
TD: 125/82 mmHg
N: 87 x/mnt
A: masalah penurunan curah jantung belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
1) Auskultasi nadi apical ; Kaji frekuensi, irama jantung.
2) Catat bunyi jantung.
3) Palpasi nadi perifer
4) Pantau TD
5) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosi
6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat
sesuai indikasi (kolaborasi)
2 13/05/2019 S : Pasien mengeluh sesak napas berkurang MHS
O :
- Menggunakan alat bantu nafas
- Terpasang O2 3lt/mnt.
- RR: 23 x/mnt
- TD: 125/82 mmHg
- N: 87 x/mnt
A: masalah ketidakefektifan pola nafas belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
1) Pantau bunyi nafas, catat krekles.
2) Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
3) Dorong perubahan posisi
4) Kolaborasi dalam
5) Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
6) Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi.
3 13/05/2019 S: Pasien mengatakan sudah sedikit bertenaga dan tidak lemas MHS
S : Pasien tampak bisa beraktivitas seperti makan diatas tempat tidur
O: masalah intoleransi aktivitas teratasi
P: lanjtkan intervensi
1) Monitor ADLS klien secara berkala
2) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas,
khususnya bila klien menggunakan vasodilator, diuretic dan
penyekat beta.
3) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
4) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
5) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
BAB IV
APLIKASI JURANL EVIDENCE BASE PRACTICE
A. Pengkajian Identitas
1. Identitas klien
Nama : Ny. P
Umur : 30 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
No. RM : 228424
Tanggal MRS :11 Mei 2019
Diagnosa medis : Dyspnea dengan Atrial Fibrilasi
Alamat : pemalang
B. Data fokus pasien
1. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama saat masuk RS
Klien datang dengan hamil 6 bulan G2P1A0 dengan keluhan sesak
nafas dan nyeri dada pada tanggal 10 Mei 2018 sekitar pukul 15.00
WIB sore.
b) Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan hamil 6 bulan G2P210 dengan keluhan
sesak nafas dan nyeri dadapada tanggal 9 Mei 2018 sekitar pukul
15.00 Wibsore hari. Klien dirujuk ke IGD RSUD Ashari pemalang
setelah shalat trawih pada pukul 21:00 Wib.
c) Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan terdapat massa/kelenjar tyroid di leher
sejak ±1 tahun yang lalu, klien juga mengatakan memiliki riwayat
lemah jantung pada saat hamil anak pertamanya. Klien juga
mengatakan anak pertamanya lahir Normal di RSUD Dr. M. Ashari
Kabupaten Pemalang.
d) Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan didalam keluarganya tidak ada keluarga yang
pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien. Klien juga
menyatakan tidak ada keluarga seperti. Penyakit jantung, Hipertensi,
DM dan lainnya.
C. Analisa data fokus
Data Fokus Problem Etiologi
DS: Penurunan curah Gangguan
- Klien mengatakan sesak nafas
jantung kontraktilitas.
bila beraktivitas
- Klien mengatakan cepat
mengalami kelelahan
- Klien mengatakan sulit
bernapas
DO :
- RR 28x/mnt
- Gambaran EKG atrial fibrilasi
- Klien tampak sesak nafas
- N: 134 x/mnt
Gambar 1.5
Tehnik Pernapasan Tehnik Pursed Lip Breathing
A. Simpulan
Pursed Lip Breathing adalah suatu latihan bernafas yang terdiri dari dua
mekanisme yaitu inspirasi secara dalam serta ekspirasi aktif dalam dan
panjang. Proses ekspirasi secara normal merupakan proses mengeluarkan
nafas tanpa menggunakan energi berlebih. Bernafas Pursed Lip Breathing
melibatkan proses ekspirasi secara panjang. Dari beberapa teori dan hasil
penelitian di atas maka penulis dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa
pasien dengan gangguan pada pola nafas (Dyspnea) dapat di berikan terapi
non Farmakologi berupa (Pursed Lip Breathing)
B. Saran
Pursed Lip Breathing dapat diajarkan pada pasien dengan Dyspnea dengan
mengajarkan tehnik atau memberikan media untuk pasien dan keluarga
sebagai sarana untuk menambah informasi dan mengurangi komplikasi
akibat penyakit gangguan pada pernafasan (Dyspnea)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Chang, Esther. 2009. Patofisiologi: Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:
EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC
Dharma, Surya. 2012.Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta :
EGC
Imania, Dika, dkk. 2015. Breathing Exercise Sama Baiknya Dalammeningkatkan
Kapasitas Vital (Kv) Dan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (Vep1)
Pada Tenaga Sortasi Yang Mengalami Gangguan Paru Di Pabrik Teh Pt.
Candi Loka Jamus Ngawi. Sport and Fitness Journal Vol.3 (3)
Marlyn E. Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC
Mulyani, Sri. 2017. Effectiveness of Pursed Lips Breathing To Changes
Respiratory Rate in The Patient With COPD. LPPM AKSES Rajekwesi
Bojonegoro
Muttaqin,Arif.2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistemkardiovaskuler. . Jakarta. Penerbit: Salemba Medika
Nury, N. 2008. Efek Latihan otot – otot pernafasan pada penyakit paru obstruksi
kronis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Jakarta
Setiati, Siti. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing
Syaifuddin,H.2002. Anatomi fisiologi berbasis kompetensi untuk keperawatan
dankebidanan.Jakarta.Penerbit: EKG
Syaifuddin,Haji.2006. Anatomi fisiologis mahasiswa keperawatan. Jakarta.
Penerbit:EKG
Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan.
Jakarta Penerbit: Salemba Medika.