Anda di halaman 1dari 72

APLIKASI JURNAL :BREATHING PURSED LIPS TEKNIK

UNTUK MENGURANGI DISPNEA” PADA NY. P


DENGAN ATRIAL FIBRILASI DISERTAI DISPNEA
DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RSUD DR. M. ASHARI
KABUPATEN PEMALANG

Disusun guna memenuhi tugas stase gawat darurat program studi profesi ners
Pembimbing akademik : Anik Indriono, S. Kep., Ns., M. H
Pembimbing klinik : Slamet Riadi, S. Kep., Ns

DISUSUN OLEH :
Eva Mia Latifa 1418002081
La Ode Idris 1418002201
Novi Puji Hastuti 1418002091
Miftahul Iqomah 1418002101
Dewi Nofitasari 1418002231

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF) merupakan gangguan irama
pada jantung yang paling sering ditemui dan merupakan faktor risiko yang
signifikan bagipenyakit kardiovaskular. AF dialami oleh 1-2% populasi dan
diprediksi akanmeningkat dalam 50 tahun ke depan. Di Amerika Serikat
diperkirakan 2,3 jutapenduduk menderita AF dengan >10% penderitanya
berusia di atas 65 tahun dandiperkirakan jumlahnya terus bertambah menjadi
4,78 juta pada tahun 2035 (Yansendan Yuniadi, 2013). Di Indonesia, AF
dialami oleh sepertiga pasien gangguan iramajantung yang dirawat inap.
Prevalensi AF juga lebih tinggi didapatkan pada kelompokusia lanjut, yakni
mencapai 15% (Fredy dan Wijaya, 2013). AF berhubungan dengan penyakit-
penyakit kardiovaskuler lainnya dan merupakan aritmia dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi. AF dapat menyebabkan stroke yang
berakhir fatal, begitupun pasien yang bertahan dari stroke akibat AF biasanya
mengalami disabilitas serta dapat kambuh kembali dibanding dengan pasien
yang mengalami stroke karena sebab lain (Camm et al., 2010).
Permasalahan utama untuk mengenali AF sejak dini adalah gangguan
ritme yang terjadi sering bersifat asimtomatik sehingga sepertiga pasien AF
menjadi kurang waspada akan penyakit ini. Padahal jika AF mampu di
deteksi secara dini, deteksi dini penyakit tersebut dapat membuat pasien
diterapi seawal mungkin sehingga prognosis penyakit tersebut menjadi lebih
baik. Terapi yang lebih luas, tidak hanya mampu mengatasi segala
konsekuensi akibat AF, tetapi juga dapat mencegah progresivitas penyakit
yang mungkin terjadi apabila pendeteksian penyakit dilakukan secara dini
(Camm et al., 2010). Karena itulah, monitoring dan skrining yang dilakukan
sedini mungkin menjadi sangat penting untuk membantu pasien terhindar dari
komplikasi akibat AF.
Salah satu cara untuk mendeteksi kemungkinan AF adalah dengan
melakukan pemeriksaan uji elektrokardiogram (EKG). Denyut jantung
normal memeliki pola yang berbeda dari denyut jantung abnormal. Denyut
jantung abnormal bisa terlalu lambat, terlalu cepat, atau pola yang tidak biasa
(Thaler,2000). Pola EKG normal menampilkan gelombang berulang terdiri
dari gelombang P, Q, R, S, dan T yang memiliki standarnya masing-masing
(Gabriel,1998). Pemeriksaan EKG sendiri dilakukan dengan cara merekam
denyut dan irama organ jantung sehingga dari rekaman ini dapat diidentifikasi
kemungkinan AF yang dapat mengakibatkan gangguan jantung lebih lanjut.
Analisis deteksi kelainan jantung dengan menggunakan EKG standar seperti
dalam dunia kesehatan umumnya selama ini dirasa tidak praktis. Inilah yang
mendasari perlunya otomatisasi deteksi dini aritmia khususnya AF dengan
menggunakan analisis EKG.
Otomotisasi diagnosis kelainan jantung dilakukan oleh Julian (2011),
serta Sukmawati (2014) dimana sinyal EKG yang memiliki ciri-ciri khas
dalam amplitudo, morfologi, durasi dari gelombang, segmen dan interval
yang terekam dalam suatu tampilan (Seisdedos et al., 2011) diolah lalu
dijadikan sebuah informasi masukan bagi jaringan syaraf tiruan (JST). JST
merupakan sistem pemroses informasi yang mirip dengan jaringan syaraf
biologis dan digunakan dalam klasifikasi data ataudalam pengenalan pola
melalui tahap pelatihan dan tahap pengujian. Kemampuan JST tersebut
digunakan untuk mendeteksi ritme AF dari data masukan berupa fitur untuk
selanjutnya diklasifikasikan menjadi AF atau normal.
Pada kasus ini fitur statistik RR digunakan sebagai masukan JST
dalam menentukan ritme AF dan normal dari data EKG yang digunakan.
Ritme sendiri menurut Slocum (1992) menjadi sebuah acuan untuk
membedakan antara kelompok gelombang EKG AF dan normal. Ritme EKG
AF dan normal menurut Tatento (2011) dapat diambil dari panjang segmen
EKG tertentu untuk meghasilkan fitur pembeda, khususnya fitur statistik RR.
Pada penelitian ini variasi panjang segmen dilakukan untuk mengetahui
panjang segmen mana yang memiliki performa terbaik dari fitur yang
digunakan. Kemudian tiga metode JST yaitu Learning Vector Quantization
(LVQ), Radial Basis Functon (RBF), dan Multilayer Perception-
Backpropagation (MLP-BP) dikaji untuk menentukan mana JST terbaik pada
rancangan sistem ini yang mampu mengklasifikasi fitur statistik RR menjadi
AF atau normal.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan menjelaskan masalah terkait dengan masalah pada
pasien dengan Atrial Fibrilasi
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengidentifikasi masalah terkait pada pasien dengan Atrial
Fibrilasi
b. Menganalisa dan merumuskan masalah keperawatan yang terjadi
pada pasien dengan Atrial Fibrilasi
c. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan Atrial
Fibrilasi

C. MANFAAT
1. Bagi penulis
Laporan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai
masalah terkait Atrial Fibrilasi
2. Bagi pembaca
Dari laporan ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan literatur
dan dapat memberikan informasi serta dapat dijadikan acuan terhadap
masalah kesehatan khususnya pada pasien dengan kardiovaskuler.
BAB II
KONSEP DASAR

A. ANATOMI FISIOLOGI SISTEM KARDIOVASKULER


1. Anatomi Jantung

Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak di tengah toraks,


dan ia menempati rongga antara paru dan diafragma. Beratnya sekitar 300 g
(10,6 oz), meskipun berat dan ukurannya dipengaruhi oleh usia, jenis
kelamin, berat badan, beratnya latihan dan kebiasaan fisik dan penyakit
jantung. Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan, menyuplai
oksigen dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan sampah
hasil metabolisme( Brunner & Suddarth, 2002). Jantung terletak di rongga
toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum atau tulang dada di sebelah
anterior dan vertebra (tulang punggung) di sebelah posterior (Sherwood,
Lauralee, 2001). Bagian depan dibatasi oleh sternum dan costae 3,4, dan 5.
Hampir dua pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis median
sternum. Jantung terletak di atas diafragma, miring ke depan kiri dan apex
cordis berada paling depan dalam rongga thorax. Apex cordis dapat diraba
pada ruang intercostal 4-5 dekat garis medio-clavicular kiri. Batas cranial
jantung dibentuk oleh aorta ascendens, arteri pulmonalis, dan vena cava
superior (Aurum, 2007). Pada dewasa, rata-rata panjangnya kira-kira 12 cm,
dan lebar 9 cm, dengan berat 300 sampai 400 gram (Setiadi, 2007).
2. Ruang Jantung
Jantung dibagi menjadi separuh kanan dan kiri, dan memiliki
empat bilik (ruang), bilik bagian atas dan bawah di kedua belahannya.
Bilik-bilik atas, atria (atrium, tunggal) menerima darah yang kembali ke
jantung dan memindahkannya ke bilik-bilik bawah, ventrikel, yang
memompa darah dari jantung. Kedua belahan jantung dipisahkan oleh
septum, suatu partisi otot kontinu yang mencegah pencampuran darah
dari kedua sisi jantung. Pemisahan ini sangat penting, karena separuh
kanan jantung menerima dan memompa darah beroksigen rendah
sementara sisi kiri jantung menerima dan memompa darah beroksigen
tinggi (Sherwood, Lauralee, 2001).
a) Atrium Dextra
Dinding atrium dextra tipis, rata-rata 2 mm. Terletak agak ke
depan dibandingkan ventrikel dextra dan atrium sinistra. Pada bagian
antero-superior terdapat lekukan ruang atau kantung berbentuk daun
telinga yang disebut Auricle. Permukaan endokardiumnya tidak
sama. Posterior dan septal licin dan rata. Lateral dan auricle kasar
dan tersusun dari serabut-serabut otot yang berjalan paralel yang
disebut Otot Pectinatus. Atrium Dextra merupakan muara dari vena
cava. Vena cava superior bermuara pada dinding supero-posterior.
Vena cava inferior bermuara pada dinding infero-latero-posterior
pada muara vena cava inferior ini terdapat lipatan katup rudimenter
yang disebut Katup Eustachii. Pada dinding medial atrium dextra
bagian postero-inferior terdapat Septum Inter-Atrialis.
Pada pertengahan septum inter-atrialis terdapat lekukan
dangkal berbentuk lonjong yang disebut Fossa Ovalis, yang
mempunyai lipatan tetap di bagian anterior dan disebut Limbus
Fossa Ovalis. Di antara muara vena cava inferior dan katup
tricuspidalis terdapat Sinus Coronarius, yang menampung darah
vena dari dinding jantung dan bermuara pada atrium dextra. Pada
muara sinus coronaries terdapat lipatan jaringan ikat rudimenter
yang disebut Katup Thebesii. Pada dinding atrium dextra terdapat
nodus sumber listrik jantung, yaitu Nodus Sino-Atrial terletak di
pinggir lateral pertemuan muara vena cava superior dengan auricle,
tepat di bawah Sulcus Terminalis. Nodus Atri-Ventricular terletak
pada antero-medial muara sinus coronaries, di bawah katup
tricuspidalis. Fungsi atrium dextra adalah tempat penyimpanan dan
penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel
dextra dan kemudian ke paru-paru.
Karena pemisah vena cava dengan dinding atrium hanyalah
lipatan katup atau pita otot rudimenter maka, apabila terjadi
peningkatan tekanan atrium dextra akibat bendungan darah di bagian
kanan jantung, akan dikembalikan ke dalam vena sirkulasi sistemik.
Sekitar 80% alir balik vena ke dalam atrium dextra akan mengalir
secara pasif ke dalam ventrikel dxtra melalui katup tricuspidalisalis.
20% sisanya akan mengisi ventrikel dengan kontraksi atrium.
Pengisian secara aktif ini disebut Atrial Kick. Hilangnya atrial kick
pada Disaritmia dapat mengurangi curah ventrikel.
b) Atrium Sinistra
Terletak postero-superior dari ruang jantung lain, sehingga
pada foto sinar tembus dada tidak tampak. Tebal dinding atrium
sinistra 3 mm, sedikit lebih tebal daripada dinding atrium dextra.
Endocardiumnya licin dan otot pectinatus hanya ada pada auricle.
Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenasi dari 4 vena
pumonalis yang bermuara pada dinding postero-superior atau
postero-lateral, masing-masing sepasang vena dextra et sinistra.
Antara vena pulmonalis dan atrium sinistra tidak terdapat katup
sejati. Oleh karena itu, perubahan tekanan dalam atrium sinistra
membalik retrograde ke dalam pembuluh darah paru. Peningkatan
tekanan atrium sinistra yang akut akan menyebabkan bendungan
pada paru. Darah mengalir dari atrium sinistra ke ventrikel sinistra
melalui katup mitralis.
c) Ventrikel Dextra
Terletak di ruang paling depan di dalam rongga thorax, tepat di
bawah manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di
kanan depan ventrikel sinistra dan di medial atrium sinistra.
Ventrikel dextra berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan, tebal
dindingnya 4-5 mm. Bentuk ventrikel kanan seperti ini guna
menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk
mengalirkan darah ke dalam arteria pulmonalis. Sirkulasi pulmonar
merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah, dengan resistensi
yang jauh lebih kecil terhadap aliran darah dari ventrikel dextra,
dibandingkan tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap aliran darah
dari ventrikel kiri. Karena itu beban kerja dari ventrikel kanan jauh
lebih ringan daripada ventrikel kiri. Oleh karena itu, tebal dinding
ventrikel dextra hanya sepertiga dari tebal dinding ventrikel sinistra.
Selain itu, bentuk bulan sabit atau setengah bulatan ini juga
merupakan akibat dari tekanan ventrikel sinistra yang lebih besar
daripada tekanan di ventrikel dextra. Disamping itu, secara
fungsional, septum lebih berperan pada ventrikel sinistra, sehingga
sinkronisasi gerakan lebih mengikuti gerakan ventrikel sinistra.
Dinding anterior dan inferior ventrikel dextra disusun oleh
serabut otot yang disebut Trabeculae Carnae, yang sering
membentuk persilangan satu sama lain. Trabeculae carnae di bagian
apical ventrikel dextra berukuran besar yang disebut Trabeculae
Septomarginal (Moderator Band). Secara fungsional, ventrikel
dextra dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar. Ruang alur
masuk ventrikel dextra (Right Ventricular Inflow Tract) dibatasi oleh
katup tricupidalis, trabekel anterior, dan dinding inferior ventrikel
dextra. Alur keluar ventrikel dextra (Right Ventricular Outflow
Tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin, terletak di
bagian superior ventrikel dextra yang disebut Infundibulum atau
Conus Arteriosus. Alur masuk dan keluar ventrikel dextra dipisahkan
oleh Krista Supraventrikularis yang terletak tepat di atas daun
anterior katup tricuspidalis.
Untuk menghadapi tekanan pulmonary yang meningkat
secara perlahan-lahan, seperti pada kasus hipertensi pulmonar
progresif, maka sel otot ventrikel dextra mengalami hipertrofi untuk
memperbesar daya pompa agar dapat mengatasi peningkatan
resistensi pulmonary, dan dapat mengosongkan ventrikel. Tetapi
pada kasus dimana resistensi pulmonar meningkat secara akut
(seperti pada emboli pulmonary massif) maka kemampuan ventrikel
dextra untuk memompa darah tidak cukup kuat, sehingga seringkali
diakhiri dengan kematian.
d) Ventrikel Sinistra
Berbentuk lonjong seperti telur, dimana pada bagian ujungnya
mengarah ke antero-inferior kiri menjadi Apex Cordis. Bagian dasar
ventrikel tersebut adalah Annulus Mitralis. Tebal dinding ventrikel
sinistra 2-3x lipat tebal dinding ventrikel dextra, sehingga
menempati 75% masa otot jantung seluruhnya. Tebal ventrikel
sinistra saat diastole adalah 8-12 mm. Ventrikel sinistra harus
menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan
sirkulasi sitemik, dan mempertahankan aliran darah ke jaringan-
jaringan perifer. Sehingga keberadaan otot-otot yang tebal dan
bentuknya yang menyerupai lingkaran, mempermudah pembentukan
tekanan tinggi selama ventrikel berkontraksi. Batas dinding
medialnya berupa septum interventrikulare yang memisahkan
ventrikel sinistra dengan ventrikel dextra. Rentangan septum ini
berbentuk segitiga, dimana dasar segitiga tersebut adalah pada
daerah katup aorta.
Septum interventrikulare terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian
Muskulare (menempati hampir seluruh bagian septum) dan bagian
Membraneus. Pada dua pertiga dinding septum terdapat serabut otot
Trabeculae Carnae dan sepertiga bagian endocardiumnya licin.
Septum interventrikularis ini membantu memperkuat tekanan yang
ditimbulkan oleh seluruh ventrikel pada saat kontraksi. Pada saat
kontraksi, tekanan di ventrikel sinistra meningkat sekitar 5x lebih
tinggi daripada tekanan di ventrikel dextra; bila ada hubungan
abnormal antara kedua ventrikel (seperti pada kasus robeknya
septum pasca infark miokardium), maka darah akan mengalir dari
kiri ke kanan melalui robekan tersebut. Akibatnya jumlah aliran
darah dari ventrikel kiri melalui katup aorta ke dalam aorta akan
berkurang.
3. Katup Jantung
Katup jantung berfungsi mempertahankan aliran darah searah melalui
bilik-bilik jantung (Aurum, 2007). Setiap katup berespon terhadap
perubahan tekanan (Setiadi, 2007). Katup – katup terletak sedemikian
rupa, sehingga mereka membuka dan menutup secara pasif karena
perbedaan tekanan, serupa dengan pintu satu arah Sherwood, Lauralee,
2001). Katup jantung dibagi dalam dua jenis, yaitu katup atrioventrikuler
dan katup semilunar.
a) Katup Atrioventrikuler
Letaknya antara atrium dan ventrikel, maka disebut katup
atrioventrikular. Katup yang terletak di antara atrium kanan dan
ventrikel kanan mempunyai 3 buah katup disebut katup trikuspid
(Setiadi, 2007). Terdiri dari 3 otot yang tidak sama, yaitu: 1)
Anterior, yang merupakan paling tebal, dan melekat dari daerah
Infundibuler ke arah kaudal menuju infero-lateral dinding ventrikel
dextra. 2) Septal, Melekat pada kedua bagian septum muskuler
maupun membraneus. Sering menutupi VSD kecil tipe alur keluar. 3)
Posterior, yang merupakan paling kecil, Melekat pada cincin
tricuspidalis pada sisi postero-inferior (Aurum, 2007).Sedangkan
katup yang letaknya di antara atrium kiri dan ventrikel kiri
mempunyai 2 daun katup disebut katup mitral (Setiadi, 2007). Terdiri
dari 2 bagian, yaitu daun katup mitral anterior dan posterior. Daun
katup anterior lebih lebar dan mudah bergerak, melekat seperti tirai
dari basal ventrikel sinistra dan meluas secara diagonal sehingga
membagi ruang aliran menjadi alur masuk dan alur keluar (Aurum,
2007).
b) Katup Semilunar
Disebut semilunar (“bulan separuh”) karena terdiri dari 3 daun katup,
yang masing-masing mirip dengan kantung mirip bulan separuh
(Sherwood, Lauralee, 2007). Katup semilunar memisahkan ventrikel
dengan arteri yang berhubungan. Katup pulmonal terletak pada arteri
pulmonalis, memisahkan pembuluh ini dari ventrikel kanan. Katup
aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Adanya katup semilunar
ini memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke
arteri pulmonalis atau aorta selama systole ventrikel, dan mencegah
aliran balik waktu diastole ventrikel (Setiadi, 2007).
4. Lapisan Jantung
Dinding jantung terutama terdiri dari serat-serat otot jantung yang
tersusun secara spiral dan saling berhubungan melalui diskus
interkalatus (Sherwood, Lauralee, 2001). Dinding jantung terdiri dari tiga
lapisan berbeda, yaitu:
a) Perikardium (Epikardium)
Epi berarti “di atas”, cardia berarti “jantung”, yang mana bagian ini
adalah suatu membran tipis di bagian luar yang membungkis jantung.
Terdiri dari dua lapisan, yaitu (Setiadi, 2007):
(1) Perikarduim fibrosum (viseral), merupakan bagian kantong yang
membatasi pergerakan jantung terikat di bawah sentrum
tendinium diafragma, bersatu dengan pembuluh darah besar
merekat pada sternum melalui ligamentum sternoperikardial.
(2) Perikarduim serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian, yaitu
Perikardium parietalis membatasi perikarduim fibrosum sering
disebut epikardium, dan Perikarduim fiseral yang mengandung
sedikit cairan yang berfungsi sebagai pelumas untuk
mempermudah pergerakan jantung.
b) Miokardium
Myo berarti “otot”, merupakan lapisan tengah yang terdiri dari otot
jantung, membentuk sebagian besar dinding jantung. Serat-serat otot
ini tersusun secara spiral dan melingkari jantung (Sherwood,
Lauralee, 2001). Lapisan otot ini yang akan menerima darah dari
arteri koroner (Setiadi, 2007).
c) Endokardium
Endo berarti “di dalam”, adalah lapisan tipis endothelium.Suatu
jaringan epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem
sirkulasi (Sherwood, Lauralee, 2007).
5. Persarafan Jantung
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom. Kecepatan denyut jantung
terutama ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus SA. Jantung
dipersarafi oleh kedua divisi sistem saraf otonom, yang dapat
memodifikasi kecepatan (serta kekuatan) kontraksi, walaupun untuk
memulai kontraksi tidak memerlukan stimulasi saraf. Saraf parasimpatis
ke jantung, yaitu saraf vagus, terutama mempersarafi atrium, terutama
nodus SA dan AV. Saraf-saraf simpatis jantung juga mempersarafi
atrium, termasuk nodus SA dan AV, serta banyak mempersarafi ventrikel
(Sherwood, Lauralee, 2001).
6. Vaskularisasi Jantung(Pembuluh Darah)
Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah. Secara garis
besar peredaran darah dibedakan menjadi dua, yaitu peredaran darah
besar yaitu dari jantung ke seluruh tubuh, kembali ke jantung (sirkulasi
sistemik), dan peredaran darah kecil, yaitu dari jantung ke paru-paru,
kembali ke jantung (sirkulasi pulmonal).
1) Arteri
Suplai darah ke miokardium berasal dari dua arteri koroner besar
yang berasal dari aorta tepat di bawah katub aorta. Arteri koroner
kiri memperdarahi sebagian besar ventrikel kiri, dan arteri koroner
kanan memperdarahi sebagian besar ventrikel kanan (Setiadi, 2007).
a) Arteri Koroner Kanan
Berjalan ke sisi kanan jantung, pada sulkus atrioventrikuler
kanan. Pada dasarnya arteri koronarian kanan memberi makan
pada atrium kanan, ventrikel kanan, dan dinding sebelah dalam
dari ventrikel kiri. Bercabang menjadi Arteri Atrium Anterior
Dextra (RAAB = Right Atrial Anterior Branch) dan Arteri
Coronaria Descendens Posterior (PDCA = Posterior Descending
Coronary Artery). RAAB memberikan aliran darah untuk Nodus
Sino-Atrial. PDCA memberikan aliran darah untuk Nodus
Atrio-Ventrikular (Aurum, 2007).
b) Arteri Koroner Kiri
Berjalan di belakang arteria pulmonalis sebagai arteri coronaria
sinistra utama (LMCA = Left Main Coronary Artery) sepanjang
1-2 cm. Bercabang menjadi Arteri Circumflexa (LCx = Left
Circumflex Artery) dan Arteri Descendens Anterior Sinistra
(LAD = Left Anterior Descendens Artery). LCx berjalan pada
Sulcus Atrio-Ventrcular mengelilingi permukaan posterior
jantung. LAD berjalan pada Sulcus Interventricular sampai ke
Apex. Kedua pembuluh darah ini bercabang-cabang dan
memberikan aliran darah diantara kedua sulcus tersebut (Aurum,
2007).
2) Vena
Distribusi vena koroner sesungguhnya paralel dengan distribusi
arteri koroner. Sistem vena jantung mempunyai 3 bagian, yaitu
(Setiadi, 2007):
a) Vena tabesian, merupakan sistem terkecil yang menyalurkan
sebagian darah dari miokardium atrium kanan dan ventrikel
kanan.
b) Vena kardiaka anterior, mempunyai fungsi yang cukup berarti
mengosongkan sebagian besar isi vena ventrikel langsung ke
atrium kanan.
c) Sinus koronarius dan cabangnya, merupakan sistem vena yang
paling besar dan paling penting, berfungsi menyalurkan
pengembalian darah vena miokard ke dalam atrium kanan
melalui ostinum sinus koronaruis yang bermuara di samping
vena kava inferior.

B. FISIOLOGI JANTUNG
1. Metabolisme Otot Jantung
Seperti otot kerangka, otot jantung juga menggunakan energi kimia untuk
berkontraksi. Energi terutama berasal dari metabolisme asam lemak
dalam jumlah yang lebih kecil dari metabolisme zat gizi terutama laktat
dan glukosa. Proses metabolisme jantung adalah aerobic yang
membutuhkan oksigen.
2. Pengaruh Ion pada Jantung
a) Pengaruh ion kalium : Kelebihan ion kalium pada CES
menyebabkan jantung dilatasi, lemah dan frekuensi lambat.
b) Pengaruh ion kalsium: Kelebihan ion kalsium menyebabkan jantung
berkontraksi spastis.
c) Pengaruh ion natrium: menekan fungsi jantung.
3. Elektrofisiologi Sel Otot Jantung
Aktifitas listrik jantung merupakan akibat perubahan permeabilitas
membrane sel. Seluruh proses aktifitas listrik jantung dinamakan
potensial aksi yang disebabkan oleh rangsangan listrik, kimia, mekanika,
dan termis. Lima fase aksi potensial yaitu:
a) Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negatif (polarisasi) dan
bagian luar bermuatan positif.
b) Fase depolarisasi (cepat): Disebabkan meningkatnya permeabilitas
membran terhadap natrium sehingga natrium mengalir dari luar ke
dalam.
c) Fase polarisasi parsial: Setelah depolarisasi terdapat sedikit
perubahan akibat masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga muatan
positif dalam sel menjadi berkurang.
d) Fase plato (keadaan stabil): Fase depolarisasi diikiuti keadaan stabil
agak lama sesuai masa refraktor absolute miokard.
e) Fase repolarisasi (cepat): Kalsium dan natrium berangsur-angsur
tidak mengalir dan permeabilitas terhadap kalium sangat meningkat.
4. Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung meliputi:
a) SA node: Tumpukan jaringan neuromuskular yang kecil berada di
dalam dinding atrium kanan di ujung Krista terminalis.
b) AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam
septum atrium dekat muara sinus koronari.
c) Bundle atrioventrikuler: Dari bundle AV berjalan ke arah depan pada
tepi posterior dan tepi bawah pars membranasea septum
interventrikulare.
d) Serabut penghubung terminal(Purkinje): Anyaman yang berada pada
endokardium menyebar pada kedua ventrikel.
5. Curah Jantung
Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan sama
besarnya. Jumlah darah yang dipompakan ventrikel selama satu menit
disebut curah jantung (cardiac output). Faktor-faktor utama yang
mempengaruhi otot jantung yaitu:
1) Beban awal
2) Kontraktilitas
3) Beban akhir
4) Frekuensi jantung
Periode pekerjaan jantung yaitu:
1) Periode systole
2) Periode diastole
3) Periode istirahat
6. Bunyi Jantung
Tahapan bunyi jantung:
a. Bunyi pertama: lup
b. Bunyi kedua : Dup
c. Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu muda
d. Bunyi keempat: Terkadang dapat didengar segera sebelum bunyi
pertama
C. DEFINISI ATRIAL FIBRILASI (AF)
Fibrilasi atrium adalah disritmia atrium yang terjadi sewaktu atrium
berdenyut dengan kecepatan lebih dari 350-600x/menit. Depolarisasi
ventrikel menjadi ireguler dan mungkin dapat mengikuti depolarisasi atrium
mungkin pula tidak. Pengisian ventrikel tidak secara total bergantung pada
kontraksi atrium yang terorganisasi, sehingga aliran darah yang masuk dan
keluar ventrikel biasanya cukup kecuali pada waktu-waktu terjadi
peningkatan kebutuhan misalnya, selama berolahraga (Corwin, 2009).
Fibrilasi atrium adalah depolarisasi muncul di banyak tempat di atrium,
menyebabkan depolarisasi yang tidak terkoordinasi dengan frekuensi tinggi.
Sentakan fokus ektopik pada struktur vena yang dekat dengan atrium
(biasanya vena pulmonal) merupakan penyebab tertinggi (Dharma, 2012).
Fibrilasi atrium didefinisikan sebagai irama jantung yang abnormal. Aktivitas
listrik jantung yang cepat dan tidak beraturan mengakibatkan atrium bekerja
terus menerus menghantarkan impuls ke nodus AV sehingga respon ventrikel
menjadi ireguler. Atrial fibrilasi dapat bersifat akut maupun kronik dan
umumnya terjadi pada usia di atas 50 tahun (Berry and Padgett, 2012).
D. ETIOLOGI ATRIAL FIBRILASI (AF)
1. Penyebab penyakit kardiovaskuler
a) Penyakit jantung iskemik
b) Hipertensi kronis
c) Kelainan katup mitral (stenosis mitral)
d) Perikarditis
e) Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH
f) Tumor intracardiac
2. Penyebab non kardiovaskuler
a. Kelainan metabolik :
- Tiroksikosis
- Alkohol akut/kronis
b. Penyakit pada paru
- Emboli paru
- Pneumonia
- PPOK
- Kor pulmonal
c. Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Magnesium, dan Calsium
d. Simpatomimetik obat-obatan dan listrik

E. KLASIFIKASI
Banyak tipe atau klasifikasi atrial fibrilasi yang umum dibahas. Beberapa
hal diantaranya berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan intervensi,
berdasarkan ada tidaknya penyakit lain yang mendasari, dan terakhir
berdasarkan bentuk gelombang P. Beberapa kepustakaan tertulis ada beberapa
sistem klasifikasi atrial fibrilasi yang telah dikemukakan, seperti:
1. Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi dibagi menjadi :
a. AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari
100 kali permenit.
b. AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang
dari 60 kali permenit.
c. Af respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-
100 kali permenit.
2. Berdasarkan keadaan Hemodinamik saat AF muncul, maka dapat
diklasifikasikan menjadi :
a. AF dengan hemodinamik tidak stabil (gagal jantung, angina atau
infark miokard akut).
b. AF dengan hemodinamik stabil.
3. Klasifikasi menurut AmericanHeartAssociation(AHA), atrialfibriasi (AF)
dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
a. AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF
sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.
b. AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari.
Lebih kurang 50% atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama
sinus secara spontan dalam waktu 24 jam. Atrium fibrilasi yang
episode pertamanya kurang dari 48 jam juga disebut AF Paroksimal.
c. AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam tetapi
kurang dari 7 hari. Pada AF persisten diperlukan kardioversi untuk
mengembalikan ke irama sinus.
d. AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih dari 7
hari. Biasanya dengan kardioversi pun sulit untuk mengembalikan ke
irama sinus (resisten).
F. PATOFISIOLOGI
Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan dinding
atrium diantara vena pulmonalis atau vena cavajunctionsmerupakan pencetus
AF.Daerah ini dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang sinkron,
namun pada regangan akut dan aktifitas impuls yang cepat, dapat
menyebabkan timbulnya after-depolarisation lambat dan aktifitas triggered.
Triggered yang dijalarkan kedalam miokard atrium akan menyebabkan
inisiasi lingkaran-lingkaran gelombang reentry yang pendek (wavelets of
reentry) dan multiple. Lingkaran reentry yang terjadi pada AF tedapat pada
banyak tempat (multiple) dan berukuran mikro, sehingga menghasilkan
gelombang P yang banyak dalam berbagai ukuran dengan amplitudo yang
rendah (microreentrant tachycardias).Berbeda halnya dengan flutter atrium
yang merupakan suatu lingkaran reentry yang makro dan tunggal di dalam
atrium (macroreentrant tachycardias).
AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari lapisan
muskular dari vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus dengan
adanya lingkaran sirkuit reentry yang multipel. Penurunan masa refrakter dan
terhambatnya konduksi akan memfasilitasi terjadinya reentry.Setelah AF
timbul secara kontinu, maka akan terjadi remodeling listrik (electrical
remodeling) yang selanjutnya akan membuat AF permanen. Perubahan ini
pada awalnya reversibel, namun akan menjadi permanen seiring terjadinya
perubahan struktur, bila AF berlangsung lama.
Atrium tidak adekuat memompa darah selama AF berlangsung. Walaupun
demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam
ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20 –
30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi
ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun
dengan fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh
daya pompa jantung. Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel
berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak
memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk
memompa ke paru-paru dan tubuh.
Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada
atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. trombus ini
meningkatkan resiko terjadinya stroke emboli dan gangguan hemostasis.
Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga
sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF. Kelainan-kelainan
tersebut adalah peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen,
D-dimer, dan fragmen protrombin 1,2. AF akan meningkatkan agregasi
trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya AF.

G. MANIFESTASI KLINIS
1. Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau
“berdebar” dalam dada).
2. Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada).
3. Sesak napas/dispnea.
4. Pusing, atau sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat
peningkatan laju ventrikel atau tidak adanya pengisian sistolik ventrikel.
5. Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas.

Namun, beberapa kasus atrial fibrilasi bersifat asimptomatik (National


Collaborating Center for Chronic Condition, 2006). Trombus dapat terbentuk
dalam rongga atrium kiri atau bagian lainnya karena tidak adanya kontraksi
atrium yang mengakibatkan stasis darah. Hal ini akan menyebabkan
terjadinya emboli pada sirkulasi sistemik terutama otak dan ekstremitas
sehingga atrial fibrilasi menjadi salah satu penyebab terjadinya serangan
stroke (Philip and Jeremy, 2007).

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan Fisik :
a. Tanda vital :Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya,
tekanan darah, dan pernapasan meningkat.
b. Tekanan vena jugularis.
c. Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung
kongestif.
d. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan
terdapat gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi
kemungkinan adanya penyakit katup jantung.
e. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan.
f. Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
2. Laboratorium :
a. Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit.
b. TSH (Penyakit gondok)
c. Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
d. Elektrolit : K, Na, Ca, Mg.
e. PT/APTT.
3. Pemeriksaan EKG :
Merupakan standar baku cara diagnostik AF
a. Irama EKG umumnya tidak teratur dengan frekuensi bervariasi (bisa
normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial
fibrilasi slow ventricular respons (SVR), 60-100x/menit disebut atrial
fibrilasi normo ventricular respon (NVR) sedangkan jika
>100x/menit disebut atrial fibrilasi rapid ventricular respon (RVR).
b. Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi
cepat dan kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan.
c. Interval segmen PR tidak dapat diukur.
d. Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat
4. Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOK, kor
pulmonal.
5. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari
atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri,
obstruksi outflow.
6. TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di
atrium kiri.
I. PENATALAKSANAAN
AF paroksimal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah dipusatkan
pada kontrol aritmianya (rhytm control).Namun pada pasien dengan AF yang
persisten, terkadang kita dihadapkan pada dilema apakah mencoba
mengembalikan ke irama sinus (rhytm control) atau hanya mengendalikan
laju denyut ventrikular (rate control) saja.Terdapat 3 kategori tujuan
perawatan AF yaitu :
1. Terapi profilaksis untuk mencegah tromboemboli
2. Mengembalikan kerja ventrikuler dalam rentang normal
3. Memperbaiki irama yang tidak teratur.
Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM)
RS Harapan Kita Edisi III 2009, yaitu:
1. Farmakologi
a. Rhythm control. Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama
sinus / irama jantung yang normal.Diberikan anti-aritmia gol. I
(quinidine, disopiramide dan propafenon). Untuk gol.III dapat
diberikan amiodaron. Dapat juga dikombinasi dengan kardioversi
dengan DC shock.
b. Rate control.Rate control bertujuan untuk mengembalikan /
menurunkan frekwensi denyut jatung dapat diberikan obat-obat yang
bekerja pada AV node seperti :digitalis, verapamil, dan obat penyekat
beta (β bloker) seperti propanolol. Amiodaron juga dapat dipakai
untuk rate control.
c. Profilaksis tromboemboli.Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan
AF yang digunakan, pasien harus mendapatkan anti- koagulan untuk
mencegah terjadinya tromboemboli.Pasien yang mempunyai
kontraindikasi terhadapwarfarin dapat di berikan antipletelet.
2. Non-farmakologi
a. Kardioversi. Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan
pada setiap AF paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder,
seyogyanya penyakit yang mendasari dikoreksi terlebih dahulu.
Bilamana AF terjadi lebih dari 48 jam, maka harus diberikan
antikoagulan selama 4 minggu sebelum kardioversi dan selama 3
minggu setelah kardioversi untuk mencegah terjadinya stroke akibat
emboli. Konversi dapat dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila
sebelumnya sudah dipastikan tidak terdapat trombus dengan
transesofageal ekhokardiografi.
b. Pemasangan pacu jantung (pacemaker). Beberapa tahun belakangan
ini beberapa pabrik pacu jantung (pacemaker) membuat alat pacu
jantung yang khusus dibuat untuk AF paroksismal.Penelitian
menunjukkan bahwa pacu jantung kamar ganda (dual chamber),
terbukti dapat mencegah masalah AF dibandingkan pemasangan pacu
jantung kamar tunggal (single chamber).
c. Ablasi kateter. Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE
procedure) dan transkateter.Ablasi transkateter difokuskan pada vena-
vena pulmonalis sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV
dilakukan pada penderita AF permanen, sekaligus pemasangan pacu
jantung permanen.

J. KOMPLIKASI
1. Cardiac arrest / gagal jantung
2. Stroke
3. Demensia
K. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan
berlebihan.Temuan fisik berupa disritmia, perubahan tekanan darah
dan denyut jantung saa aktivitas.
b. Sirkulasi
Melaporkan adanya riwayat penyakit jantung koroner (90 -95 %
mengalami disritmia), penyakit katup jantung, hipertensi,
kardiomiopati, dan CHF. Riwayat insersi pacemaker. Nadi
cepat/lambat/tidak teratur,palpitasi.Temuan fisik meliputi hipotensi
atau hipertensi selama episode disritmia.Nadi ireguler atau denyut
berkurang.Auskultasi jantung ditemukan adanya irama ireguler, suara
ekstrasisitole. Kulit mengalami diaforesis,pucat, sianosis.Edema
dependen, distensi vena jugularis,penurunan urine output.
c. Neurosensori
Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala,pingsan. Temuan fisik :
status mental disorientasi,confusion,kehilangan memori, perubahan
pola bicara,stupor dan koma. Letargi (mengantuk), gelisah, halusinasi;
reaksi pupil berubah.Reflek tendon dalam hilang menggambarkan
disritmia yang mengancam jiwa (ventrikuler tachicardi atau
bradikardia berat).
d. Kenyamanan
Keluhan nyeri dada sedang dan berat (infark miokard) tidak hilang
dengan pemberian obat anti angina. Temuan fisik gelisah.
e. Respirasi
Keluhan sesak nafas, batuk, (dengan atau tanpa sputum ), riwayat
penyakit paru,riwayat merokok.Temuan fisik perubahan pola nafas
selam periode disritmia. Suara nafas krekels mengindikasikan oedem
paru atau fenomena thromboemboli paru.
f. Cairan dan Nutrisi
Keluhan berupa intoleransi terhadap makanan, mual, muntah.Temuan
fisik berupa tidak nafsu makan,perubahan turgor atau kelembapan
kulit. Perubahan berat badan akibat odema.
g. Apakah ada riwayat pengguna alkohol.
h. Keamanan : Temuan fisik berupa hilangnya tonus otot.
i. Psikologis : Merasa cemas, takut, menarik diri, marah, menangis, dan
mudah tersinggung.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan
kontraktilitas.
Tujuan : Klien akan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat
diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal
jantung, melaporkan penurunan episode dispnea, angina, ikut serta
dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung

No. Intervensi Rasional


1. Auskultasi nadi apical ; Biasanya terjadi takikardi
Kaji frekuensi, irama (meskipun pada saat istirahat)
jantung. untuk mengkompensasi
penurunan kontraktilitas
ventrikel.

Catat bunyi jantung. S1 dan S2 mungkin lemah


karena menurunnya kerja
pompa. Irama Gallop umum (S3
dan S4) dihasilkan sebagai aliran
darah keserambi yang distensi.
Murmur dapat menunjukkan
Inkompetensi/stenosis katup.
Palpasi nadi perifer
Penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis, pedis
dan posttibial. Nadi mungkin
cepat hilang atau tidak teratur
untuk dipalpasi dan pulse
Pantau TD alternatif.

Pada GJK dini, sedang atau


kronis tekanan darah dapat
meningkat. Pada HCF lanjut
tubuh tidak mampu lagi
Kaji kulit terhadap pucat mengkompensasi danhipotensi
dan sianosis tidak dapat normal lagi.

Pucat menunjukkan menurunnya


perfusi perifer sekunder terhadap
tidak adekutnya curah jantung;
vasokontriksi dan anemia.
Sianosis dapat terjadi sebagai
refrakstori GJK. Area yang sakit
Berikan oksigen tambahan sering berwarna biru atau belang
dengan kanula karena peningkatan kongesti
nasal/masker dan obat vena.
sesuai indikasi (kolaborasi)
Meningkatkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.
Banyak obat dapat digunakan
untuk meningkatkan volume
sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan
kongesti.
b) Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolus.
Tujuan : Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi
adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang
normal dan bebas gejala distress pernapasan, berpartisipasi dalam
program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.
No. Intervensi Rasional
2. Pantau bunyi nafas, catat Menyatakan adanya kongesti
krekles. paru/pengumpulan secret
menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.
Ajarkan/anjurkan klien
batuk efektif, nafas dalam. Membersihkan jalan nafas dan
memudahkan aliran oksigen.
Dorong perubahan posisi.
Membantu mencegah atelektasis
dan pneumonia.
Kolaborasi dalam
Pantau/gambarkan seri
GDA, nadi oksimetri. Hipoksemia dapat terjadi berat
selama edema paru.
Berikan obat/oksigen
tambahan sesuai indikasi. Membantu dalam mengurangi
edema dan memudah jalan nafas.

c) Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan

No. Intervensi Rasional


3. Selidiki keluhan nyeri dada, Nyeri secara khas terletak
perhatikan awitan dan factor substernal dan dapat menyebar
pemberat dan keleher dan punggung. Namun
penurun.Perhatikan petunjuk ini berbeda dari iskemia infark
nonverbal ketidak-nyamanan. miokard. Pada nyeri ini dapat
memburuk pada inspirasi
dalam, gerakan atau berbaring
dan hilang dengan duduk
tegak/membungkuk.
Lingkungan yang tenang dan
tindakan kenyamanan mis: Untuk menurunkan
perubahan posisi, masasage ketidaknyamanan fisik dan
punggung,kompres hangat emosional pasien.
dingin, dukungan emosional.

Berikan aktivitas hiburan


yang tepat. Mengarahkan perhatian,
memberikan distraksi dalam
tingkat aktivitas individu.
Berikan obat-obatan sesuai
indikasi nyeri. Untuk menghilangkan nyeri
dan respon inflamasi.

d) Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan.


Tujuan : Klien akan berpartisipasi padaaktivitas yang diinginkan,
memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi
aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan
dan kelelahan.

No. Intervensi Rasional


4. Periksa tanda vital Hipotensi ortostatik dapat terjadi
sebelum dan segera dengan aktivitas karena efek obat
setelah aktivitas, (vasodilasi), perpindahan cairan
khususnya bila klien (diuretic) atau pengaruh fungsi
menggunakan jantung.
vasodilator,diuretic dan
penyekat beta.
Penurunan/ketidakmampuan
Catat respons miokardium untuk meningkatkan
kardiopulmonal terhadap volume sekuncup selama aktivitas
aktivitas, catat takikardi, dapat menyebabkan peningkatan
diritmia, dispnea segera frekuensi jantung dan
berkeringat dan pucat. kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan
kelemahan.

Dapat menunjukkan peningkatan


Evaluasi peningkatan dekompensasi jantung daripada
intoleran aktivitas. kelebihan aktivitas.

Peningkatan bertahap pada


Implementasi program aktivitas menghindari kerja
rehabilitasi jantung/konsumsi oksigen
jantung/aktivitas berlebihan. Penguatan dan
(kolaborasi) perbaikan fungsi jantung dibawah
stress, bila fungsi jantung tidak
dapat membaik kembali.

e) Discharge Planning
a. Anjurkan pada pasien untuk hindari aktivitas yang bisa
memperburuk keadaan selama di rawat.
b. Anjurkan kepada pasien hindari makanan dan minuman yang
dapat memperlambat proses penyembuhan selama dirawat.
c. Anjurkan kepada pasien tidak melakukan aktivitas berlebih di
rumah.
d. Anjurkan pada pasien untuk memperhatikan pola makan dan
minum di rumah.
e. Anjurkan pada pasien untuk berhenti merokok atau minum
beralkohol kalau pasien seorang perokok atau peminum.
f. Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi obat yang diberikan
sesuai dosis.
BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
Tanggal : 11 Mei 2019
Jam : 07.00 WIB
1. Pengkajian Identitas
a. Identitas klien
Nama : Ny. P
Umur : 30 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
No. RM : 228424
Tanggal MRS :11 Mei 2019
Diagnosa medis : Dyspnea dengan Atrial Fibrilasi
Alamat : pemalang
b. Identitas penanggungjawab
Nama : Tn A
Umur : 35 tahun
Pekerjaan : buruh
Jenis kelamin : Laki – laki
Hub. Dg klien : Suami
2. Keluhan Utama
Sesak nafas
3. Alasan masuk rumah sakit
Klien datang dengan hamil 6 bulan G2P1A0 dengan keluhan sesak
nafas pada tanggal 10 Mei 2018 sekitar pukul 15.00 WIB sore.
4. Riwayat kesehatan
a. penyakit keturunan pada Riwayat kesehatan sekarang
Klien datang dengan hamil 6 bulan G2P1A0 dengan keluhan sesak
nafas pada tanggal 9 Mei 2018 sekitar pukul 15.00 Wib sore hari.
Klien dirujuk ke IGD RSUD Ashari pemalang setelah shalat
trawih pada pukul 21:00 Wib.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan terdapat massa/kelenjar tyroid di leher sejak ±1
tahun yang lalu, klien juga mengatakan memiliki riwayat lemah
jantung pada saat hamil anak pertamanya. Klien juga mengatakan
anak pertamanya lahir Normal di RSUD Dr. M. Ashari Kabupaten
Pemalang.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan didalam keluarganya tidak ada keluarga yang
pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien. Klien juga
menyatakan tidak ada keluarga seperti. Penyakit jantung,
Hipertensi, DM dan lainnya.
d. Genogram

Keterangan :
: Perempuan
: laki – laki
: garis pernikahan
: garis keturunan
: tinggal satu rumah
: pasien
B. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Tidak ada sumbatan pada jalan nafas. Hidung terlihat bersih tidak ada
penumpukan cairan, tidak ada suara nafas tambahan
2. Breathing
klien terlihat sesak RR 28x / menit, penggunaan otot bantu pernapasan
cuping hidung
3. Circulation
Nadi134 x/menit, turgor kulit jelek, CRT < 3 detik
4. Disability
Kesadaran composmetis
GCS 15 E4V5M6
5. Exposure
Tidak ada cedera leher dan tulang belakang, tidak ada jejas.

C. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Penampilan umum
Keadaan umum lemah, penampilan umum kotor
2. Pemeriksaan GCS dan tingkat kesadaran
Item Skor Respon
EYE 4 Membuka mata spontan
VERBAL 5 Orientasi baik
MOTORIK 6 Menuruti perintah
Total skor :15
Tingkat kesadaran : Composmentis

3. Tanda-tanda vital
Tekanan Frekuensi Frekuensi Suhu Saturasi
darah nadi (HR) nafas (RR) tubuh oksigen
(TD) (SpO2)
119/80 134 x / menit 28 x / menit 37o C 98%
mmHg
4. Kepala/head
Kepala Bentuk Simetris, Keadaan bersih tidak terlihat adanya lesi
pada kepala, rambut kering, berwarna agak merah dan
sulit disisir.
Mata Sklera ikterik, konjunctiva anemis, reflek pupil (+),
mata tampak melotot
Hidung Tidak ada sumbatan, terpasang NRM 10 lpm
Telinga Bentuk simetris, tidak ada penumpukan serumen dan
tidak ada nyeri tekan pada telinga. Fungsi pendengaran
baik.
Mulut Mukosa mulut dan bibir berwarna pink, lembab, tidak
ada lesi, stomatitis. Tidak ada penumpukan cairan pada
mulut.
Leher Integritas kulit baik, bentuk tidak simetris, adanya
pembengkakan kelenjar Tyiroid. Arteri karotis terabah
jelas.
Paru Inspeksi Terlihat ada bantuan otot pernafasan, tidak terlihat
benjolan/odem.
Palpasi Integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan pada daerah
dada.
Perkusi Bunyi paru tidak normal saat perkusi (hipersonor) dari
satu sisi kesisi lain. Terdengar adanya penumpukan
secret.
Auskultasi Suara nafs tidak Normal (ronchi) adanya pemyempitan
jalan nafas akibat penumpukan secret.
Jantung Inspeksi Tidak tampak cardiomegali.
Palpasi Denyutan nadi karotis terabah, tidak ada nyeri tekan.
Perkusi Tidak terdengar adanya pembesaran pada jantung.
Suara perkusi pekak dari batas kiri normal terletak
pada intra kostal III.
Auskultasi Bunyi jantung normal S-I dan S-II (Lub Dup) tidak
terdengar bunyi jantung tambahan S-III dan S-IV
Intergumen Inspeksi kulit sawo matang, agak kotor, tidak ada luka
Palpasi Turgor kulit baik, tidak ada odema, tidak ada nyeri
tekan
Abdomen Inspeksi Bentuk simetris, Perut tampak sedikit besar karena
hamil 6 bulan
Auskultasi Bising usus 12 x/ menit.
Perkusi Sura perkusi abdomen normal (timpani), tidak
terdengar adanya penumpukan cairan pada abdomen.
Palpasi Kulit teraba hangat, tidak terdapat nyeri tekan pada
perut.
Ekstremitas Atas Nadi Radialis terabah jelas. Kekuatan otot baik. klien
mampu menahan gaya gravitasi.
Bawah Nadi Brakialis terabah jelas. Kekuatan otot 5 klien
mampu menahan gaya gravitasi. Terpasang IV line 3
ways di kaki kiri bawah
Genetalia Inspeksi Bersih. Terpasang slang Kateter.
D. PENGKAJIAN TERTIER
Pola Fungsional Menurut Gordon
1. Pola presepsi kesehatan – pola manejemen kesehatan
Klien menyatakan setelah salah satu anggota keluarganya sakit.
Mereka lansung membawanya ke pelayanan kesehatan terdekat untuk
mendapatkan pertolongan secara lanjut oleh tenaga medis.
2. Pola Aktivitas Dan Latihan
Sebelum sakit :
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Berpakaian √
Toileting √
Tingkat mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Kemampuan ROM √
Berjalan √
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Menggunakan alat bantu
2 : Dibantu orang lain
3 : Dibantu orang dan perawat
4 : Ketergantungan/tidak mampu

Klien dapat melakukan aktivitas seperti berpindah posisi, makan,


minum secara mandiri.
Selama sakit :…

Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan √
Mandi √
Berpakaian √
Toileting √
Tingkat mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Kemampuan ROM √
Berjalan √
Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Menggunakan alat bantu
2 : Dibantu orang lain
3 : Dibantu orang dan perawat
4 : Ketergantungan/tidak mampu

Pengkajian resiko jatuh

No. Pengkajian Skala Nilai


1. Riwayat jatuh :
Apakah pernah jatuh dalam 3 bulan Tidak 0 0
terakhir? Ya 25
2. Diagnosa medis sekunder :
Apakah memiliki lebih dari satu Tidak 0 0
penyakit? Ya 15
3. Alat bantu jalan :
Bedrest/ dibantu perawat 0
0
Kruk/tongkat/walker 15
Berpegangan pada benda di sekitar 30
4. Terapi intravena : Tidak 0
15
Apakah saat ini terpasang infus? Ya 15
5. Gaya berjalan/cara berpindah :
Normal/bedrest/immobile 0
Lemah tidak bertenaga 10 10
Gangguan atau tidak normal 20
(pincang)
6. Status mental :
Menyadari kondisinya sendiri 0 0
Mengalami keterbatasan daya ingat 15
Total nilai 25
Kesimpulan : Resiko rendah
Pengklasifikasian :
0-24 : Tidak beresiko
25-50 :Resiko rendah
≥51 : Resiko tinggi

3. Pola Istirahat Dan Tidur


Sebelum sakit Selama sakit
Tidur siang : 2-3 jm Klien mengatakan saat sakit, klien
Tidur malam : jm 9 malam – 5 tidur tidak teratur, terkadang
pagi terbangun 2-3 kali dalam semalam
dan sulit untuk memulainya lagi.
Klien merasa kuatir jika terjadi apa
apa pada janin yang dikandungnya
4. Pola Nutrisi – Metabolik
Sebelum Sakit Selama Sakit

Antropometri : Antropometri :
BB = 58 kg BB = 55 kg
TB = 158 cm TB = 158 cm
IMT = 23,2 kg/m2 IMT = 22,08 kg/m2
Biochemical : - Biochemical : HB : 13,1 g/dl
Clinical Sign : - Clinical sign :
Dietary : Ny.P biasa minum 1.5 Rambut : Sedikit lengket dan
L/hari, makan 3x sehari, 1 porsi lembab
makan habis, dengan kombinasi Mata : konjungtiva tidak anemis,
campuran dan tidak ada pupil isokor, sclera tidak ikterik
pantangan terhadap makanan Kulit : lembab, turgor elastis
tertentu. Dietary : susu skim, jus buah dan
makanan selingan.

5. Pola Eliminasi
Sebelum sakit Selama sakit

Eliminasi Urine : Eliminasi Urine :


Frekuensi : 5-6 x/hari Frekuensi : tak terbatas
Konsistensi : kuning pekat Konsistensi : kuning pekat
Bau khas Alat bantu : menggunakan DC

Eliminasi Fekal : Eliminasi Fekal :


√Frekuensi : 1x sehari Frekuensi : 1 hari sekali
Konsistensi : lembek Konsistensi : lembek
Bau khas

6. Pola Kognitif – Perseptual


Sebelum sakit Selama sakit
Anak pasien mengatakan Anak pasien mengatakan Ayahnya
Ayahnya mampu berkomunikasi masih mampu berkomunikasi
dengan baik dan mengerti apa dengan baik walaupun kurang jelas
yang di bicarakan, berespon dan dalam berbicara, dapat berespon
berorientasi dengan baik dengan dengan baik dengan orang-orang
orang-orang sekitarnya sekitarnya. Pasien mnegatakan
pandangan terasa kabur

7. Pola Kosep Diri


Gambaran diri Klien mengatakan senang dengan anggota
tubuhnya meskipun terlihat agak kurusan.
Harga diri Klien mengatakan merasa senang karena
semuakeluarga mendukung dan merasa
diperhatikan danmengingkan cepat sembuh
serta segera beraktifitas seperti biasanya lagi

Peran Klien mengatakan berperan sebagai Ibu


rumah tanggadan sebagai istri dan ibu dari
anak-anaknya

Identitas diri Klien mengatakan bersyukur diciptakan


sebagai perempuan dan bangga menjadi diri
sendiri

Ideal diri Klien mengatakan berharap sebagai Ibu


rumah tangga dan istri serta ibu dari anak-
anakmampu mengajari, menemani bermain
dengan anaknya.

8. Pola Koping
Sebelum sakit Selama sakit
Anak pasien mengatakan Ayahnya Anak pasien mengatakan Ayahnya
kalau ada masalah selalu terbuka masih bisa terbuka dengan
dengan anggota keluarganya, jika keluarga dan setiap masalah ada
ada masalah selalu di selesaikan solusinya
bersama-sama dan Alhamdulillah
masalah itu dapat terselesaikan

9. Pola Seksual – Reproduksi


Sebelum sakit Selama sakit
Klien sedang hamil anak ke duanya Klien mengatakan tidak melakukan
dan sudah memiliki anak pertama hubungan suami istri dikarenakan
laki-laki dari hasil pernikahan berada di RS dank lien sedang
denga suaminya hamil.

10. Pola Peran – Hubungan


Sebelum sakit Selama sakit
Klien mengatakanhubungan dengan Klien mengatakanmasih bisa
keluarga baik-baik saja dan tidak berhubungan dengan baik dengan
merasa di kucilkan dari keluarga keluarga dan masyarakat di
serta masyarakat sekitar. sekitar tanpa ada rasa di kucilkan
Saat berada di rumah, ibu klien dari orang-orang malahan teman
berperang sebagai Ibu Rumah dan kerabat banyak yang
tangga, dan sering membantu mendo’akan agar cepat sembuh.
ayahnya di sawah.

11. Pola Nilai dan Kepercayaan


Sebelum sakit Selama sakit

Klien mengatakan ibadah rutin 5 Klien pasien mengatakan tidak


waktu dan dilaksanakan tepat pada pernah ibadah dikarenakan saya
waktunya terkadang di rumah, dan sakit
di masjid.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil pemeriksaan laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI
RUJUAKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 9,8 g/dl 12 – 16
Leukosit 17,93 10^3/ul 4,50 – 11,00
Trombosit 249.000 /mm3 150.000 – 500.000
Hematokrit 29,0 Juta/mm3 36,0 – 46,0
Eritrosit 3,49 Um3 4,10 – 5,10
MCV 03,10 Fg 70,00 – 102,00
MCH 29,10 Pg 25, 00 – 35,00
MCHC 33.80 g/dl 31,00 – 37,00

LED
LED 1 jam 2 mm/jam < 15

Diff Count
Basofil 0,1 mg/dl 0,0 – 2,0
Eosionif 0,4 % 0,0 – 5,0
Neutrofil 90,1 % 50,0 – 80,0
Limfosit 5,1 % 25,0 – 50,0
Monosit 4,2 % 2,0 – 8,0

KIMIA KLINIK

Glukosa stik 91,0 Mg/dl 70,0 – 140,0


SGOT 9,7 U/L < 31
SGPT 10,8 U/L < 34
Ureum 12,20 Mg/dl 10,0 – 50,0
Creatinine 0,60 Mg/dl 0,60 – 1,00
Pemeriksaan ANALISA GAS DARAH
Jenis Hasil Nilai normal
PH 7.24 7.35-7.45
PCO2 48.0 mm Mg 25.0-45.0
PO2 209.0 mm Mg 80-105
BE -7.3 mmoI/I (-2) – (+3)
HCO3 20.1 mmoI/I 22.0-26.0
Kalium 5.1 mmoI/I 3.5-4.9

2. Hasil pemeriksaan EKG


Irama : irreguler
Frekuensi nadi : 134 x/menit
Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas
Gelombang QRS : sempit
Gambaran : Atrial Fibrilasi
3. Program terapi
Waktu Pemberian

Tgl No Jenis Terapi Rute 12.00 20.00 00.00 04.00

11/05 1 Digoxin 0,25 mg Oral v v v


/2019 SP furosemide 1 mg/jam IV
SP NTG 1,5 cc/jam IV
Extra KCL 40 mEq/jam IV
12/05 2 Digoxin Oral v v v v
/2019 SP furosemide IV
SP NTG IV
13/05 3 Digoxin Oral v v v v
/2019 SP furosemide IV
SP NTG IV
ASUHAN KEPERAWATAN

A. ANALISA DATA
No Hari/tgl Data Fokus Problem Etiologi
1 Sabtu DS: Penurunan curah Gangguan
11/5/201 - Klien mengatakan
jantung kontraktilitas.
9 sesak nafas bila
beraktivitas
- Klien mengatakan
cepat mengalami
kelelahan
- Klien mengatakan
sulit bernapas
DO :
- RR 28x/mnt
- Gambaran EKG :
atrial fibrillasi
- Klien tampak sesak
- N: 134 x/mnt
2 Sabtu DS : Ketidakefektifan Perubahan
11/5/201 - Klien mengatakan
pola nafas membran
9 sesak napas
kapiler-
DO :
alveolus.
- Irama napas ireguler
- RR 28 x/menit
- Penggunaan otot
bantu pernapasan
cuping hidung
- Penggunaan NRM 10
lpm
- Pengembangan/ekspa
nsiparu tidak optimal.
3 Sabtu DS : Intoleransi Kelemahan/kel
11/5/201 - Klien mengatakan
aktivitas elahan.
9 semakin sesak jika
beraktivitas
DO :
- Tampak letih dan tidak
bersemangat
- Klien ketergantngan
sebagian
- Klien bedrest
- RR naik jika banyak
gerak RR 28 x/menit
B. PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas
ditandai dengan sesak nafas, dyspnea dan gambaran EKG atrial
fibrilasi
2. Ketidkefektifan pola nafas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler-alveolus ditandai dengan irama nafas ireguler, RR 28 x /menit
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
peningkatan RR saat aktivitas dan sesak nafas
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Hari/tgl Tujuan dan kriteria hasil Rencana keperawatan (NIC) Rasional
Dx (NOC)
I Sabtu Setelah dilakukan tindakan 1) Auskultasi nadi apical ; Kaji 1. Biasanya terjadi takikardi (meskipun
11/5/2019 keperawatan selama 3x24 frekuensi, irama jantung. pada saat istirahat) untuk
jam diharapkan penurunan 2) Catat bunyi jantung. mengkompensasi penurunan
curah jantung dapat teratasi 3) Palpasi nadi perifer kontraktilitas ventrikel.
dengan kriteria hasil: 4) Pantau TD 2. S1 dan S2 mungkin lemah karena
1. Klien akan menunjukkan 5) Kaji kulit terhadap pucat dan menurunnya kerja pompa. Irama
tanda vital dalam batas sianosis Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan
yang dapat diterima 6) Berikan oksigen tambahan dengan sebagai aliran darah ke serambi yang
(disritmia terkontrol atau kanula nasal/masker dan obat distensi. Murmur dapat
hilang) sesuai indikasi (kolaborasi) menunjukkan Inkompetensi/stenosis
2. bebas gejala gagal katup.
jantung 3. Penurunan curah jantung dapat
3. melaporkan penurunan menunjukkan menurunnya nadi
episode dispnea, angina, radial, popliteal, dorsalis, pedis dan
ikut serta dalam aktivitas posttibial. Nadi mungkin cepat
yang mengurangi beban hilang atau tidak teratur untuk di
kerja jantung palpasi dan pulse alternatif
4. Pada GJK dini, sedang atau kronis
tekanan darah dapat meningkat.
Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu
lagi mengkompensasi dan hipotensi
tidak dapat normal lagi.
5. Pucat menunjukkan menurunnya
perfusi perifer sekunder terhadap
tidak adekutnya curah jantung;
vasokontriksi dan anemia. Sianosis
dapat terjadi sebagai refrakstori
GJK. Area yang sakit sering
berwarna biru atau belang karena
peningkatan kongesti vena.
6. Meningkatkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.
Banyak obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.
II Sabtu Setelah dilakukan tindakan 1) Pantau bunyi nafas, catat krekles. 1. Menyatakan adanya kongesti
11/5/2019 keperawatan 3 x 24 jam 2) Ajarkan/anjurkan klien batuk paru/pengumpulan secret
diharapkan pola nafas klien efektif, nafas dalam. menunjukkan kebutuhan untuk
dapat teratasi dengan kriteria 3) Dorong perubahan posisi intervensi lanjut.
hasil: 4) Kolaborasi dalam Pemberian O2 2. Membersihkan jalan nafas dan
1. Klien akan 5) Pantau/gambarkan seri GDA, nadi memudahkan aliran oksigen.
mendemonstrasikan oksimetri. 3. Membantu mencegah atelektasis
ventilasi dan oksigenisasi 6) Berikan obat/oksigen tambahan dan pneumonia
adekuat pada jaringan sesuai indikasi. 4. Hipoksemia dapat terjadi berat
ditunjukkan oleh selama edema paru.
oksimetri dalam rentang 5. Membantu dalam mengurangi
normal dan edema dan memudah jalan nafas.
2. bebas gejala distress
pernapasan
3. berpartisipasi dalam
program pengobatan
dalam batas
kemampuan/situasi.

III Sabtu Setelah dilakukan tindakan 1) Periksa tanda vital sebelum dan 1. Hipotensi ortostatik dapat terjadi
11/5/2019 keperawatan selam a3 x 24 segera setelah aktivitas, khususnya dengan aktivitas karena efek obat
jam diharapkan intoleransi bila klien menggunakan vasodilator, (vasodilasi), perpindahan cairan
aktivitas Klien dapat teratasi diuretic dan penyekat beta. (diuretic) atau pengaruh fungsi
dengan kriteria hasil: 2) Catat respons kardiopulmonal jantung.
1. akan berpartisipasi pada terhadap aktivitas, catat takikardi, 2. Penurunan/ketidakmampuan
aktivitas yang diinginkan diritmia, dispnea berkeringat dan miokardium untuk meningkatkan
2. memenuhi perawatan diri pucat. volume sekuncup selama aktivitas
sendiri 3) Evaluasi peningkatan intoleran dapat menyebabkan peningkatan
3. Mencapai peningkatan aktivitas. segera frekuensi jantung dan
toleransi aktivitas yang 4) Implementasi program rehabilitasi kebutuhan oksigen juga
dapat diukur, dibuktikan jantung/aktivitas (kolaborasi) peningkatan kelelahan dan
oleh menurunnya kelemahan.
kelemahan dan 3. Dapat menunjukkan peningkatan
kelelahan. dekompensasi jantung daripada
kelebihan aktivitas.
4. Peningkatan bertahap pada aktivitas
menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung dibawah
stress, bila fungsi jantung tidak
dapat membaik kembali.
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN/CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/ No. Dx Jam Tindakan Respon Hasil (Evaluasi Formatif) Paraf
Tanggal
Sabtu, 11 1,2,3 07.00 Mengkaji keadaan umum klien S:
Mei 2019 WIB - Klien mengatkan sesak napas
- Klien mengatakan tambah sesak jika
banyak bergerak
O:
- Klien tampak sesak
- Penggunaan otot bantu pernafasan
- GCS 15 (komposmentis)
1,2,3 07.05 Memonitor tanda-tanda vital S:-
WIB O:
- TD : 119/90 mmHg, N : 135 x/menit.
RR : 28 x/menit, Suhu : 36
1,2 7.20 Memberikan posisi semi fowler S:
WIB - Klien mengatakan sesak nafas jika
posisi berbaring
O:
- Posisi semi fowler dapat mengurangi
sesak nafas klien
1,2 07.40 Menganjurkan klien untuk melakukan S :
WIB cara bernafas untuk mengurangi sesak Klien mengatakan jika anafas diatur sesa
nafas (pursed lip breathing) sedikit berkurang
O:
Sesak berkurang, klien melakukan pursed lip
breathing
1 08.00 Memonitor tanda – tanda vital S:-
WIB O:
- Td : 121/87 mmHg. N : 127 x/menit.
RR : 26 x/menit, Spo2 90%, Suhu 36
3 08.30 Membantu klien melakukan ADL
WIB (makan dan minum) S:
- Klien mengatkan jika melakukan
aktivitas ringan tidak terlalu sesak
O:
- Membantu klien makan dan minum
sendiri
- Klien dapat makan minum sendiri

2 08.40 Menganjurkan klien untuk mengurangi S :


WIB aktivitas berat secara terus menerus - Klien mengatakan jika melakukan
aktivitas berat dada tambah sesak
O:
- Klien mengurangi aktivitas berat
1,2,3 09.00 Memonitor tanda – tanda vital S:
WIB -
O:
- TD : 128/70 mmHg. N : 132 x/menit, RR
: 26 x/menit, spo2 92 x/menit, S 36
1 09.30 Memberikan klien posisi fowler S:
WIB - Klien mengatakan posisi duduk lebih
mengurangi sesak
O:
- Sesak berkurag
- Klien tampak lebih tenang dan nyaman
1,2 ,3 10.00 Memonitor tanda – tanda vital S:
WIB -
O:
TD 123 x/menit N 127 x/menit RR 29 x
/menit, S 36 Spo2 93 x/menit
1,2 10.30 Menganjurkan klien untuk memakai S :
WIB kipas angin agar udara tetap dingin Klien mengatakan udara dingin dapat
dan mengurangi sesak nafas membuat nafas lebih nyaman
O:
- Klien tampak leih nyaman
1, 2, 3 11.00 Memonitor Tanda – tanda vital S:
WIB -
O :
TD 123 x/menit, N 120 x/menit RR 28
x/menit, Spow 94 x/menit, S 36
1,2 11.30W Mengkaji kepatenan oksigen yang S :
IB telah diberikan -
O:
- Terapi oksigen terpasang 10 lt/menit
1,2,3 12.00 Memonitor tanda – tanda vital S:
WIB -
O:
TD 122 x/menit N 127 x/menit RR 23
x/menit Spo2 94 x/menit, Suhu 36
1,2 12.30 Mengajarkan klien bernafas S:
WIB menggunkan diafragma untuk - Klien mengatakan sesak berkurang
mengurangi sesak dan keletihan O:
- Klien tampak lebih nyaman
1, 2 13.00 Memonitor tanda – tanda vital S:
WIB -
O:
TD 119 x/menit mmHg, RR 23 x/menit, N
120 x/menit Spo2 95%, S 36
Minggu, 1,2,3 14.00 Mengkaji keadaan umum klien S:
12 Mei WIB - Klien mengatakan sesak agak berkurang
2019 - Klien mengatakan sesak nafas semakin
sesak ketika melakukan aktivitas beraat
O:
- Keadaan umum sedang
- Klien membatasi aktivitas yang berat
- Klien melakukan aktivitas ringan sendiri
1,2,3 14.05 Memonitor tanda – tanda vital S: Dewi
WIB -
WIB O:
TD 125 x/menit, RR 25 x/menit. N 130
x/menit, Spo2 92%, S 36
1,2 08.40 Melakukan breathing diafragma untuk S :
WIB mengurangi sesak - Klien mengatakan melakukan tindakan
ini saat merasa sesak nafas timbul
kembali
O:
- Klien tampak merasa lebih nyaman
3 09.00 Membantu klien melakukan aktivitas S :
WIB aktivitas (mandi) -
O:
- Membantu klien melakukan aktivitas
- Klien tidak sesak nafas saat aktivitas
1,2,3 09.00 Memonitor tanda – tanda vital S:
WIB -
O:
TD 126 x/menit RR 25 x/menit N 134
x/menit Spo2 94% S 36

1,2 09.30 Memberikan klien posisi yang nyaman S:


WIB - Klien mengatakan posisi duduk sudah
nyaman dan mengurangi sesak nafas
O:
- Klien tampak nyaman
1,2,3 10.00 Mengkaji tanda –tanda vital S:
WIB -
O:
TD 120/72 mmHg RR 24 x/menit N 123
x/menit spo2 94% S 36
1,2 10.30 Mengajarkan kembali teknik S :
WIB breathing pursed lips untuk - Klien menagtakan terkadang dia sudah
mengurangi sesak nafas mencobanya sendiri
O:
- Klien dapat melakukan breathing pursed
lips dengan baik
1,2,3 11.00 Memonitor Tanda – tanda vital S:
WIB -
O:
TD 124 mmHg, RR 23 x/menit, N 125
x/menit, Spo2 96%, S 36
Senin, 13 1,2,3 07.00 Mengkaji keadaan umum klien S:
Mei 2019 WIB - Klien mengatakan sudah tidak sesak lagi
O:
- Klien tampak nyaman
1,2 07.30 Menganti masker non rebreathing S :
WIB dengan nasal kanul - Klien mengatakan sesak berkurang
O:
- Nrm diganti dengan nasal kanul dengan 3
ltr/menit
3 08.00 Membantu klien melakukan aktivitas S :
WIB (mengganti linen dan membersihkan - Klien mengatakan sesak berkurang
tubuh klien) meskipun melakukan aktivitas
O:
- Klien dapat beradaptasi saat melakukan
aktuvitas, tidak menunjukan sesak nafas
yang berlebih
1,2,3 08.00 Memonitor tanda – tanda vital S:
WIB O:
TD 126/72 mmHg, RR 22 x/menit N 130
x/menit, spo2 96 %, S 36
1,2,3 09.00 Memonitor tanda – tanda vital S:
WIB -
O:
TD 127/69 mmHg, RR 23 x/menit, N 121
x/menit. Spo2 95%, S 36
1,2 09.30 Melakukan breathing diapragma S:
WIB Klien mengatakan sesak berkurang
O:
Klien tampak nyaman

1,2,3 10.00 Memonitor tanda – tanda vital S:


WIB -
O:
TD 123/78 mmHg, RR 21 x/menit, N 123
x/menit , Spo2 96%, S 36
1,2 10.30 Memonitor kepatenan oksigen S:
WIB -
O:
Oksigen terpasang 3 ltr/menit, humidifier
telah diisi kembali
1,2,3 11.00 Memonitor tanda-tanda vital S:
WIB -
O:
TD 124 x/menit, RR 23 x/menit, N 123
x/menit, Spo2 96%, S 36

E. EVALUASI
No dx Hari/tanggal Evaluasi Paraf
1 13/05/2019 S: Pasien mengeluh sesak napas berkurang dan masih merasa lelah MHS
O : Pasien tampak tenang dan nyaman
Terpasang O2 3lt/mnt.
RR: 23 x/mnt
TD: 125/82 mmHg
N: 87 x/mnt
A: masalah penurunan curah jantung belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
1) Auskultasi nadi apical ; Kaji frekuensi, irama jantung.
2) Catat bunyi jantung.
3) Palpasi nadi perifer
4) Pantau TD
5) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosi
6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat
sesuai indikasi (kolaborasi)
2 13/05/2019 S : Pasien mengeluh sesak napas berkurang MHS
O :
- Menggunakan alat bantu nafas
- Terpasang O2 3lt/mnt.
- RR: 23 x/mnt
- TD: 125/82 mmHg
- N: 87 x/mnt
A: masalah ketidakefektifan pola nafas belum teratasi
P: lanjutkan intervensi
1) Pantau bunyi nafas, catat krekles.
2) Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.
3) Dorong perubahan posisi
4) Kolaborasi dalam
5) Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri.
6) Berikan obat/oksigen tambahan sesuai indikasi.
3 13/05/2019 S: Pasien mengatakan sudah sedikit bertenaga dan tidak lemas MHS
S : Pasien tampak bisa beraktivitas seperti makan diatas tempat tidur
O: masalah intoleransi aktivitas teratasi
P: lanjtkan intervensi
1) Monitor ADLS klien secara berkala
2) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas,
khususnya bila klien menggunakan vasodilator, diuretic dan
penyekat beta.
3) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
4) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
5) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
BAB IV
APLIKASI JURANL EVIDENCE BASE PRACTICE

A. Pengkajian Identitas
1. Identitas klien
Nama : Ny. P
Umur : 30 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Suku : Jawa
Agama : Islam
Jenis kelamin : Perempuan
No. RM : 228424
Tanggal MRS :11 Mei 2019
Diagnosa medis : Dyspnea dengan Atrial Fibrilasi
Alamat : pemalang
B. Data fokus pasien
1. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama saat masuk RS
Klien datang dengan hamil 6 bulan G2P1A0 dengan keluhan sesak
nafas dan nyeri dada pada tanggal 10 Mei 2018 sekitar pukul 15.00
WIB sore.
b) Riwayat penyakit sekarang
Klien datang dengan hamil 6 bulan G2P210 dengan keluhan
sesak nafas dan nyeri dadapada tanggal 9 Mei 2018 sekitar pukul
15.00 Wibsore hari. Klien dirujuk ke IGD RSUD Ashari pemalang
setelah shalat trawih pada pukul 21:00 Wib.
c) Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan terdapat massa/kelenjar tyroid di leher
sejak ±1 tahun yang lalu, klien juga mengatakan memiliki riwayat
lemah jantung pada saat hamil anak pertamanya. Klien juga
mengatakan anak pertamanya lahir Normal di RSUD Dr. M. Ashari
Kabupaten Pemalang.
d) Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan didalam keluarganya tidak ada keluarga yang
pernah mengalami sakit yang sama dengan pasien. Klien juga
menyatakan tidak ada keluarga seperti. Penyakit jantung, Hipertensi,
DM dan lainnya.
C. Analisa data fokus
Data Fokus Problem Etiologi
DS: Penurunan curah Gangguan
- Klien mengatakan sesak nafas
jantung kontraktilitas.
bila beraktivitas
- Klien mengatakan cepat
mengalami kelelahan
- Klien mengatakan sulit
bernapas
DO :
- RR 28x/mnt
- Gambaran EKG atrial fibrilasi
- Klien tampak sesak nafas
- N: 134 x/mnt

D. Diagnosa keperawatan yang berhubungan dengan jurnal


Penetapan diagnosa keperawatan adalah tahap kedua dalam proses
keperawatan, diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap
kondisi individu, keluarga, maupun komunitas. Diagnosis adalah ilmu dan
seni yang mengidentifiksi masalah dan kondisi meskipun pertama sering
dihubungankan dengan dokter. Istila ini juga sering digunakan oleh profesi
lain seperti perawat, pengacara, mekanik dan guru. (Debora 2013).
Menurut Nort American Nursing Diagnosis Association (1994), diagnosa
keperawatan adalah suatu penilaian klinis terhadap individu, kelompok
ataupun komunitas tentang respon terhadap masalah kesehatan yang bersifat
actual maupun potensial. Penulis merumuskan diagnosa pertama yaitu: “
Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas
ditandai dengan CRT < 3 detik, sesak nafas, dyspnea Berdasarkan data yang
didapatkan pada saat pengkajian didapatkan data subjektif : klien menyatakan
sesak nafas Dan didapatkan juga data objektife: klien terlihat lemas dan nafas
sesak.
Dalam menyelesaikan masalah, perawat tidak selalu memcahkan satu
persatu. Tetapi sering pula beberapa masalah dipecahkan pada saat yang
sama. Bisa juga dengan melakukan prioritas dengan Hirarki “maslow” yaitu
dalam membagi kebutuhan manusia dalam lima tahap. Fisiologis, rasa aman
dan nyaman, sosial, harga diri, aktualitas diri. (Setiadi, 2012).

E. Analisa sintesa justifikasi/alasan penerapan jurnal


Fibrilasi atrium/atrial fibrillation (AF) merupakan gangguan irama
pada jantung yang paling sering ditemui dan merupakan faktor risiko yang
signifikan bagi penyakit kardiovaskular. Komplikasi yang terjadi pada pasien
dengan Fibrilasi atrium/atrial fibrillationa diantaranya yaitu pasien
mengalami gangguan pada pernapasan serta dapat juga pasien mengalami
kelelahan. AF (atrial fibrillation ) dapat juga menyebabkan stroke yang
berakhir fatal, begitupun pasien yang bertahan dari stroke akibat AF biasanya
mengalami disabilitas serta dapat kambuh kembali dibanding dengan pasien
yang mengalami stroke karena sebab lain.
Tindakan yang dilakukan pada pasien dengan AF (atrial fibrillation)
adalah dipusatkan pada kontrol aritmianya (rhytm control). Namun pada
pasien dengan AF yang persisten, terkadang kita dihadapkan pada dilema
apakah mencoba mengembalikan ke irama sinus (rhytm control) atau hanya
mengendalikan laju denyut ventrikular (rate control)
 Dalam membuat asuhan keperawatan dibutuhkan suatu tindakan untuk
menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada individu, dan kelompok.
Untuk itu dibutuhkan berbagai literature/refrensi untuk memperkuat
tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien. Dengan
menggunakan aplikasi EBNP dari riset, dapat memperkuat intervensi
yang diberikan kepada pasien.
 Skema Penerapan EBNP
Sumber : The National Council of State Boards of Nursing
https://www.ncsbn.org/668.htm
BAB V
PEMBAHASAN
A. Justifikasi Pemilihan Tindakan Berdasarkan EBNP
Rencana keperawatan yang pertama yaitu: “ Menganjurkan klien untuk
melakukan cara bernafas untuk mengurangi sesak nafas (pursed lip
breathing)” pursed lip breathing adalah metode / tindakan non farmakologi
untuk menurunkan / meringankan gejlah sesak nafas. Pursed Lip breathing
merupakan latihan yang bertujuan untuk mengatur frekuensi dan pola
pernafasan sehingga mengurangi air trapping, memperbaiki ventilasi alveoli
untuk memperbaiki pertukaran gas tanpa meningkatkan kerja pernafasan,
mengatur dan mengkoordinasi kecepatan pernafasan sehingga bernafas lebih
efektif dan mengurangi sesak nafas (Smeltzer, 2008)
Tujuan Pursed Lip Breathing :
1. Untuk mencapai ventilasi yang lebih terkontrol dan efisien serta
mengurangi kerja pernafasan.
2. Meningkatkan inflasi alveolar maksimal, relaksasi otot dan
menghilangkan ansietas.
3. Mencegah pola aktifitas otot pernafasan yang tidak berguna,
melambatkan frekuensi pernafasan, mengurangi udara yang
terperangkap, serta mengurangi kerja bernafas (Smeltzer , 2008).
Latihan peranafasan dengan teknik Pursed Lip Breathing membantu
meningkatkan compliance paru untuk melatih kembali otot pernafasan
berfungsi dengan baik serta mencegah disstress pernafasan (Ignatavius dan
Workman, 2006).
Pursed Lip Breathing adalah suatu latihan bernafas yang terdiri dari dua
mekanisme yaitu inspirasi secara dalam serta ekspirasi aktif dalam dan
panjang. Proses ekspirasi secara normal merupakan proses mengeluarkan
nafas tanpa menggunakan energi berlebih. Bernafas Pursed Lip Breathing
melibatkan proses ekspirasi secara panjang.
Inspirasi dalam dan ekspirasi panjang tentunya akan meningkatkan
kekuatan kontraksi otot intra abdomen sehingga tekanan intra abdomen
meningkat melebihi pada saat ekspirasi pasif. Tekanan intra abdomen yang
meningkat lebih kuat lagi tentunya akan meningkatkan pergerakan diafragma
ke atas membuat rongga thorak semakin mengecil. Rongga thorak yang
semakin mengecil ini menyebabkan tekanan intra alveolus semakin
meningkat sehingga melebihi tekanan udara atmosfer. Kondisi tersebut akan
menyebabkan udara mengalir keluar dari paru ke atmosfer. Ekspirasi panjang
saat bernafas Pursed Lip Breathing juga akan menyebabkan obstruksi jalan
nafas dihilangkan sehingga resistensi pernafasan menurun. Penurunan
resistensi pernafasan akan memperlancar udara yang dihirup dan
dihembuskan sehingga akan mengurangi sesak nafas (Smeltzer, 2008).

B. Mekanisme Penerapan Pada Kasus


Pursed Lip Breathing merupakan latihan yang bertujuan untuk
meningkatkan kemampuan otot-otot pernafasan berguna untuk meningkatkan
ventilasi fungsi paru dan memperbaiki oksigenisasi. Berikut mekanisme
penerapan pada kasus diantaranya meliputi :
1. Mengatur posisi pasien dengan duduk ditempat tidur atau kursi.
2. Meletakkan satu tangan pasien di abdomen (tepat dibawah
proc.sipoideus) dan tangan lainnya ditengah dada untuk merasakan
gerakan dada dan abdomen saat bernafas.
3. Menarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik sampai dada dan
abdomen terasa terangkat maksimal lalu jaga mulut tetap tertutup
selama inspirasi dan tahan nafas selama 2 detik.
4. Hembuskan nafas melalui bibir yang dirapatkan dan sedikit terbuka
sambil mengkontraksikan otot – otot abdomen selama 4 detik
(Smeltzer. 2008).
Tehnik Pursed Lip Breathing

Gambar 1.5
Tehnik Pernapasan Tehnik Pursed Lip Breathing

C. Hasil Yang Di Capai dibandingkan dengan teori


 Sebelum dilakukan tehnik Pursed Lip Breathing, di temukan data
Subjektif : klien mengatakan sesak nafas bila beraktivitas, Klien
mengatakan cepat mengalami kelelahan dan Klien mengatakan sulit
bernapas. Dan ditemukan data Objektif : Batuk, Suara nafas ronchi, RR
28x/mnt.
 Sesudah dilakukan tindakan Pursed Lip Breathing, ditemukan hasil
sebagai berikut : klien mengatakan sudah melakukan tindakan yang
dianjurkan, selain itu klien juga menyatakan sesak nafas berurang, RR 21
x / menit, klien menyatakan tidak sesak meskipun O2 di lepas. Dalam
tindakan mandiri keperawatan di atas, latihan dilakukan selama 1 hari
sekali dengan 5 kali pengulangan.
Hasil dari tindakan mandiri keperawatan diatas diperkuat dengan
tori sebagai berikut : Pursed Lip Breathing adalah suatu latihan bernafas
yang terdiri dari dua mekanisme yaitu inspirasi secara dalam serta
ekspirasi aktif dalam dan panjang. Proses ekspirasi secara normal
merupakan proses mengeluarkan nafas tanpa menggunakan energi
berlebih. Bernafas Pursed Lip Breathing melibatkan proses ekspirasi
secara panjang. Ekspirasi secara panjang tentunya akan meningkatkan
kekuatan kontraksi otot intra abdomen sehingga tekanan intra abdomen
meningkat melebihi pada saat ekspirasi pasif. Tekanan intra abdomen
yang meningkat lebih kuat lagi tentunya akan meningkatkan pergerakan
diafragma ke atas membuat rongga thorak semakin mengecil. Rongga
thorak yang semakin mengecil ini menyebabkan tekanan intra alveolus
semakin meningkat sehingga melebihi tekanan udara atmosfer. Kondisi
tersebut akan menyebabkan udara mengalir keluar dari paru ke atmosfer.
Ekspirasi yang panjang saat bernafas Pursed Lip Breathing juga akan
menyebabkan obstruksi jalan nafas dihilangkan sehingga resistensi
pernafasan menurun. Penurunan resistensi pernafasan akan
memperlancar udara yang dihirup dan dihembuskan sehingga akan
mengurangi sesak nafas (Smeltzer & Bare, 2013).
Selain itu, hasil diatas juga diperkuat dengan penelitian yang
berjudul “ Breathing Exercise Sama Baiknya Dalam Meningkatkan
Kapasitas Paksa Detik Pertama (VEP1) Pada Tenaga Sortasi Yang
Mengalami Gangguan Paru Di Pabrik Teh PT. CANDI LOKAL JAMUS
NGAWI “ Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2015 dengan
jumlah sampel yang diambil 10 orang diantaranya 3 orang laki-laki dan 7
orang perempuan. Tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini
menggunakan tehnik (breathing exercise dangan tehnik Deep Breathing
dan pursed lip breathing). Berdasarkan hasil dari implementasi yang
dilakukan breathing exercise dapat meningkatkan nilai kapasitas vital
(KV) pada tenagasortasi yang mengalami gangguan paru, breathinng
exercise dapat meningkatkan nilai volume ekspirasi paksa pertama pada
tenagasortasi yang mengalami gangguan paru.
Selain itu penelitian lain yang dilakukan oleh Nury (2008),
mengatakan bahwa latuhan pernapasan dengan pernafasan diafragma dan
pursed lips breathing meningkatan kapasitas paru sehingga memperbaiki
kualitas hidup.
Berdasarkan jurnal yang berjudul “Effect of self efficacy pursed
lips breathing to decrease tightness and improved oxygen saturation in
patient with chronic obstructive pulmonary diseases”, menyebutkan
bahwa salah satu perawatan yang dapat dilakukan pada pasien dengan
sesak nafas yaitu pursed lips breathing dimana selain meningkatkan
ventilasi paru, teknik ini dapat digunakan untuk mengurangi penggunaan
bantuan terapi oksigen dan meningkatkan nilai saturasi oksigen dan
mengurangi sesak nafas pada pasien.
Jurnal lain yaitu “Effectiveness of Pursed Lips Breathing To
Changes Respiratory Rate in The Patient With COPD” yang diteliti oleh
Sri Mulyani (2017), mendapatkan hasil bahwa sebelum dilakukan pursed
lips breathing mayoritas responden (20 responden 100%) dalam
penelitian mengalami kenaikan Respiratory Rate sedangkan setelah
dilakukan tehnik pursed lips breathing seluruh responden (20 responden)
mengalami penurunan Respiratory rate. Hal ini dikarenakan pursed lips
breathing adalah pernapsan melalui bibir yang dapat
membantumemperlambat ekspirasi mencegah kolaps jalan nafas kecil
dan mengontrol kecepatan serta kedalaman pernafasan, pernafasan ini
juga meningkatkan relaksasi. Penurunan respiratory rate juga disebabkan
karena terjadi perbaikan homeostatis yaitu penurunan kadar CO2 dalam
darah normal, hal ini akan menyebabkan pola pernapasan pada pasien
mengalami perbaikan.
D. Kelebihan dan Kekurangan yang ditemui selama aplikasi jurnal
1. Kelebihan
Kelebihan dalam pelaksanaan aplikasi jurnal ini adalah tidak
adanya alat yang perlu digunakan dalam melakukan intervensi
sehingga dapat dilakukan kapan saja tanpa menyiapkan peralatan
lain selain bed side monitor yang telah ada.
2. Kekurangan
Kurangnya motivasia kemauan dari pasien untuk melakukan
teknik pursed lips breathing secara mandiri karena terkadang
meskipun pasien telah diajarkan namun belum dapat
mengaplikasikan saat sesak napas muncul karena kurangnya
manajemen koping pada pasien sehingga perlu dilakukan
pengawasan dan pemberian edukasi secara komprehensif.
BAB VI
PENUTUP

A. Simpulan
Pursed Lip Breathing adalah suatu latihan bernafas yang terdiri dari dua
mekanisme yaitu inspirasi secara dalam serta ekspirasi aktif dalam dan
panjang. Proses ekspirasi secara normal merupakan proses mengeluarkan
nafas tanpa menggunakan energi berlebih. Bernafas Pursed Lip Breathing
melibatkan proses ekspirasi secara panjang. Dari beberapa teori dan hasil
penelitian di atas maka penulis dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa
pasien dengan gangguan pada pola nafas (Dyspnea) dapat di berikan terapi
non Farmakologi berupa (Pursed Lip Breathing)
B. Saran
Pursed Lip Breathing dapat diajarkan pada pasien dengan Dyspnea dengan
mengajarkan tehnik atau memberikan media untuk pasien dan keluarga
sebagai sarana untuk menambah informasi dan mengurangi komplikasi
akibat penyakit gangguan pada pernafasan (Dyspnea)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol 3.
Jakarta: EGC
Chang, Esther. 2009. Patofisiologi: Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:
EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Jakarta: EGC
Dharma, Surya. 2012.Pedoman Praktis Sistematika Interpretasi EKG. Jakarta :
EGC
Imania, Dika, dkk. 2015. Breathing Exercise Sama Baiknya Dalammeningkatkan
Kapasitas Vital (Kv) Dan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama (Vep1)
Pada Tenaga Sortasi Yang Mengalami Gangguan Paru Di Pabrik Teh Pt.
Candi Loka Jamus Ngawi. Sport and Fitness Journal Vol.3 (3)
Marlyn E. Doenges, 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC
Mulyani, Sri. 2017. Effectiveness of Pursed Lips Breathing To Changes
Respiratory Rate in The Patient With COPD. LPPM AKSES Rajekwesi
Bojonegoro
Muttaqin,Arif.2009. Asuhan keperawatan klien dengan gangguan
sistemkardiovaskuler. . Jakarta. Penerbit: Salemba Medika
Nury, N. 2008. Efek Latihan otot – otot pernafasan pada penyakit paru obstruksi
kronis di Instalasi Rehabilitasi Medik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Jakarta
Setiati, Siti. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Internal Publishing
Syaifuddin,H.2002. Anatomi fisiologi berbasis kompetensi untuk keperawatan
dankebidanan.Jakarta.Penerbit: EKG
Syaifuddin,Haji.2006. Anatomi fisiologis mahasiswa keperawatan. Jakarta.
Penerbit:EKG
Syaifuddin. 2009. Fisiologi tubuh manusia untuk mahasiswa keperawatan.
Jakarta Penerbit: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai