AHIMSA
dalam teropong Filsafat Antropologi
I Nyoman Yoga Segara
Cover Design : M. Setia
Lay Out : N. Bakti
Cetakan: I /Mei 2017
ISBN : 978-602-9138-90-0
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Penerbit : CV. Setia Bakti
Jl. Padma 30 Penatih Denpasar Timur
esbeutama@yahoo.com
Isi di luar tanggung jawab percetakan
PT. Mabhakti
PROLOG:
Filsafat Antropologi dalam Gerakan Moral Ahimsa 1
BAGIAN SATU:
Mengapa Ahimsa? ................................................................................. 9
BAGIAN DUA:
Mahatma Gandhi dan Pengaruh Sosial-Politik ................ 23
A. Situasi Sosial-Politik di Afrika Selatan, Sebuah
Titik Balik ...............................................................................................24
B. Diskriminasi terhadap Warga Negara
Kulit Hitam Asia (India) .................................................................... 25
C. Penjajahan Inggris dan Perang Boer .............................................. 28
D. Situasi Sosial-Politik di India........................................................... 31
1. Penjajahan Inggris ........................................................................... 32
2. Konflik Agama (Hindu dan Islam) ............................................. 38
E. Dampak Perang Dunia I dan II ....................................................... 40
BAGIAN TIGA:
Dasar Pemikiran Ahimsa dan Tinjauan
Filosofis Terhadapnya ..................................................................... 45
BAGIAN EMPAT:
Ahimsa sebagai Gerakan Moral dan Resolusi
Konflik ....................................................................................................... 83
A. Ahimsa sebagai Bentuk Kesadaran Etis ......................................... 83
B. Ahimsa untuk Emansipatori.............................................................. 87
1. Penghargaan terhadap Martabat Manusia ............................. 88
2. Nilai Fundamental Cinta Kasih ................................................. 91
C. Ahimsa sebagai Resolusi Konflik Sosial-Politik.......................... 93
D. Ahimsa sebagai Anti-Tesa Kekerasan ......................................... 101
1. Kekerasan Struktur dan Kekerasan Langsung ....................103
2. Tiga Pola Menghadapi Kekerasan ..........................................106
3. Bagaimana Pola Gandhi menghadapi Kekerasan? ... 109
BAGIAN ENAM:
Diskusi Kritis dalam Pemikiran Gandhi............................. 143
A. Kritik Filsafat Manusia atas Jiwa-Badan ............................ 144
B. Kritik Eksistensialisme atas Kesalingterjalinan.................148
C. Kritik Para Penentang dan Lawan-Lawan
Politik Gandhi .............................................................................150
BAGIAN TUJUH:
Simpulan ............................................................................................... 155
EPILOG:
Ahimsa, dari Gerakan Massa ke Individual ...................... 161
6 Malinowski, B. Argonauts of the Western Pacific. Waveland Press Inc., 1984 (1922), hlm
25.
7 Edward Bruner. Experience and Its Expressionsdalam Bruner (ed) The Anthropology of
Experience. Chicago: University of Illinois, 1986.
8 Geertz, op.cit.1973, hlm. 89.
9 Albert Snijders. Antropologi Filsafat. Manusia Paradoks dan Seruan. Yogyakarta:
Kanisius, 2004, hlm. 57.
2
Lihat Dan Smith. “Legitimacy, Justice and Preventive Intervention “ dalam Peter
Wallenstein (ed.), Preventing Violent Conflict: Past Record and Future Challenge. Stockhlm:
Elanders Gotab, 1998, hlm. 268-270.
3 Dalam Mahabharata, perang akan dimulai pada pagi hari setelah semua prajurit
melaksanakan doa bersama, lalu ditandai dengan tiupan Sangkakala. Menjelang malam,
perang harus dihentikan. Yang terluka harus dirawat bersama, para prajurit yang berseberangan
masih bisa bercengkrama. Begitu juga, jika ada lawan yang sudah kalah dan menyerah, mereka
tidak boleh dibunuh.
4
Thomas Santoso. Teori-Teori Kekerasan. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002, hlm. 11.
7
Ngakan Made Madrasuta dan Sang Ayu Putu Renny. Gandhi dalam Dialog Hindu-Kristen.
terjm. Surabaya: Paramita, 2002, hlm. 108.
8
J.G. Starke, Q.C., An Introduction to the Science of Peace(Irenology). Leiden: A.W.
Sitjhoff ’s Uitgeversmaatscappij N.V., 1968, hlm. 15.
.....................................................................................................................................................................
Gagasan dan pemikiran Gandhi, utamanya tentang gerakan
moral Ahimsa sesungguhnya tidak sebesar apa yang telah nyata
diperjuangkan Gandhi. Sesungguhnya pula gagasan itu belum
pernah selesai dan berhenti, sebab substansi gagasan itu selalu
lebih panjang dari usia pencetusnya sendiri. Gagasan Gandhi
akan terus hidup setelah kematiannya. Dan sebenarnya, apa yang
telah digagasnya hanyalah penggalan dari cita-cita besarnya bagi
kemanusiaan.
Gerakan moral Ahimsa mungkin dapat disebut pemikiran
revolusioner, hanya saja Gandhi memodifikasinya menjadi
gerakan yang lebih humanis, dan dengan cara-cara baru yang
didasarkan atas nilai-nilai kemanusiaan dan tanpa kekerasan.
Itulah mengapa, Gandhi tidak terlalu menyukai revolusi ala Marx,
Lenin dan tokoh-tokoh revolusi lainnya yang harus
mengorbankan satu atau dua generasi demi kesejahteraan massa,
atau mengorbankan kelas-kelas sosial demi kebahagiaan kelas
tertentu. Gandhi banyak mengambil pelajaran dari keberhasilan
eksperimen pertamanya di Afrika Selatan dan sukses di India
yang memperoleh kemerdekaan tanpa harus meneteskan banyak
darah.
Sebagaimana juga tokoh-tokoh masa lalu, macam Marx cs,
yang belakangan banyak menuai kritik terlalu utopia untuk
ukuran jaman hari ini, Gandhi pun tak bisa menghindar dari
bayangan utopia, apalagi Ahimsa akan selalu berhasil ditiap
kontesk jaman. Namun, pengandaian ini sangat mungkin terlalu
distorsif karena adanya ruang-waktu-tempat yang berbeda
dengan kondisi sekarang. Kesalahan lainnya adalah saat ini
kekerasan tidak melulu tampil dengan wajah yang kasat di mata,
seperti perang, teror dan kekerasan fisik lainnya. Sudah sejak
jaman Sang Buddha hingga Sokrates telah terjadi kekerasan
dengan cara yang halus. Menurut hemat penulis, Gandhi
mengandaikan bahwa Ahimsa akan berhasil dalam segala bidang,
namun dengan rujukan total seperti yang telah dilakukannya.