1. Definisi Tifoid
Typhoid Abdominalis (demam typhoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut
yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demamyang lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguankesadaran (Ngastiyah, 2005).
Typhoid Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut usus halusdengan gejala demam
satu minggu atau lebih disertai dengan gangguanpencernaan dengan atau tanpa gangguan
kesadaran, disebabkan olehSalmonella typhosa dan hanya didapatkan pada manusia
(Rampengan, 2007)
Typhoid Abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yangdisebabkan
oleh kuman Salmonella typhosa (nugroho, 2011).
TyphoidAbdominalis adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan
oleh Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi A, B, dan C (widoyono, 2008) .
Menurut (widoyono, 2008) Sumber penularan penyakit ini adalah melalui airdan
makanan. Kuman Salmonella dapat bertahan lama dalam makanan. Penggunaan air
minum secara masal yang tercemar bakteri seringmenyebabkan terjadinya (KLB)
kejadian luar biasa, faktor berupa seranggajuga berperan dalam sumber penularan
penyakit.Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Typhoid
Abdominalis adalah infeksi akut yang menyerang pada saluran pencernaanyang
disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi, yaitu sejenis bakteri gramnegatif yang dapat
menyebabkan gangguan pencernaan dan terkadang disertaidengan gangguan kesadaran
pada klien.
2. Etiologi
Etiologi demam tifoid adalah Salmonella tyjpi. Sedangkan demam paratifoid di
sebabkan oleh organisme yang termasuk dalam spesies Salmonella enteritidis, yaitu S.
enteritidis bioserotipe paratyphi A, S. enteritidis bioserotipe paratyphi B, S. enteridis
bioserotipe paratifi C. Kuman-kuman ini lebih dikenal dengan nama S. paratyphi A, S.
schottmuelleri, dan S. hirschfeldii.
3. Patofisiologi
Masuknya kuman Salmonella typhi (S. typi) dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi)
ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian
kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos ke dalam usus dan selanjutnya
berkembang biak(Soegijanto, 2002). Bila respon imunitas humoral mukosa (IgA) usus
kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel-M) dan selanjutnya
ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel
fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam
makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum distal dan kemuadian ke
kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang
terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan
bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar keseluruh organ retikuloendotelial
tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meningggalkan sel-sel fagosit
dan kemudianberkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke
dalamsirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai
tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.
Pada proses fagosit ini, kuman yang dapat difagosit akan mati,sedangkan yang tidak
difagosit akan tetap hidup dan menyebabkan bakteriemiakedua. Kuman yang masuk ke
aliran darah akan menyebabkan roseola padakulit dan lidah hiperemia. Selanjutnya
kuman masuk ke dalam usus halus danmenyebabkan peradangan sehingga menimbulkan
nausea dan vomitus sertaadanya anorexia masalah tersebut akan menyebabkan intake
klien yang tidakadekuat dan kebutuhan nutrisi yang kurang dari tubuh yang bisa
menyebabkan diare sehingga diperlukan bedrest untuk mencegah kondisi klien akan
menjadibertambah buruk. Selanjutnya kuman masuk ke dalam hepar yang selanjutnya
mengeluarkan endotoksin yang akan merusak hepar sehingga terjadihepatomegali dan
juga mengakibatkan splenomegali yang disertai denganmeningkatnya SGOT/SGPT.
Selain itu, kuman dapat menyebar ke hipotalamusyang menekan termoregulasi yang
mengakibatkan demam remiten danhipertermi sehingga klien akan mengalami malaise
dan akhirnya menggangguaktivitasnya (Muttaqin, 2011).
Di dalam hati, kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang biak, dan
bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent dalam lumen usus. Sebagian
kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah
menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah
teraktivasi dan hiperaktif, maka saat fagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan
beberapa mamediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi
inflamasi sistemik seperti demam, malaise, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular,
gangguan mental dan koagulasi.
Didalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan
(S.thypi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia
jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi
pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia
akibat akumulasi sel-sel mononuclear di dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid
ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, sehingga dapat mengakibatkan perforasi.
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya
komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan, dan
gangguanorgan lainnya.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Typhoid Abdominalis tergantung dari virulensi dan dayatahan
tubuh. Masa inkubasi rata-rata sekitar 10 hari , pada penderita yang khasdan tidak diobati
dengan antimikroba maka penyakit ini berlangsung selama 4minggu (Mansjoer, 2000).
Dengan tahapan sebagai berikut:
1. Minggu pertama.
Keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya,yaitu
demam yang remiten suhu tubuh menurun pada siang hari dan kembali naik pada
malam hari, nyeri kepala, pusing , nyeri otot, anoreksia, nausea danvomitus,
obstipasi atau diare, dan bradikardi (Dermawan & Rahayuningsih,2010).
2. Minggu kedua.
Gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam kontinue, terus-
menerus,bradikardi relatif, lidah coated tongue (kotor di tengah, tepi dan ujung
merahtremor), delirium, hepatomegali, splenomegali, meteorismus,
gangguankesadaran berupa somnolen sampai koma.
3. Minggu ketiga.
Pada minggu ketiga panas suhu tubuh klien mulai berangsur-angsur normal.
Peningkatan uji Widal pada minggu keduan dan ketiga memastikan diagnosepasti
typhoid, diare “pea soup”
4. Minggu keempat.
Fase minggu keempat adalah masa penyembuhan, kembalinya keadaansuhu tubuh
menjadi normal dan menghilangnya gejala-gejala yang terjadiselama masa
inkubasi dari kuman.
5. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan rutin
Walaupun pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leucopenia,
dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Leukositosis dapat terjadi
walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.Selain itu pula dapat ditemukan anemia ringan
dan trombositopenia.Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinofilia
maupun limfopenia.Laju endap darah pada demam tifoid dapat meningkat.
SGOT dan SGPT seringkali meningkat,tetapi akan kembali menjadi normal setelah
sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.
b. Uji Widal
Uji widal dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman S.typhi pada uji widal
terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman s.typhi dengan anti bodi yang disebut
agglutinin. Antigen gen yang digunakan pada uji widal adalah supensi salmonella yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium.
Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya agglutinin dalam serum penderita
demam typoid yaitu:
1) Aglutinin o ( dari tubuh kuman)
2) Agglutinin h ( flagella kuman)
3) Agglutinin Vi ( simpai kuman).
Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin o dan H yang digunakan untuk diagnosis
demam typhoid.Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman
ini.
Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian
meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu ke-empat, dan tetep tinggi
selama beberapa mingggu.Pada fase akut mula-mula timbul algutinin O masih dapat
dijumpai 4-6 bulan, sedangkan agglutinin h menetap lebih lama antara 9-12 bulan.oleh
karena itu uji widal bukan untuk menentukan kesembuhan penyakit.
Ada beberapa factor yang mempengaruhi uji widal yaitu:
1. Pengobatan dini dengan antibiotic
2. Ganguan pembentukan antibody, dan pemberian kartikosteroid
3. Waktu pengambilan darah
4. Daerah endemic atau non-endemik
5. Riwayat vaksinasi
6. Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi bukan demam
tifoid akibat infeksi demam tifoid masa lalu atau vaksinasi
7. Factor teknik pemeriksaan laboratorium,akibat aglutinasi silang, dan strain
salmonella yang digunakan untuk supensi antigen
Saat ini belum ada kesamaan pendapat mengenai titer agglutinin yang bermakna
diagnostic utuk demam tifoid. Batas titer yang sering dipakai hanya kesepakatan saja ,
hanya berlaku setempat dan batas ini bahkan dapat berbeda di berbagai laboratorium
setempat
c. Kultur darah
Hasil biakan darah yang positif memastikan deman tifoid, akan tetapi hasil negative
tidak menyingkirkan demam tifoid karena mungkin disebabkan oleh beberapa hal
sebagai berikut:
1. Telah mendapat terapi antibiotik,bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah
mendapat antibiotik pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil
mungkin negative
2. Volume darah yang kurang ( diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila darah yang
dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negative.darah yang diambil sebaiknya
secara bedside langsung dimasukan ke dalam media cair empedu ( oxgall) untuk
pertumbuhan kuman;
3. Riwayat vaksinasi. Vaksinasi di massa lampau menimbulkan antibody dalam
darah pasien. Antibody ( agglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan
darah dapat negative.
4. Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin semakin
meningkat.
6. Penatalaksanaan
Sampai saat ini masih dianut trilogy penatalaksanaan demam typoid yaitu:
1. Pemberian antibiotic; untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman.
Antibiotik yang dapat digunakan :
a) Kloranfenikol; dosis hari pertama 4x250 mg,hari ke dua 4x 500 mg, diberikan
selama demam, dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam ,kemudian dosis
diturunkan menjadi 4x250 mg selam 5 hari kemudian. Penelitian terakhir (
Nelwan,dkk. Di RSUP persahabatan),penggunaan kloranfenikol masih
memperlihatkan hasil penurunan suhu 4 hari, sama seperti obat-obat terbaru
dari jenis kuinolon
b) Ampisilin/Amoksisilin;dosis 50-150 mg/kb BB, diberikan selama 2 minggu.
c) Kotrimokazol; 2x2 tablet ( 1 tablt mengandung 400 mg sulfametoksazol-80
mg trimetropin, diberikan selama 2 minggu pula
d) Sefalosporin generasi II dan III. Di Subbagian penyakit tropic dan Infeksi
FKUI-RSCM, pemberian sefalosporin berhasil mengatasi demam typhoid
dengan baik. Demam pada umumnya mengalamimereda pada hari ke-3 atau
menjelang hari ke-4. Regimen yang dipakai adalah:
Seftriakson 4 g/hari selama 3 hari
Norfloksasin 2x400 mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin 2x500 mg/hari selama 6 hari
Oflaksasin 600 mg/hari selama 7 hari
Pefloksasin 400 mg/hari selama 7 hari
Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari
2) Data Objektif
Klien tampak lemas dan pucat
Klien tampak memegangi perutnya
Klien sering berkeringat di malam hari
Bibir klien tampak kering
b. Diagnosa keperawatan
Menurut Mutaqin & Kumala (2011), diagnose keperawatan yang dapat muncul pada penyakit
demam thypoid adalah:
a. Ketidak efektifan termoregulasi berhubungan dengan infeksi.
b. Nyeri akut berhubungan dengan saluran gastrointestinal.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kekurangan asupan nutrisi.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat.
e. Diare berhubungan dengan proses infeksi.
f. Konstipasi berhubungan dengan asupan cairan yang tidak mencukupi.
g. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit, mis intepretasi informasi.
h. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah interpretasi
informasi,kurang pajanan,kurang minat dan belajar.
c. Intervensi
2. Psikologis:
‐ Antidepresan, garam
bismuth, diuretic,
antasida mengandung
aluminium, kalsium
karbonat.
4. Mekanis :
‐ Ketidakseimbangan
elektrolit, kemoroid,
obesitas, kehamilan,
pembesaran prostat,
fisura anak rectal,
rektokel, tumor.
5. Fisiologis :
Energy Management
‐ Observasi adanya
pembatasan klien dalam
melakukan aktivitas
‐ Dorong anal untuk
mengungkapkan perasaan
terhadap keterbatasan
‐ Kaji adanya factor yang
menyebabkan kelelahan
‐ Monitor nutrisi dan sumber
energi tangadekuat
‐ Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik dan
emosi secara berlebihan
‐ Monitor respon
kardivaskuler terhadap
aktivitas
‐ Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat
pasien
8 Ansietas NOC : NIC:
Definisi : Perasaan tidak ‐ Anxiety control Anxiety Reduction
nyaman atau kekhawatiran ‐ Anxiety Level (penurunan kecemasan)
yang samar disertai respon ‐ Coping ‐ Gunakan pendekatan yang
autonom (sumber seringkali menenangkan
tidak spesifik atau tidak ‐ Kriteria Hasil : ‐ Nyatakan dengan jelas
diketahui oleh individu). ‐ Klien mampu harapan terhadap pelaku
Perasaan takut yang mengidentifikasi dan pasien
desebabkan oleh antisipasi mengungkapkan ‐ Jelaskan semua prosedur
terhadap bahaya. Hal ini gejala cemas dan apa yang dirasakan
merupakan isyarat ‐ Mengidentifikasi, selama prosedur
kewaspadaan yang mengungkapkan dan ‐ Temani pasien untuk
memperingatkan individu menunjukkan tehnik memberikan keamanan dan
akan adanya bahaya dan untuk mengontol mengurangi takut
memberi kemampuan individu cemas ‐ Berikan informasi faktual
untuk bertindak menghadapi ‐ Vital sign dalam batas mengenai diagnosis,
ancaman. normal tindakan prognosis
‐ Postur tubuh, ekspresi ‐ Dorong keluarga untuk
Batasan Karakteristik: wajah, bahasa tubuh menemani anak
‐ Perilaku: dan tingkat aktivitas ‐ Lakukan back / neck rub
‐ Penurunan produktivitas menunjukkan ‐ Dengarkan dengan penuh
‐ Gerakan yang ireleven berkurangnya perhatian
‐ Gelisah kecemasan ‐ Identifikasi tingkat
‐ Melihat sepintas kecemasan
‐ Insomnia ‐ Bantu pasien mengenal
‐ Kontak mata yang buruk situasi yang menimbulkan
‐ Affektif kecemasan
‐ Fisiologis ‐ Dorong pasien untuk
‐ Simpatik mengungkapkan perasaan,
‐ Parasimpatik ketakutan, persepsi
‐ Kognitif ‐ Instruksikan pasien
menggunakan teknik
Faktor yang berhubungan: relaksasi
‐ Perubahan dalam (status ‐ Berikan obat untuk
ekonomi, lingkungan, mengurangi kecemasan
kesehatan, pola interaksi,
fungsi peran, status peran)
‐ Pemajanan toksin
‐ Terkait keluarga
‐ Herediter
‐ Infeksi / kontaminan
interpersonal
‐ Penularan penyakit
interpersonal
‐ Kirisis situasional, krisis
maturasi
‐ Stress, ancaman kematian
‐ Penyalahgunaan zat
‐ Ancaman pada(status
ekonomi, lingkungan,
kesehatan, pola interaksi,
fungsi peran, status peran,
konsep diri)
‐ Konflik tidak disadari
mengenai tujuan penting
hidup
‐ Konflik tidak disadari
mengenai nilai yang
esensial/penting
‐ Kebutuhan yang tidak
dipenuhi
9 Diare NOC NIC
Definisi : ‐ Bowel elimination Diarhea Management
Pasase feses yang lunak dan ‐ Fluid Balance ‐ Evaluasi efek samping
tidak berbentuk ‐ Hydration pengobatan terhadap
- Electrolyte and Acid gastrointestinal
Batasan karakteristik base Balance ‐ Ajarkan pasien untuk
- Nyeri abdomen sedikitnya menggunakan obat
tiga kali defekasi per hari Kriteria Hasil : antidiare
- Kram ‐ Feses berbentuk, BAB ‐ Instruksikan pasien /
- Bising usus hiperaktif sehari sekali tiga hari keluarga untuk mencatat
- Ada dorongan ‐ Menjaga daerah sekitar warna, jumlah, frekuensi
rectal dari iritasi dan konsistensi dari feses
Faktor Yang Berhubungan : ‐ Tidak mengalami diare ‐ Evaluasi intake makanan
Psikologis ‐ Menjelaskan penyebab yang masuk
- Ansietas diare dan rasional ‐ Identifikasi faktor
- Tingkat stres tinggi tindakan penyebab dari diare
Situasional ‐ Mempertahankan ‐ Monitor tanda dan gejala
- Efek samping obat turgor kulit diare
- PenyaIah gunaan alkohol
- Kontaminan
- Penyalahgunaan laksatif
- Radiasi, Toksin
- Melakukan perjalanan
- Slang makan
Fisiologis
- Proses infeksi dan parasit
- Inflamasi dan Iritasi
- Malabsorbsi
WOC
Demam Thypoid
Anoreksia
Nyeri akut
Peningkatan Diare mual muntah
metabolisme
Penurunan tonus otot
Ketidakseimbangan
Kehilangan cairan nutrisi kurang dari
tubuh dehidrasi Kelemahan fisik kebutuhan
Bedrest total
Intoleransi aktifitas
Defisiensi pengetahuan
Dampak hospitalisasi
Ansietas