Pemantapan mutu kimia klinik adalah segala usaha agar hasil akhir pemeriksaan kimia
klinik akurat, reliabel dan valid. Kegiatan Pemantapan Mutu (Quality assurance) terdiri atas
Pemantapan Mutu Internal (PMI) dan Pemantapan Mutu Eksternal (PME) (DepKes, 2004).
Pemantapan Mutu Eksternal (PME) yaitu kegiatan pemantapan mutu yang dilakukan
secara periodik oleh pihak luar untuk memantau hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh suatu
Mutu Eksternal (PME) dapat diselenggarakan dalam lingkup internasional, nasional, maupun
regional dalam suatu daerah. Pemantapan Mutu Eksternal (PME) dapat dilakukan oleh
Pemantapan Mutu Eksternal (PME) dilakukan dengan cara mengirimkan 1 (satu) atau
lebih spesimen (buatan) yang komposisinya tidak diketahui, ke setiap laboratorium peserta
dalam jangka waktu yang tetap, untuk dianalisa. Hasil dari analisa tersebut dikumpulkan dan
kemudian diringkas dalam bentuk laporan, yang digunakan sebagai jawaban hasil
laboratorium peserta untuk diperbandingkan dengan hasil yang “benar” yang terdapat pada
pemantapan mutu eksternal dapat dijadikan sebagai patokan korektif bagi pekerjaan yang
kurang baik. Program Pemantapan Mutu Eksternal untuk bidang kimia klinik yang biasa
dikenal sebagai PNPKLK-K (Program Nasional Pemantapan Kualitas Laboratorium
Kesehatan Bidang Kimia Klinik) tingkat nasinal yang telah diselenggarakan oleh pemerintah
sampai saat ini adalah Pusat Laboratorium Kesehatan bekerjasama dengan HKKI dan
(Variance Index Score), dengan nilai 0-400. Makin kecil nilai VIS yang diperoleh suatu
Pemantapan mutu internal (PMI) adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang
dilakukan oleh masing-masing laboratorium secara terus-menerus agar tidak terjadi atau
Pemantapan mutu internal akan memberikan jaminan kualitas kepada hasil analisa secara
kontinyu dengan cara mengamati sebanyak mungkin langkah-langkah dalam prosedur analisa
di mulai dari pengambilan spesimen sampai kepada penentuan hasil akhir. Pemantapan mutu
internal dapat dianjurkan oleh kepala laboratorium sesuai dengan keinginannya, walaupun
pemerintah sudah membuat program yang sama dan mengeluarkan kriteria-kriteria singkat
untuk diterapkan secara praktis. Pada laboratorium kimia klinik, internal quality control
biasanya meliputi analisa serentak dari serum kontrol yang diketahui konsentrasinya
mencakup seluruh rangkaian kegiatan yang dimulai sebelum proses pemeriksaan itu sendiri
dilaksanakan yaitu dimulai dari tahap pra analitik, analitik dan paska analitik (DepKes,
2004).
penyimpanan, dan pengolahan spesimen sampai dengan pencatatan dan pelaporan dilakukan
dengan benar.
pengobatan, dan prognosis, maka amatlah perlu untuk menjaga mutu hasil pemeriksaan,
dalam arti mempunyai tingkat akurasi dan presisi yang dapat dipertanggungjawabkan
(Anonim, 2008).
Cakupan objektif Pemantapan Mutu Internal (PMI) meliputi aktivitas sebagai berikut :
Pada tahap pra analitik dapat dilakukan usaha-usaha agar tidak terjadi kesalahan pra
analitik dan mengurangi, meminimalisir interfensi pra analitik (Sukorini, dkk, 2010). Untuk
menghindari kesalahan dalam pra analitik maka semua tahapan tersebut harus memiliki
Standar Operasional Prosedur (SOP) yang dapat dilihat oleh semua petugas laboratorium
yang meliputi :
1. Persiapan Pasien
Pemeriksaan untuk spesimen berasal dari manusia sering memerlukan persiapan pasien
terlebih dahulu, sedagkan pemeriksaan spesimen berasal bukan dari manusia tidak
pemeriksaan laboratorium bagi pasien. Seorang dokter dibantu oleh paramedis diharapkan
dapat memberikan informasi mengenai tindakan yang akan dilakukan, manfaat dari tindakan
itu, dan persyaratan apa yang harus dilakukan oleh pasien. Informasi yang diberikan harus
jelas agar tidak menimbulkan ketakutan atau persepsi yang keliru bagi pasien. Untuk
persiapan yang tidak mungkin dilakukan oleh pasien perlu dicatat pada formulir permintaan
pemeriksaan, buku penerimaan pasien, dan formulir hasil pemeriksaan agar pemeriksa
dilaboratorium dan pengirim pasien dapat mengetahui keadaan tersebut (Puslabkes, 1997).
Hasil pemeriksaan laboratorium sangat ditentukan oleh persiapan pasien, oleh karena itu
petugas laboratorium harus menjelaskan kepada pasien tentang hal-hal yang harus dilakukan
hasil pemeriksaan laboratorium yaitu faktor biologis dan faktor fisiologis, ada yang bisa
dikendalikan dan adapula yang tidak bisa dikendalikan. Faktor yang bisa dikendalikan seperti
makanan, minuman, obat-obatan, dan aktivitas fisik. Oleh karena itu persiapan pasien harus
disesuaikan dengan parameter yang akan diperiksa. Bila ada obat yang tidak dapat dihentikan
harus ditulis pada lembar hasil pemeriksaan. Sedangkan faktor yang tidak dapat dikendalikan
seperti usia, jenis kelamin, variasi harian, kehamilan, haid, demam, dan trauma (Puslabkes,
1997)
2. Pemberian Identitas
Pemberian identitas pasien dan atau spesimen merupakan hal yang penting, baik pada
secara lengkap :
a. Tanggal permintaan.
c. Identitas pasien (Nama, umur, jenis kelamin, alamat) atau identitas spesimen.
e. Diagnosis/keterangan klinis.
f. Obat-obat yang telah diberikan dan lama pemberian.
c. Jenis spesimen.
b. Nomor/kode spesimen.
a. Tanggal pemeriksaan.
b. Identitas pasien (Nama, umur, jenis kelamin, alamat) atau identitas spesimen.
c. Nomor/kode laboratorium.
e. Keterangan lain yang dianggap perlu, misalnya penjelasan mengenai persiapan pasien yang
tidak mungkin dilaksanakan , penjelasan hasil pemeriksaan hanya berlaku untuk spesimen
tersebut.
laboratorium (Puslabkes,1997).
3. Penerimaan Spesimen
Bagian penerimaan spesimen harus memeriksa kesesuian antara spesimen yang diterima
dengan permintaan formulir pemeriksaan dan mencatat kondisi spesimen tersebut pada saat
diterima. Hal-hal yang perlu dicatat yaitu volume, warna, kekeruhan, bau, konsistensi dan
lain-lain.
4. Pengambilan Spesimen
a. Waktu pengambilan, umumnya pengambilan spesimen dilakukan pada pagi hari terutama
untuk pemeriksaan kimia klinik, hematologi dan imunologi kerana umumnya nilai normal
berdasarkan nilai pada pagi hari. Namun ada bebrapa pemriksaan yang waktu pengambilan
spesimennya harus disesuaikan dengan perjalanan penyakit dan fluktuasi harian, misalnya
b. Volume spesimen yang diambil harus mencukupi kebutuhan pemeriksaan laboratorium yang
c. Cara pengambilan spesimen harus dilaksanakan oleh tenaga yang terammpil dengan cara
d. Lokasi pengambilan spesimen harus ditetapkan terlebih dahulu lokasi pengambilan yangt
e. Peralatan untuk pengambilan spesimen, secara umum peralatan yang digunakan harus
memenuhi syarat-syarat : bersih, kering, tidak mengandung bahan kimia atau deterjen, terbuat
dari bahan yang tidak mengubah zat-zat yang ada pada spesimen, dan mudah dicuci dari
5. Wadah Spesimen
g. Untuk pemeriksaan zat dalam spesimen yang mudah rusak atau terurai karena sinar matahari,
h. Untuk pemeriksaan biakan dan uji kepekaan kuman, wadah harus steril.
i. Untuk wadah spesimen urin, sputum, tinja sebaiknya menggunakan wadah bermulut lebar.
6. Pengawet Spesimen
Beberapa spesimen memerlukan bahan tambahan berupa bahan pengawet atau anti
koagulan. Kesalahan dalam pemberian bahan tambahan tersebut dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan. Bahan tambahan yang dipakai harus memenuhi persyaratan yaitu tidak
7. Pengiriman Spesimen
segera mengirim sampel yang telah terkumpul, agar kualtas dari sampel dapat terjamin.
Disamping itu, petugas laboratorium yang akan melakukan pengiriman spesimen harus
b. Pengiriman spesimen harus disertai formulir permintaan yang diisi dengan data lengkap.
Pastikan bahwa identitas pasien pada label dan formulir permintaan sudah sama.
lambatnya 2 jam setelah pengambilan sampel. Penundaan yang terlalu lama akan
menyebabkan perubahan fisik dan kimiawi dan dapat menjadi sumber kesalahan dalam
pemeriksaan.
d. Pengiriman spesimen sebaiknya menggunakan wadah khusus, misalnya berupa kotak atau tas
khusus yang tersbuat dari bahan plastik, gabus (stryro-foam) yang akan ditutup rapat dan
8. Penyimpanan Spesimen
d. Penyimpanan spesimen darah sebaiknya dalam bentuk serum atau lisat (Santoso, Winoto,
dkk, 2008).
9. Pengolahan Spesimen
tidak boleh terlalu lama, biasanya 1-2 jam. Sebaliknya pemisahan serum yang terlalu cepat
Serum dapat dipisahkan setelah darah dibiarkan membeku terlebih dahulu pada suhu
kamar selam 20-30 menit, kemudian dicentrifuge 5-15 menit pada kecepatan 3000 rpm.
Pemisahan serum dilakukan paling lambat dalam waktu 2 jam setelah pengambilan spesimen.
Sedangkan plasma pemisahanya dapat dilakukan dalam waktu 2 jam setelah pengambilan
spesimen dengan terlebih dahulu mengocok darah EDTA atau citrat dengan segera secara
pelan-pela dan plasma yang memenuhi syarat harus tidak kelihatan merah atau keruh
b. Tahap Analitik
Dimasa sekarang ini peralatan laboratorium semakin canggih dan semakin kompleks
pula permasalahan yang tiimbul. Stabilitas suatu alat yang digunakan untuk mengukur sangat
menentukan ketelitian suatu pemeriksaan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan laboratorium adalah peralatan laboratorium baik alat yang autometik maupun
alat semi autometik, oleh karena itu alat perlu dipelihara dan dikalibrasi secara berkala.
Kalibarasi tesebut harus dilakukan oleh teknisi alat ataupun petugas laboratorium yang
memiliki kompetensi. Disamping itu perwatan harus pula dilakukan secara rutin, untuk itu
setiap peralatan harus dilengkapi dengan kartu kontrol pemeliharaan yang akan diletakkan
dekat alat, sehingga semua masalah yang timbul pada alat harus dicatat dan tindakaan yang
harus dilakukan. Hal yang terpenting dari kalibrasi dan perawaatan alat yaitu penggunaan
peralatan. Peralatan yang kita gunakan harus memiliki Standar Operasional Peralatan (SOP)
yang tertulis sehingga semua petugas laboratorium dapat melakukan pemeriksaan dengan
Dalam proses pelaksaan pemeriksaan kimia klinik, reagen memegang peranan penting
pemeriksaan setiap reagen harus dilakukan uji mutu untuk melihat apakah suatu reagen baik
digunakan dalam pemeriksaan sehinggah tidak terjadi kesalahan dalam pemeriksaan dan
didapatkan hasil yang baik. Oleh karena itu, reagen yang digunakan harus terdaftar oleh
Kemenkes RI.
Penyimpanan reagen harus diperhatikan, sehingga kualitas reagen dapat terjamin.
Penyimpanan reagen harus dalam botol tertutup, hindari paparan matahari langsung,
disimpan pada refrigerator/kulkas suhu 2-8C, serta dilengkapi dengan kartu kontrol. Suhu
kulkas tempat penyimpanan harus selalu terkontrol (2-8C), dan catat suhu kulkas setiap hari
pada kartu pencatatan suhu. Demikian pula batas kadarluarsa dari reagen serta keadaan fisik
selalu diperhatikan, isi tidak boleh mengeras dan berubah warna. Kualitas dari reagen harus
selalu diuji dengan cara melakukan uji presisi dan uji akurasi menggunakan bahan kontrol
yang diketahui nilainya (assayed) setiap hari dengan menggunakan reagen tersebut (Santos,
a. Tujuan pemeriksaan, misalnya uji saring, diagnostik dan evaluasi hasil pengobatan serta
surveilan. Maka dibutuhkan metode yang memiliki sensitivitas dan spesifitas yang tinggi.
b. Kecepatan hasil yang diinginkan, karena mengingat hasil pemeriksaan laboratorium sangat
diperlukan dalam pengambilan keputusan, maka waktu pemeriksaan yang diperlukan sampai
berdasarkan rekomendasi dari suatu lembaga/badan yang diakuai atau organisasi profesi,
Volume sampel yang diperiksa sangat menentukan tingkat ketelitian pemeriksaan, oleh
karena itu ketelitian dalam pemipetan sangat diperlukan. Bila menggunakan alat yang semi
autometik mikropipet yang digunakan harus selalu terkalibrasi. Sedangkan bila menggunakan
Tenaga pemeriksa yang terampil, berkompeten, handal, serta profesional akan lebih teliti
sehingga dapat memberikan hasil pemeriksaan yang lebih baik. Dengan menggunakan alat
yang autometik, maka intervensi oleh tenaga pemeriksa akan berkurang sehingga hasil
6. Waktu
Waktu pengambilan sampel harus diperhatikan, demikian pula waktu inkubasi pada
Kemampuan untuk memberikan hasil yang sama pada setiap pengulangan pemeriksaan
disebut dengan presisi. Secara kuantitatif, presisi disajikan dalam bentuk impresisi yang
diekspresikan dalam ukuran koefisien variasi. Presisi terkait dengan reprodusibilitas suatu
diulang karena tidak yakin dengan hasilnya. Apabila alat memiliki presisi yang tinggi,
pengulangan pemeriksaan terhadap sampel yang sama akan memberikan hasil yang tidak
Nilai presisi menunjukan seberapa dekat suatu hasil pemeriksaan bila dilakukan berulang
dengan sampel yang sama. Ketelitian terutama dipengaruhi oleh kesalahan acak yang tidak
dapat dihindari. Presisi biasanya dinyatakan dalam nilai koefisien variasi (% KV atau % CV)
KV (%) =
Dimana : KV = Koefisien Variasi
Semakin kecil nilai KV (%) semakin teliti sistem/metode tersebut atau sebaliknya,
semaikn besar nilai KV (%) semaikn tidak teliti sisetm/metode tersebut (Santoso, Winoto,
dkk, 2008)
Kemampuan mengukur dengan tepat sesuai dengan nilai benar (true value] disebut
dengan akurasi. Secara kuantitatif, akurasi diekspresikan dalam ukuran inakurasi. Ini dapat
diukur inakurasi alat dengan dilakukan pengukuran terhadap bahan kontrol yang telah
diketahui kadarnya. Perbedaan antara hasil pengukuran dengan nilai target bahan kontrol
merupakan indikator inakurasi pemeriksaan. Perbedaan ini disebut sebagai bias dan
dinyatakan dalam satuan persen (%). Semakin kecil bias, semakin tinggi akurasi
pemeriksaan.
Nilai benar ini merupakan suatu konsep ideal yang tidak mungkin dicapai sehingga
ukuran ketepatan biasanya cukup menggunakan nilai yang dapat diterima (accepted true
value). Nilai benar ini ditetapkan dengan memeriksa kadar bahan kontrol menggunakan
metode baku emas (gold standard). Pengukuran inakurasi dapat kita lakukan dengan
memenuhi dua syarat. Pertama, kita memiliki kadar bahan control yang diukur dengan
metode baku emas. Kedua, bahan kontrol kita masih dalam kondisi yang baik sehingga kadar
Penilaian inakurasi ini tidak bisa hanya dengan satu kali pengukuran, Perlu dilakukan
beberapa kali pengukuran terhadap bahan kontrol yang sama dengan menggunakan metode
baku emas dan dengan menggunakan alat/metode yang ingin diuji. Bias yang diperoleh
selanjutnya dimasukkan dalam suatu plot untuk melihat sebarannya (Sukorini, dkk, 2010).
Akurasi dapat dinilai dari hasil pemeriksaan bahan kontrol dan dihitung sebagai nilai
biasnya (d%) :
d(%) =
a. Periode pendahuluan
Pada periode pendahuluan ditentukan nilai dasar yang merupakan nilai rujukan untuk
unassayed sedangkan bahan kontrol assayed menggunakan nilai rujukan dari pabrik.
1. Periksa bahan kontrol bersamaan dengan pemeriksaan spesimen setiap hari kerja atau pada
2. Catat nilai yang diperoleh tiap hari kerja tersebut dalam formulir periode pendahuluan.
3. Hitung nilai rata-ratanya (mean), Standar deviasa (SD), Koefisien Variasi (KV), batas
4. Teliti apakah ada nilai yang melebihi batas mean ± 3 SD. Bila ada maka nilai tersebut
dibuang dan ditulis kembali nilai pemeriksaan yang masih ada kedalam formulir periode
pendahuluan, kemudian hitung kembali nilai Mean, SD, KV, Mean ± 2 SD, dan Mean ± 3
SD.
5. Nilai Mean dan SD yang diperoleh ini dipakai sebagai nilai rujukan pada periode berikutnya,
yaitu periode kontrol. Nilai rujukan ini berlaku untuk bahan kontrol dengan nomor lot yang
sama. Apabila nomor lot berlainan, harus dimulai dengan periode pendahuluan lagi untuk
b. Periode Kontrol
Merupakan periode untuk menentukan baik atau tidaknya pemeriksaan pada hari
3. Hitung penyimpangannya terhadap nilai rujukan dalam satuan SD (Standar Deviasi Index)
dengan rumus :
Sdi =
c. Penilaian
dikembangkan oleh Westgard, dengan sejumlah ketentuan yang dapat menafsirkan data-data
ketentuan peringatan. Kemungkinan adanya masalah pada instrumen atau malfungsi metode.
2. 1 – 3S : Satu kontrol diluar nilai mean ± 3 SD, merupakan ketentuan penolakan yang
mencerminkan adanya kesalahan acak. Bila hal ini terjadi maka instrumen tidak dapat
digunakan untuk pelayanan hingga masalah teratasi. Evaluasi instrumen untuk menemukan
3. 2 – 2S : Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol apabila hasil
pemeriksaan 2 kontrol berturut-turut keluar dari batas yang sama yaitu x + 2S atau x - 2S.
4. R – 4S : Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila rentang
antara 2 hasil kontrol yang berbeda melebihi 4s (satu control diatas +2s, lainnya dibawah -
2s). Aturan ini mendeteksi kesalahan acak dan sistemik. Aturan ini hanya dapat digunakan
apabila menggunakan dua level kontrol. Bila ditemukan keadaan ini, instrumen tidak boleh
dipergunakan untuk pelayanan sebelum masalah teratasi.
5. 4 – 1S : Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 4 kontrol
berturut-turut keluar dari batas yang sama baik x +S maupun x -S. Aturan ini mendeteksi
kesalahan sistematik. Instrumen tetap dapat diggunakan untuk pelayanan, namun perlu
maintenanc terhadap instrumen atau dilakukan kalibrasi kit/instrumen.
6. 10 (X) : Seluruh pemeriksaan dari satu seri dinyatakan keluar dari kontrol, apabila 10 kontrol
berturut-turut berada pada pihak yang sama dari nilai tengah. Aturan ini mendeteksi
kesalahan sistematik. Instrumen tetap dapat digunakan untuk pelayanan, namun perlu
maintenance terhadap instrumen atau dilakukan kalibrasi kit/instrumen.
C. Tahap Pasca Analitik
1. Pembacaan hasil meliputi : penghitungan, pengukuran, identifikasi, dan penilaian sudah
benar.
2. Pelaporan hasil meliputi : form hasil bersih, tidak ada salah transkrip, tulisan sudah jelas, dan
tidak terdapat kecenderungan hasil pemeriksaan atau hasil abnormal (Santoso, Witono, dkk,
2008).
Untuk menjaga kerahasian hasil dari pasien sebaiknya hasil yang diberikan tersegel. Hasil
pemeriksaan harus memiliki rekaman dokumen yang dapat disimpan untuk maksud
pembuktian, memastikan ketertelusuran dan sebagai bantuan untuk tindakan pencegahan dan
perbaikan. Disamping itu pula bukti pengambilan hasil harus tertelusur pula untuk
menghindari kesalahan dalam pemberian hasil pasien (Siregar C, 2007).
3. Jenis-jenis Kesalahan
a. Kesalahan Teknik
Kesalahan teknik merupakan kesalahan yang sudah melekat, selalu ada pada setiap
pemeriksaan dan seakan-akan tidak mungkin dapat dihindari. Kesalahan teknik ada 2 macam
yaitu kesalahan acak (random error) dan kesalahan sistematik (systematic error) (Santoso,
Kesalahan acak adalah suatu kesalahan dengan pola yang tidak tetap. Penyebabnya
adalah ketidak-stabilan, misalnya pada penangas air, reagen, pipet dan lain-lain. Kesalahan
acak menunjukan tingkat ketelitian (Presisi) hasil pemeriksaan kurang baik. Sedangkan
kesalahan sistematik adalah suatu kesalahan yang terus-menerus dengan pola yang sama. Hal
ini dapat disebabkan oleh standar, kalibrasi atau instrumen yang tidak baik. Kesalahan
sistematik menunjukan tingkat ketepatan (Akurasi) hasil pemeriksaan berkurang (Santoso,
b. Kesalahan non-Teknik
Kesalahan non-teknik merupakan kesalahan yang biasanya dijumpai pada tahap pra
analitik atau pasca analitik. Kesalahan pada pra analitik misalnya kesalahan pada
pengambilan sampel (Sampling error) seperti kesalahan pada persiapan pasien, kesalahan
penyimpanan atau transportasi. Kesalahan sering pula terjadi pada penghitungan dan
penulisan (Cleritical error). Pada pasca analitik kesalahan dapat terjadi berupa penulisan dan