Abstrak
Penelitian ini berlatar belakang rendahnya aktifitas dan hasil belajar IPA siswa
kelas IV SDN Rejomulyo, Kec. Barat, Kab. Magetan. Sedangkan tujuannya adalah untuk
mengetahui penerapan model snowball throwing dan media TTS dapat meningkatkan
aktifitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Rejomulyo, Kec. Barat, Kab. Magetan
tahun pelajaran 2016 / 2017.
Data penelitian diperoleh dari kegiatan observasi dan hasil tes tertulis siswa.
Hasil penelitian menunjukkan hasil belajar siswa mengalami peningkatan, hal ini dapat
dilihat dari nilai rata-rata siswa pada pra siklus adalah 62,50, pada siklus I diperoleh
80,31, dan pada siklus II meningkat menjadi 90,31. Selain itu juga terlihat pada
ketuntasan belajar siswa yang mengalami peningkatan. Pada pra siklus prosentase
ketuntasan belajar siswa adalah 25% %, pada siklus I menjadi 68,75 % dan pada siklus
II mencapai 93,75 %. Lebih lanjut, keaktifan siswa dikelas juga mengalami peningkatan
dari siklus I siswa yang sangat aktif 43,75 %, aktif 25% dan belum mencapai kriteria
aktif sebanyak 31,25% menjadi sangat aktif 87,50 %, aktif 6,25% dan belum mencapai
kriteria aktif sebanyak 6,25% pada siklus II
Kata kunci : model snowball throwing, media TTS, pembelajaran IPA
Pendahuluan
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, tentu saja tidak terlepas dari
proses belajar mengajar sebagai kegiatan utama di sekolah. Salah satu faktor yang
sangat berpengaruh dalam kegiatan belajar mengajar yaitu pemilihan metode dan
media pembelajaran. Metode dan media pembelajaran sendiri terdiri dari berbagai
macam, yang masing-masing metode dan media pelajaran mempunyai kelebihan dan
kekurangan.
Berdasarkan hasil pengamatan dalam mengajar IPA kelas IV SDN
Rejomulyo, Kec. Barat, Kab. Magetan tahun pelajaran 2016 / 2017, terdapat berbagai
macam kendala atau masalah di kelas. Diantaranya siswa cenderung mengabaikan
pertanyaan guru di kelas. Disamping itu aktivitas siswa dalam proses belajar
mengajar IPA tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh guru. Siswa hanya diam
2
Analisis masalah dalam penelitian ini adalah (1) penjelasan guru dalam
menyampaikan materi pembelajaran terlalu cepat sehingga sulit dipahami siswa. (2)
perhatian guru dalam proses pembelajaran karena kurang melibatkan siswa, sehingga
guru menganggap siswa telah memahami. (3) guru kurang sering memberikan latihan
dalam proses pembelajaran IPA di kelas. (4) penggunaan metode dan media dalam
pembelajaran kurang bervariasi, sehingga siswa bosan, termasuk penggunaan media
yang tidak sesuai.
Alternatif dan prioritas pemecahan masalah berdasarkan analisis masalah
diatas diantaranya adalah sebagai berikut (1). dalam proses KBM perlu dilakukan
metode lain yang lebih menarik minat perhatian siswa yaitu dengan menggunakan
model snowball throwing dan media TTS. (2) dalam penyampaikan materi pelajaran
guru menerapkan metode lain yang lebih diminati siswa dan menjelaskan materi
secara lebih terperinci baik secara teori maupun dengan pengamatan melalui gambar.
(3) meningkatkan pemahaman siswa melalui media TTS dan media gambar dengan
memanfaatkan model snowball throwing
Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah (1)
bagaimanakah penggunaan model snowball throwing dan media TTS dapat
meningkatkan aktivitas siswa mata pelajaran IPA materi sumber daya alam pada
siswa kelas IV SDN Rejomulyo, Kec. Barat, Kab. Magetan, tahun pelajaran 2016 /
2017? (2) apakah penggunaan model snowball throwing dan media TTS dapat
meningkatkan hasil belajar mata pelajaran IPA materi sumber daya alam pada siswa
kelas IV SDN Rejomulyo, Kec. Barat, Kab. Magetan, tahun pelajaran 2016 / 2017?
Sedangkan tujuannya adalah (1) meningkatkan aktifitas siswa mata
pelajaran IPA materi sumber daya alam pada siswa kelas IV SDN Rejomulyo, Kec.
Barat, Kab. Magetan, tahun pelajaran 2016 / 2017 dengan menggunakan model
snowball throwing dan media TTS. (2) meningkatkan hasil belajar mata pelajaran
IPA materi sumber daya alam pada siswa kelas IV SDN Rejomulyo, Kec. Barat, Kab.
Magetan, tahun pelajaran 2016 / 2017 dengan menggunakan model snowball
throwing dan media TTS.
Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi guru diantaranya (1)
sebagai bahan koreksi dan perbaikan untuk melaksanakan proses pembelajaran bagi
peserta didik pada masa - masa berikutnya. (2) untuk meningkatkan pengetahuan dan
4
Kajian Pustaka
Belajar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara entimologis belajar memiliki
arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Lebih lanjut, Sri Anitah W, dkk
(2011: 2.5) mengatakan bahwa belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan
individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru, secara
keseluruhan sebagai pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan
lingkungannya.
Ciri-ciri belajar menurut Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2007: 15)
adalah sebagai berikut: (1) belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku.
(2) perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan
tetap atau tidak berubah-ubah. Tetapi perubahan tingkah laku tersebut tidak akan
terpancang seumur hidup. (3) perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat
diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung, perubahan perilaku tersebut
5
bersifat potensial. (4) perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atau
pengalaman. (5) pengalaman atau latihan itu dapat memberi penguatan.
Prinsip-prinsip belajar sebagai berikut (Sri Anitah W, dkk, 2011: 1.9) : (1)
motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila ia diberi tanggung jawab dan
kepercayaan penuh atas belajarnya, (2) perhatian atau pemusatkan perhatian pada
pelajaran, (3) apapun yang dipelajari siswa, dialah yang harus belajar, bukan orang
lain. Siswa harus bertindak aktif (4) setiap kegiatan ataupun pekerjaan siswa
hendaknya guru memberikan umpan balik sebagai bahan perbaikan dalam proses
belajar, (5) setiap siswa belajar sesuai dengan kemampuannya, dimana masing –
masing individu mempunyai kemampuan yang berbeda.
Gagne mengemukakan delapan jenis belajar. Kedelapan jenis belajar
tersebut adalah (Sri Anitah W, dkk, 2011: 2.17) : (1) belajar isyarat (signal learning)
adalah melakukan atau tidak melakukan sesuatu karena adanya tanda atau isyarat, (2)
belajar stimulus / respon (stimulus – respon learning), dimana belajar stimulus-respon
terjadi pada diri individu karena ada rangsangan dari luar, (3) belajar rangkaian
(chaining learning), belajar rangkaian terjadi melalui perpaduan berbagai proses
stimulus respon yang telah dipelajari sebelumnya sehingga melahirkan perilaku yang
segera atau spontan seperti konsep merah-putih, panas-dingin, ibu-bapak, (4) belajar
asosiasi verbal (verbal association learning), terjadi bila individu telah mengetahui
sebutan bentuk dan dapat menangkap makna yang bersifat verbal, (5) belajar
membedakan (discriminating learning) terjadi bila individu berhadapan dengan
benda, suasana, atau pengalaman yang luas dan mencoba membeda-bedakan hal-hal
yang jumlahnya banyak, (6) belajar konsep (concept learning), terjadi bila individu
menghadapi berbagai fakta atau data yang kemudian ditafsirkan ke dalam suatu
pengertian atau makna yang abstrak, (7) belajar hukum atau aturan (rule learning),
terjadi bila individu menggunakan beberapa rangkaian peristiwa atau perangkat data
yang terdahulu atau yang diberikan sebelumnya dan menerapkannya atau menarik
kesimpulan dari data tersebut menjadi suatu aturan. (8) belajar pemecahan masalah
(problem solving learning), terjadi apabila individu menggunakan berbagai konsep
atau prinsip untuk menjawab suatu pertanyaan.
Tahapan dalam belajar meliputi : (1) tahap motivasi, yaitu saat motivasi dan
keinginan siswa untuk melakukan kegiatan belajar bangkit. Misanya keinginan siswa
6
untuk memperhatikan apa yang dipelajari, (2) tahap konsentrasi, yaitu saat siswa
harus memusatkan perhatian, yang telah ada pada tahap motivasi, untuk tertuju pada
hal-hal yang relevan dengan apa yang dipelajari, (3) tahap mengolah, siswa menahan
informasi yang diterima guru, kemudian mengolah informasi-informasi untuk diberi
makna berupa sandi-sandi sesuai dengan penangkapan masing-masing. Setiap siswa
akan berbeda penangkapannya terhadap hal yang sama yang diberikan oleh seorang
guru, (4) tahap penyimpanan, siswa menyimpan simbol-simbol hasil olahan yang
telah diberi makna ke dalam gudang ingatan jangka panjang. Pada tahap ini hasil
belajar sudah diperoleh, baik baru sebagian maupun keseluruhan, (5) tahap menggali
1, siswa menggali informasi yang telah disimpan untuk dikaitkan dengan informasi
yang baru diterima, (6) tahap menggali 2, menggali informasi yang telah disimpan
untuk persiapan fase prestasi, (7) tahap prestasi, informasi yang telah digali pada
tahap sebelumnya digunakan untuk menunjukkan prestasi yang merupakan hasil
belajar, (8) tahap umpan balik, siswa memperoleh penguatan (konfirmasi) saat
perasaan puas atas prestasi yang ditunjukkan.
Menurut Sri Anitah W, dkk (2011: 2.7), faktor-faktor yang mempengaruhi
proses belajar dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: (1) faktor internal adalah
faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil
belajar individu. Faktor internal meliputi faktor fisiologis, adalah faktor yang
berhubungan dengan kondisi fisik individu, dan faktor psikologis, adalah keadaan
psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar seperti kecerdasan
siswa, motivasi, minat, sikap, bakat. (2) faktor eksternal, faktor - faktor eksternal
yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu faktor
lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial. Faktor lingkungan sosial seperti
lingkungan sosial sekolah, lingkungan sosial masyarakat, lingkungan sosial keluarga.
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan non sosial adalah lingkungan alamiah,
seperti kondisi udara, faktor instrumental, yaitu perangkat belajar yang dapat
digolongkan dua macam. Pertama gedung sekolah, alat-alat belajar, dll, kedua
kurikulum sekolah, peraturan-peraturan, silabus, serta faktor materi pelajaran. Faktor
materi pelajaran hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu
juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan siswa.
7
bergerak. Bentuk media gerak dapat berupa video atau film; (5) komputer; (6) media
Radio
Model Pembelajaran Snowball Throwing
Menurut GA. Prabowo, dkk (2012: 22) mengatakan model pembelajaran
snowball throwing merupakan suatu model pembelajaran kooperatif yang
menekankan pada kerja kelompok. Tidak hanya sekedar belajar dalam kelompok.
Pembelajaran snowball throwing mengacu pada langkah – langkah tertentu yang
membuat siswa lebih aktif dalam belajar kelompok. Diantara langkah – langkah
tersebut adalah saling berdiskusi saat mengerjakan tugas yang diberikan guru,
membuat soal dan memberikan ke kelompok lain, serta mengerjakan soal yang
diterima dari kelompok lain. Model snowball throwing memiliki ciri sebagai berikut:
(1) berkelompok, (2) membuat sebuah pertanyaan pada sebuah kertas kemudian
digulung menyerupai sebuah bola (snowball), (3) Throwing artinya melempar. Kertas
yang telah digulung menyerupai bola yang kemudian kertas berbentuk bola tersebut
dilemparkan kepada siswa lainnya, (4) menjawab pertanyaan sesuai dengan yang
tertulis pada kertas tersebut
Langkah – langkah pembelajaran snowball throwing menurut Miftahul Huda
(2013 : 226) adalah pertama guru menyampaikan materi yang akan disajikan, guru
membentuk kelompok – kelompok dan memanggil masing – masing ketua kelompok
untuk memberikan penjelasan tentang materi, kemudian masing – masing ketua
kelompok kembali ke kelompoknya masing – masing, kemudian mejelaskan materi
yang disampaikan guru kepada temannya, setelah itu, masing – masing siswa
diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang
menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok. Kemudian kertas
yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke
siswa yang lain selama ± 15 menit. Setelah siswa dapat satu bola / satu pertanyaan
diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertuls dalam
kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian. Terakhir, guru mengevaluasi dan
menutup pelajaran
Kelebihan Snowball Throwing menurut Arifin (2013) adalah melatih
kesiapan, membangkitkan keberanian, mengurangi rasa takut bertanya kepada guru
10
dan berbagai manfaat yang diberikan, maka dapat dijadikan sebagai media sehingga
siswa lebih tertarik mengikuti proses pelajaran.
Aktivitas Anak Sekolah Dasar
Dalam kegiatan belajar diperlukan adanya aktivitas, tanpa aktivitas proses
belajar tidak dapat berlangsung dengan baik. Sebab pada dasarnya belaja adalah
berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan tindakan. Tidak ada belajar
jika tidak ada aktivitas (Sardiman, 2012: 95)
Dalam pembelajaran perlu diperhatikan bagaimana keterlibatan siswa dalam
pengorganisasian pengetahuan, apakah mereka aktif atau pasif. Pembelajaran efektif
mmenyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Siswa
dapat melakukan banyak aktivitas selama mengikuti pelajaran. Paul B. Dierich
(dalam Hamalik, 2012: 172 – 173), menggolongkan aktivitas siswa dalam pelajaran
antara lain: (1) visual activities; (2) oral activities; (3) listening activities; (4) writing
activities; (5) drawing activities; (6) motor activities; (7) mental activities; (8)
emotional activities
Jadi dapat disimpulkan bahwa kativitas siswa adalah semua kegiatan yang
dilakukan siswa selama proses pembelajran sehingga menimbulkan perubahan
perilaku belajar. Perubahan perilaku dapat dikatakan sebagai hasil belajar dan setiap
siswa akan memperoleh perubahan perilaku berbeda, tergantung pada penerimaan
konsep yang diserap ketika kegiatan pembelajaran
Indicator aktivitas siswa dalam pembelajaran menggunakan model Snowball
Throwing dengan media TTS adalah : (1) mempersiapkan diri untuk mengikuti
pelajaran (emotional activities), (2) mendengarkan dan memperhatikan penjelasan
guru tentang sumber daya alam ditampilkan melalui media gambar (listening
activities, visual activities), (3) mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan
guru (oral activities), (4) mengelompok dengan teman (mental activities), (5)
menemui dan mendengarkan penjelasan guru tentang sumber daya alam yang akan
dibuat TTS (montor activities, listening activities), (6) ketua kelompok menjelaskan
materi dan anggota lain mendengarkan atau memperhatikan materi (oral activities,
listening activities), (7) berdiskusi dengan teman, megerjakan lembar kerja menyusun
TTS (oral activities, writing activities), (8) membuat kertas lembar kerja berisi TTS
menjadi bentuk bola dan melempar bola kertas ke siswa atau kelompok lain (motor
12
activities), 9) menerima dan menjawab TTS dalam bola kertas dengan mengisi TTS
kemudian mempersentasikan kepada seluruh kelas (motor activities, writing
activities, oral activities dan emotional avctivities), 10) menyimpulkan materi
pelajaran dan mengerjakan evaluasi (writing activities)
Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Ilmu Pengetahuan Alam di Sekolah Dasar adalah program untuk
menanamkan dan mengembangkan pengetahuan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah
pada siswa serta rasa mencintai dan menghargai kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
Tujuan IPA secara umum membantu agar siswa memahami konsep-konsep IPA dan
keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Memiliki keterampilan untuk
mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar maupun menerapkan berbagai
konsep IPA untuk menjelaskan gejala-gejala alam yang harus dibuktikan
kebenarannya di laboratorium, dengan demikian IPA tidak saja sebagai produk tetapi
juga sebagai proses. Untuk itu ada tiga hal yang berkaitan dengan sasaran IPA di
Sekolah Dasar adalah sebagai berikut. (1) IPA tidak semata berorientasi kepada hasil
tetapi juga proses. (2) Sasaran pembelajaran IPA harus utuh menyeluruh dan (3)
pembelajaran IPA akan lebih berarti apabila dilakukan secara berkesinambungan dan
melibatkan siswa secara aktif (Kurikulum KTSP SDN Rejomulyo, 2012: 13).
Di sekolah dasar pengajaran tradisional masih merupakan pengajaran utama.
Pengajaran tradisional dimulai dengan penjelasan tentang ide-ide yang terdapat pada
halaman buku yang dipelajari, kemudian diikuti dengan menunjukkan kepada siswa
bagaimana mengerjakan soal. Fokus utama dari pelajaran adalah mendapatkan
jawaban. Para siswa menyandarkan pada guru untuk menentukan apakah jawaban itu
benar. Akibatnya anak-anak dijauhkan dari sumber pengetahuan yang sebenarnya.
menjelaskan materi yang disampaikan guru kepada temannya, (3) setiap kelompok di
beri lembar kertas kerja untuk membuat TTS sesuai materi yang disampaikan ketua
kelompok, (4) setiap kelompok diberi waktu berdiskusi mengerjakan lembar kerja
untuk menyusun TTS sederhana. Siswa diperbolehkan membaca materi dalam buku
untuk menyusun TTS, (5) guru membimbing siswa perkelompok untuk menyusun
TTS, (6) setelah selesai kertas yang berisi TTS tersebut dibuat seperi bola dan
dilempar dari satu siswa ke siswa lain, (7) siswa yang mendapat bola kertas dan
menjawab pertanyaan berupa TTS secara bergantian. Terakhir konfirmasi meliputi (1)
guru mengkritisi dan menyempurnakan jawaban dari masing – masing kelompok, (2)
guru memberikan motivasi kembali berupa penguatan terhadap materi yang baru
dipelajari, (3) guru memberikan reward dan motivasi tambahan bagi kelompok yang
dianggap paling baik dan kelompok yang masih kurang. Kegiatan akhir dalam
pelaksanaan siklus I meliputi (1) guru bersama siswa membuat kesimpulan, (2) guru
memberikan tes tulis kepada siswa
Selanjutnya pengamatan (observasi), dimana peneliti bekerja sama dengan
guru (teman sejawat) yang bertugas mengamati proses kegiatan pembelajaran yang
berlangsung. Hasil pengamatan dituangkan dalam catatan observasi yang telah dibuat
dan dipersiapkan sebelumnya. Kegiatan observasi dilaksanakan untuk memperoleh
gambaran lengkap secara objektif tentang perkembangan proses pembelajaran untuk
memperoleh bahan penyusunan refleksi.
Keempat adalah refleksi, pada tahap refleksi yang dilakukan yaitu analisis
dan penilaian terhadap hasil pengamatan atas tindakan yang dilakukan. Adapun yang
dianalisis adalah lembar observasi dan nilai tes siswa. Hasil evaluasi dari siklus I
nantinya dapat dijadikan bahan refleksi (kajian ulang) untuk menyusun rencana
pembelajaran dan untuk menyempurnakan tindakan pada siklus berikutnya.
Siklus berikutnya adalah siklus II dimana tahapan – tahapan yang
dilakuakan seperti pada siklus pertama tetapi didahului dengan perencanaan ulang
berdasarkan hasil – hasil refleksi yang diperoleh pada siklus pertama, sehingga
kelemahan yang terjadi pada siklus pertama tidak terjadi pada siklus kedua. Beberapa
indikator keberhasilan pada siklus ke II diharapkan dapat lebih baik dibandingkan
pada siklus I. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh
dari kegiatan di lapangan. Bentuk pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
15
adalah deskriptif kuantitatif. Lebih lanjut, guru menambahkan media gambar sebagai
pendukung kegiatan pembelajaran
Dalam pengamatan (observasi) penelitian tindakan kelas ini, peneliti bekerja
sama dengan guru (teman sejawat) yang bertugas mengamati proses kegiatan
pembelajaran yang berlangsung. Hasil pengamatan dituangkan dalam catatan
observasi yang telah dibuat dan dipersiapkan sebelumnya. Kegiatan observasi
dilaksanakan untuk memperoleh gambaran lengkap secara objektif tentang
perkembangan proses pembelajaran untuk memperoleh bahan penyusunan refleksi.
Pada tahap ini diawali dengan memeriksa hasil catatan observasi yang akan
dianalisis untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran pada siklus II, serta
mempertimbangkan hasil dan dampak dari tindakan yang telah dilakukan. Hasil
catatan observasi yang akan dianalisis berupa nilai hasil evaluasi siswa dan
pengamatan mengenai keaktifan siswa di kelas selama berlangsungnya kegiatan
perbaikan pembelajaran
Teknik Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, data – data yang
diperoleh dari data siswa yang berasal dari pengamatan tes tulis. Data –data yang
telah terkumpul dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif pada setiap siklus untuk
memudahkan dalam mengetahui ada tidaknya peningkatan aktifitas belajar siswa
dalam pelajaran IPA yang dilihat dari hasil tes tiap siklusnya dengan menggunakan
snowball throwing dengan media TTS
Analisis ini dihitung dengan menggunakan statistika sederhana yaitu: data
siswa yang diambil melalui tes tertulis dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
∑ skor yang diperoleh siswa
Nilai Siswa = x 100
∑ skor maksimal
Untuk mengukur keberhasilan tiap – tiap siklus dalam penelitian tindakan
kelas ini. Tolak ukurnya adalah sistem belajar tuntas yaitu pencapaian KKM 75.
Keberhasilan belajar diukur apabila setiap siswa telah mencapai nilai 75, maka
dikatakan berhasil tuntas dan secara klasikal apabila sebanyak 80% siswa telah
mencapai nilai ≥75 maka dikatakan tuntas secara klasikal.
16
Nilai
skor yang diperoleh siswa 100
Skor maksimal
Desngan kriteria penilaian 85 - 100 adalah sangat aktif, 70 – 84 untuk aktif, 55 - 69
berarti cukup aktif, 40 - 54 adalah kurang aktif dan 0 - 39 untuk sangat kurang
aktif (Suharsimi Arikunto, 2006:44)
Selanjutnya, kriteria dari aktifitas siswa dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
∑𝑆𝑖𝑠𝑤𝑎 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓 + 𝑠𝑎𝑛𝑔𝑎𝑡 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓
𝑃𝑟𝑜𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝑘𝑒𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓𝑎𝑛 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎 (𝑘𝑙𝑎𝑠𝑖𝑘𝑎𝑙) = 𝑥 100%
∑ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑠𝑖𝑠𝑤𝑎
Indikator keberhasilan aktifitas siswa adalah jika jumlah prosentase aktifitas
siswa diperoleh ≥ 80%, maka siswa dinyatakan dalam kategori aktif dan sangat aktif.
Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa siswa yang mencapai ketuntasan
sebanyak 11 siswa (68,75%), sedangkan siswa yang belum mencapai ketuntasan
19
sebanyak 5 siswa, yaitu Cindy, Aditia, Sidiq, Putri, dan Devi. Hal ini menunjukkan
bahwa, 31,25 % dari seluruh jumlah siswa belum mencapai KKM yang telah
ditentukan yaitu ≥ 75. Hasil penelitian ini belum mencapai indikator ketuntasan
klasikal 80% karena siswa yang mencapai ketuntasan hanya sebesar 68,75%.
Dan hasil dari pengamatan keaktifan siswa selama pelaksanaan
pembelajaran pada siklus I dapat dikemukakan pada tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4. Data Pengamatan Keaktifan Siswa Siklus I
Nilai Frekuensi (Siswa) Prosentase (%) Keterangan
85 – 100 7 43,75 Sangat aktif
70 – 84 4 25 Aktif
55 – 69 4 25 Cukup
40 - 54 1 6,25 Kurang
0 - 39 - - Sangat kurang
Jumlah 16 100
Keberhasilan keaktifan siswa yang sudah tercapai 68,75%
Ketuntasan klasikal 80%
Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa frekuensi siswa yang mencapai kriteria
sangat aktif sebanyak 7 siswa (43,75%) dan frekuensi siswa yang mencapai kriteria
aktif sebanyak 4 siswa (25%). Sedangkan frekuensi siswa yang belum mencapai
kriteria sangat aktif atau aktif sebanyak 5 siswa (31,25%). Keberhasilan keaktifan
siswa secara klasikal 80% belum tercapai, karena keberhasilan keaktifan siswa pada
siklus I hanya mencapai 68,75%.
Setelah melakukan pelaksanaan tindakan I, langkah selanjutnya adalah
mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan untuk mengetahui kelemahan-kelamahan
tindakan I. Dari hasil pengamatan guru menemukan kelemahan-kelemahan pada
siklus I sebagai berikut: (1) guru masih kurang untuk memotivasi siswa, karena pada
saat memberikan motivasi guru tidak memberikan sesuatu yang menarik terhadap
siswa yang aktif seperti hadiah atau dorongan kepada siswa agar lebih kreatif, (2)
guru kurang menguasai kelas sehingga ada beberapa siswa yang masih ramai. Ini
disebabkan karena guru kurang tegas dalam memperingatkan siswa agar tidak ramai,
sehingga siswa tidak memperhatikan penjelasan dari guru dan bergurau sendiri, (3)
20
guru menyampaikan materi terlalu cepat sehingga ada beberapa siswa yang belum
jelas, (4) guru masih kurang dalam mengelola waktu, sehingga banyak waktu yang
terluang dikarenakan masih banyak siswa yang kurang mampu, (5) guru kurang
memberikan variasi dalam penggunaan media pembelajaran
Dari kelemahan di atas yang menjadi permasalahan adalah guru masih
kurang dalam menguasai kelas dan siswa masih belum paham terhadap materi jenis –
jenis sumber daya alam, sehingga ada beberapa siswa yang masih ramai dan
penjelasan guru sulit diterima oleh siswa. Untuk mengatasinya, maka dalam siklus
selajutnya guru harus lebih baik dalam mengelola kelas, agar siswa dapat
memperhatikan penjelasan dari guru dan guru harus menjelaskan materi jenis – jenis
sumber daya alam, sehingga siswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan. Dalam
hal ini, guru menambahkan media gambar dalam melaksanakan perbaikan
pembelajaran siklus II
Berdasarkan refleksi pada siklus I, peneliti menyusun rencana pembelajaran
dengan materi manfaat sumber daya alam dan pelestariannya dengan menggunakan
model snowball throwing dan media TTS, media gambar berbagai jenis sumber daya
alam, soal tes kemampuan mengidentifikasi manfaat sumber daya alam dan
pelestariannya, kunci jawaban dari soal setiap siklusnya, dan format lembar observasi
keaktifan siswa.
Dengan memperhatikan evaluasi tindakan I, maka peneliti melakukan
rencana perbaikan pada kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus I, langkah-
langkah perbaikan yang dilakukan pada siklus II adalah sebagai berikut: (1) guru
menjelaskan kembali mengenai hal-hal yang harus dilakukan oleh siswa agar siswa
menjadi lebih antusias untuk mengikuti proses belajar mengajar, (2) guru
memberikan motivasi siswa dengan memberikan poin tambahan kepada siswa yang
berani menyampaikan pendapatnya, (3) guru lebih menguasai kelas dengan menyuruh
siswa untuk tenang dan lebih berkonsentrasi mengikuti proses belajar mengajar, (4)
guru menyampaikan materi secara runtut dan tidak terkesan tergesa – gesa agar
mudah diikuti siswa, (5) guru menambahkan media gambar dalam pengenalan dan
untuk mengingat kembali pemahaman siswa mengenai sumber daya alam dan juga
memotivasi minat belajar siswa, (6) mengurangi rincian kegiatan dalam RPP dengan
tidak mengurangi makna pembelajaran.
21
Hasil penilaian prestasi siswa siklus II secara garis besar dapat dikemukakan
pada tabel 4.6 di bawah ini.
Tabel 4.6. Data Hasil Penilaian Prestasi Siswa Pada Siklus II
Nilai Frekuensi (Siswa) Prosentase (%) Keterangan
≥ 70 15 93,75 Tuntas
< 70 1 6,25 Tidak tuntas
Jumlah 16 100
Ketuntasan siswa yang sudah tercapai 93,75%
Indikator ketercapaian prestasi belajar siswa ≥ 75
Ketuntasan klasikal 80%
Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa siswa yang mencapai ketuntasan
sebanyak 15 siswa (93,75%), sedangkan siswa yang belum mencapai ketuntasan
23
sebanyak 1 siswa, yaitu: Risma. Hal ini menunjukkan bahwa, 6,25 % dari seluruh
jumlah siswa belum mencapai KKM yang telah ditentukan yaitu ≥ 75. Hasil
penelitian ini sudah mencapai indikator ketuntasan klasikal 80%
Hasil dari pengamatan keaktifan siswa selama pelakasanaan pembelajaran
pada siklus II dapat dikemukakan pada tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.7. Data Pengamatan Keaktifan Siswa Siklus II
Nilai Frekuensi (Siswa) Prosentase (%) Keterangan
85 – 100 14 87,50 Sangat aktif
70 – 84 1 6,25 Aktif
55 – 69 1 6,25 Cukup
40 - 54 - - Kurang
0 - 39 - - Sangat kurang
Jumlah 16 100
Keberhasilan keaktifan siswa yang sudah tercapai 87,50%
Indikator ketercapaian prestasi belajar siswa ≥ 75
Ketuntasan klasikal 80%
Dari tabel 4.7 dapat diketahui bahwa siswa yang mencapai keberhasilan
aktifitas siswa sebanyak 15 siswa (93,25%), dimana, 14 (87,50%) siswa mencapai
kriteria sangat aktif dan sebanyak 1 (6,25%) siswa mencapai kriteria aktif. Sedangkan
siswa yang belum mencapai keberhasilan aktifitas yang ditentukan sebanyak 1 siswa
(6,25%). Berdasarkan data aktifitas siswa pada siklus II, keaktifan siswa secara
klasikal sudah tercapai.
Setelah melakukan pelakasanaan tindakan II, langkah selanjutnya adalah
mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan untuk mengetahui kelemahan-kelamahan
tindakan II. Hasil pengamatan peneliti pada siklus II sebagai berikut: 1) guru mampu
memotivasi siswa agar lebih berani menyampaikan pendapat, 2) situasi di kelas sudah
efektif dalam menerima materi dan melaksanakan proses belajar mengajar, 3) hasil
belajar siswa dalam mempelajari IPA topik sumber daya alam mengalami
peningkatan
Pembahasan Hasil Penelitian Perbaikan Pembelajaran
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui adanya peningkatan,
kemampuan dalam mempelajari IPA terutama materi sumber daya alam dan keaktifan
24
siswa. Secara garis besar data hasil penelitian pencapaian hasil belajar siswa dari
siklus I sampai dengan siklus II dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8 Hasil Peningkatan Penilaian Prestasi Siswa Pra Siklus, Siklus I, dan Siklus
II
Hasil
Pra Siklus Siklus I Siklus II
Data yang diperoleh
Freku Prosent Freku Prosent Freku Prosent
ensi ase (%) ensi ase (%) ensi ase (%)
∑ Siswa yang
5 31,25 11 68,75 15 93,75
mendapatkan nilai ≥ 75
Indikator Pencapaian Klasikal 80 %
100
80
68,75% 93,75%
60
Ketuntasan Klasikal
40
20 25%
0
Pra Siklus Siklus I Siklus II
Gambar 4.1 Perbandingan Ketuntasan Belajar Siswa Secara Klasikal pada Pra Siklus
– Siklus I – Siklus II
Berdasarkan gambar 4.1 di atas dapat diuraikan jumlah siswa yang tuntas
pada pra siklus sebesar 25%, siklus I sebesar 68,75% meningkat sebesar 25% menjadi
93,75% pada siklus II. Selain itu, jumlah siswa yang belum tuntas pada pra siklus
sebesar 75%, siklus I sebesar 31,25% berkurang sebesar 25% menjadi 6,25% pada
siklus II.
Selain itu, hasil pengamatan menunjukkan adanya peningkatan keaktifan
siswa dari siklus I ke siklus II. Secara garis besar dapat dilihat pada tabel 4.9 di
bawah ini.
25
Peningkatan keaktifan siswa pra siklus, siklus I dan siklus II dapat di lihat
pada diagram dibawah ini.
100
80
66,67% 93,33%
60
Keaktifan Siswa
40
20 31,25%
0
Pra Siklus Siklus I Siklus II
keaktifan siswa dikelas juga mengalami peningkatan dari siklus I siswa yang sangat
aktif 43,75 %, aktif 25% dan belum mencapai kriteria aktif sebanyak 31,25% menjadi
sangat aktif 87,50 %, aktif 6,25% dan belum mencapai kriteria aktif sebanyak 6,25%
pada siklus II
Saran Tindak Lanjut
Berdasarkan hasil penelitian tindakan ini, maka disampaikan saran sebagai
berikut (1) model snowball throwing dan media TTS dapat dijadikan alternatif dalam
pelaksanaan pembelajaran karena model snowball throwing dan media TTS dapat
membangkitkan motivasi siswa dan mengurangi rasa bosan siswa di kelas sehingga
aktifitas mereka meningkat. Lebih lanjut, aktifitas siswa di kelas meningkat secara
langsung membantu siswa meningkatkan hasil belajarnya; (2) hasil penelitian ini
hendaknya dapat digunakan sebagai masukan dan pertimbangan bagi sekolah untuk
menggunakan dan mengembangkan metode dan media yang sesuai dengan materi
pembelajaran agar dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Daftar Pustaka
(2016). Kurikulum SDN Rejomulyo.
Anitah W, Sri, dkk. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Universitas Terbuka.
Baharudin dan Wahyuni, Esa Nur. (2007). Teori Belajar dan pembelajaran.
Jogjakarta : Ar-Ruzz Media.
Cahyo, Agus N. (2011). Gudang Permainan Kreatif Khusus Asah Otak Kiri Anak.
Yogyakarta: Flashbooks
Haryanto. (2002). Sains untuk Sekolah Dasar Kelas IV. Jakarta: Erlangga.
Sardiman, A.M. (2012). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Setiawan, Deny ,dkk. (2008). Komputer dan Media Pembelajaran. Jakarta :
Universitas Terbuka
Sumantri, Mulyani. (2014). Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Susilana, Rudi. (2007). Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Dalam Tim Pengembang Ilmu
Pendidikan FIP – UPI (Eds), Sumber Belajar dalam Pendidikan (hlm. 217-
218). Jakarta: PT Imperial Bhakti Utama.