Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Neuritis optik adalah inflamasi pada nervus optik. Penyebab lain terjadi pada
autoimun, infeksi atau kelainan inflamasi dan yang berhubungan dengan multiple
sclerosis (MS). Dari kasus MS, gejalanya 15-20%, tapi lebih sering terjadi tanpa adanya
MS. Selain itu, 65% pasien multiple sclerosis akan menderita neuritis optik selama
mengalami penyakit itu. Neuritis optik menyebabkan gangguan penglihatan subtansial
dan berpotensial kehilangan penglihatan dalam jangka panjang. Di beberapa kasus,
neuritis optik dapat sembuh spontan atau dengan pengobatan. Penyembuhannya biasa
partial (sebagian) atau absolute (penuh), tergantung pada tingkat keparahan dan kondisi
(Locker, 2013).

Pada umumnya terjadi pada individu muda dengan usia rata-rata pada awal tiga
puluhan. Diperkirakan tingkat kejadian setiap tahun sebesar 5.1/100.000 di Amerika
serikat, dan lebih sering terjadi pada perempuan dari pada laki-laki. Sebagaian besar
informasi mengenai sejarah neuritis optik, pengobatanya, dan hubunganya denga multiple
sclerosis didapat dari Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT). (Locker, 2013)

Gold standard pengobatan untuk neuritis optik berdasarkan pada Optic Neuritis
Treatment Trial (ONTT) untuk mengetahui khasiat kortikosteroid dan untuk analisa
jangka panjang. Di ONTT, klinik pusat di Amerika Serikat mendaftarkan 457 pasien
antara 1 juli 1988 dan 30 juni 1991 dengan beberapa kriteria adanya neuritis optik
unilteral akut dengan gejala visual 8 hari atau kurang, usia anatara 18-45 tahun,
sebelumnya tidak pernah menderita neuritis optik, tidak memiliki penyakit sistemik selian
MS yg terkait dengan neuritis optik, dan belum pernah pengobatan sebelumnya dengan
kortikosteroid untuk MS atau neutitis optik ( Hoorbakht, 2012).

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas secara ringkas tentang anatomi dan fisiologi jalur visual,
kelainan pada jalur visual, refleks pupil, serta segala hal terkait abnormalitas visual yang
diakibatkan oleh neuritis optikus.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Optik

2.1.1 Saraf Optik

Nervus optikus adalah saraf yang membawa rangsang dan retina menuju
otak. Saraf optik terdiri dari 1 juta lebih akson-akson yang berasal dari lapisan sel
ganglion retina yang memanjang ke arah korteks oksipital. Panjang saraf optik
berkisar antara 35-55 mm (rata-rata 40 mm) dan secara anatomis terbagi menjadi
segmen intaokular, intraorbital, intrakanalikular dan intracranial yang berakhir
sebagai kiasma optik (Guyton AC, 2013).

Gambar 2.1. Nervus Optik (Guyton AC, 2013).


Segmen intraokular saraf optik sepanjang 1 mm terbagi menjadi lapisan
serabut-serabut saraf superfisial, bagian prelaminar, laminar (lamina kribosa) dan
retrolaminar. Papil saraf optik (diskus optik) merupakan bagian prelaminar saraf
optik berbentuk oval, 1,5 mm horizontal dan 1,75 mm vertikal dengan cekungan
(cup shaped depression) agak ke temporal. Papil saraf optik merupakan daerah
2
keluarnya akson-akson sel ganglion terletak sekitar 3-4 mm sebelah nasal fovea.
Bagian prelaminar dan laminar terdiri dari akson-akson sel ganglion retina tak
bermielin, astrosit dan arteri-vena retina sentralis yang keluar dari bagian tengah
papil saraf optik. Akson-akson bergabung menjadi fasikulus dan menembus sclera
200-300 lubang pada lamina kribosa. Setelah melewati lamina kribosa (bagian
retrolaminar) diameter saraf optik bertambah menjadi 3-4 mm akibat pembentukan
mielin akson-akson sel ganglion retina, adanya oligodendroglia (yang membentuk
mielin akson) dan selubung meningeal yang terdiri dari piamater, arakhnoid dan
duramater. Bagian prelaminar dan laminar diperdarahi terutama oleh arteri siliaris
posterior brevis yang beranastomosis dengan pleksus pial dan pembuluh darah
koroid peripapilar membentuk siklus Zinn-Haller (Guyton AC, 2013).
Segmen intraorbita saraf optik berukuran panjang 25-30 mm, lebih panjang
dari jarak antara belakang bola mata dan apeks orbita sehingga dapat bebas bergerak
pada pergerakan bola mata. Pada apeks orbita segmen saraf optik dikelilingi oleh
anulus Zinn sebelum berlanjut ke kanal optik. Saraf optik berjalan kearah
posteromedial dan meninggalkan orbita melalui foramen optik (optic ring) menuju
kanal optik. Nervus optikus pars intraorbita diperdarahi oleh cabang-cabang
intraneural dan cabang-cabang pial dari arteri retina sentral (Guyton AC, 2013).
Segmen intrakanalikular yang terdapat di dalam kanalis optik memiliki
panjang 4-10 mm. Kanalis optik dibentuk oleh tulang sphenoid parva minor. Bagian
ini diperdarahi oleh cabang pial arteri oftalmika. Segmen Intrakranial memiliki
panjang sekitar 10 mm, antara kanalis optik sampai kiasma optikum. Bagian ini
berjalan di atas arteri oftalmika, sebelah superomedial arteri karotis interna sehingga
diperdarahi langsung oleh cabang-cabang arteri tersebut (Guyton AC, 2013).
Jika satu ataupun semua serabut saraf mengalami peradangan dan tak
berfungsi sebagaimana mestinya maka penglihatan akan menjadi kabur. Jika terjadi
inflamasi ataupun demielinisasi nervus optikus, keadaan ini disebut dengan neuritis
optikus. Pada neuritis optikus, serabut saraf menjadi bengkak dan tak berfungsi
sebagaimana mestinya. Penglihatan dapat saja normal atau berkurang, tergantung
pada jumlah saraf yang mengalami peradangan (Guyton AC, 2013).

2.1.2 Jaras Visual


Secara fungsional rangsang visual ditangkap oleh retina (sebagai stasiun I).
kemudian diteruskan melalui serabut saraf otak kedua (saraf optik). Saraf optik yang
3
berasal dan sisi nasal kedua mata akan menyilang di daerah kiasma opikum
sedangkan yang berasal dari sisi temporal tidak bersilangan di daerah kiasma ini.
Selanjutnya serabut saraf ini akan melanjutkan perjalanannya sebagai traktus
optikum. Traktus optikus ini selanjutnya menuju ke thalamus sebagai kumpulan sel-
sel saraf yang mengolah dan bertindak sebagai stasiun informasi ke II. Bagian
thalamus yang berhubungan dengan fungsi visual disebut Corpus Geniculatum
Laterale (CGL). Stasiun ke II ini bertugas menyampaikan informasi ke korteks
serebri bagian oksipital. Dengan sampainya informasi ke korteks penglihatan akan
hal-hal yang terlihat oleh mata dapat disadari. Dari stasiun ke II ini informasi visual
juga disebarkan ke seluruh SSP yang mempunvai hubungan dengan indera
penglihatan. ke pusat keseimbangan motorik, medulla spinalis, pendengaran, dan
sebagainya (Guyton AC, 2013).
Corpus geniculatum laterale ( CGL ) merupakan terminal dan seluruh
serabut saraf aferen jaras visual. CGL merupakan bagian dari thalamus. Pada CGL
terjadi rotasi 90° dari serabut saraf, sehingga serabut saraf yang berasal dari retina
bagian superior akan berada di bagian medial CGL, sedangkan yang berasal dan
bagian inferior retina akan berada di bagian lateral. Perputaran akan terjadi lagi
serabut meninggalkan CGL sehingga retina bagian superior terletak di inferior dan
retina bagian inferior terletak di superior dalam radiasio optika dan korteks serebri
(Guyton AC, 2013).
Radiasio optika mengandung 3 kelompok besar serabut yaitu (1) bagian
superior (berisi serabut yang mengurus lapangan pandang inferior), (2) bagian
inferior (berisi serabut yang mengurus lapang pandang superior), (3) bagian sentral
(berisi serabut makula). (Guyton AC, 2013).
Jadi pada radiasio optika (traktus genikulo-kalkarina) terjadi pemutaran,
sehingga posisi serabut penglihatan kembali seperti sebelum memasuki CGL yaitu
bagian atas retina berjalan dan diproyeksikan di bagian atas korteks serebri dan
sebaliknya. Korteks proyeksi penglihatan disebut juga korteks striata (area 17),
berada di sepanjang bibir superior dan fissure kalkarina. Ketika impuls sampai di
area 17, maka akan terbentuk sensasi visual sederhana. Impuls ini akan rnempunyai
arti dan bentuk dengan perantaraan korteks asosiasi area 18 dan 19 (Guyton AC,
2013).

4
Gambar 2.2 Perjalanan Serabut Saraf Nervus Optikus (tampak basal). (Guyton AC,
2013).
Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Sebagaimana
halnya nervus optikus, retina merupakan bagian dari otak meskipun secara fisik
terletak di perifer dari sistem saraf pusat (SSP). Komponen yang paling utama dari
retina adalah sel-sel reseptor sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron
dari jaras penglihatan. Lapisan terdalam (neuron pertama) retina mengandung
fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan dua lapisan yang lebih superfisial
mengandung neuron bipolar (lapisan neuron kedua) serta sel-sel ganglion (lapisan
neuron ketiga). Sekitar satu juta akson dari sel-sel ganglion ini berjalan pada lapisan
serat retina ke papila atau kaput nervus optikus. Pada bagian tengah kaput nervus
optikus tersebut keluar cabang-cabang dari arteri centralis retina yang merupakan
cabang dari arteri oftalmika (Guyton AC, 2013).

Gambar 2.3 Lapisan Neuron pada Retina (Guyton AC, 2013).

5
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di
depan tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung
menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum. Di depan tuber sinerium nervus
optikus kanan dan kiri bergabung menjadi satu berkas membentuk kiasma optikum,
dimana serabut bagian nasal dari masing-masing mata akan bersilangan dan
kemudian menyatu dengan serabut temporal mata yang lain membentuk traktus
optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus genikulatum lateral dan
kolikulus superior.
Kiasma optikum terletak di tengah anterior dari sirkulus Willisi. Serabut
saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras visual
sedangkan serabut saraf yang berakhir di kolikulus superior menghantarkan impuls
visual yang membangkitkan refleks opsomatik seperti refleks pupil. Setelah sampai
di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang membawa impuls penglihatan
akan berlanjut melalui radiatio optika (optic radiation) atau traktus genikulo
kalkarina ke korteks penglihatan primer di girus kalkarina. Korteks penglihatan
primer tersebut mendapat vaskularisasi dari arteri kalkarina yang merupakan cabang
dari arteri serebri posterior. Serabut yang berasal dari bagian medial korpus
genikulatum lateral membawa impuls lapang pandang bawah sedangkan serabut
yang berasal dari lateral membawa impuls dari lapang pandang atas (gambar 2.4).
(Guyton AC, 2013).

Gambar 2.4 Radiatio Optika (Guyton AC, 2013).


Pada refleks pupil, setelah serabut saraf berlanjut ke arah kolikulus superior,
saraf akan berakhir pada nukleus area pretektal. Neuron interkalasi yang
berhubungan dengan nukleus Eidinger-Westphal (parasimpatik) dari kedua sisi
menyebabkan refleks cahaya menjadi bersifat konsensual. Saraf eferen motorik
6
berasal dari nukleus Eidinger-Westphal dan menyertai nervus okulomotorius (N.III)
ke dalam rongga orbita untuk mengkonstriksikan otot sfingter pupil (gambar 2.5).
(Guyton AC, 2013).

Gambar 2.5 Pathway of the Pupillary Reaction to Light (Guyton AC, 2013).

2.2 Definisi Neuritis Optik


Neuritis Optik merupakan radang saraf optic dengan gejala penglihatan mendadak
turun pada saraf yang sakit (Sidarta, 2014).
2.3 Epidemiologi
Neuritis optikus dalam populasi per tahun diperkirakan 5 per 100.000 sedangkan
prevalensinya 115 per 100.000 jiwa. Berdasarkan data The Optic Neuritis Treatment
Trial (ONTT) lebih dari 77% pasien adalah wanita, 85% berkulit putih dan usia rata-rata
32 tahun. Di berbagai kelompok populasi di seluruh dunia, neuritis retrobulbaris
berkaitan dengan sklerosis multipel pada 13-85% pasien. Persentase perkembangan
menjadi sklerosis multipel setelah suatu episode neuritis optikus cenderung lebih tinggi
seiring dengan peningkatan tindak lanjut pasien (AAO, 2012).
2.4 Etiologi
Neuritis disebabkan idiopatik, sclerosis multiple sedang pada anak oleh morbili,
parotitis, dan cacar air. Neuritis optik dapat merupakan gejala dini atau permulaan
penyakit mulipel sclerosis. Penyebab neuristis optik dapat merupakan penyakit
autoimun, infeksi jamur Cryptococcosis, infeksi bakteri tuberculosis, sifilis, infeksi virus
7
ensefalitis, tampek, rubella, herpeszoster, parotitis dan infeksi saluran napas atas.
Neuritis optik idiopatik lebih sering terjadi pada perempuan berusia 20-40 tahun, bersifat
unilateral. Pada golongan ini penyembuhan disertai perbaikan tajam penglihatan berjalan
sempurna walaupun terdapat edem papil saraf optik yang berat. Penglihatan warna akan
terganggu (Sidarta, 2014).
2.5 Patofisiologi
Dasar patologi penyebab Neuritis optikus paling sering adalah inflamasi
demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang terjadi pada
multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak dengan perivascular cuffing,
edema pada selubung saraf yang bermielin, dan pemecahan mielin. Inflamasi pada
endotel pembuluh darah retina dapat mendahului demielinisasi dan terkadang terlihat
sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan mielin dapat melebihi hilangnya akson
(Wilhelm, dkk., 2015).
Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus diperantarai
oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum diketahui. Aktivasi
sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului perubahan yang terjadi
didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik kembali menjadi normal mendahului
perubahan sentral (dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel T menyebabkan pelepasan sitokin
dan agen-agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel B melawan protein dasar mielin tidak
terlihat di darah perifer namun dapat terlihat di cairan serebrospinal pasien dengan
Neuritis optikus. Neuritis optikus juga berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti
MS. Terdapat ekspresi tipe HLA tertentu diantara pasien Neuritis optikus (Wilhelm, dkk.,
2015).
Perjalan penyakit biasanya menjadi normal setelah beberapa minggu dengan
penglihatan merasa sedikit redup, dan papil terlihat pucat. Perjalanan penyakit mendesak
dengan turunnya tajam penglihatan yang dapat berlangsung intermiten dan sembuh
kembali dengan sempurna, dan bila sembuh sempurna akan mengakibatkan atrofi papil
saraf optik parsial atau total (Sidarta, 2014).
2.6 Gejala Klinis Neuritis Optik
2.6.1 Gambaran Akut
Tanda dan gejala : (Wilhelm, dkk., 2015), (Vaughan, dkk., 2015).
a. Gejala neuritis optik biasanya monokular.
b. Hilangnya penglihatan terjadi dalam periode jam-hari, mencapai puncak
dalam 1-2 minggu.
8
c. Nyeri pada mata yang semakin memberat bila bola mata digerakkan.
d. Defek pupil aferen (afferent pupillary defect) selalu terjadi pada neuritis optik
bila mata yang lain tidak ikut terlibat. Adanya defek pupil aferen ini
ditunjukkan dengan pemeriksaan swinging light test (Marcus-Gunn pupil).
e. Defek lapang pandang pada neuritis optik ditandai dengan skotoma sentral.
f. Papilitis dengan hiperemia dan edema diskus optik sehingga membuat batas
diskus tidak jelas. Papilitis banyak terdapat pada usia < 14 tahun dan populasi
asia tenggara.
g. Enam puluh persen pasien memiliki neuritis retrobulbar dengan pemeriksaan
funduskopi yang normal.
h. Perdarahan peripapil, jarang pada neuritis optik tetapi sering menyertai
papilitis karena neuropati optik iskemik anterior.
i. Fotopsia sering dicetuskan oleh pergerakan bola mata.
j. Buta warna pada mata yang terkena, terjadi pada 88% pasien yang ikut terlibat
dalam penelitian ONTT.
k. Tanda lain adanya inflamasi pada mata yang terdeteksi pada pemeriksaan
funduskopi atau slit lamp, yaitu: perivenous sheathing, periflebitis retina
(risiko tinggi terkena MS), uveitis, sel di bilik mata depan, atau pars planitis
menandakan adanya infeksi atau penyakit autoimun yang lain.
2.6.2 Gambaran Kronik
Walaupun telah terjadi penyembuhan secara klinis, tanda neuritis optik
masih dapat tersisa. Tanda kronik dari neuritis optik yaitu : (Wilhelm, dkk., 2015).
a. Kehilangan penglihatan secara persisten. Kebanyakan pasien neuritis optik
mengalami perbaikan penglihatan dalam 1 tahun.
b. Defek pupil aferen relatif tetap bertahan pada 25% pasien dua tahun setelah
gejala awal.
c. Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan desaturasi warna
merah akan melihat warna merah sebagai pink, atau orange bila melihat
dengan mata yang terkena.
d. Fenomena Uhthoff yaitu terjadinya eksaserbasi temporer dari gangguan
penglihatan yang timbul dengan peningkatan suhu tubuh. Olahraga dan mandi
dengan air panas merupakan pencetus klasik.
e. Diskus optik terlihat mengecil dan pucat, terutama didaerah temporal.
Pucatnya diskus meluas sampai batas diskus ke serat retina peripapil.
9
Pada neuritis optik terdapat kehilangan penglihatan dalam beberapa jam sampai
hari yang mengenai satu atau dua mata, dengan usia yang khusus 18-45 tahun, sakit pada
rongga orbita terutama pda pergerakkan mata, penglihatan warna terganggu, tanda
Uhthoff (penglihatan turun setelah olah raga atau suhu tubuh naik). Pada neuritis optik
tajam penglihatan turun maksimal dalam 2 minggu. Pada sebagian besar neuritis optik
tajam penglihatan kembali normal sesudah beberap minggu. Gangguan lapan pandang
sentral atau sekosentral (Sidarta, 2014).
Pada sutau mata akan terlihat defek pupilaferen relatif atau adanya Marcus Gunn
pupil. Terdapat sel di dalam badan kaca. Edem papil dengan pendarahan lidah
api(terutama pada anak dan pemuda) atau papil normal pada proses retrobulbar (Sidarta,
2014).

2.7 Klasifikasi Neuritis Optik


Ada 2 bentuk dari neuritis optik, yang pertama papilitis yang merupakan
peradangan papil saraf optik dalam bola mata, dan neuritis retrobulbar yang merupakan
radang saraf optik yang terletak di belakang bola mata (Vaughan, dkk., 2015).
a) Papillitis. Hal ini mengacu pada keterlibatan optik disk akibat gangguan inflamasi dan
demielinasi. Kondisi ini biasanya unilateral tapi kadang-kadang mungkin bilateral.
merupakan peradangan papil saraf optik yang dapat terlihat dengan pemeriksaan
funduskopi dan neuritis retrobulbar yang merupakan radang saraf optik yang terletak
dibelakang bola bata dantidak menunukan kelainan. Terdapat rasa sakit disekitar mata
terutara bila mata digerakkan yang ada akan terasa pegal dan dapat terasa sakit bila
dilakukan perabaan pada mata yang sakit.
b) Retrobulbar neuritis ditandai dengan keterlibatan saraf optik di belakang bola mata.
Gambaran klinis neuritis retrobulbar akut dasarnya mirip dengan akut papillitis
kecuali untuk perubahan fundus dan perubahan okular.
2.8 Diagnosa Neuritis Optik
Diagnosis Neuritis Optik sebagai berikut : (Wilhelm, dkk., 2015), (Vaughan, dkk., 2015),
dan (Friedman, dkk., 2009).
A. Anamnesis
Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang kabur,
kesulitan membaca, adanya bintik buta, perbedaan subjektif pada terangnya cahaya,
10
persepsi warna yang terganggu, hilangnya persepsi dalam atau kaburnya visus untuk
sementara. Pada anak, biasanya gejala penurunan ketajaman penglihatan mendadak
mengenai kedua mata. Sedangkan pada orang dewasa, neuritis optik seringkali
unilateral.
Terdapat riwayat demam atau imunisasi sebelumnya pada anak akan
mendukung diagnosis. Pada orang dewasa, terdapat faktor risiko sklerosis multipel
yang lebih besar. Rasa sakit pada mata, terutama ketika mata bergerak.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan visus. Hilangnya visus dapat ringan (≥ 20 / 30), sedang (≥ 20 / 60),
maupun berat (≤ 20 / 70).
2. Pemeriksaan lapang pandang. Tipe-tipe gangguan lapang pandang dapat berupa:
skotoma sentrosecal, kerusakan gelendong saraf parasentral, kerusakan gelendong
saraf yang meluas ke perifer, kerusakan gelendong saraf yang melibatkan fiksasi
dan perifer saja.
3. Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks cahaya langsung yang
menurun atau hilang.
4. Penglihatan warna.
C. Pemeriksaan Penunjang

1. Funduskopi

Terdapat beberapa stadium perubahan pada neuritis optikus disertai kelainan


pada bilik mata belakang, yaitu :

a. Perubahan awal

Papilitis dapat ditemukan dalam 38 % kasus. Diskus optikus normal


dalam 44% kasus. Pucatnya bagian temporal menunjukkan adanya lesi optik
neuritis yang berat pada mata yang sama, hal ini dijumpai pada 18% dari
pasien yang menjalani pemeriksaan. Papilitis tahap awal di karakteristikkan
dengan adanya batas diskus yang mengabur dan sedikit hiperemis.

b. Papilitis yang mencapai perkembangan yang lengkap

Adanya papiledema pada opthalmoskopi tidak memungkinkan untuk


menyatakan hal ini, ditandai dengan adanya pembengkakan, hilangnya
fisiologis cup, hiperemis dan perdarahan yang terpisah. Pembungkus vena

11
biasanya jarang terlihat. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat adanya
sel pada vitreous adalah hal yang sangat penting.

c. Perubahan lanjut

Pada neuritis optikus retrobulbar, diskus yang normal dapat dijumpai


selama 4-6 minggu, saat dimana pucat dijumpai. Papilitis yang berlanjut
kadang-kadang didapati gambaran optik atropi sekunder. Pada keadaan ini
batas diskus dapat mengabur, mungkin terdapat jaringan glial pada diskus, dan
pucatnya diskus bagian stadium akhir optik neuritis. Pada stadium ini, serabut
saraf atropi dapat diamati pada retina dengan perangkat lampu hijau merah.

2. MRI (magnetic resonance imaging)

MRI diperlukan untuk melihat nervus optikus dan korteks serebri. Hal ini
dilakukan terutama pada kasus-kasus yang diduga terdapat sklerosis multipel.

3. Pungsi lumbal dan pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat adanya proses
infeksi atau inflamasi.

4. Slit lamp

2.9 Penatalaksanaan Neuritis Optik


Pengobatan neuritis,papilitis atau neuritis retrobulbar, adalah sama yaitu
kortikosteroid atau ACTH. Bersama-sama dengan kortikosteroid diberikan juga
antibiotik untuk menahan infeksi sebagai menyebab. Selain daripada itu diberikan juga
vasodiltasia dan vitamin. Pengobatan neuritis tergantung pada etiologi. Untuk membantu
mencari penyebab neuritis optik biasanya dilakukan pemeriksaan foto sinar X kanal
optik, sela tursika, atau dilakukan pemeriksaan CT orbita dan kepala. Pada neuritis
unilateral yang disebabkan sklerose multiple pengobatan belum diketahui. Steroid
diberikan karena diduga akan menekan peradangan dan memperpendek periode akut
penyakit (Sidarta, 2014).
Neuritis optik unilateral biasanya sembuh spontan sesudah 4-6 minggu. Neuritis
bilateral penyebabnya biasanya tidak diketahui dengan psti akan tetapi diketahui
kelainan kausal daoat diakibatkan penyakit Devic, astrofi optik hreediter dari Leber,
keracunan alcohol atau tembakau, kelainan metabolic diabetes, neuropati tropic, kurang
gizi dan neuritis optik bilateral pada anak (Sidarta, 2014).
A. Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :
12
1) Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal :
Regimen selama 2 minggu :

a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v

b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari oral

c. Tapering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama ( hari ke
15 sejak pemberian obat ) dan 10 mg prednisone oral pada hari ke 2 sampai
ke 4

d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis gastritis

Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan steroid


dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun. Terapi steroid
hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak meningkatkan hasil pemulihan
pandangan visual (AAO, 2012), (Wilhelm, dkk., 2015), dan (Basal, 2007).

2) Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi :


a. Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas
b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon β-1α selama
28 hari
c. Tidak menggunakan oral prednisolone sebagai terapi primer karena dapat
meningkatkan resiko rekuren atau kekambuhan
3) Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI :
a. Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah 10 tahun
kemudian
b. Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan pemulihan visual
c. Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan visual pada
mata kontralateral
d. MRI lagi dalam 1 tahun kemudian

B. Pasien dengan riwayat Multiple sclerosis atau Neuritis optikus :

1. Observasi
2. Memeriksa pasien pada minggu ke 4-6 setelah muncul gejala dan pemeriksaan
ulang tiap 3-6 bulan kemudian
3. Pasien yang berisiko tinggi MS atau demielinisasi sistem saraf pusat dari hasil
MRI sebaiknya dirujuk ke spesialis neurologi untuk evaluasi dan terapi lanjutan
(AAO, 2012), (Wilhelm, dkk., 2015), dan (Basal, 2007).

13
Mitoxantrone, suatu agen kemoterapi dan terapi antibiotik di monoklonal telah
memberikan hasil yang menjanjikan bagi penyakit kambuhan-remisi (relapsing-
remitting disease) yang progresif dan sulit diatasi.

2.10 Diagnosa Banding Neuritis Optik


Diagnosis banding neuritis optik adalah iskemik otak neuropati (tidak sakit,
skotoma aktitudinal), edema papil akut, hipertensi berat, dan toksik neuropati). (Sidarta,
2014).
2.11 Prognosis
Tanpa terapi, penglihatan secara khas mulai membaik dalam 2-3 minggu setelah
awitan dan kadang-kadang membaik dalam beberapa hari. Setelah beberapa bulan
pemulihan mungkin terus berjalan secara perlahan-lahan, ketajaman penglihatan
menjadi 20/40 atau lebih dijumpai pada lebih dari 90% kasus dalam 1 tahun dan 10
tahun sejak awitan, asalkan tidak ada episode neuritis optic yang lebih lanjut.
Pada Optic Neuritis Treatment Trial secara keseluruhan 38 % neuritis optic
demielinatif idiopatik episode pertama beresiko menjadi sklerosis multiple yang nyata
secara klinis dalam 10 tahun. 3,4,6 (Vaughan, dkk., 2015), (Basal, 2007), dan (AAO,
2012).

14
BAB III

KESIMPULAN

Neuritis optik adalah radang nervus optikus yang disertai dengan demielinisasi yang
menyebabkan kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan satu mata
(monokular). Neuritis optikus tidak berdiri sendiri, namun disebabkan oleh berbagai macam
penyakit/keadaan. Salah satunya adalah multiple sklerosis (MS), suatu penyakit demielinasasi
sistem saraf pusat. Neuritis optikus seringkali dihubungkan dengan penyakit ini. Neuritis
optikus menjadi manifestasi klinik pada 15-20% pasien multiple sklerosis dan terjadi pada
50% perjalanan penyakit multipel sklerosis.

Kehilangan penglihatan dan adanya defek pupil aferen relatif merupakan gambaran
umum dari neuritis optikus. Diskus optik terlihat hiperemis dan membengkak. Terdapat
subtipe dari neuritis optikus, yaitu neuritis retrobulbar dan papilitis. Keadaan tersebut
menggambarkan adanya inflamasi pada saraf optik. Pasien mengeluh adanya pandangan
berkabut atau visus yang kabur, kesulitan membaca, adanya bintik buta, perbedaan subjektif
pada terangnya cahaya, persepsi warna yang terganggu, hilangnya persepsi dalam atau
kaburnya visus untuk sementara. Pada anak, biasanya gejala penurunan ketajaman
penglihatan mendadak mengenai kedua mata. Sedangkan pada orang dewasa, neuritis optikus
seringkali unilateral.

Neuritis optikus pada anak kebanyakan mengalami pemulihan ketajaman


penglihatan dengan sendirinya dan biasanya pemulihan berlangsung secara spontan sehingga
tidak diperlukan pengobatan secara khusus. Pengobatan neuritis optikus dapat dilakukan dengan
pemberian kombinasi steroid oral, intravena, serta interferon -1 intramuscular disesuaikan dengan

tingkat keparahan penyakit. Selain itu, mitoxantrone juga dapat diberikan untuk mengobati penyakit

kekambuhan­remisi yang progresif dan sulit diobati. Proses penyembuhan dan pemulihan ketajaman

15
penglihatan terjadi pada 90% pasien. Jarang yang mengalami kehilangan penglihatan yang progresif.
Meskipun demikian, penglihatan tidak dapat sepenuhnya kembali normal.

16

Anda mungkin juga menyukai